twenty two: Getting Better
original: 14 Okt 2020
minor revision: 22 Des 2021
***
Suara lenguhan pelan terdengar dari kasur tempat Lyra berbaring. Mrs. Geraldine yang sebelumnya sedang menyiapkan ramuan di pojok ruangan segera mengalihkan perhatiannya pada Lyra.
Lyra mengedipkan matanya, berusaha menyesuaikan cahaya yang ditangkap oleh pupilnya. Ia mengalihkan pandangannya ke sekitar, dan rasa senang memenuhi hatinya. Wajah pucatnya terlihat sedikit berseri, dan air mata perlahan memenuhi pelupuk matanya.
"A-aku berhasil kabur?" bisiknya.
Mrs. Geraldine terkejut mendengar kata pertama yang diucapkan oleh Lyra. Namun ia memutuskan untuk menjawab pertanyaan yang entah ditujukan pada siapa itu.
"Ya, kau ada di St. Mungo sekarang," jelas Mrs. Geraldine dengan senyuman lembut di bibirnya.
Air mata langsung mengalir dari wajah Lyra, seperti biasanya, ia tak terisak. Lebih tepatnya, ia tak bisa terisak meski dalam hatinya ia sudah terisak bahagia. Mrs. Geraldine hanya bisa menatap sendu Lyra yang sama sekali tak terisak, kelihatannya butuh waktu lama bagi Lyra untuk kembali menunjukkan emosinya.
"Nah, kurasa lebih baik bagimu jika kau meminum semua ramuan ini dulu. Kau begitu lemah, sudah berapa lama kau tak makan, Miss White?" tanya Mrs. Geraldine sambil menyerahkan satu dari empat vial ramuan yang ada di nampannya.
Lyra tersenyum secara otomatis meski air mata masih mengalir deras dari kedua pelupuk matanya.
"Sepertinya sudah dua bulan, madam. Saya sempat makan beberapa kali, dan tadi saya juga sudah meminum Invigoration Draught. Saya rasa saya akan baik-baik saja," ucap Lyra sambil meminum satu persatu vial ramuan yang diberikan oleh Mrs. Geraldine.
Mrs. Geraldine hanya menghela napas begitu mendengar jawaban Lyra. Dirinya bukanlah mediwitch yang khusus menangani masalah penyihir dengan gangguan jiwa, tetapi dirinya tahu bahwa Lyra memang benar-benar butuh konseling rutin. Entah apa yang sudah dilalui Lyra, namun hal itu jelas membuat Lyra tak bisa mengungkapkan perasaannya yang sebenarnya.
Mrs. Geraldine lalu meyerahkan sebuah sapu tangan pada Lyra, yang diterima dengan pandangan bingung. Lyra mendongak untuk menatap Mrs. Geraldine dengan alis mengkerut.
"Untuk apa sapu tangan ini, madam?" tanya Lyra.
"Kau menangis. Kelihatannya kau sama sekali tak menyadarinya, dan panggil aku Mrs. Geraldine," balasnya.
Lyra lalu mengelap air mata yang mengalir dari matanya, lalu mengedip kembali.
"Oh, pantas saja sekelilingku buram. Terima kasih sudah memberi tahuku, ma-Mrs. Geraldine," ucap Lyra dengan senyuman tipis di bibirnya.
Mrs. Geraldine mengangguk pelan, lalu memberi tahu Lyra untuk tetap berbaring sementara dirinya pergi untuk mem-fire call petugas kementrian. Lyra merasa sedikit tak enak pada Mrs. Geraldine, bisa-bisanya ia mengobrol sambil menangis. Ketika Lyra larut dalam pikirannya, dua orang petugas kementerian masuk ke dalam ruangan dengan membawa sebuah vial berisi ramuan. Tentu saja, apalagi kalau bukan Veritaserum?
"Miss White?"
Lyra mengangkat kepalanya dan melihat dua orang petugas Department of Magical Law Enforcement. Matanya lalu beralih ke arah vial yang dibawa oleh petugas kementerian itu.
"Veritaserum?" gumamnya.
"Ya, tentu saja. Kau harus diinterogasi dengan kemunculan tiba-tiba di kementerian dengan kondisi terluka. Lagipula kami sudah diberi izin, benar kan, Mrs. Geraldine?"
Mrs. Geraldine mengangguk, "Hanya tiga tetes, tidak lebih, Mr. Fawley."
Mr. Fawley mengangguk lalu tersenyum pada Lyra. Lyra kemudian membuka sedikit mulutnya untuk diberi tetesan Veritaserum. Begitu tetesan ketiga melewati tenggorokannya, tatapannya kosong.
"Siapa nama lengkapmu?" tanya Fawley memulai interogasi.
Sementara di sampingnya, seorang petugas kementerian lainnya siap mendengarkan dengan cermat agar tak ada satupun ucapan yang terlewat dari pendengarannya. Tentu saja, ia harus memasukkan ingatannya sebagai bukti interogasi ini.
"Lyra Charlotte White."
"Umur?"
"16 tahun."
"Kenapa kau tiba-tiba muncul di kementrian?"
"Aku harus kabur. Father dan Mother mengurungku di ruang penyiksaan. Aku harus kabur sebelum pikiranku menjadi kacau karena Cruciatus. Aku ingin meminta maaf pada teman-temanku, aku ingin bertemu mereka."
Kedua petugas kementerian itu kemudian saling berpandangan. Kutukan Cruciatus, di keluarga se-putih White, pada putri satu-satunya keluarga mereka. Ada sesuatu yang salah, dan lagi, ruang penyiksaan?
"Apa itu ruang penyiksaan dan penyiksaan apa saja yang kau terima?"
"Ruangan tempat Father dan Mother menghukumku dan brother sebelum ia mati, biasanya karena aku gagal memenuhi ekspektasi mereka. Biasanya Father melempar Cruciatus, dan Mother menggunakan penyiksaan ala muggle, seperti membiarkanku kelaparan, atau cambukan."
"Lalu bagaimana kau tiba-tiba muncul di kementrian?"
"Aku mencuri portkey Father dari kantornya setelah sedikit perlawanan."
Petugas kementerian itu lalu meneteskan penawar Veritaserum, lalu bangkit dan memasang wajah serius. "Keluargamu akan mendapat hukuman yang setimpal."
Lyra tersenyum lirih, ia merasa lega akhirnya semuanya selesai, dan lega karena tidak ada pertanyaan cukup spesifik yang bisa membahayakan Draco.
"Terima kasih," bisiknya pada akhirnya.
Kedua petugas kementerian itu mengangguk, lalu pergi meninggalkan ruangan.
"Nah, sekarang istirahatlah lagi," ucap Mrs. Geraldine.
Lyra mengangguk, lalu kembali membaringkan dirinya. Tak butuh waktu lama, ia sudah masuk ke dalam alam mimpi.
***
Ketika Lyra membuka matanya lagi, tiga sosok terlihat duduk di samping tempat tidurnya. Rambut cokelat tebal ikal, rambut hitam berantakan, dan rambut merah. Matanya mengerjap perlahan, ia diberi kejutan begitu bangun.
Ia berusaha bangkit dan mendudukkan dirinya, menarik perhatian Hermione yang meletakkan tangannya di atas ranjang.
"Lyra? Kau sudah bangun? Biar kupanggilkan Mrs. Geraldine," ucap Hermione lalu bangkit meninggalkan Lyra.
"Umm.. Lyra?"
Lyra menengok mendengar suara Harry memanggilnya. Harry terlihat sedikit gugup dan menunjukkan wajah bersalah, begitu pula dengan Ron. Matanya lagi-lagi berkedip lambat, menatap tak percaya Harry dan Ron.
"Y-ya?" jawabnya pada akhirnya.
Harry menggigit bibirnya gugup, sebelum akhirnya menatap matanya.
"M-maafkan aku Lyra. Aku-aku seharusnya tahu kau pasti punya alasan dibalik tindakanmu. Aku seharusnya tahu kau mengalami, kau tahu, penyiksaan, ka-kau bahkan menghiburku saat tahun kelima, kau sama sekali tak pernah memprotesku saat aku berteriak atau kasar padamu, kau tak pernah sekalipun menyalahkanku bahkan ketika kau tak tahu apapun tentang keluarga Dursley. A-aku tak tahu lagi bagaimana mengungkapkan seberapa dalam permintaan maafku, a-aku benar-benar minta maaf," ucap Harry.
"Aku juga ingin minta maaf, Lyra. Seharusnya aku tahu kau punya alasan, kita sudah saling mengenal selama 6 tahun. Kau tidak pernah memprotes perilaku bodohku, kau bahkan menjaga rahasiaku yang waktu itu, tapi aku malah meragukanmu. Maaf, Lyra," ucap Ron.
Lyra kemudian membuang wajahnya ke sisi yang satunya. Ia merasa malu pada dirinya sendiri. Bagaimana bisa sahabat-sahabatnya yang meminta maaf padanya, seharusnya ia yang minta maaf pada sahabat-sahabatnya. Ia yang salah lagipula.
Pandangannya beralih pada vas bunga yang berada di atas nakas sebelah tempat tidurnya. Ia mengeratkan genggamannya pada seprai kasurnya.
"...tidak. Seharusnya aku yang minta maaf. Lagipula akulah yang salah. Seharusnya aku tidak pernah melakukannya. Seharusnya aku tidak berpikir tentang keamananku sendiri 6 tahun belakangan ini. Seharusnya aku mendengar perkataan kalian dulu. Seharusnya-"
"Cukup!"
Lyra sedikit tersentak ketika mendengar teriakan Hermione. Bola matanya langsung mengarah ke seprai. Ia menggigit bibirnya kuat-kuat. Ah, mungkin saja pada akhirnya mereka menganggap perkataan Lyra masuk akal, kan?
"Kau tidak salah! Itu bukan salahmu, Lyr. Mungkin pada awalnya kau hanya ingin mencari aman, tapi hei! Orang normal manapun pasti akan melakukannya, bukan tidak mungkin kedua orang tuamu akan membunuhmu kalau kau tidak mendengar ucapan mereka!" ucap Hermione dengan mata berlinang.
Lyra.. terkejut. Jadi ia tidak salah? Bibirnya kelu dan tak bisa mengeluarkan suara apapun. Ia terlalu terkejut untuk mengetahui kenyataan itu.
"Kalau kau benar-benar ingin mencari aman saja, kau tidak akan mengorbankan dirimu sendiri separah ini hanya untuk menebus kesalahanmu, dan kau memang seharusnya tidak melakukannya. Kau benar-benar teman kami, Lyr, kita semua benar-benar menjadi temanmu, apapun yang terjadi," ucap Harry dengan seringai kecil di bibirnya.
"Yeah, Harry benar. Kau seharusnya tidak menyalahkan dirimu sendiri. Salahkan kedua orang tuamu, lagipula kita benar-benar teman kau tahu. Aku minta maaf atas perbuatan egoisku, tapi serius, kita benar-benar teman," ucap Ron dengan kekehan kecil.
Lyra menatap mereka berdua dengan tatapan tercengang. Matanya mulai berkaca-kaca. Jadi, mereka benar-benar temannya? Ia, Ron, Harry dan Hermione benar-benar teman? Air mata mulai mengalir dengan deras, tak ada suara yang keluar namun wajahnya menunjukkan kelegaan seolah sebuah beban telah dilepas dari atas pundaknya.
Harry, Ron, dan Hermione langsung terlihat panik saat Lyra menangis dan berusaha menenangkannya. Hermione memeluk Lyra dengan hati-hati, takut membuat lukanya terbuka atau terasa sakit lagi.
"Terima kasih.. terima kasih.. 'Mione, Harry, Ron," bisiknya lirih dengan suara bergetar yang seolah menunjukkan semua emosi yang tak nampak di wajahnya.
Hermione tersenyum lirih mendengar perkataan Lyra. Matanya berkaca-kaca hampir menangis, tapi ia menahannya sekuat tenaga, tidak ingin membuat Lyra merasa bersalah lagi.
"Sudah selesai opera sabunnya?" tanya Mrs. Geraldine dari arah pintu dengan senyum lembut di bibirnya.
Keempatnya mengarahkan pandangan ke arah Mrs. Geraldine, kemudian tertawa pelan. Mata Lyra kembali terfokus pada vas bunga yang ada di nakasnya, karena itu ia memutuskan untuk bertanya.
"Ini dari kalian?" tanya Lyra pada Harry, Ron dan Hermione.
Ketiganya menggeleng kompak. "Itu dari seorang pemuda berambut cokelat gelap, ada kartu ucapannya di bawah vas," ucap Mrs. Geraldine yang sudah siap memberi ramuan lagi pada Lyra.
Matanya menangkap sebuah kartu kecil dari bawah vas, Lyra lalu menariknya dengan hati-hati.
Get well soon, Lv. I ms you.
D.M.L.
"D.M.L. ? Bukannya kurang huruf E untuk membuat D.M.L.E. ? Dan lagi kenapa tulisannya acak begitu?"tanya Ron dengan pandangan bingung.
"Entahlah,"jawab Lyra dengan senyum bertengger di bibirnya, rona merah sedikit memenuhi pipi pucatnya.
Thank you, Dray
To be Continue>>>
Huhu, iya, chap kali ini banyak banget dialognya, dan jujur aja, aku butuh waktu sampai 2 minggu buat kelarin ini karena padatnya tugas ಥ‿ಥ
Oh ya, maksud GWS card-nya Draco itu sebenarnya begini
Get well soon, Love. I miss you.
Draco Malfoy Lucius
Iyap, Malfoy sama Lucius nya dibalik, jadinya kayak D.M.L.E. tapi kurang satu huruf gitu deh, ehe, oke, see you next chapter, babaii!! (。•̀ᴗ-)✧
Pstt... Chap kali ini 1,5k words loh >•<
p.s. tujuanku buatnya DML adalah supaya ga ada yang curiga itu dari Draco =D
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro