twenty four: A New Beginning
original: ??? (last revision 9 Nov 2020)
minor revision: 22 Des 2021
***
Seorang petugas kementerian memberikan tiga tetes Veritaserum pada Oswald dan Charlotte yang memasang wajah marah, dan seketika wajah marah mereka berubah menjadi wajah tanpa emosi.
Yang pertama kali ditanyai adalah Charlotte.
"Siapa namamu?"
"Charlotte Evelyn White."
"Siapa nama anak-anakmu?"
"Jeffrey Noah White, Lyra Charlotte White, dan Vega Hortensia White."
Seluruh pasang mata di ruang sidang terkejut mendengar nama terakhir yang disebutkan Charlotte, tak terkecuali Lyra sendiri. Pasalnya, ia tak pernah mendengar nama Vega Hortensia White sama sekali.
Petugas kementerian itu sadar dari keterkejutannya dan mencurigai satu hal.
"Dimana Vega Hortensia White?"
"Mati. Aku menggunakan Blood Magic untuk memindahkan seluruh sihirnya ke Lyra."
Seluruh ruang sidang sontak menatap ke arah Lyra. Ia sendiri langsung merasa kedua kakinya lemas seperti baru saja terkena Jelly Legs Jinx. Ia memandang horor ke tongkat yang ia taruh di wand holsters di pahanya. Sihir yang mengalir lewat tongkat itu, kekuatan itu, adalah pemberian saudaranya -kemungkinan saudara kembarnya yang sihirnya identik, yang dibunuh ibunya.
Seluruh penyihir yang ikut dalam sidang itu tentu tahu betapa gelapnya Blood Magic, belum lagi ditambah Cruciatus dan kejahatan lainnya. Satu kata muncul dalam pemikiran mereka, 'HUKUMAN MATI '.
"Apakah benar kau menggunakan Unforgivable Curses?" ucap petugas itu lanjut bertanya.
"Ya."
"Unforgivables apa saja yang sudah kau gunakan?"
"Cruciatus Curse, untuk memberi Lyra dan Jeffrey sedikit pengajaran. Imperius Curse, untuk membuat Lyra membunuh Jeffrey, Clarissa, dan Persephone."
Lagi-lagi seluruh ruangan menatap pada Lyra. Mata Lyra mulai terasa panas, ia mengingat semuanya ketika efek Obliviate menghilang. Ia membunuh kakaknya sendiri dan keponakannya yang masih bayi. Ia sedikit lega kakak iparnya berhasil melarikan diri. Namun rasa bersalah itu tak kunjung beranjak dari pikirannya.
Pemikiran lain muncul dalam pikirannya. Ia sudah membunuh tiga orang. Vega, Jeffrey, dan Persephone, ia adalah pembunuh. Kesadarannya kembali ketika hakim akhirnya memutuskan hukuman untuk Charlotte.
"Atas kejahatan pembunuhan berencana, penyiksaan terhadap anak-anak, penggunaan Blood Magic dan Unforgivable Curses, Charlotte Evelyn White dijatuhi hukuman mati. Berikan anti-dotenya," putus hakim.
Begitu anti-dote diberikan, Charlotte langsung memberontak liar begitu dirinya diseret keluar dari ruang sidang. Artinya dia akan segera dibawa ke Azkaban, dan hanya tinggal menunggu waktu untuknya dihukum mati.
"YOU'LL PAY! HOW DARE YOU BETRAY ME! OSWALD AND I HAVE STRUGGLED THROUGH THIS IN OUR CHILDHOOD, HOW DARE YOU DO NOT FEEL WHAT WE FELT IN THE PAST, HOW DARE-"
Suara Charlotte perlahan menghilang ketika sosoknya ditarik keluar sepenuhnya dari lantai itu. Lyra sedikit terkejut ketika mendengar perkataan orang tuanya, ia menggigit bibirnya keras-keras, berusaha menyingkirkan pemikiran kalau harusnya ia juga merasakan penderitaan orang tuanya, namun ia memberontak dari mereka. Apakah ini sudah benar? Lyra meyakinkan dirinya berulang kali, namun pikiran itu masih saja menyangkut dalam kepalanya. Ia lalu mencoba mengabaikannya dan memfokuskan diri pada trial Oswald.
Trial Oswald berjalan tak jauh berbeda dengan Charlotte, satu-satunya perbedaan adalah Oswald menggunakan ketiga Unforgivable Curses. Hukumannya tentu dijatuhi hukuman mati, sama seperti istrinya, dengan waktu ditahan di Azkaban lebih lama, tentu saja, agar lebih lama menderita atas segala kejahatan yang ia perbuat.
Lyra merasa lega, semuanya selesai.
Sudah selesai
Pemikiran tentang 'pembunuhan' yang ia lakukan kembali menghantui dirinya, namun ia menggelengkan kepalanya keras-keras, lalu mengembalikan kesadarannya ke dunia nyata.
Setelah mengurus surat-surat tentang bagaimana dengan harta keluarga White, ia kembali ke St. Mungo untuk mengambil barang-barangnya, meski dirinya merasa sedikit aneh sebab St. Mungo terkesan sangat terburu-buru mengeluarkannya dari sana. Setelah itu, ia menuju ke White Manor. Sebuah senyuman sendu terlintas di bibirnya ketika melihat manor mewah itu dari depan. Halaman penuh bunganya membawanya pada kenangan di masa lalu, ketika ia bermain bersama kakaknya.
Matanya beralih ke sebuah taman beberapa blok dari manornya. Matanya berkedip ketika melihat pohon besar yang familiar.
Benar, di sanalah ia pertama kali bertemu Draco, ketika ia dibawa ke ruangan 'itu' untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama. Senyuman tipis terulas di bibirnya.
"Hmmm.. apakah Draco masih mengingatnya?" gumamnya pelan.
Lyra kemudian melangkahkan kakinya untuk memasuki gerbang Manor itu.
"Gideon! Zetta! Mimny! Wellington!"
Empat house-elf muncul di hadapannya. Sebuah senyuman kembali menghiasi bibirnya.
"Bisakah kalian menjaga manor ini? Setidaknya sampai aku kembali suatu saat nanti," ucap Lyra.
Keempat house-elf itu menatap Lyra dengan mata bulat besarnya yang berair.
"Tapi, kenapa... Young Miss? Apakah Young Miss ingin meninggalkan kita?" tanya Wellington dengan mata berkaca-kaca.
"A-apakah Mi-Missus Lady dan Mister pergi?" tanya Mimny.
Lyra sedikit berjongkok untuk menatap elf-elf itu. Ia menepuk pelan bahu seluruh house-elf.
"Ya, Father dan Mother sudah pergi, untuk selama-lamanya. Aku berjanji tidak akan meninggalkan kalian, hanya saja aku tak yakin aku bisa tinggal di sini sepanjang waktu. Kalian tahu, tempat ini membawa sedikit kenangan buruk bagiku," ucap Lyra hati-hati.
Keempat house-elf itu terdiam sebelum akhirnya mengangguk dan tersenyum ala house-elf yang senang menerima pekerjaan. Keempatnya mengangguk antusias, bahkan senang ketika mendengar tuan dan nyonya mereka yang sebelumnya tidak akan bisa menyiksa Young Miss mereka lagi.
"Kita berjanji 'kan menjaga dan merawat manor ini, Young Miss," ucap Lippy.
Lyra tersenyum, lalu memberi tahu para house-elf bahwa dirinya akan mengambil barang-barangnya sebelum kembali ke Hogwarts. Ia hanya mengambil beberapa album foto yang berisi foto dirinya, kakaknya, Persephone dan kakak iparnya, Clarissa White née Yaxley, kalau ia tak salah ingat.
Beberapa setel pakaian yang ia masukkan ke dalam salah satu ruangan di koper yang ia bawa. Oh ayolah, dia ingin membawa semua barang-barang yang penting baginya, mana mungkin ia menggunakan koper biasa?
Setelah selesai mengepak barang-barang itu, ia kembali ke Hogwarts. Tak mungkin dirinya dapat tinggal di rumah ini untuk sementara waktu, terlalu banyak kenangan menyakitkan meski ada juga kenangan bahagia bersama kakaknya dan Draco. Rencananya, ia akan membeli sebuah rumah kecil di Devon Magical Village, sedikit jauh dari London dan Hogwarts memang, tapi ia ingin menghibur dirinya sendiri setelah perang.
Perang? Ya, perang. Keadaan sudah sekacau ini, bukan tidak mungkin tahun depan perang akan pecah antara Voldemort dan Light Side. Kalau Lyra bisa menebak, pastinya tak akan jauh dari Diagon Alley, kementerian, Hogwarts, atau Hogsmeade dan sekitarnya. Tempat-tempat yang jelas selalu menjadi target para Dark Lord, yang tentunya menjadi salah satu alasannya untuk membeli rumah jauh dari tempat-tempat itu.
Ia kemudian menyimpan pemikiran-pemikiran itu untuk waktu luangnya dan menjejakkan kakinya ke dalam Ward Hogwarts.
"I'm back," bisiknya.
***
Suara Hogwarts yang ricuh akan menyambutnya ketika Lyra membuka pintu Aula Besar, atau setidaknya itulah yang ia bayangkan. Namun nyatanya, suasana di Aula Besar sehening dan setegang di pemakaman. Matanya membulat ketika mendapati sosok berambut hitam berminyak dengan hidung bengkok.
"Ternyata kau tahu cara kembali, Ms.White," ucapnya dengan nada mencibir.
Lyra semakin membulatkan kedua matanya ketika melihat tempat ia duduk, kursi yang biasa diduduki kepala sekolah, Professor Dumbledore, dan Lyra tak bisa menemukan sosoknya di sekeliling Aula Besar.
Dengan sedikit linglung ia duduk di meja Gryffindor, mencari Harry, Ron, dan Hermione, tapi ia sama sekali tak bisa menemukan mereka, lalu memutuskan untuk menanyai Neville yang duduk di sebelahnya.
"Err.. Neville, dimana Professor Dumbledore?" tanya Lyra dengan wajah cemas begitu ia menyadari ketiga teman-temannya benar-benar tak terlihat di seluruh Aula.
Neville membulatkan matanya begitu mendengar perkataan Lyra, menunjukkan keterkejutan yang sangat jelas.
"Ka-kau tak tahu?" tanyanya dengan suara pelan.
Lyra mengernyit, perasaannya memberi tahu bahwa hal buruk telah terjadi.
"Tahu apa? Ada apa Neville?" tanya Lyra lagi.
Dengan suara gugup dan sangat perlahan, Neville meneruskan perkataannya, "Professor Dumbledore emm... meninggal empat hari yang lalu."
To be Continue>>>
A/N:
Hellaw semuanyaa!! Lagi-lagi malam, haha :")
Yapyapyapyap
Aku tahu timeline disini kacau, banget :") Tapi aku sadar pas awal-awal aku ga sengaja hancurin timeline dengan masukin adegan Sectusempra di awal, jadi ya udah deh ya, daripada tambah kacau, aku ngebikin timeline baru.
Seperti yang kalian lihat, Horcrux Hunting bakalan mulai lebih-lebih awal. Tapi tetap aja, perang bakalan mulai di tahun ketujuh sesuai buku n movie :D
So, thank you for reading, hope you like this and see you next chapter!
Buh bye~ (。•̀ᴗ-)✧
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro