twenty five: Oh! Darling
original: 4 Nov 2020
minor revision: 22 Des 2021
***
Dengan suara gugup dan sangat perlahan, Neville meneruskan perkataannya, "Professor Dumbledore emm... meninggal seminggu yang lalu."
Mata Lyra membulat, mulutnya sedikit terbuka. Ia kehilangan kata-kata, diam tercekat. Matanya beralih perlahan ke arah meja guru, dan menemukan dua sosok guru baru yang tak dikenal, sebelum akhirnya ia menyadari siapa dua sosok itu.
Carrow bersaudara.
Jelas dan sudah pasti adalah Death Eater. Ia kembali mengingat perkataan 'ibu'-nya di pengadilan, jadi itu maksudnya? Lyra mulai yakin, Professor Snape pasti merupakan salah satu dari Death Eater, masalahnya, ia tak tahu apakah ia seperti Draco, menjadi Death Eater untuk melindungi orang yang ia sayangi, atau Death Eater gila nan kejam yang tak berperasaan, seperti Carrow bersaudara.
Itu juga maksud hakim tentang Professor Snape berada di bawah pengawasan Professor Dumbledore 'sebelumnya'. Karena kemungkinan besar ia sudah meninggal pada saat trial berlangsung. Lyra kembali mengalihkan pandangannya pada Neville.
"K-kalau begitu, dimana Harry, Ron, dan Mione?" tanyanya setelah ia sadar dari keterkejutannya.
Neville terlihat semakin gugup, lalu meminta Lyra untuk menunduk dan mendekatinya. Neville membisikkan sesuatu yang membuat jantung Lyra rasanya berhenti untuk sesaat.
"Mereka mencari dan menghancurkan Horcrux."
***
Malam itu, Lyra sama sekali tak merasa tenang berada di asrama. Parvati sudah meminta maaf padanya dan bahkan mencoba menenangkannya. Lyra tersenyum pada Parvati untuk mencoba meyakinkannya seolah tak ada yang terjadi padanya meski pikirannya melayang kemana-mana.
Sekarang, ia tiba-tiba menyadari bahwa ia berada di Menara Astronomi. Segalanya begitu memusingkan baginya. Harry, Ron, dan Hermione berburu Horcrux dan meninggalkannya bahkan tak memberitahunya sama sekali. Bukankah jelas sekarang bahwa Lyra memang tak pernah diharapkan?
"Aku hanyalah beban tak berguna," lirihnya pelan.
Matanya berkaca-kaca, dan pada akhirnya, air mata itu meleleh dari kedua sudut matanya. Ia bahkan tak tahu Professor Dumbledore sudah meninggal, tak ada yang memberitahunya. Orang-orang pasti menganggapnya sudah kehilangan kewarasannya karena Cruciatus, ia tak lebih dari orang sakit jiwa.
Ia hanya beban di mata mereka.
Orang yang tak berguna.
"Lyra?"
Lyra tersentak kaget ketika mendengar suara seseorang memanggilnya. Buru-buru ia mengelap air matanya dan membalikkan badannya ke belakang hanya untuk merasa terkejut.
"Dray?"
Draco berdiri di sana, kantong mata hitam tebal tercetak di bawah matanya, kelihatan lelah. Ia masih menggunakan jubah dengan lencana Prefek tersemat rapi di jubahnya. Segera, Draco mendekap Lyra erat-erat. Lyra kembali menangis.
"Kenapa kau menangis, Lyr?"
Lyra mencoba menjawab di sela tangisannya, "A-aku tak tahu.. sama se-sekali apa yang .. terjadi. Bu-bukankah benar.. aku-aku cuma beban.. a-aku sama sekali.. ti-tidak-"
"Sshhh... Jangan bilang begitu, Lyra. Kau bukanlah beban, kau berharga, karena itulah mereka mencoba menjauhkanmu dari bahaya, okay? Jangan memanggil dirimu beban lagi, love. Kau bahkan adalah orang paling berharga di dunia ini, kau tahu?" ucap Draco sambil mengusap pelan punggung Lyra yang bergetar.
Ia mencium puncak kepala Lyra, sambil masih mengusap pelan punggung Lyra. Ketika Lyra akhirnya melepas pelukannya, Draco mengusap air mata Lyra yang masih mengalir.
"Jangan menangis lagi, okay? Kau berharga Lyra, kau tidak perlu memakai topeng palsu itu lagi, you're a precious and beautiful free girl."
Lyra sedikit tersenyum mendengar hiburan dari Draco. Tapi wajahnya kembali menjadi sedih ketika melihat wajah pucat Draco.
"Kau masih harus menggunakannya, aku, aku merasa, ti-"
Draco lagi-lagi meletakkan jari telunjuknya di bibir Lyra.
"Ingat kata-kataku Lyra. Dan ini pilihanku sendiri, jadi jangan khawatir, aku percaya Potter pasti akan menyelesaikan masalah ini segera," kata Draco.
Mata Lyra sedikit membulat ketika mendengar ucapan Draco.
"Ka-kau percaya pada Harry?" tanya Lyra.
"Jadi kau maunya aku percaya pada Dark Lord begitu?" tanya Draco.
Lyra tertawa pelan ketika mendengar candaan Draco, moodnya sedikit membaik ketika mendengarnya. Namun tentu saja ia benar-benar tak ingin Draco sungguh-sungguh dalam ucapan itu.
"Oh, kau tahu, aku mengingat kembali masa kecil kita, sungguh lucu takdir kembali mempertemukan kita."
Kali ini, giliran Draco yang membulatkan kedua matanya terkejut ketika mendengar ucapan Lyra.
"Kau ingat?"
Lyra tersenyum ketika mendengar jawaban yang lebih mengarah ke pertanyaan itu.
"Ya," jawabnya. "Aku ingat dengan jelas. Kau sangat lucu saat masih kecil dulu, tak bisa kupercaya kau jadi setampan sekarang dan berakhir jadi kekasihku."
Draco terkekeh pelan. Namun setelah kekehannya berhenti, ia lalu kembali pada tujuan awalnya.
"Kenapa kau di sini, Lyr? Carrow bersaudara bisa saja menemukanmu, mereka selalu berpatroli dengan beberapa murid Slytherin setiap malam, kali ini kau beruntung aku yang menemukanmu. Bagaimana jadinya kalau Slytherin lain yang berpatroli menemukanmu? Kau bisa saja dibawa langsung untuk detensi Cruciatus dan Blood Quill, lebih buruknya kau bisa saja dibawa ke Dark Lord," ucap Draco dengan nada serius.
Lyra tentu tahu Draco tak bermaksud memarahinya, ia khawatir padanya. Lyra merasa bersalah bertindak begitu saja, seharusnya segala kebingungannya itu tidak ia tanggapi, seharusnya ia tak meninggalkan asrama, seharusnya ia diam saja, seharusnya ia bisa menjaga emosi dengan baik, seharusnya ia-
"Jangan memikirkan yang aneh-aneh, Lyra. Aku tak marah padamu, hanya khawatir," ucap Draco sambil membelai pelan rambut Lyra.
"Thanks, Dra-"
Tanpa aba-aba, Draco langsung mendorong Lyra ke tembok dan menciumnya tepat di bibir, mata Lyra membulat, ia berusaha memberontak, namun usahanya terhenti ketika sebuah suara terdengar di telinganya.
"Kenapa kau lama seka- oh, bersenang-senang, Draco?"
Draco melepas ciuman itu, lalu menutupi Lyra dengan tubuhnya. Ia menyeringai ketika melihat sosok Blaise berdiri di hadapannya.
"Ya, tentu saja. Kuberi hukuman sendiri, aku butuh stress reliever juga kau tahu?" ucap Draco.
"Selamat bersenang-senang kalau begitu, kawan. Kali ini aku tak akan memberitahu Professor Carrow," ucap Blaise sambil menyeringai dan kemudian melenggang pergi.
Draco menghembuskan napas lega ketika suara tapak kaki itu menghilang. Ia membalikkan badan untuk menatap Lyra yang wajahnya sudah semerah tomat.
"Sorry, Lyra. Aku tak bermaksud. Aku hanya tak ingin Blaise menangkap kita berdua, seriusan, maafkan aku. Dan hal barusan juga sebabnya kenapa aku sangat khawatir padamu," ucap Draco dengan nada bersalah.
Lyra hanya mengangguk, wajahnya masih merah padam, ia sama sekali tak menyangka Draco menciumnya, dan Merlin! Itu ciuman pertamanya, siapa sih yang tidak gugup?
"Ayo, kuantar ke Gryffindor Tower. Berhati-hatilah, Lyr," ucap Draco kemudian membawa Lyra ke Gryffindor Tower, sambil menutupi wajah Lyra dengan lengan jubahnya yang cukup panjang.
Lyra hanya bengong sepanjang Draco mengantarnya, ia bahkan tidak bertanya bagaimana Draco bisa mengetahui jalan menuju Gryffindor Tower. Ia memasuki kamarnya di asrama perempuan dengan wajah masih merah padam. Ia masih ingat jelas ketika Draco menciumnya.
Lyra menenggelamkan wajahnya ke dalam bantal, mencoba melupakan kejadian memalukan—atau menyenangkan itu lalu berusaha untuk tidur.
***
"Kenapa wajahmu pucat, Lyr? Dan kantong matamu juga sangat tebal!" ucap Parvati ketika melihat Lyra yang sudah seperti zombie.
"Aku tidak bisa tidur gara-gara.."
Ingatan malam itu terputar kembali di kepalanya, diikuti ingatan ciuman lain di depan lukisan Fat Lady.
Ketika mereka berdua berdiri di depan lukisan Fat Lady yang sedang tertidur, Draco berhenti, ia memalingkan wajahnya ke arah Lyra lalu tersenyum samar.
"Hanya kehadiranmu saja bisa membuatku bahagia. Terima kasih sudah menjadi kekasihku, Lyr.."
Cup!
Ciuman lembut mendarat di bibirnya. Draco melambaikan tangannya lalu kembali pada patrolinya, meninggalkan Lyra yang berdiri dengan mulut terbuka, sebelum akhirnya masuk dengan cepat ke dalam asrama.
Dan wajah Lyra kembali merah padam.
To be Continue>>>
A/N:
Yak! Aku tahu Draco udah lama banget ga muncul di cerita ini! Karena itu di chap kali ini aku bonusin tentang cerita Draco dan Lyra yang maniss >v<
Yap, ini masih main story, cuma aku bikin lebih fluff, jadi biar mereka ga terlalu stres gitu deh...
Lagian di story ini kayaknya jarang banget Lyra sama Draco mesra-mesraan, jadi yaudah, kusisipin deh disini (・∀・)
Semoga chapter kali ini bisa jadi stress reliever dan mood booster kalian juga ya! ლ(^o^ლ)
Okay, segitu dulu kali ya A/N kali ini, babaiii~
See you in the next chapter~ babaii (。•̀ᴗ-)✧
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro