thirty one: Sleep Deprived > Nightmares
original: 23 Des 2020
minor revision: 27 Des 2021
***
Setelah memberi tahu Draco soal rencananya, Lyra kembali ke asramanya. Sedikit rasa takut melintas dalam hatinya, tetapi ia langsing menepisnya jauh-jauh. Ia memutuskan untuk melanjutkan tugas esai yang diberikan sebelumnya. Hari semakin larut, namun Lyra tak mengantuk sama sekali.
Lyra menggumamkan mantra Tempus sekali lagi, kemudian mengangkat sedikit alisnya ketika melihat bahwa tengah malam hampir tiba. Matanya melirik ke sekeliling, baru saja menyadari bahwa hanya tinggal dirinya saja yang berada di Ruang Rekreasi. Ia menghela napas pelan, menyadari ucapan Parvati benar, waktu memang sudah sangat malam.
Lyra bergegas merapihkan perkamen dan pena bulunya kemudian berjalan menuju kamarnya. Mata crimson miliknya masih terbuka lebar, tak terlintas kantuk sama sekali di matanya. Pikiran-pikiran aneh yang melintas semakin menjadi-jadi dalam kepala Lyra. Bisikan-bisikan yang selalu ia coba abaikan setiap kali tak ada orang di sekitarnya, setiap kali.
"Accio Dreamless Sleep Potion."
Tak ada yang terjadi. Lyra menahan napasnya ketika ia menyadari sesuatu. Stok Ramuan Tidur Tanpa Mimpinya sudah habis. Dirinya yang sudah terbaring di tempat tidur kembali terbangun, napasnya mulai sesak. Lyra segera mencari hal yang bisa ia lakukan agar bisikan-bisikan itu kembali tersamar dalam bayang-bayang. Ia mengeluarkan kembali perkamen yang sebelumnya ia rapihkan dan mulai menulis untuk mengalihkan perhatiannya.
***
Cahaya matahari pagi menembus jendela kamar-kamar Menara Gryffindor. Di salah satu kamar asrama murid perempuan, Parvati terbangun dari tidurnya. Ia mengedipkan matanya dan melihat sosok Lyra yang terduduk di meja kecil sembari menulis sesuatu di perkamennya.
"Kau bangun cepat sekali, Lyra," ucap Parvati sambil meregangkan badannya.
Mendengar tak ada jawaban dari teman sekamarnya, Parvati memutuskan untuk mengecek Lyra. Ia berjalan mendekati Lyra kemudian menepuk pundaknya.
"Lyra?" panggilnya.
Sang empunya nama hanya terdiam. Menyadari ada hal yang aneh, Parvati mencoba melihat wajah Lyra. Parvati terkejut saat melihat kondisi wajah Lyra yang suram dan terlihat mengerikan. Wajahnya pucat, matanya terlihat sangat merah, dan kantung mata terlihat dengan sangat jelas.
"Lyra! Apa kau mendengarku?" panggil Parvati sekali lagi, kali ini lebih keras dari sebelumnya.
Lyra berhenti menulis, kemudian menoleh perlahan ke belakang. Matanya berkedip beberapa kali, membuat matanya yang memang sudah berair meneteskan kristal bening. Dirinya tersenyum kemudian mengangguk.
"Ya, tentu saja. Ada apa, Parvati?" tanya Lyra.
"Lyra. Apa kau tidur semalam?" tanya Parvati hati-hati.
Lyra melirik ke arah jendela, lalu menyipitkan matanya ketika sinar matahari menusuk mata merahnya yang kekurangan tidur. Ia buru-buru menundukkan kepalanya dan berbalik ke arah Parvati.
"Aku baik-baik saja, kok," ucap Lyra sembari tersenyum.
"Kau tidak baik-baik saja, Lyr. Pertanyaanku adalah apa kau tidur semalam?" tanya Parvati, kali ini benar-benar khawatir dengan kondisi teman sekamarnya.
"Aku hanya tidak sadar ini sudah pagi, Parvati," sentak Lyra sebelum bangkit dari tempat duduknya.
Parvati menatap khawatir pada Lyra namun tak bisa berbuat apapun, mengingat Hospital Wings tak lagi menerima murid selain dari asrama Slytherin. Ia menggigit bibir bawahnya, sebelum melakukan satu-satunya hal yang bisa dilakukannya sekarang.
"Kupikir kau butuh istirahat, Lyra. Ka-"
"Kau menyuruhku mati di tangan para professor Death Eater gila itu, huh, Parvati?" ucap Lyra sebelum beranjak menuju kamar mandi.
Parvati hanya bisa terdiam, sebab perkataan Lyra ada benarnya. Para professor Death Eater tentu tak akan membiarkan Lyra begitu saja. Menyadari tak ada yang bisa ia lakukan, Parvati pun menghela napas dan memutuskan untuk mengambil peralatan mandinya.
***
Lyra menatap tajam cermin yang berada di hadapannya. Perkataan Parvati memang benar, ia kelihatan sangat membutuhkan istirahat. Wajahnya berkali-kali lebih pucat daripada biasanya. Lyra mendecak ketika melihat matanya yang memerah akibat menahan kantuk.
Ia kemudian mengambil peralatan make-up muggle yang selalu ia sediakan dan mulai menutupi wajah pucatnya. Wajahnya terlihat lebih segar daripada sebelumnya meski matanya masih terlihat merah. Lyra menarik napas panjang sebelum mengembuskannya perlahan.
Jadwal hari itu hanya Dark Arts sampai siang hari, Rune Kuno, dan Transfigurasi. Lyra dapat membuat alibi yang cukup bagus, dirinya hanya perlu mengatakan matanya sakit akibat terlalu lama melihat rune, dan Lyra yakin, orang-orang akan lebih sibuk menjaga keselamatan diri mereka ketika pelajaran Dark Arts dan tak akan ada yang memperhatikan hal-hal remeh seperti matanya yang memerah.
"You can do it, no one will notice, hide it."
***
Perkiraan Lyra benar, pada jam Dark Arts semuanya bersiap untuk melindungi diri mereka sendiri agar tak terluka. Kutukan Cruciatus menghujani banyak murid pagi itu, seperti biasanya, dan sialnya Lyra menjadi salah satu yang dilempar mantra itu.
Berikutnya adalah jam Rune Kuno, lagi-lagi tak ada yang mencurigainya dan Lyra begitu berterima kasih pada Lady Fate atas keberuntungannya hari itu. Begitu kelas selesai, Lyra menghela napas lega dan berniat untuk berjalan menuju kelas berikutnya, kelas Transfigurasi.
"Hei, kau mau kemana, Lyra?"
Lyra menoleh dan melihat Padma tengah berdiri di belakangnya. Ia tersenyum, lalu menunjuk lorong yang ia tuju.
"Kelas Transfigurasi, kita ada kelas hari ini," ucap Lyra.
"Ah, kelihatannya kau belum mendengar kabar ya? Hari ini kelas Transfigurasi dibatalkan sementara."
Lyra mengerutkan dahinya ketika mendengar perkataan Padma. Ia yakin tak ada yang memberi tahunya kalau kelas Transfigurasi batal. Suara teriakan tiba-tiba terdengar tak jauh dari sana, membuat Lyra dan Padma terlonjak.
"Ya intinya seperti itu, kau bisa tanya yang lain kalau tak percaya. Tapi kita harus segera pergi dari sini, kelihatannya suasana hati para Professor sedang buruk," ucap Padma sambil tersenyum sekilas sebelum berjalan menjauh dari Lyra.
Tentu saja, Lyra juga ikut pergi dari sana, tak ingin menjadi korban kutukan entah apa itu yang berikutnya. Ia berniat untuk pergi berkeliling, menanyai hantu-hantu mengenai aura gelap yang pernah mereka rasakan. Sebelum itu, ia memutuskan mencari orang yang setidaknya ia kenal untuk menanyakan tentang kelas Transfigurasi.
Secara kebetulan, ia melihat Neville yang berjalan keluar dari salah satu lorong.
"Neville!" panggil Lyra.
Neville berhenti kemudian menoleh dan bertanya, "Ada apa?"
"Kata Padma kelas Transfigurasi dibatalkan hari ini?" tanya Lyra.
Neville mengangguk pelan.
"Ya, Professor McGonagall memberitahukannya jam makan siang tadi," balas Neville sambil tersenyum kikuk seperti biasanya.
Lyra menggangguk dan balas tersenyum.
"Oke, thank you, Nev."
"Sama-sama, Lyra," balas Neville sebelum lanjut berjalan menuju tempat tujuannya.
Lyra akhirnya memutuskan untuk berkeliling dan menanyai satu persatu hantu yang ia temui, namun hasilnya nihil. Ia sudah berkeliling selama tiga jam tapi tak ada sedikitpun hasil dan memutuskan untuk melanjutkan pencariannya besok, karena ia masih harus belajar untuk ujian besok.
"Lyra?"
Lyra berjengit kaget saat seseorang menepuk pundaknya sambil memanggil namanya. Begitu mendengar suaranya, Lyra yakin itu Draco. Benar saja, ketika Lyra berbalik, ia menemukan sosok Draco berdiri di hadapannya.
"Ada apa? Apa terjadi sesuatu?" tanya Lyra.
"Seharusnya aku yang bertanya begitu, kenapa kau berada di sini? Apa kau mau menemui Snape?"
Lyra sedikit kebingungan dan mulai mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Ia sedikit terkejut ketika melihat dirinya tengah berada di area kantor kepala sekolah.
"Oh, aku pasti berjalan sambil melamun. Aku akan kembali ke asrama, sampai bertemu di Aula Besar, Draco," ucap Lyra sambil tersenyum dan hendak berbalik.
"Tunggu, kenapa matamu?"
Lyra membeku di tempat, kemudian buru-buru menjawab, "Tidak, tidak, hanya kelelahan membaca rune, kok. Aku akan kembali ke asrama dulu, Draco."
Lyra buru-buru berjalan pergi tanpa memedulikan sekitarnya, ia tahu, jika ia terlalu lama di sana, Draco akan mengetahui kalau ia tidak tidur semalaman. Tanpa sadar, kakinya membawanya ke Hospital Wing. Sebuah ide tiba-tiba terlintas dalam pikirannya. Dengan nekat, Lyra mengetuk pintu Hospital Wing, berharap tak ada Professor atau murid Slytherin yang melihatnya.
Madam Pomfrey membukakan pintunya dengan sedikit terkejut dan buru-buru menyuruh Lyra masuk.
"Bisakah aku meminta sebotol Ramuan Tidur Tanpa Mimpi? Satu saja sudah cukup," ujar Lyra pelan.
"Kenapa kau membutuhkannya?" tanya Madam Pomfrey sembari mencarinya di rak ramuan.
"Ramuanku habis, hanya untuk... err.. stok saja," ucap Lyra, yakin dirinya tidak akan diberikan kalau ia mengucapkan alasan yang sebenarnya.
"Baiklah. Tapi hanya kali ini saja jika kau tidak ingin cerita," ucap Madam Pomfrey sembari menyerahkan sebuah vial ramuan.
Lyra hanya tersenyum gugup, tahu kebohongannya gagal, ia berterima kasih dan buru-buru meninggalkan Hospital Wing. Dirinya dapat sedikit bernapas lega karena besok ia tak perlu khawatir seseorang mengetahui penyebab dirinya tak tidur.
To be Continue>>>
A/N:
Hi! Maaf untuk chap ini butuh waktu agak lama karena aku cukup sibuk kemarin-kemarin :"
Jadi, lagi-lagi Lyra pura-pura baik-baik saja~ Tentu aja, bakalan ada double trouble atau bahkan triple di liburan musim panas nanti, so tunggu aja~
Oke, sekian dulu chap kali ini!
Hope you like this chapter and see you next chapter!
Buh bye (。•̀ᴗ-)✧
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro