thirty: Handle With Care
original: 9 Des 2020
minor revision: 24 Des 2021
***
Semakin hari, teriakan di koridor-koridor Hogwarts semakin sering menggema, terutama yang berasal dari para penyihir muggleborn. Sedikit demi sedikit, siswa-siswi Hogwarts perlahan mulai berkurang, menyisakan keluarga-keluarga pureblood yang mempunyai afiliasi dengan Dark Lord juga para penyihir pureblood netral atau Light, dan muggleborn yang masih bertahan di Hogwarts dengan alasan masing-masing. Tentu saja, kebanyakan yang masih bertahan adalah anggota Dumbledore's Army.
Tak ada satupun dari mereka yang mengadakan pertemuan lagi di Kamar Kebutuhan, sebab pada akhirnya ruangan itu telah diketahui lokasinya oleh para profesor, termasuk para Death Eaters. Tentu, Lyra juga berusaha mati-matian melarang mereka sebab The Vanishing Cabinet telah diperbaiki, dan ia tidak ingin ada seseorang yang secara tidak sengaja memanggil lemari itu lalu terjatuh ke dalamnya, walau ia dan Draco sudah berusaha menyegelnya agar tidak dimasuki penyihir yang kekuatan sihirnya lemah.
Lyra merasa sedikit beruntung sebab kakak iparnya, Clarissa hanya mengajar selama seminggu. Secara kebetulan, atau mungkin memang disebabkan oleh keajaiban kastil Hogwarts, mereka tak pernah bertemu sejak hari itu. Di saat yang bersamaan, beban rasa bersalah masih tertanam dalam hati Lyra. Namun apa daya, dirinya terlalu pengecut untuk sekedar menemui kakak iparnya itu kembali. Entah karena kenangan Cruciatus yang memancing traumanya atau karena Lyra merasa dirinya tak memiliki muka lagi menemui kakak iparnya itu atas segala perbuatannya.
Hari demi hari berlalu, berputar dalam lingkaran waktu. Kengerian, jeritan, kepahitan memenuhi Hogwarts, diikuti harapan yang tumbuh semakin besar pada sosok The-Boy-Who-Lived. Lyra berusaha keras membantu bagaimanapun caranya, entah itu membantu Draco, kekasihnya ataupun membantu Harry, Ron, dan Hermione, ketiga sahabatnya.
Ia sedang berjalan di Restricted Section yang tak lagi terlarang, sebab seluruh buku yang berkaitan dengan kurikulum baru mereka berada di sana. Kakinya berjalan menuju salah satu rak berisi buku-buku yang mungkin saja bisa menjadi referensi esai Dark Arts miliknya.
"...Ini mungkin bisa membantu," gumam Lyra lalu berniat mengambil salah satu buku berwarna merah gelap.
Begitu ia mengambil buku itu, tiba-tiba sensasi tertusuk terasa di tangan Lyra. Terkejut, dirinya sontak melepaskan kembali buku itu, menyebabkannya terjatuh ke lantai beriringan dengan buku di sebelahnya. Lyra menghela napas, seharusnya ia ingat tidak ada buku yang normal di area yang sebelumnya terlarang itu.
Lyra merapalkan mantra pelindung pada tangannya sebelum mengambil buku yang ia butuhkan itu. Ketika ia hendak mengembalikan buku yang satu lagi ke posisi semula, matanya memicing begitu melihat judul yang tertulis di sampul buku itu.
"The Creation and Nature of Horcrux?" bisik Lyra perlahan sebelum akhirnya mengambil buku itu.
Sekilas ingatan tentang perkataan Neville ketika Lyra kembali ke Hogwarts berputar dalam kepalanya. Harry, Ron, dan Hermione kini tengah berburu Horcrux di luar sana, bahkan berjuang mempertaruhkan nyawa mereka. Rasa gelisah lagi-lagi memenuhi hatinya, Lyra kemudian membuka buku tersebut dan membacanya sekilas.
Sebuah kalimat sangat, sangat menarik perhatiannya.
"Horcrux memancarkan aura gelap yang begitu kental, apabila benda tersebut memiliki kaitan dengan sebuah lukisan ataupun hantu, maka lukisan ataupun hantu itu dapat merasakan kehadiran Horcrux melalui aura jahat yang terpancar."
Perlahan, ia menutup kembali buku itu dan menerbangkannya kembali ke dalam rak. Mungkin saja ia bisa sedikit membantu jalannya peperangan mengerikan ini dengan menemukan sebuah Horcrux. Dengan langkah cepat ia menuju Madam Pince untuk meminjam buku referensi miliknya, tentunya setelah diberi mantra selubung pelindung agar tak ada yang menyentuhnya.
Sebelum keluar, ia membisikkan sebuah mantra.
"Tempus."
June 3rd, 1996
Matanya sedikit membulat. Bulan Juni, yang artinya ia hanya memiliki sedikit waktu lagi sebelum semua murid dalam kastil Hogwarts dipulangkan ke rumah masing-masing. Ia menelan ludah kasar lalu melangkah perlahan, keluar dari perpustakaan untuk mencari Draco.
Kaki jenjangnya melangkah dari lorong satu ke lorong lainnya, sebelum akhirnya berjalan keluar dari kastil menuju tujuan terakhirnya, Danau Hitam. Mata crimsonnya melirik ke sana kemari, mencoba menemukan rambut pirang platina yang berkilau di bawah terik matahari. Setelah beberapa saat, ia akhirnya menemukan sosok yang ia cari-cari sedari tadi.
"Draco!" panggil Lyra setelah memastikan tak ada siapapun di sekitar.
Draco menoleh, mata kelabunya melirik ke sekeliling sebelum kembali memfokuskan pandangannya ke arah Lyra. Ia melangkahkan kakinya menuju tempat Lyra berdiri lalu mengajaknya ke dekat Hutan Terlarang, tempat yang paling jarang dikunjungi siapapun.
Keduanya berjalan sedikit berjauhan, khawatir akan ada yang melihat mereka. Mata Lyra sedikit melirik pada pondok Hagrid yang belum diperbaiki, membuat pinggiran Hutan Terlarang terasa semakin sunyi.
"Ada apa? Apa terjadi sesuatu?" tanya Draco dengan nada khawatir yang terselip.
"Aku menemukan sesuatu yang menarik tentang... Horcrux," kata Lyra pelan.
Draco mengangkat sebelah alisnya, raut khawatir langsung terpancar dari wajahnya. Seolah tahu apa yang dipikirkan oleh kekasihnya, ia buru-buru melarang Lyra.
"Jangan terlibat dengan hal-hal itu. Aku tak ingin kau berada dalam bahaya, Lyr," ucap Draco.
Lyra terdiam sebentar, sebelum kembali berbicara.
"Kita bisa mencobanya. Hanya perlu menanyai beberapa hantu untuk mengetahui posisi Horcrux itu," ungkap Lyra.
Kali ini Draco yang terdiam, menimbang-nimbang apakah ia harus mengiyakan saran dari kekasihnya. Tak lama kemudian, ia mengangguk perlahan.
"Baiklah, hanya melacak posisinya, okay? Jangan coba-coba mencari cara untuk menghancurkannya, kau tahu itu sangat berbahaya," ucap Draco serius.
Lyra tersenyum kecil mendengarnya.
"Aku tidak janji, loh."
"Lyra. Horcrux sangat berbahaya, terlebih di dalamnya terdapat jiwa Vo-Vol- Dark Lord. Kumohon, Lyra, aku tidak ingin melihat orang yang aku cintai terluka akibat hal itu."
"Tenang saja, aku tidak akan melakukannya. Mungkin nanti aku akan menuliskan surat pada Harry lewat Hedwig," ucap Lyra menenangkan Draco yang terlihat sangat khawatir.
Draco tersenyum lemah kemudian memeluk Lyra erat. Lyra tahu sesuatu telah terjadi baru-baru ini, dan itu bukanlah sesuatu yang bagus.
"Promise me that you will be alright, Lyr," ucap Draco dalam pelukannya.
"I promise," balas Lyra dalam pelukan Draco.
Pelukan Draco melonggar, ia melirik sedikit ke belakang dan setitik ketakutan diikuti perasaan bersalah muncul di iris matanya. Ia menarik Lyra menjauh dari tempat itu secara tiba-tiba, membuat Lyra sedikit kebingungan. Namun ketika Lyra ikut melirik sedikit, ia melihat seekor kuda bersayap bertubuh tulang.
Thestral.
Penarik kereta yang membawa mereka menuju Hogwarts. Satu-satunya hal yang memungkinkan seseorang melihat Thestral adalah orang itu pernah melihat kematian secara sadar. Rasanya semakin buruk ketika tanganmu sendirilah yang membunuh orang tersebut, keberadaan Thestral seolah mengingatkanmu lagi dan lagi tentang kekejianmu.
Lyra tahu, sebab ia pernah mengalami hal itu. Ia juga tahu, sesuatu yang buruk benar-benar telah terjadi.
To be Continue>>>
A/N:
Hi, semuanya!! Aku update lagi~
Di update kali ini aku mau kasih tahu kalian sedikit kabar buruk. Stok chapter Mask udah abis. Ini chapter terakhir yang sempat kubuat. Yang berarti, ga bakalan pasti Mask update seminggu sekali lagi, tapi tenang aja, paling lama dua minggu kok!
Mungkin aja aku bakalan update random satu minggu satu chapter, tapi lihat aja nanti ya. Soalnya aku mulai kembali kehilangan spark dari Harry Potter fandom. Tapi tenang aja, cerita ini bakalan tetap aku tamatin karena udah tanggung banget..
So, segini aja buat chapter kali ini, hope you like this and see you next chapter~
Good bye (。•̀ᴗ-)✧
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro