ten: Time for Change
original: 30 Jul 2020 (?)
minor revision: 14 Nov 2021
***
Malam ini, Lyra dan Draco kembali bertemu di puncak Menara Astronomi secara diam-diam. Mereka berdua benar-benar gesit dalam menghindari Filch dan Mrs. Norris, sudah berpuluh-puluh kali atau bahkan beratus kali–intinya sering kali–mereka bertemu, tapi tak sekalipun mereka pernah tertangkap oleh Filch.
"Hey, Draco. Tertekan seperti biasanya, huh?" ucap Lyra sambil tersenyum kecil pada Draco yang sedang menatap langit seperti biasanya.
Draco menengok, kemudian tersenyum miring meski kelihatan sekali wajahnya pucat dan terlihat sangat lelah.
"Bukankah kau yang seharusnya tertekan, Lyr?"
Lyra hanya terkekeh kecil mendengar pertanyaannya yang dibalas pertanyaan lagi oleh Draco. Ia berjalan menghampiri Draco, kemudian berdiri di sampingnya.
"Aku senang kau masih baik-baik saja sejak terkena serangan Harry," ucap Lyra pelan.
"Aku hampir mati, kau tahu," ucap Draco sambil memutar bola matanya.
Hubungan keduanya memang sudah seakrab ini, meski hanya sebatas sahabat rahasia saja. Kondisi mereka yang serupa membuat mereka semakin dekat. Mereka berdua sama-sama harus menghadapi tekanan sebagai keluarga Pureblood, perbedaannya hanyalah keluarga White adalah keluarga Malfoy versi Gryffindor –bonus penyiksaan yang lebih gila dari Pureblood manapun– .
"Omong-omong, kau sekarang mulai sering berekspresi di hadapanku," ucap Draco lagi.
"Entahlah, hanya saja, aku rasa tak apa berekspresi di depanmu," balas Lyra.
Keduanya terdiam. Draco menatap langit malam berbintang dengan tatapan sendu. Draco merasa tidak bisa menghadapi semua ini. Ia takut menghadapi semua tekanan yang ada, sampai ia mengetahui tentang fakta gadis yang berdiri di sebelahnya ini. Orang yang dikira semua orang sempurna, tapi ternyata hanyalah berpura-pura.
Tanpa Draco sadari, tubuhnya sedikit gemetar mengingat masa depan yang mungkin akan menimpanya. Mungkin saja Lyra hanya berpura-pura juga di depannya. Mungkin saja, mengingat Lyra selalu berpura-pura di depan semua orang. Lagipula, dia bukan Lyra yang sama seperti dulu. Draco kembali kehilangan kepercayaan dirinya. Ia kembali mengingat tentang masalahnya, ia tak ingin menjadi Death Eater, tapi ia harus. Ia harus melakukan tugas yang tak ingin ia lakukan. Draco benar-benar tertekan dengan semua ini.
Entah keberanian itu datang darimana, Lyra tiba-tiba memeluk Draco yang gemetar. Draco sedikit tersentak, kemudian mengulas senyum tipis, hatinya yang tadinya takut, sekarang menghangat.
Sekarang Draco yakin, Lyra ternyata tidak berpura-pura seperti di depan semua orang, ia masih Lyra yang sama, dan untuk itu, Draco harus memastikan Lyra tetap aman dari jangkauan Death Eater.
"Kau harus tetap aman, Lyr. Kita mungkin akan lebih jarang bertemu lagi sampai seluruh masalahku selesai," bisik Draco.
Lyra memandang Draco sendu lalu melonggarkan pelukannya dan sekarang giliran Draco memeluk erat Lyra yang terlihat sedih.
"Bisa saja ini akan jadi pertemuan terakhir kita disini. Karena itu, aku ingin mengatakan hal ini. Love you, Lyr.."
Lyra tercekat, tubuhnya membeku dalam pelukan hangat Draco. Wajahnya langsung merona merah, meski begitu, Lyra tak bisa menjawab pernyataan Draco. Lyra tak tahu, apakah ini benar-benar cinta?
"Tak usah dijawab sekarang, Lyr. Aku tahu sulit bagimu untuk memutuskan, apalagi kau baru menerima emosi itu akhir-akhir ini," ucap Draco lalu melepaskan pelukannya, ia tersenyum lembut pada Lyra kemudian mengecup pelan dahinya.
Wajah Lyra semakin merona seperti apel yang sudah siap dipetik, membuat Draco semakin gemas. Segera setelah itu Draco melambaikan tangannya dan pergi dari sana, meninggalkan Lyra yang masih terpaku.
Perlahan, Lyra mengangkat tangan kanannya lalu mengusap dahi dimana Draco menciumnya, kemudian tersenyum lembut tanpa ia sadari.
"Cinta, ya?"
Jantungnya masih berdegup kencang tak karuan, begitu pula dengan wajahnya yang masih merona malu, sekaligus merasa bahagia. Lyra kemudian berbalik dan kembali ke kamarnya dengan rasa bahagia menjalar di hatinya, mencoba melupakan kesedihan karena ia dan Draco tak bisa bertemu di sini lagi sampai masalahnya selesai.
***
Sarapan pagi itu lagi-lagi terasa dingin antara Kuartet Gryffindor. Mereka masih belum berbaikan sama sekali. Lyra sama sekali tidak menyukai ini semua, ingin rasanya semua kembali seperti semula. Tapi di sisi lain, Lyra masih tak bisa memaafkan Harry yang melukai Draco separah itu. Ia juga tak tahan dengan sikap Ron yang kekanakan. Ron selalu mengatai Draco kapanpun mereka bertemu, tentu saja hal itu juga berlaku bagi Harry yang benci setengah mati pada Draco karena sudah mengatai sahabat pertamanya–sekarang Lyra ingat kenapa Harry seolah punya dendam kesumat pada Draco–.
Sekarang, Lyra merasa semakin sedih karena mengingat ia dan Draco tidak bisa bertemu diam-diam lagi sesering sekarang sampai masalah Draco selesai. Ia sendiri tak tahu apa masalah yang dihadapi Draco, tapi kalau Lyra boleh menebak, sepertinya masalah itulah yang membuat wajah Draco tertekan sepanjang waktu.
"Hey, are you alright, Lyr?" tanya Hermione saat melihat Lyra melamun.
Lyra sedikit tersentak karena terkejut, tapi kemudian mengangguk pelan dan meneruskan sarapannya. Lyra mencoba melupakan hal-hal buruk yang terjadi, kemudian pamit duluan untuk menenangkan pikirannya di pinggir Danau Hitam, mumpung waktu sarapan masih tersisa 1 jam lagi.
Lyra terus berpikir, bagaimana caranya supaya mereka bisa kembali menjadi Kuartet Gryffindor seperti biasanya? Apalagi secara tidak langsung Lyra sudah membuat Harry dan Ron dimusuhi hampir seluruh siswa kastil ini. Ia hanya bisa mengerang pelan karena tak bisa menemukan jalan keluarnya.
Tak lama kemudian, Lyra mendapat sebuah ide gila di kepalanya. Bukankah sejak awal Lyra hanyalah pengganggu di Kuartet Emas? Mengapa tidak dia saja yang mundur? Bukankah dia sendiri yang berpikir bahwa Trio Emas terdengar lebih baik daripada Kuartet Emas? Lagipula, ia yang menyebabkan kekacauan ini, sudah seharusnya ia menyelesaikannya. Ia sudah memutuskan, malam nanti, ia harus membuat segala hal yang seharusnya terjadi, terjadi seperti seharusnya. Lyra tidak boleh egois.
Lyra kemudian kembali ke kamarnya untuk mengambil buku dan bersiap untuk rencananya malam nanti. Lagipula, ini semua demi sahabat yang memberikannya sebuah hal bernama bahagia, bukankah ia juga harus memastikan sahabat-sahabatnya bahagia?
***
Malam itu, Lyra sudah membulatkan tekadnya untuk melakukan rencananya demi kebahagiaan sahabat-sahabatnya. Di dalam Aula Besar, makan malam baru saja selesai dan Lyra merasa bahwa inilah saatnya topengnya berakhir. Lyra tahu, ia yang salah, karena itulah lebih baik ia sekalian mengakhiri semuanya.
Ia tak peduli meskipun nanti ia akan sendirian, toh, kalau sahabat-sahabatnya bisa bahagia, mengapa tidak? Mengapa ia tak menyelesaikan saja akar permasalahannya?
"Hermione, bisa kita bicara sebentar?" tanya Lyra.
"Tentu, Lyr. Mau bicara apa?" tanya Hermione sembari membaca bukunya.
"Aku sengaja membuat Ron dan Harry dimusuhi satu kastil, dan kau tahu, aku memang membela Draco. Sangat menyenangkan rasanya melihat Harry dan Ron dimusuhi satu kastil, kau tahu? Lagipula, aku tidak menyukai tingkah bodoh mereka sejak awal, kurasa hanya kau saja yang pantas menjadi sahabatku, terima kasih sudah membuat mereka dimusuhi satu kastil," ucap Lyra sembari tersenyum miring.
Hermione menjatuhkan bukunya lalu menatap Lyra tak percaya.
"Ka-kau bercanda kan, Lyr?" tanya Hermione lirih.
Lyra membentuk seringai lebar di bibirnya, oh, sekarang Lyra benar-benar terlihat seperti penjahat di film-film muggle yang ia tonton.
"Untuk apa aku bercanda, Mione?"
To be Continue>>>
A/N: Nah, sekarang kalian tahu kan kenapa aku kasih chapter bonus kemarin? Supaya yang ini ga plot hole plot hole bangett 😂
Dan supaya alurnya juga stabil, meski ga stabil stabil banget sih (˘・_・˘)
By the way, maaf banget ya, daku agak telat up-nya.. Tugas dan materi bener-bener padet banget, sama sekali ga ada kesempatan nyantai setiap harinya :(
Tapi, ya hope you like it and see you next chapter, babaiii (。•̀ᴗ-)✧
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro