six: Fixing a Hole
original: 19 Juni 2020
minor revision: 12 Nov 2021
***
Lyra menatap datar kepergian Hermione, lebih tepatnya tatapan kosong. Apakah Hermione sudah tahu? Bagaimana ia bisa tahu? Kalaupun Hermione sudah tahu, setidaknya Lyra bisa lega karena Hermione tidak akan mengorek informasi lebih lanjut jika ia tidak bercerita.
Lyra menatap kosong ke arah Danau Hitam. Bagaimana cara membentuk satu karakter saja? Bukankah ia tidak bisa menjadi sempurna jika ia hanya memiliki satu karakter? Lyra harus punya semua karakter yang ada supaya ia bisa menjadi sempurna.
Lyra beranjak dari Danau Hitam, ia bosan. Lyra berjalan berkeliling Hogwarts, sebelum berhenti di pinggiran Hutan Terlarang. Ia memandang menerawang ke dalam hutan itu. Ia ingat, petualangan pertamanya di tahun pertama. Saat ia melihat seekor unicorn yang terbunuh, yang tidak ia duga menjadi awal dari petualangan-petualangan menakjubkan di tahun-tahun berikutnya.
"Hei, apa yang kau lakukan disana?"
Lyra berjengit pelan saat mendengar suara yang familiar itu. Tubuhnya berbalik, dan menemukan sosok yang ia cari-cari beberapa hari ini. Pria berambut pirang platinum yang membuatnya merasakan emosi kembali.
"Draco?"
Lyra meringis di dalam hatinya saat melihat Draco. Tubuhnya lebih kurus daripada sebelumnya, wajahnya terlihat tertekan. Lyra tak mengerti, apa yang sebenarnya terjadi pada Draco.
"Sangat berbahaya berada di sana. Kau mau masuk Hutan Terlarang lalu mati sia-sia, huh, Lyra?" cibir Draco saat melihat Lyra yang berada sangat dekat dengan Hutan Terlarang.
"Yah, kau tahu. Aku hanya mengingat saat kita masih sebelas tahun," ucap Lyra pelan.
Sepertinya novel muggle yang ia punya berisi cerita yang benar-benar palsu. Katanya kalau berada di dekat orang yang disukai, wajahnya akan memerah dan ia akan salah tingkah. Buktinya, Lyra masih memasang wajah kosongnya, seperti biasa.
"Masa lalu adalah masa lalu. Itu tidak penting,"ucap Draco sinis.
"Bagimu tidak penting. Bagiku itu adalah sebuah ... keajaiban."
Hening.
Keduanya tak ada yang memulai percakapan. Mereka hanya berdiri di pinggiran Hutan Terlarang, menatapnya dalam-dalam. Jelas sekali, Draco juga sedang menerawang. Entah apa yang ia pikirkan.
"Jadi, kemana saja kau belakangan ini?" tanya Lyra memulai percakapan.
"Untuk apa kau mencariku? Seolah kau peduli saja, White," balas Draco nyalang.
"Aku hanya ingin minta maaf tentang yang di Danau Hitam waktu itu," balas Lyra sembari melirik ke wajah Draco yang sedikit melunak.
Lyra tekankan lagi, hanya 'sedikit' melunak. Draco menatap lurus ke wajah kosong Lyra.
"Abaikan saja yang waktu itu," balas Draco sebelum berjalan pergi entah kemana.
Lyra tersenyum kosong melihat Draco. Setidaknya, Draco tidak menggunakan nada sinisnya, meski ia akui, nadanya cukup menyebalkan.
"Hei, Lyra! Apa yang kau lakukan disana?" teriak Harry saat melihat Lyra menatap jauh ke arah Draco dari pinggir Hutan Terlarang.
Lyra berbalik lalu memasang senyum terbaiknya.
"Aku tidak melakukan apa-apa, kok," balas Lyra dengan senyum mengembang di wajah cantiknya.
***
Lyra menatap lurus ke langit-langit kamarnya. Ia sama sekali tak bisa tidur malam ini. Kali ini, Lyra yakin, ini bukan mimpi.
Lyra berjalan menuju Menara Astronomi dan menemukan Draco lagi. Well, sama seperti mimpinya. Draco mencengkram lengannya dengan erat. Draco terlihat.... frustasi.
Lyra tahu, ini aneh. Tapi ia ingat betul perasaan ini. Ia merasa sedih, ia merasa sangat ingin ingin memeluk Draco, memberinya kekuatan. Sama seperti saat ia memeluk kakaknya. Tunggu, ia kan, tidak punya kakak?
Lyra menggelengkan kepalanya, pikirannya sepertinya mulai kacau karena kejadian akhir-akhir ini. Lyra menghampiri Draco, yang kelihatannya sudah terbiasa dengan kehadirannya yang tiba-tiba.
"Apa yang kau lakukan disini, huh? Mau kena detensi?" ucap Draco dengan nada menyebalkan nya –seperti biasa– tapi, Lyra merasa ada yang janggal dari nada itu.
"Tidak, tentu saja aku tidak mau kena detensi. Aku tidak bisa tidur, makanya aku kemari."
Draco menatap Lyra yang sedang melihat ke bawah menara. Seperti biasa, mata Lyra terlihat kosong dan tanpa emosi. Draco terlihat bimbang, sebelum akhirnya ia memutuskan untuk bertanya.
"Hei, Lyr. Apa kau membenci para Death Eater?"
Lyra mengangkat wajahnya dan menatap langsung ke mata abu-abu kebiruan Draco.
"Entahlah. Aku membenci mereka karena membuat dunia sihir sebegini hebohnya dan membuat sahabatku terluka. Well, itu adalah jawaban yang umum. Tapi, apa kau mau dengar jawaban lain?"
Draco menatap iris merah merah crimson Lyra, kemudian mengangguk ragu.
"Sebenarnya, aku hanya membenci mereka yang menyiksa demi kesenangan. Aku juga tahu pasti ada orang-orang yang terlalu takut akan kekalahan, makanya mereka bergabung. Huh, orang-orang lemah. Tapi kalau mereka bergabung untuk tujuan yang baik, maka aku tidak peduli. Lagipula aku kan tidak punya emosi, untuk apa peduli," balas Lyra sambil menyengir.
Draco memalingkan wajahnya, menyembunyikan bibirnya yang sudah melengkung ke atas. Ya, seorang Draco Malfoy tersenyum. Tak lama kemudian, Draco berbalik kembali pada wajah datarnya.
"Tapi kau baru saja menyengir, bagaimana mungkin kau tidak punya emosi?"tanya Draco dengan seringai tersungging di bibirnya.
"Eh? Be-benarkah?"
Seluruh darah di wajah Lyra menghilang seketika. Wajahnya sangat pucat, terlihat sangat ketakutan.
"Aku punya emosi, tidak, bagaimana ini..." bisik Lyra berulang-ulang sambil menggigiti kukunya.
Draco mengernyit saat melihat Lyra yang sangat khawatir.
'Bukankah seharusnya Lyra bersyukur masih memiliki emosi?' pikir Draco.
"Hei, kau tak apa? Kau terlihat kacau," ucap Draco dengan nada yang baru kali ini Lyra dengar, nada khawatir.
"Iya, aku tak apa. Eh, maksudnya, tidak, aku tidak butuh bantuan, aku baik-baik saja. Ma-maksudku, a-aku.."
Lyra terlihat sangat kacau, sifatnya berubah-ubah, manis, anggun, dan kekanak-kanakan. Lyra terlihat kebingungan.
"Ini aku Draco. Apa kau baik-baik saja, Lyra?" tanya Draco lagi.
Lyra menarik napas, lalu menghembuskannya lagi, kemudian berdiri seperti sebelumnya.
"Yeah, aku baik-baik saja. Terima kasih atas perhatiannya, Draco. Aku kembali dulu ke kamar," ucap Lyra dengan nada kosong lalu pergi begitu saja, meninggalkan Draco yang terlihat kebingungan.
***
Lyra bingung. Sangat bingung. Bagaimana bisa ia salah tingkah seperti itu di depan Draco? Topengnya tercampur-campur hanya karena ia panik memiliki emosi. Ia jadi terlihat memalukan di depan Draco. Eh, tunggu, bukankah ini tanda jatuh cinta yang disebutkan di novel muggle itu? Wajah Lyra sedikit memerah malu.
Lyra kembali ke kamarnya dengan cepat lalu membaringkan tubuhnya di kasurnya. Ia menarik kedua ujung bibirnya, membentuk sebuah senyuman lebar.
Lyra menghela napas, lalu wajahnya kembali kosong seperti biasanya.
'Kau hidup untuk memenuhi keinginan orang tuamu dan kehormatan keluargamu, Lyra. Kau. Tidak. Boleh. Memiliki. Emosi, atau kau, tak akan pernah menjadi sempurna,' batin Lyra berulang-ulang hingga ia tertidur.
***
Pagi itu, Lyra terbangun dengan kantong mata di bawah matanya. Well, wajar saja, ia baru tertidur sekitar jam 2 pagi dan ia harus bangun jam 6 pagi, wajar saya ia mengantuk. Lyra memotong setengah dari waktu tidurnya.
Lyra menguap lebar lalu segera pergi ke kamar mandi. Lyra mencari sebuah peralatan muggle yang selalu ia bawa. Well, sebenarnya Lyra memang sering kurang tidur, tapi tidak pernah sekurang ini. Ia mengambil concealer yang ia bawa lalu ia oleskan di bawah matanya untuk menyamarkan kantung mata.
Lyra memasukkannya kembali, kemudian menepuk dahinya pelan.
"Seharusnya aku menggunakan Accio tadi," gumam Lyra menyadari kebodohannya, atau mungkin karena ia baru saja bangun tidur.
Lyra merapikan pakaian dan rambutnya, lalu mengambil buku komik muggle yang ia pinjam dari Hermione. Aneh juga sebenarnya Hermione punya buku komik muggle, mengingat gadis itu haus sekali dengan pengetahuan, bahkan mungkin saja tidak peduli dengan komik.
Lyra kemudian berjalan menuju Danau Hitam untuk membaca dengan tenang. Wajah datar Lyra membuka lembar demi lembar halaman komik, yang pada akhirnya diikuti oleh helaan napas pelan karena bosan. Ia mengecilkan ukuran bukunya dan memasukkannya ke dalam saku, kemudian berjalan pelan berkeliling Hogwarts.
Begitulah niatnya, tapi kemudian ia melihat Ginny yang sedang lari pagi. Lyra men-tranfigurasikan pakaiannya menjadi baju training untuk olahraga kemudian menyapa Ginny.
"Hello, Ginny! Mau lari pagi bersama?" tanya Lyra sambil tersenyum manis.
"Oh, tentu saja, Lyr. Tumben kau olahraga pagi-pagi begini?" tanya Ginny sembari memberi isyarat untuk mengikutinya dengan tangannya.
"Aku bosan membaca terus. Lagipula, aku ingin mencari udara segar, tidurku kurang nyenyak tadi malam," balas Lyra sambil tersenyum singkat pada orang-orang yang ia lewati.
Ginny mengangguk pelan, kemudian keduanya kembali mengobrolkan berbagai topik.
Mereka berlari hingga jam menunjukkan pukul 7, Lyra memutuskan untuk mandi lagi, kemudian men-tranfigurasikan kembali baju training-nya menjadi jubah dan seragam –tentu saja setelah mengeringkannya sebelumnya– kemudian kembali merapikan seragamnya. Memutuskan semuanya terlihat rapi dan bersih sebelum pergi ke Aula Besar.
"Pagi yang cukup berbeda," gumam Lyra di depan cermin dengan ekspresi kosongnya, kemudian berbalik dan keluar dari kamarnya.
***
Pelajaran Herbologi merupakan salah satu pelajaran yang diikuti Lyra hari itu. Well, sebenarnya ini adalah salah satu pelajaran favorit Lyra karena kegiatan tanam-menanam tanaman. Hal itu membuat hatinya lebih tenang.
"Hari ini kita akan mempelajari tentang Bouncing Bulb, ada yang tahu apa itu Bouncing Bulb?"
Lyra mengangkat tangan dengan cepat, diikuti oleh Hermione yang juga ikut mengangkat tangan meski kurang cepat.
"Ya, silahkan, Miss White."
"Bouncing Bulb adalah tanaman yang dapat melompat ke sekitar jika tidak dikendalikan dengan baik. Mereka dapat menjadi agresif jika merasa terancam. Untuk Bouncing Bulb muda, kita dapat mengatasinya dengan mantra Knockback Jinx, sedangkan untuk Bouncing Bulb dewasa, kita dapat mengatasinya dengan mantra Incendio," jawab Lyra dengan sempurna.
Professor Sprout terlihat sangat senang mendengar jawaban sempurna Lyra.
"Bagus sekali, 10 poin untuk Gryffindor."
Lyra tersenyum mendengar jumlah poin yang ditambahkan untuk Asrama Gryffindor dan seperti biasanya, banyak anak laki-laki yang wajahnya memerah.
'Sayang sekali Neville sakit, kalau tidak dia pasti bisa menjawab dengan lebih rinci,' pikir Lyra lalu menghela napas.
To be Continue>>>
A/N: Yuhuu!! Balik lagi sama Shiro UwU Kali ini Lyra lolos lagi nih dari detensi 😂 *salahkan kelihaiannya menghindari Filch
Ditunggu aja ya buat chapter berikutnya, babaii!!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro