one: In The Beginning
original: 30 Mei 2020
minor revision: 12 Nov 2021
***
Lyra berjalan dengan anggun menuju perpustakaan, sesekali menjawab sapaan beberapa siswa yang berjalan melewatinya. Aura positif terpancar dari wajahnya yang ramah layaknya seorang malaikat.
Lyra membuka pintu perpustakaan dan menemukan ketiga sahabatnya sedang belajar di pojokan perpustakaan. Ia segera menghampiri mereka dan bergabung untuk mengerjakan tugas bersama.
"Oh, akhirnya kau datang Lyra. Aku seperti pengganggu saja di antara mereka," bisik Harry pada Lyra.
Lyra hanya terkikik kecil. Tentu saja ia menyadari akan perasaan spesial di antara Ron dan Hermione.
"Yeah, aku tahu. Aku juga sering merasa begitu," balas Lyra sambil mengeluarkan perkamen dan pena bulunya.
"Hei, apa yang kalian bicarakan?" tanya Hermione tiba-tiba.
"Hanya hal yang tak penting," ucap Lyra yang mulai menulis.
Hermione hanya mengangguk singkat dan lanjut menulis esainya bersama Ron, sesekali mengomeli Harry yang bukannya menulis esai malah asik bercanda dengan Ron. Lyra sendiri lebih memilih fokus untuk mengerjakan esainya supaya bisa selesai lebih cepat—well, pada dasarnya otaknya sudah encer, jadi esainya selesai dalam waktu singkat. Lyra menatap ke arah Harry, yang ternyata baru saja selesai.
"Oh? Tumben sekali kau bisa menyelesaikannya tanpa bantuanku dan Hermione?"
Lyra melirik ke arah buku yang dipegang Harry –yang mungkin adalah alasan mengapa esainya bisa selesai dengan cepat.
"Yeah. Itu semua berkat buku ini. Ada banyak tips tips ramuan yang sangat berguna," balas Harry menunjukkan buku yang dilirik Lyra tadi –yang ternyata memang merupakan alasan esainya selesai dengan cepat.
"Pinjamkan dong sekali-sekali," celetuk Ron.
"Ya mungkin lain kali," balas Harry lalu mengecilkan buku itu lalu memasukkannya ke kantung jubahnya.
Ron dan Hermione masih sibuk mengerjakan tugas –bermesraan lebih tepatnya– sedangkan Harry dan Lyra sesekali ikut nimbrung untuk ikut mengobrol. Setidaknya itulah yang terjadi sebelum seorang pemuda berambut pirang platinum itu memasuki perpustakaan.
"Oh? Tidak bersama antek-antekmu, Ferret?" ejek Ron saat melihat Malfoy masuk sendirian ke dalam perpustakaan.
"Diam saja kau, Weasel," balas Malfoy tajam dengan tongkat yang sudah berada dalam genggamannya.
Harry hendak mengutuk Malfoy dengan tongkatnya, tapi tidak jadi ketika melihat Madam Pince mendekat.
"Jangan coba-coba berperang mantra di perpustakaan, Mr. Potter, Mr. Malfoy. Kalian berdua bisa keluar jika ingin berperang mantra," ucap Madam Pince saat melihat perselisihan antara murid Slytherin dan Gryffindor yang seolah tak ada hentinya itu.
Malfoy hanya berdecak pelan, lalu pergi menuju bagian lain perpustakaan –sejauh mungkin dari Kuartet Gryffindor– lalu menghilang dari pandangan. Lyra sedikit bingung saat melihat Malfoy yang satu itu tak mengejek Harry dan malah pergi begitu saja.
"Oh, lihat. Bahkan dia tak berani membalas."
Ron tersenyum penuh kemenangan saat Malfoy pergi begitu saja, begitu pula dengan Harry, meskipun ia sedikit kecewa tak bisa mengutuk Malfoy.
Lyra hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah kedua sahabatnya yang kekanakan itu, sedang Hermione memutar bola matanya sebelum akhirnya lanjut mengerjakan esainya. Lyra menyimpan perkamen dan pena bulunya, lalu berniat keluar karena perpustakaan terlalu penuh oleh anak-anak kelas lima dan kelas tujuh yang disibukkan oleh O.W.L dan N.E.W.T.
"Aku mau keluar dulu untuk mencari udara segar, disini terlalu pengap. Sampai jumpa di aula besar!"
"Okay!" balas Hermione yang masih sibuk berkutat dengan esai selanjutnya.
***
Lyra pun pergi dan menuju ke arah Danau Hitam. Seperti biasanya, tak ada seorangpun di sana, membuat Lyra sering bersantai disana. Ia sudah memasang topengnya sepanjang hari, dan disinilah dirinya bisa bersantai tanpa peduli reputasi.
Ia mengeluarkan sebuah buku yang berjudul Emotion.
Lyra memasang wajah datarnya, sebenarnya bukan wajah datar juga, karena ia memang tak bisa merasakan emosi. Bisa dibilang, ia tak punya perasaan. Terlalu lama dikekang orang tuanya membuatnya tak mampu merasakan emosi lagi, ia terlalu takut untuk kehilangan segalanya, entah mengapa.
"Well, apa yang dilakukan Primadona Gryffindor di sini?"
Lyra pura-pura terkejut, lalu memasang wajah termanis yang ia miliki.
"Oh, aku hanya bersantai sejenak, Malfoy. Dan apa yang kau lakukan disini? Bukankah tadi kau mau ke perpustakaan?" balas Lyra sambil menyembunyikan buku yang tadi ia baca.
"Sama sepertimu, mencari ketenangan dari tiga temanmu yang menganggu itu," balas Malfoy datar.
Lyra terkekeh kecil, lalu mengeluarkan buku lain yang berjudul Rune Kuno dan Hal yang Bisa Dilakukan Dengannya. Lyra melirik ke arah Malfoy, karena kedatangannya, ia harus kembali memasang topengnya.
"Kau sedikit berbeda dengan tiga temanmu itu," ucap Malfoy sambil mengeluarkan sebuah buku yang berjudul Ramuan-Ramuan yang Menghilang di Masa Kini.
"Maksudmu Harry, Ron, dan Hermione?"
Malfoy mengangguk sekilas dan membaca bukunya sambil berdiri.
"Hei, sebelum kujawab lebih baik kau duduk dulu. Apa tidak lelah berdiri terus?" tanya Lyra.
"Duduk? Di tanah yang kotor itu?" ucap Malfoy sambil mengernyit jijik.
"Kau bisa men-transfigurasikan batu itu menjadi kursi taman atau apapun itu," balas Lyra sambil memutar bola matanya.
Malfoy mendengarkan saran Lyra, ia lalu men-transfigurasikan batu yang ada di sana menjadi sebuah kursi taman dan mendudukkan dirinya di sana. Ia menepuk bagian kosong di sebelahnya, seolah menyuruh Lyra duduk di sana.
"Oh, terima kasih, Malfoy," balas Lyra lalu menepuk bagian jubahnya yang kotor dan duduk di samping Malfoy.
"Jadi?"
"Oh, aku lupa. Umm, bagaimana ya? Aku tidak peduli sebenarnya siapa saja orang di sekitarku, dari asrama mana mereka, atau di pihak siapa mereka. Asal mereka tak buat masalah denganku, maka aku tak peduli," balas Lyra sambil tersenyum manis.
"Kau tak memiliki sifat para Gryffindor yang aneh itu rupanya," balas Malfoy.
"Sifat apa?" Lyra menutup bukunya, hendak mengobrol dengan Malfoy yang kelihatannya cukup nyambung dengan dirinya.
"Menganggap diri mereka paling benar dengan menganggap Slytherin berisi penyihir gelap semuanya," ucapnya datar.
"Well, aku sedikit setuju denganmu. Hm, apakah kita bisa jadi teman?" tanya Lyra.
Malfoy berjengit karena terkejut, menatap Lyra dengan tatapan 'Apa-Kau-Serius', yang dibalas dengan uluran tangan Lyra.
"Baiklah, kita berteman."
Malfoy menjabat tangan Lyra, menandakan bahwa mereka sekarang teman.
"Kurasa selama ini kita belum berkenalan dengan baik sejak kita bertemu pertama kali. Ini pertama kalinya juga kita mengobrol. Jadi, namaku Lyra Charlotte White, panggil saja Lyra," ucap Lyra sambil tersenyum manis.
"Okay, namaku Draco Lucius Malfoy, panggil saja Draco. By the way, bisakah kau hentikan senyum palsumu itu? Itu menjijikkan," balas Draco.
Lyra melebarkan matanya saat mendengar perkataan Draco.
"Kau tahu?"
"Yeah, senyuman palsumu yang kau gunakan setiap saat."
Lyra mengangguk dan langsung menghilangkan topengnya, wajahnya kembali tanpa emosi.
"Okay, karena kau sudah tahu aku tak perlu berpura-pura seperti orang bodoh. Dan kau juga sebaiknya begitu," balas Lyra menatap langsung ke arah mata Draco.
"Untuk permintaanmu itu, aku tak bisa menurutinya. Ini hal yang harus kulakukan," balas Draco lalu menatap ke arah langit yang sudah mulai gelap.
"Oh, malam hampir tiba. Lebih baik aku kembali. Duluan, Lyra," ucap Draco melambaikan tangan pada Lyra.
"Oh, okay."
Lyra berdiri lalu mengubah kursi taman itu kembali seperti semula. Ia memegang dadanya, lebih tepatnya di tempat jantungnya berada.
"Kenapa...jantungku berdegup kencang? Ini aneh sekali," gumamnya pelan.
Lyra merasakan hal yang tak pernah ia rasakan sebelumnya, dalam keheningan, ia mencoba memahami apa yang sebenarnya terjadi. Lyra tak bisa mendapatkan jawabannya, jadi ia memutuskan untuk mengabaikan hal itu dan pergi menuju Aula Besar untuk makan malam.
***
"Hey, Lyra. Sejak kembali dari Danau Hitam tadi kau kelihatan bingung. Ada apa?" tanya Hermione yang sedang membaca buku sambil tiduran di kasurnya.
"Oh, tak ada apa-apa. Mungkin hanya perasaanmu saja. Dimana yang lain?" tanya Lyra–yang ia maksud adalah teman sekamarnya.
"Entahlah. Mungkin mengebut esai untuk besok," balas Hermione lalu menutup bukunya dan memasukkannya ke dalam lemari.
"Aku mau tidur dulu. Good night, Hermione," ucap Lyra.
"Good night, Lyra."
Dalam waktu singkat, Lyra pun memasuki alam mimpi
***
"Morning, Harry, Ron!" sapa Lyra pada kedua sahabatnya lalu mendudukkan diri di samping Harry.
Keduanya membalas salam Lyra, lalu balik menyapa Hermione yang baru saja tiba. Mereka berempat mengobrol secara random, membicarakan pelajaran Ramuan pagi ini, membicarakan tentang kejadian-kejadian lucu, dan hal-hal tak penting lainnya.
Mata Lyra menangkap Draco yang berjalan keluar dari Aula Besar dengan hati-hati, dan Lyra merasakan hal yang pertama kali dia rasakan.
'Aku merasa harus mengikuti Draco,' pikirnya.
Yup, itu adalah hal yang disebut rasa penasaran.
"Guys, aku duluan!"
Lyra segera pergi menyusul Draco sebelum ketiga sahabatnya itu sempat bertanya.
***
Lyra mengikuti Draco sampai ke tempat yang sepi, ia melihat sebuah pintu yang muncul tiba-tiba.
"Dra...co?" tanya Lyra.
Draco tersentak, ia terkejut dengan kehadiran Lyra yang tiba-tiba.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Lyra sambil mengangkat salah satu alisnya, menatap langsung ke mata Draco.
"Bukan urusanmu,"ucapnya dingin, lalu pergi melewati Lyra.
Rasa sesak menjalar di dada Lyra ketika ia mendengar ucapan tersebut dari Draco. Padahal sebelumnya, ia tak pernah merasakan hal ini.
Tunggu, apakah ini yang disebut emosi?
To be Continue>>>
Okay, ini dia chapter satunya!! Maaf banget nih kalau misalnya ada typo yang kelewat, berarti Shiro kurang teliti ngeceknya ><
Oh ya, untuk penampilan Lyra, bisa dilihat di cover ya!
See you in the next chapter!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro