Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

nineteen: Crazy Feeling

original: 23 Sep 2020

minor revision: 10 Des 2021

***

Hai, sebelum kalian bingung pas baca ini, Shiro mau kasih tahu, time set di sini sama dengan time set pagi hari di Great Hall chap kemarin, cuma ini dari sudut pandang Draco gitu deh...

Okay, enjoy!

---------

Pagi itu Great Hall sangat ribut begitu murid yang berlangganan Daily Prophet melihat edisi pagi itu. Bukan hanya meja Gryffindor saja yang ribut, tapi juga meja Hufflepuff, Ravenclaw, dan Slytherin.

"Merlin! Bisa-bisanya aku jatuh cinta dengan orang tidak waras!" gerutu Shaun Applebee dari meja Ravenclaw, yang disambut tawaan teman-temannya.

Sementara di meja Slytherin, berbagai cemoohan untuk Lyra berkumandang jelas di telinga orang-orang.

"Ha! Sejak awal si White memang tidak waras!" seru Pansy sembari menunjuk Lyra yang terbaring di tempat tidur St. Mungo.

"Keluarga White pasti hanya ingin menyembunyikan fakta kalau putri kesayangan mereka sakit jiwa," cemooh Daphne.

"Hmph, selalu sok sempurna dan cari perhatian para profesor bahkan menggoda anak laki-laki di seluruh kastil, menjijikkan. Iya kan, Drakie?" ucap Pansy centil membuat Draco mengernyitkan dahinya.

Draco hanya menatap tajam Pansy, lalu membalasnya dengan geraman marah. Ia mencengkram erat Daily Prophet yang ia pegang dan melihat gambar bergerak yang terkunci di dalam pikirannya. Segalanya membuatnya gila.

Draco sangat khawatir pada kekasihnya –meski belum diketahui umum– dan sangat ingin menemuinya. Ia sangat ingin memeluknya, menciumnya,  menyuruhnya untuk segera bangun, seperti cerita-cerita romansa yang sering ia dengar.

Matanya beralih pada gangguan-gangguan jiwa yang dialami Lyra selama ini. Draco tahu jelas salah satunya. Paranoia. Kini ia tahu, mengapa Lyra terlihat sangat ketakutan ketika menunjukkan emosinya untuk pertama kalinya.  Draco masih ingat ketika mereka berdua berada di kompartemen yang sama, ketika Lyra akhirnya berhasil melawan sesuatu yang menjadi objek yang ia takuti. Ketika Lyra akhirnya menunjukkan emosinya yang sebenarnya.

Ia sama sekali tak mengerti. Bagaimana mungkin Lyra masih bisa menghiburnya saat itu, sementara dirinya sendiri menderita?

Matanya kembali beralih ke tulisan berikutnya. Kutukan Cruciatus. Draco mengepalkan tangannya kuat-kuat. Giginya bergemelatuk marah. Bagaimana mungkin ada keluarga waras yang menyiksa anak mereka dengan kutukan Cruciatus? Bahkan di antara keluarga pureblood sekalipun, meski didikan keluarga Malfoy sangat tegas, tapi Draco belum pernah dihujani Cruciatus semasa kecilnya.
     
Draco tidak bisa membayangkan betapa menyeramkannya didikan keluarga White sampai-sampai Lyra bisa se-paranoid itu hanya karena menunjukkan emosi. Sampai-sampai Lyra bisa menutupi perasaannya sendiri dan menjadi sosok yang sempurna di hadapan orang-orang.

Draco tahu. Draco tahu rasanya harus menjadi sosok yang sempurna. Betapa tertekannya saat kau harus menjadi sesuatu yang 'sempurna', hal yang mustahil dan tidak mungkin dicapai setiap manusia di muka bumi, bahkan penyihir sekalipun. Tapi yang Draco tidak mengerti, bagaimana bisa Lyra menjalani semua itu sendirian? Draco masih memiliki ibunya, yang masih melimpahkannya kasih sayang. Sementara Lyra?

Kepalanya terasa sedikit pusing. Di satu sisi ia memikirkan Lyra, yang kini sama sekali tak diketahui bagaimana kondisinya. Di sisi lain, ia memikirkan tugasnya sebagai Death Eater, dimana nyawa orang tuanya lah taruhannya.

Draco bangkit dari tempat duduknya. Rasa-rasanya ia membutuhkan Calming Draught.

***

Di sebuah ruangan di White Manor, terlihat sesosok gadis cantik yang tengah berbaring di tempat tidur berukuran King Size. Di sampingnya, kedua orang tuanya tengah menunggu. Wajah sang ayah terlihat sangat kaku, dingin, dan marah. Sementara sang ibu tak jauh berbeda dari suaminya, raut marah menghiasi wajah cantik yang diwariskan pada anaknya.

Mata keduanya terpaku pada halaman utama Daily Prophet, dengan wajah mereka juga gadis yang terbaring itu, alias Lyra. Bukan berita baik yang disampaikan di halaman utama koran, akan tetapi berita buruk tentang mereka.

"Bagaimana si Skeeter itu bisa tahu?" geram Charlotte, sang ibu.

Oswald, suaminya, hanya terdiam dengan tangan yang meremas erat Daily Prophet. Suara lenguhan pelan terdengar dari tempat tidur, sontak mata keduanya beralih pada sosok Lyra yang kini mengerjapkan kedua matanya, menyesuaikan cahaya yang masuk.

Ketika ia melihat ke samping, betapa terkejutnya ia ketika melihat artikel utama Daily Prophet juga wajah marah kedua orang tuanya.

"Kau lebih baik tidak kembali ke Hogwarts, Lyra," ucap Charlotte dengan nada rendah.

Lyra masih merasa sedikit pusing tentang apa yang terjadi. Ia mengetahui kalau sekarang ia ada di kamarnya di White Manor, dan kalau dugaannya benar sesuai artikel Daily Prophet, maka ia dibawa kabur kedua orang tuanya ke White Manor, yang tentu saja tidak ingin bukti kejahatannya ketahuan. Lyra kemudian tersenyum lemah.

"Kenapa? Khawatir bukti kejahatan kalian terungkap lebih jauh lagi?" tanya Lyra dengan suara mengancam, meski masih terdengar lemah karena ia baru saja bangun.

Kedua orang tuanya menatap tajam Lyra, sebuah tongkat teracung padanya, lebih tepatnya tongkat ayahnya. Ah, apa ia masih pantas dipanggil ayah? Memaksa putrinya sendiri untuk membunuh putra pertamanya begitupun cucunya.

"Jangan coba-coba menantang kami, Lyra," ucap Oswald dengan geraman marah.

Lyra hanya bisa diam. Ia sudah mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan namun sama sekali tidak bisa menemukan tongkatnya. Satu hal yang Lyra tahu, ia harus bisa kabur dari tempat ini dan memberikan pensieve memori-nya pada Madam Bones di kementerian, atau kemungkinan terburuknya, Lyra akan terkurung lagi di ruang penyiksaan.

Setelah ingatannya kembali, ketakutannya telah dikalahkan oleh amarah. Ia tak menyangka kedua orang tuanya bisa berbuat sekeji itu. Memangnya ada orang tua waras yang merapal Imperius pada putri tunggalnya untuk membunuh putra kandung mereka yang merupakan kakaknya, kakak ipar dan keponakannya?

Lyra kemudian mengangkat kedua tangannya, menunjukkan bahwa ia menyerah. Setidaknya untuk sementara sampai ia bisa melarikan diri dari Manor. Biasanya, ayah tersayangnya akan meninggalkannya jika ia menjadi anak perempuan yang baik dan sempurna. Ayahnya terlihat puas, kemudian memasukkan kembali tongkatnya. Ia berbalik lalu beranjak pergi ditemani ibunya.

Lyra hanya bisa menghela napas lelah lalu melirik ke Daily Prophet yang ditinggalkan di atas nakas samping tempat tidurnya. Matanya sesekali membelalak ketika melihat informasi-informasi yang tercantum di sana. Ia bahkan terkejut ketika membaca bahwa ia mengidap gangguan jiwa.

'Tidak aneh,' pikirnya mengingat jumlah kutukan Cruciatus yang sudah dilemparkan kepadanya.

Lyra bersyukur ia masih waras meski sudah dihujani Cruciatus, meski tak bisa dibilang sepenuhnya waras juga. Sebuah senyuman samar terulas di bibirnya, ia tiba-tiba teringat pada Draco. Apakah ia baik-baik saja? Apakah ia harus menjalankan tugasnya sebagai Death Eater? Mengapa ia harus menjadi Death Eater? Apa yang terjadi?

Berbagai pertanyaan muncul di benaknya, rasa khawatir mulai meliputi dirinya. Benar juga, kenapa Draco memilih menjadi Death Eater? Lyra tahu jelas dari percakapan-percakapan mereka belakangan ini bahwa Draco sendiri membenci Voldemort. Tapi mengapa dia malah memilih menjadi Death Eater? 

Suara pintu yang berderit terdengar, menyadarkan Lyra dari lamunannya. Ah, sosok ayahnya telah berdiri di depan pintu. Padahal ia sudah mengangkat tangan menyerah, ternyata sama sekali tidak berguna. Kelihatannya ia harus bertarung kembali dengan kutukan Cruciatus dan berbagai penyiksaan lain untuk mempertahankan kewarasan otaknya.

"Kelihatannya kau sudah cukup sehat, bukankah begitu? Stupefy."

Lyra kehilangan kesadarannya kembali, ia yakin akan kembali ke ruang penyiksaan. Berapa lama kira-kira penyiksaan kali ini?

To be Continue>>>
A/N :

Halo readers semuaaa!!

Makasih banget buat semua komentar maupun vote kalian, baik readers lama maupun baru, huhu aku terhura chap kemaren rame banget TwT

Oke jadi sesuai jadwal, ini dia chapter kali ini! Di sini aku pake sudut pandang Draco di bagian awal-awal, karena jarang banget rasanya perasaan Draco keliatan di cerita ini :D

Huhu, Lyra bakalan mulai menderita setelah ini TwT tapi tentu aja, Lyra bakalan-

Eits, tunggu chapter minggu depan ya 😂👍

See you in the next chapter~
Babai!! (。•̀ᴗ-)✧

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro