fourteen: Whole Lotta Love
original: 20 Ags 2020
minor revision: 20 Nov 2021
***
"Lyra?"
Draco terlihat terkejut ketika mendapati Lyra yang masih mengenakan gaun pestanya berdiri di hadapannya. Draco sungguh tak ingin Lyra mendengar semuanya, bahwa ia sekarang adalah Death Eater.
"Ka-kau mendengar semuanya?" tanya Draco pada akhirnya.
Lyra menatap lurus ke arah Draco, kemudian menjawab dengan suara pelan.
"Hampir semuanya kurasa."
Tubuh Draco menegang, tak lama kemudian ia langsung panik begitu melihat Lyra meneteskan air mata. Lyra sendiri terkejut saat melihat air matanya lolos dari pelupuk matanya, menyebabkan make up yang ia gunakan luntur.
"Jadi, kau sekarang Death Eater?" tanya Lyra dengan suara bergetar.
Sekarang, Draco takut. Draco takut Lyra akan meninggalkannya kalau-kalau ia benar-benar seorang Death Eater. Bahkan, belum sempat Draco mengaku saja, Lyra sudah menangis duluan tadi.
Pada akhirnya, Draco menjawab lambat-lambat, "Ya. Aku sekarang seorang Death Eater. Kau kecewa?"
Lyra menggeleng perlahan, kemudian menubrukkan tubuhnya ke arah Draco, lalu memeluknya.
"I love you, Draco, no matter who you are," bisik Lyra.
Draco membalas pelukan Lyra kemudian berbisik balik,"Tapi kenapa kau menangis?"
"Seharusnya aku lebih peka sejak dulu, kalau kau menanggung beban seberat ini. Lagipula aku dengar kok, kau menjadi Death Eater demi melindungi orang yang kau sayangi, itu lebih baik daripada menjadi bagian Light tapi malah menyakiti yang lain," balas Lyra dengan suara yang masih bergetar, diikuti bisikan pelan pada akhir ucapannya.
Draco hanya mengusap pelan punggung Lyra, mencoba menenangkannya, dan hal itu sepertinya berhasil, karena napas Lyra mulai kembali normal dan tidak memburu seperti sebelumnya.
"Pesta sudah hampir selesai, kau tahu?" ucap Draco sembari melepaskan pelukannya pada Lyra.
Draco masih ingin memeluk Lyra lebih lama, tapi tentu saja, ia harus mengingat kalau Lyra masih harus kembali ke pesta. Lyra kemudian menghapus seluruh dandanannya, karena bekas air mata yang ada sudah merusak semuanya.
Well, sebenarnya Lyra tak mengenakan dandanan yang terlalu tebal, hanya make-up tipis, karena dia sudah cantik dari sananya meski hidupnya tak secantik yang orang bayangkan.
"Okay, aku harus pergi dulu. Kapan kita bisa bertemu lagi?" tanya Lyra sembari menatap langsung mata kelabu Draco.
"I don't know. Kalau kita bertemu, kau akan berada dalam bahaya, jadi, semakin jarang kita bertemu semakin bagus," jawab Draco dengan nada khawatir dalam ucapannya.
"Bagaimana kalau bulan Januari tanggal 25 dan hari Valentine? Nanti baru kita bicarakan pertemuan berikutnya," saran Lyra.
Draco kemudian mengangguk lalu melambaikan tangannya pada Lyra.
"So, you are my boyfriend now?"
"And you are my girlfriend," jawab Draco dengan senyuman lembut sebelum pergi semakin menjauh lalu menghilang.
Lyra kemudian menghela napas pelan untuk menenangkan jantungnya yang sekarang berdegup kencang.
"Sekarang kita pacaran," gumamnya pelan.
Ia kemudian tersenyum lalu berbalik menuju ruangan pesta natal.
Begitu sampai di ruangan pesta, terlihat Profesor Slughorn tengah memberikan ucapan selamat natal kepada orang-orang yang hadir di pesta, juga terima kasih atas kehadiran mereka.
"Pesta sudah mau selesai nih?" tanya Lyra pada Neville.
Neville kemudian melirik gugup lalu menjawab, "Yeah, sudah mau selesai. Kau cukup lama berada di luar. Maaf kalau lancang."
Lyra hanya mengangguk singkat lalu bersiap kembali ke asrama, karena toh pesta sudah hampir selesai. Setelah mengucapkan sampai jumpa di tahun ajaran baru pada Neville dan Professor Slughorn, Lyra langsung kembali ke asrama.
Jantungnya berdegup kencang, campuran takut dan bahagia. Ia merasa sangat bahagia karena sekarang ia adalah pacar dari orang yang dicintainya, Draco Malfoy, tapi ia juga merasa takut. Ia takut ia akan kehilangan Draco, belum lagi Draco ada di situasi berbahaya sebagai Death Eater.
'Belum lagi kalau aku pulang,' pikir Lyra sambil menggigit bibirnya dengan kuat.
Ia tak tahu lagi apa yang akan orang tuanya perbuat padanya kalau ia sekarang punya reputasi buruk di antara para murid, bermusuhan dengan The-Boy-Who-Lived, dan hal yang paling tidak ingin Lyra harapkan orang tuanya tahu adalah ia berpacaran dengan Draco.
Ia mengepak kopernya dengan tangan sedikit gemetar, berharap Natal tak pernah tiba.
***
Hari ini tanggal 20 Desember, dimana Lyra harus pulang ke rumah selama libur musim dingin. Sebenarnya, beberapa siswa memutuskan untuk tetap tinggal di kastil, dan begitu pula yang Lyra inginkan. Tapi orang tuanya pasti akan menyiksanya lebih parah di liburan musim panas nanti kalau ia melakukannya.
Lyra menghela napas lelah lalu menatap kereta Hogwarts Express dengan tatapan kosong. Ia mengepalkan tangannya erat-erat sebelum akhirnya naik ke kereta dan mencari kompartemen. Tidak mungkin ia menduduki kompartemen yang biasa ia duduki bersama Hermione, Ron, dan Harry, jadi ia memutuskan untuk duduk di kompartemen yang berada pada gerbong paling belakang.
Lyra duduk sendirian selama hampir setengah perjalanan dengan tangan yang tak berhenti gemetar sebelum tiba-tiba pintu kompartemen-nya terbuka. Matanya melirik untuk melihat siapa orang yang membuka kompartemen-nya, dan betapa terkejutnya ia ketika melihat sosok penyihir laki-laki dengan rambut pirang platina berdiri di sana.
"Boleh aku duduk di sini?" tanyanya.
Lyra hanya mengangguk pelan untuk menjawab pertanyaan Draco. Ia sama sekali tak bisa membuka mulutnya karena gemetar yang dirasakannya semakin kuat.
"Kenapa kau terus gemetar?" tanya Draco kemudian mendudukkan dirinya di samping Lyra.
"A-aku.."
Lyra sama sekali tak bisa menjawab pertanyaan Draco. Tubuhnya gemetaran. Ia takut. Ia sangat takut memikirkan hal yang akan terjadi di White Manor –Lyra tak sudi menyebutnya rumah–nanti. Lyra ingat betul reaksi orang tuanya ketika ia berteman dengan seorang anak yang orang tuanya merupakan Death Eater saat masih kecil dulu.
Ia masih ingat bagaimana ia bisa mendapatkan bekas luka melintang di punggungnya. Ia masih ingat sensasi saat kepalanya terasa sakit hingga rasanya akan meledak ketika dikutuk dengan kutukan Cruciatus.
'Kenapa kau sangat bodoh sih, Lyra? Seharusnya kau tetap mematuhi perintah orang tuamu. SEHARUSNYA KAU HIDUP HANYA UNTUK KEHORMATAN KELUARGAMU!' jerit Lyra dalam batinnya.
Tak lama sebuah pelukan hangat dapat ia rasakan di tubuhnya.
"Calm down, Lyra," bisik Draco dengan suara teramat pelan.
Air mata mulai menetes dari kedua pelupuk matanya.
"Apakah salah kalau aku ingin hidup sesuai keinginanku? Apa salah kalau aku mencintaimu, Draco?" tanya Lyra dengan air mata yang terus mengalir.
Draco terdiam, kemudian membalas dengan suara yang teramat lirih, "Tidak, Lyr. Kau tidak salah, hanya saja kita lahir di keluarga yang tidak memungkinkan kita melakukan hal itu."
Kedua insan itu saling memeluk satu sama lain, mencoba untuk saling menguatkan. Pasangan itu sadar, mereka berada dalam kondisi yang sama meski berada di pihak yang berbeda.
Mereka sama-sama lahir di keluarga pureblood yang mengharuskan mereka menjadi apa yang diinginkan keluarga mereka, menjadi sebuah sosok yang sempurna di mata keluarga pureblood mereka. Meski keluarga White berada di pihak Light, tapi semua tak ada artinya dengan sikap mereka yang sama kejamnya dalam mendidik penerus mereka. Suatu sosok sempurna yang dapat mengontrol ekspresi mereka sesuai kebutuhan, suatu sosok yang lahir demi memenuhi ekspektasi setiap orang, suatu sosok perwakilan pihak Light yang sempurna.
***
Draco dan Lyra memisahkan diri ketika kereta hampir tiba di stasiun. Perasaan keduanya menjadi lebih baik setelah saling menguatkan satu sama lain, berbagi emosi satu sama lain.
Lyra berhasil menguatkan dirinya untuk menerima apapun yang akan dikatakan dan diperbuat orang tuanya. Sahabat-sahabatnya –atau begitulah yang Lyra rasakan sekarang– telah ia peralat selama 5 tahun ini, bukankah ini sebuah hukuman yang pantas?
Lyra kemudian melangkahkan kakinya menuju Stasiun King Cross. Matanya melirik kesana kemari, kemudian menyadari bahwa kedua orang tuanya telah memberikan sebuah senyuman manis yang terasa mencekam bagi Lyra.
"Kenapa kau tak turun bersama Hermione atau Ron?" tanya sang ibu dengan senyuman manisnya.
Tubuh Lyra sontak menegang.
"A-aku.."
To be Continue>>>
A/N:
Haii akhirnya aku up nihhh!!! Heheww
Lagi-lagi up tengah malam, aku lupa hari ini hari Rabu :')
Oh, by the way, Lyra ga inget siapa anak Death Eater yang dia temenin pas masih kecil. Yang dia inget, kedua orang tuanya tuh nyiksa dia karena alasan itu, jadi bukan Draco yang Lyra ingat, tapi siksaannya.
Tenang aja, Lyra bakalan inget semuanya kok nanti 👌
Okay, hope you like this chapter and see you next chapter, bye bye~ (。•̀ᴗ-)✧
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro