forty two: A Whole New World
original: 7 Nov 2021
minor revision: 30 Des 2021
***
"Hei, aku cukup bosan di sini," katanya.
Sosok berjubah putih itu menengok, dan suara tawa pelan terdengar darinya. Ia menjawab, "Kau belum siap berada di sana."
Dirinya hanya terdiam, menatap seorang pemuda yang tengah terdiam menatapnya. Tak lama, pemuda itu menangis, tapi dirinya tidak tahu apa yang harus ia perbuat.
"Aku lelah," katanya lagi.
Kali ini, sosok berjubah putih itu tidak menjawabnya. Pemandangan di hadapannya berganti menjadi padang bunga yang indah, dengan sepasang anak kembar berlari di hadapannya. Yang satu berambut cokelat panjang, yang satu cokelat pendek. Mereka tertawa, bersama-sama dengan seorang remaja laki-laki yang berambut putih. Dirinya terdiam, hanya bisa memandangi pemandangan yang sudah ia lihat berulang kali.
"Baiklah, sebentar lagi, semua akan berubah," kata sosok berjubah putih itu tiba-tiba.
***
Draco meletakkan bunga lili putih di vas bunga nakas kecil itu. Matanya melihat ke arah Lyra yang masih memandang kosong ke jendela. Ia tersenyum kecil, kemudian menceritakan apa yang terjadi akhir-akhir ini. Selama enam tahun belakangan, hal itu selalu ia lakukan tiap kali mengunjungi Lyra.
"Pagi yang cerah, bukankah begitu?" tanya Draco sambil tersenyum.
Tentu saja, hanya keheningan yang menyapanya.
"Hari ini keluarga Malfoy benar-benar terbebas dari pengawasan Kementrian Sihir, secara legal. Meski aku tahu mereka tak akan berhenti curiga pada kami, haha."
"Oh, dan apakah kau tahu? Hari ini sudah enam tahun sejak berlalunya perang itu, 1 Mei 2004, dunia sihir sekarang sangat damai. Sebentar lagi ulang tahunmu, 23 Juni, dan kau juga akan menjadi 23 tahun, sama seperti tanggal lahirmu," kata Draco, masih dengan senyuman di wajahnya.
Lyra tiba-tiba menengok, dan Draco sedikit terkejut. Namun, begitu ia melihat tatapan kosong itu, ia tahu tidak ada yang berubah. Draco sedikit berharap, tidak, bukan sedikit, tapi dia sangat berharap Lyra dapat kembali memperoleh cahaya di matanya. Ia ingin melihat mata merah crimson itu kembali berisi cahaya, bersinar, seperti pertama kali ia melihatnya.
"Lalu, kau tahu? Ayah dan ibu menjodohkanku dengan Astoria, adiknya Daphne. Tentu saja aku menolak, aku bahkan tidak bisa melupakanmu selama enam tahun ini," katanya lagi.
Draco kemudian melihat jam, waktu sudah lewat setengah jam, menandakan ia harus ikut rapat di Kementrian.
"Aku harus ikut rapat sekarang, besok aku akan menjengukmu lagi. Sampai jumpa, Lyra."
Draco berjalan keluar dari ruangan itu, dan seperti biasanya, dadanya terasa begitu berat tiap pergi dari sana. Kedua orang tuanya terus mendorongnya untuk bertunangan dengan Astoria, dan Draco benar-benar kesulitan untuk menolak ketika melihat wajah ibunya. Di sisi lain, hatinya tak bisa lepas dari Lyra.
***
Tujuh tahun.
Delapan tahun.
Sembilan tahun.
Sepuluh tahun.
***
Draco berjalan masuk ke ruangan itu, kali ini bersama Astoria. Mata gadis itu terlihat terkejut ketika melihat Lyra. Sementara itu, Draco kembali meletakkan bunga lili putih di vas bunga sebelah tempat tidur.
"Ini... benar-benar White?"
Draco mengangguk.
"Ya, itu Lyra. Ia adalah alasan kenapa aku tak bisa menerima pertunangan kita."
"Bahkan setelah sepuluh tahun?" tanya Astoria dengan senyum getir.
"Forever and ever," jawab Draco tegas.
Astoria kemudian mengangguk, matanya panas, sudah sepuluh tahun keluarga Malfoy dan Greengrass berusaha menjalankan pertunangan ini, tapi Draco terus menolak. Pada akhirnya, Astoria harus pasrah. Lyra dan Draco memang cinta sehidup semati, dan Astoria tidak berhak untuk memisahkan mereka.
"Baiklah," katanya.
"Jangan salah sangka, Astoria. Kau adalah gadis yang baik, aku yakin kau akan mendapat pria yang lebih baik dariku," ungkap Draco.
Astoria menggeleng pelan.
"Tidak usah menghiburku, Draco. Aku tahu kalian adalah cinta sehidup semati, Lyra adalah belahan jiwamu. Aku akan berhenti meminta kau bertunangan denganku," ucap Astoria.
"Jangan membenciku."
"Tidak mungkin aku membencimu, Draco. Aku paham," ucap Astoria lagi sebelum meninggalkan ruangan itu.
Draco terduduk di sebelah Lyra, matanya memandang sosok Lyra yang begitu pucat, wajahnya suram.
"Sudah sepuluh tahun, dan aku masih tidak bisa melupakanmu," gumamnya dengan senyuman pedih.
Hujan deras turun hari itu, dan Draco hanya memandang Lyra yang masih terduduk di sana. Memandang jendela yang sama dengan tatapan yang sama, kosong seperti tak berjiwa. Setelah mengucapkan sampai jumpa pada Lyra, Draco kemudian berjalan keluar dari ruangan itu.
***
Kali itu, Harry, Ron, dan Hermione mengunjungi Lyra. Seperti yang sudah bisa mereka duga, Draco juga ada di sana, duduk memandangi Lyra.
"Bagaimana keadaan Lyra?" tanya Harry.
"Seperti biasanya," jawab Draco, kesedihan dapat terpancar jelas dari ucapannya.
Mereka kemudian bertukar cerita, bagaimana kehidupan mereka saat itu. Sesekali, cerita lama mereka di Hogwarts muncul di sana-sini. Sedikit canggung karena sudah lama tak bertemu, tapi pada akhirnya, mereka masihlah orang-orang yang sama, hanya berada di waktu yang berbeda.
***
Draco terduduk di dalam Malfoy Manor, membaca catatan-catatan yang sudah ia tulis selama ia belajar untuk menjadi mind-healer. Ia benar-benar ingin melihat senyuman kembali mengembang dari wajah Lyra.
"Hm, apa ada kemungkinan bagi Lyra untuk sembuh?" gumamnya.
"Tidak ada."
Draco begitu terkejut ketika mendengar suara seseorang di belakangnya. Begitu ia menengok, ia menemukan sosok terang yang membuat Draco tak bisa melihat sekitarnya.
"Siapa kau?" tanya Draco setelah memberanikan diri.
"Aku Lady Fate, dan aku ingin memberimu sebuah kesempatan, wahai peyihir."
"K-Kesempatan apa yang ingin Anda berikan?" tanyanya sedikit terbata.
"Aku akan memberikanmu kesempatan baru. Aku sudah melihat kesetiaanmu, dan seberapa keras kau berusaha untuk mengembalikan dirinya ke dunia nyata, tapi itu mustahil untuk kau lakukan sekarang. Apa kau ingin menerima kesempatan untuk kembali bersama dengannya?"
Draco terkejut, sungguh-sungguh terkejut.
"Tentu saja! Bagaimana mungkin aku bisa menolak?" jawab Draco.
"Bahkan meski itu hanyalah dunia mimpi?"
Draco terdiam, ia merasa begitu egois jika menerimanya. Dengan menerimanya, ia mungkin akan meninggalkan semua orang yang ia kenal sekarang, kedua orang tuanya, semua teman-temannya. Namun, segala sesuatu pasti ada bayarannya, bukan?
"Ya, meski itu berada di dunia mimpi."
Tepat setelah itu, Draco merasakan cahaya terang menyelimutinya, dan ia kehilangan kesadaran.
***
Ketika Draco membuka matanya, ia melihat wajah Lyra yang tengah menatapnya khawatir. Draco lagi-lagi mendapat kejutan.
"L-Lyra?"
Lyra kemudian bernapas lega.
"Syukurlah kau baik-baik saja, kau harus berhati-hati kalau naik sapu terbang! Itu sangat tinggi!" seru Lyra sambil memeluk erat-erat Draco.
Draco sedikit linglung, lalu balas memeluk erat Lyra.
"K-kau baik-baik saja?" ucap Draco dengan mata berair.
Lyra melepas pelukannya, dan menatap Draco aneh. Tak lama, ia akhirnya tertawa, dan menjawab, "Tentu saja aku baik-baik saja! Yang jatuh kan kau, bukan aku! Ada-ada saja!"
Draco berusaha keras menahan bulir-bulir air mata yang ingin jatuh dari pelupuk matanya. Ia sedikit tertawa.
"Aku baru saja mimpi buruk, sangat buruk," ucap Draco dengan senyum sendu.
"Tunggu, kau masih kekasihku kan?" tanya Draco tiba-tiba.
Lyra memutar bola matanya ketika mendengar pertanyaan Draco.
"Tentu saja. Memangnya kau pikir aku akan memutuskanmu hanya karena kecelakaan sapu?" tanya Lyra.
Draco tertawa sambil menggeleng, lalu membawa Lyra ke dalam pelukannya. Mereka kembali ke umur dua puluh satu, dan Lyra terlihat begitu sehat dan bahagia. Ia bahkan tak peduli lagi jika ini hanya dunia mimpi, rasa-rasanya ia bahkan tak ingin bangun lagi dari dunia ini.
Nun jauh di sana, Lady Fate tersenyum melihat mereka. Sebab ia tahu, bahwa ini bukanlah dunia mimpi, melainkan dunia nyata, hanya di alam semesta yang lain. Ketika cinta antara seorang laki-laki dan seorang perempuan menjadi begitu kuat hingga mereka menjadi belahan jiwa, cinta sejati yang mampu menembus batas alam semesta, Lady Fate sama sekali tak sungkan untuk membantu mempersatukan mereka yang terpisah.
"Hiduplah dengan bahagia, dengan umur panjang," katanya sebelum meninggalkan dua sejoli yang tengah berbahagia itu.
>>THE END<<
A/N:
Ah, ternyata aku ga tahan buat ngetik chapter ini, haha. Akhirnya Mask tamat juga! Tapi tenang aja, nanti masih akan ada epilog dan closing! ;D
Bener-bener suatu perjalanan yang panjang buat ngetik seluruh chapter di sini, dan sekarang kita akhirnya sampai di penghujung acara. Pada akhirnya aku gak tega buat bikin sad ending, dan cerita ini berakhir dengan happy ending! Semoga kalian suka dengan ending ini :D
Thank you for reading this book and see you in the epilog! (。•̀ᴗ-)✧
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro