fifteen: Torture is Only The Beginning
original: 22 Sep 2020
minor revision: 9 Des 2021
***
"Kenapa kau tak turun bersama Hermione atau Ron?" tanya sang ibu dengan senyuman manisnya.
Tubuh Lyra sontak menegang.
"A-aku..."
Kali ini, giliran sang ayah yang bertanya, "Ada apa Lyra? Hm?"
Lyra memejamkan mata sejenak lalu mengepalkan kedua tangannya, kemudian menjawab dengan nada datar, "Aku tak berteman dengan mereka lagi. Aku tak ingin terus membohongi mereka."
Sang ibu kemudian merangkul tangan sang anak lalu tersenyum begitu manisnya. Ayah Lyra membawakan koper Lyra kemudian membawa Lyra ke jaringan floo. Mereka bertiga menyebutkan 'White Manor' sebelum menghilang dalam kobaran api hijau.
Begitu mereka tiba, mereka telah disambut oleh ruang tamu luas nan indah dengan dinding putih polos juga dengan ukiran-ukiran berwarna emas yang apik. Sebuah lukisan keluarga berukuran besar tergantung di tengah-tengah dinding. Ketiganya terlihat sedang tersenyum bahagia, sebuah keluarga sempurna. Begitulah yang mungkin dipikirkan orang-orang saat melihat lukisan itu. Namun kenyataannya..
"Jinny," panggil ibu Lyra, Charlotte White.
POP!
"Ada yang bisa saya bantu, missus lady?" tanya seorang peri rumah yang mengenakan gaun putih indah.
"Siapkan ruang hukuman. Sepertinya anak perempuanku ini butuh pencerahan," ucap Charlotte dengan tatapan dingin pada Lyra.
Lyra sudah meneguhkan hatinya, ia tak boleh terus-menerus menjadi orang yang lemah. Ia telah menipu sahabatnya selama 5 tahun, dan bahkan ia telah membunuh kakaknya karena perintah orang tuanya. Ia tak boleh terus mengikuti perintah orang tuanya yang rasanya terasa salah.
'Tunggu, kenapa aku terpikir lagi soal sosok kakak? Aku yakin tak punya kakak,' pikir Lyra sebelum kepalanya tiba-tiba terasa pusing.
"Father kecewa padamu, Lyra," ucap ayah Lyra, Oswald White.
Lyra merasa sekelilingnya buram, sebelum jatuh pingsan.
***
Manik merah crimson itu mengerjap perlahan, mendapati dirinya terbangun di lantai dengan kedua tangan yang sudah terborgol di dinding.
"Ah, sudah mulai ya?" gumamnya.
Tak lama setelah ia bangun, seorang wanita paruh baya cantik memasuki ruangan itu. Sebuah senyuman sinis terulas di bibirnya. Wanita itu adalah ibu dari Lyra White, juga orang yang akan menyiksa Lyra dengan kedua tangannya sendiri.
"Sudah bangun, Lyra sayang? Nah, apa kau tahu apa kesalahanmu?" tanya Charlotte, sang ibu, sembari mengelus pipi lembut milik putrinya.
Lyra hanya menatapnya datar, lalu menjawab tidak dengan nada dingin. Mata Charlotte segera berkilat marah, kemudian tersenyum lebar, sudah siap untuk mengajar 'putri kesayangannya'. Sebuah cambuk telah ia siapkan di tangan, bersiap mencambuk punggung Lyra.
"Sudah berapa lama, ya kau tidak masuk ke sini? Mum sedih loh, Lyra~ Padahal Mum sudah berusaha keras menelan kekecewaan karena yang terlahir malah bayi perempuan. Kenapa kau tak bisa mengerti perasaan Mum sih? Apa kau tidak mengerti? Semua ini untuk menjaga nama baik keluarga kita, kau dengar, Lyra?" jelas Charlotte dengan senyuman lebarnya.
Lyra menatap dalam-dalam sang ibu, kemudian menjawab dengan nada datar, "Kalian sudah merenggut perasaanku. Memangnya ada orang tua yang membuat anaknya kehilangan perasaan? Mother hanya peduli pada nama baik keluarga, kau tak peduli sama sekali denganku. Kalian semua hanya.. hanya psikopat yang sakit jiwa."
Tangan Charlotte yang sedari tadi mengelus pipi Lyra langsung menjauh seketika. Tatapan matanya menunjukkan tatapan berbahaya, bahkan sedikit gila. Kalian tahu bukan bagaimana tatapan mata Bellatrix Lestrange? Begitulah tatapan Charlotte sekarang.
"Apa kau masih ingat motto White family, Lyra Charlotte White?" tanya Charlotte.
"Tentu saja aku ingat motto yang membelenggu hidupku. Lux, Pur, Parfait. Bukankah kalau begini keluarga White sama saja dengan keluarga Black? White family hanya versi Light dari Black family," ucap Lyra dengan dingin pula.
Rasa takut masih menjalar di hatinya, but she is a Gryffindor, she must be brave, keluarganya jelas-jelas salah, ia harus menunjukkannya pada orang tuanya. Kalau masih tidak bisa juga, ia akan terus berusaha. Kalaupun masih gagal, Lyra rasa mungkin ia bisa membuat orang tuanya melepas topengnya di depan publik.
Selama ini, Lyra berpikir bahwa ia hidup hanya untuk orang tuanya. Ia hidup hanya untuk nama baik keluarganya, hanya untuk menjalankan motto keluarganya. Lyra harap, Draco juga bisa melakukannya, menunjukkan bahwa ayahnya salah, membuat ayahnya paham bahwa Voldemort itu sangat keji.
"So, Mum pikir kau pasti sudah siap untuk hukuman-mu kan? Kali ini Mum akan lebih lembut padamu, kita akan menggunakan cambuk, my lovely Lyra. Hitung."
Dengan sebuah senyuman lembut, Charlotte mengangkat cambuknya, dan teriakan nyaring memenuhi ruang hukuman malam itu.
***
Malam telah berganti pagi, dan cambukan serta beberapa hukuman lainnya telah selesai dilaksanakan. Charlotte menggunakan sihir untuk membersihkan wajahnya yang terkena cipratan darah, kemudian memanggil peri rumah untuk membawa makanan Lyra.
"Nah, Mum rasa kau bisa merenungkan kesalahanmu sampai Dad mu tiba malam nanti, Lyra darling. Makan yang banyak ya, sayang," ucap Charlotte sebelum meninggalkan ruangan itu.
Lyra tersungkur di lantai. Wajah cantiknya terlihat lelah, matanya kosong. Ia hampir putus asa. Seharusnya ia menggunakan cara ala Slytherin yang lebih aman. Seharusnya ia menggunakan topengnya seperti biasa, memanipulasi orang lain seperti biasa. Tapi ia sudah terlanjur menggunakan cara barbar ala Gryffindor, jadi ia harus menyelesaikan hal yang sudah ia mulai kan?
Seorang peri rumah muncul di dalam ruangan tersebut dengan membawa sepiring steak yang terlihat lezat.
"Bagaimana caranya aku makan, Wellington?" tanya Lyra pada peri rumah berseragam ala butler itu.
"Missus Lady bilang Anda bisa langsung memakannya sambil merunduk, Lady Young," jelas peri rumah yang dipanggil Wellington itu.
Lyra menatap datar makanan itu, lalu berkata dengan suara pelan, "Singkirkan, Wellington."
Wellington langsung mendongak ke arah Lyra, lalu bertanya dengan nada bingung, "Pardon?"
Lyra melirik tajam ke arah Wellington, lalu berkata lagi, kali ini dengan suara yang lebih lantang, "Singkirkan, Wellington. Aku tidak butuh makanan."
Wellington mengangguk perlahan lalu membawa pergi steak itu. Lyra jelas sangat mengetahui tujuan kedua orang tuanya, mereka ingin membuat Lyra layaknya seekor anjing. Seperti yang selama ini ia lakukan, ia hanyalah seekor anjing yang patuh pada majikannya.
Lyra harus menyadarkan ayahnya malam ini. Kalau pun hal itu gagal, maka...
"Aku akan membuat kalian membuka topeng kalian di depan umum," ucap Lyra dengan senyum licik.
Well, inilah dia. Jika cara barbar ala Gryffindor tidak berhasil, maka ia akan menggunakan cara kotor dari jiwa Slytherin-nya. Tapi masalahnya, apakah ia masih punya cukup kewarasan untuk menjalankannya?
***
Sudah setengah hari berlalu, luka bekas cambuk di bagian perut Lyra dan betisnya sudah berhenti mengeluarkan darah. Kepalanya sedikit pusing sekarang, pastinya karena kekurangan darah. Kedua lengannya jelas terasa sakit, borgol yang digunakan untuk menahannya terpasang erat, semakin ia memberontak semakin kencang pula borgol itu mengikat. Bahkan jika ia tak memberontak sekalipun, borgol itu hanya melonggar sedikit.
Lyra yang saat ini sudah kelelahan dan kekurangan darah tiba-tiba menangkap sebuah hal yang baru kali ini ia perhatikan. Ketika kecil dulu, ia menghabiskan waktu siang hari untuk tidur, karena itulah ia tak pernah sadar keberadaan borgol lain di ujung ruangan yang satu lagi.
Pertanyaannya adalah, untuk siapa borgol itu? Setiap ruang hukuman di White Manor biasanya memiliki papan nama di bawah borgolnya –ya, ada lebih dari satu ruang hukuman di manor ini– dan ruangan ini merupakan ruangan yang digunakan dari generasi neneknya sampai generasinya, sebelum sebuah ruang hukuman, tidak, ruang penyiksaan, kembali dibangun untuk 3 generasi berikutnya.
Tetapi, kenapa harus 3 generasi? Tentu saja supaya keluarga White tidak ketinggalan alat hukuman kejam yang terbaru. Gila? Iya. Apa ada yang tahu? Sayangnya tidak. Yang orang-orang tahu, keluarga White adalah keluarga yang penuh cinta, dan jenius dalam berbagai bidang.
Kalian tahu alasan mengapa malah ruang hukuman baru yang dibangun? Sederhana, untuk menunjukkan pada keturunan mereka bahwa nenek atau kakek, nenek atau kakek buyut, bahkan nenek atau kakek moyang mereka, pernah ditahan di ruang itu karena tidak bisa menjaga nama baik keluarga.
Mata Lyra memicing pada papan nama yang separuhnya sudah tertutup darah.
"Jeffrey?" bisiknya.
Dan sekelebat ingatan tiba-tiba muncul di otaknya.
"ARGHH!! DON'T YOU DARE TO TOUCH LYRA!"
"Jeffrey! KYAAA!! IT'S HURT, MUM!"
"Ukh, hik, sorry, hik, brother.."
"You must.. know.. I.. always love... you... little sister."
Ingatan apa itu? Bagaimana mungkin ingatan yang ia yakin tidak pernah ia alami muncul di pikirannya? Seorang pria berambut putih berantakan dengan mata emas yang menatapnya penuh kasih sayang. Apakah...
Lyra benar-benar punya seorang kakak?
To be Continue>>>
Hello, semuanyaaa!!!
Masih hari Rabu kan ya sekarang :p
Okay, jadi, Lyra bener-bener punya kakak!!! Tapi sayangnya udah pergi untuk selama-lamanya :'( Dan ya, Lyra di-Obliviate.
Ingatan mana aja yang hilang? Hmm~ Silahkan terus ditunggu cerita ini :D
Okay, hope you enjoy this chapter and see you next chapter, bye-bye~ (。•̀ᴗ-)✧
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro