Bab 5
Mataku merem-melek, kejadian tadi pagi masih terbayang di otak.
Tak henti-hentinya aku tersenyum dan berusaha menutupi kepalaku dengan guling. Merasa malu sendiri saat mengingat kejadian ketika aku memutuskan untuk vaksin, Angel yang ternyata harus pulang mendadak karena ada urusan yang sangat penting. Mengabaikan omelan manja dari Bella hingga akhirnya aku bisa berduaan dengan Gema meskipun harus diberi jarak karena protokol kesehatan.
Lagi, dan lagi aku tak kuasa menahan semu di pipi saat mengingat bagaimana aku bisa menatap mata Gema saat itu meskipun harus tertutupi dengan masker. Dia masih terlihat tampan dengan segala pesonanya.
Sekarang aku sedang memandangi foto profil WhatsApp milik Gema. Senyuman di foto itu benar-benar berhasil membuat detak jantungku bergetar seakan ingin copot di tempat. Iya, memang aku sekalian meminta nomor WhatsApp-nya, mengobrol banyak hal hingga satu fakta baru lagi yang aku ketahui dari Gema adalah dia sempat menganggur dua tahun karena ingin mendaftar menjadi taruna. Kini Gema berkuliah di Politeknik Kelautan dan Perikanan Pangandaraan yang ada di Bandung Jawa Barat. Selama mengisi kekosongan itu, Gema bekerja padahal dia adalah anak orang kaya.
Setelah memandangi foto profil WhatsApp Gema cukup lama, kini aku beralih ke akun Instagram. Langsung ke pemberitahuan dan mengklik akun dengan username Pra.tama_ yang tertulis mulai mengikuti Anda. Aku tersenyum saat ingat bagaimana aku dan Gema kembali saling mengikuti di Instagram.
14 postingan
1.712 pengikut
1.987 diikuti
Dilihat dari postingan Gema, kebanyakan fotonya diambil dari pegunungan atau saat melakukan pendakian.
Aku jadi ingat kalau Gema sempat bercerita sewaktu di tempat vaksinasi itu kalau dia suka melakukan trail run.
Lari dan Gema adalah paket lengkap bagiku.
Ada rasa getaran berbeda jika saat ini Gema sangat menyukai kegiatan tersebut.
Mengingat saat masih sekolah dulu, aku juga seorang atlit lari marathon.
Hal itu, lagi dan lagi membuatku teringat pada usiaku yang ke-16 tahun. Aku ingat dulu, saat kelas 2 SMA aku pernah mengikuti lomba marathon. Di masa itu pula, Gema yang selalu menemaniku untuk latihan lari.
Aku suka berlari.
Ketika berlari seperti mengeluarkan energi yang tertahan sehingga mengalihkan pikiran dari masalah yang sedang aku hadapi. Berlari adalah caraku untuk melepaskan penat dan setress.
Aku dulu mengira kalau Gema tidak terlalu menyukai kegiatan berlari, ternyata itu adalah kegiatan yang sangat disukainya.
Iya, sama-sama berlari meskipun jenisnya berbeda.
Bagaimana mungkin hal yang sangat disukainya saja aku baru tahu hal ini? Ke mana saja aku dulu? Padahal selama ini, aku selalu merasa menjadi orang yang paling memahami Gema, ternyata sebaliknya.
Aku baru mengetahui fakta-fakta lain dari sosok yang sangat aku cintai itu. Entah, karena lama tidak bertemu sehingga banyak perubahan pada dirinya. Terlepas dari sifatnya yang humoris, ramah senyum dan rendah hati.
Aku baru menyadari bahwa banyak sekali sisi perbedaanku dan dia.
Melalui obrolan singkat tadi pagi, aku bisa menyimpulkan bahwa Gema adalah seorang ekstrovert jenis ESTP. Hal itu, cocok saat aku bagikan link padanya tentang tes tipe kepribadian dan sesuai, sedangkan aku seorang introvert jenis INFJ. Jadi, tidak heran jika aku terlihat seperti perempuan ekstrovert padahal bukan.
Eh ... bentar.
Tunggu dulu ....
Mengapa aku tidak memikirkan hal ini sebelumnya?
Jika dihubungkan dengan tipe kepribadian ini, maka permasalahanku terjawab mengapa dulu saat aku berpacaran dengan Gema sering sekali bertengkar tapi masalah itu belum pernah ada kata selesai.
Mengingat tipe INFJ selalu menghilang saat ada masalah adalah cara untuk menenangkan pikiran, sedangkan tipe ESTP cenderung mengabaikan masalah dan mencobanya untuk fokus pada hal lain. Hal ini, karena tipe ESTP merasa tidak perlu untuk menangani situasi. Dengan begitu, jika tipe INFJ dan ESTP menghadapi masalah, mereka mencoba untuk melarikan diri dari masalahnya, apalagi saat itu umurku dan umur Gema masih belia sehingga emosi belum matang.
Pantas saja, jika dulu masalah itu tidak menemukan jalan keluarnya dan berujung perpisahan serta penyesalan. Pada tahap ini, akulah yang paling menyesal karena sudah memutuskan hubungan tersebut padahal masih sayang.
Kalau dipikir-pikir lucu juga. Tak terasa ujung bibirku tertarik ke atas. Seperti biasa, aku selalu tenggelam dalam pikiranku sendiri.
Aku bergumam lalu memikirkan sesuatu lagi. Jika yang barusan aku pikirkan itu ditarik benang merahnya ... berdasarkan tipe kognitif ini bukankah aku bisa memperbaiki hubunganku dengan Gema dan bisa memulai semuanya dari awal lagi karena aku sudah memahami cara untuk mengatasi masalah tersebut?
Ya, setidaknya hubungan itu masih ada harapan untuk kembali.
***
Aku mengerjap saat suara azan Subuh membangunkanku. Rumah Nenek memang dekat dengan musola sehingga suara itu terdengar jelas sampai kamarku.
Hal utama yang aku cari saat kelopak mata ini terbuka adalah ponsel. Kemudian menekan aplikasi WhatsApp dan mencari nama 'Wong Megeli'. Ya, nomor Gema memang aku beri nama demikian karena sesuai dengan orangnya yang sangat menyebalkan.
Menyebalkan karena selalu membuat detak jantungku berdetak lebih kencang, dan panas dingin tak keruan. Astaga kini aku tertawa tidak jelas, bukan. Bukan karena aku gila tapi otakku jika harus berhubungan dengan Gema sepertinya memang sudah konslet.
Ya ampun masih pagi gini, mengapa otakku bisa sepuitis ini sih?
Atensiku beralih pada ruang obrolanku dengan Gema di WhatsApp yang masih kosong. Aku memang belum mengiriminya pesan karena aku bingung dan malu bagaimana harus memulai percakapan dengannya, sehingga aktivitas baruku adalah memantau kapan terakhir dilihatnya. Seperti sekarang, saat aku melihat yang terakhir dilihat milik Gema 2 menit yang lalu. Berarti laki-laki itu sudah bangun padahal masih petang. Kesimpulannya adalah Gema sudah melaksanakan salat Subuh.
Sepertinya jamaah salat Subuh sudah selesai, terbukti hanya keheningan dan suara teriakan Nenek yang memanggil namaku cukup terdengar nyaring di telinga.
"Iya, Nek."
Apalagi kalau aku disuruh untuk membuang sampah di trotoar jalan raya. Tenang saja karena nanti ada petugas kebersihan yang pengangkut sampah tersebut.
Rumah Nenek memang agak menjorok ke belakang sehingga harus memasuki gang kecil. Emmm, tidak kecil banget sih hanya saja seukuran satu mobil melintas.
Biasanya Nenek sendiri yang membuang sampah ini tapi entah sekarang kok tiba-tiba nyuruh aku, ya?
Pasti ada makna lain dibalik kejadian ini. Ya, kurang lebih seperti itulah tipe INFJ berpikir.
Sesampainya di dapur, ternyata Nenek sudah memasukkan sampah tersebut ke kantong plastik warna hitam sehingga aku tinggal angkut saja. Namun, sebelum aku mengambilnya, aku putuskan untuk mengikat rambutku ini dengan gaya cepol dan membiarkan beberapa helai rambut keluar sehingga tampak berantakan.
Sesekali aku menguap dan melangkah ke luar rumah dengan membawa dua kantong plastik ini. Penampilanku benar-benar terlihat seperti gembel dengan wajah yang khas orang bangun tidur.
Entah, merasakan udara Subuh malah membuat kelopak mataku seperti ingin mengatup, sehingga aku pun berjalan sambil sesekali terpejam.
Kedua tanganku yang tak seimbang, membuatku agak condong ke arah kanan. Sialnya aku malah tidak sengaja tersandung batu sehingga aku terjatuh dan menabrak plastik sampahku sendiri.
Untung saja sepi sehingga tidak ada orang yang melihat. Sedetik kemudian aku mendongak, saat melihat seseorang yang tampak aku kenali sedang melambaikan tangannya dan tersenyum kepadaku.
Oh My God.
Rasanya aku ingin menghilang saja saat sosok itu ternyata Gema yang sedang melintas di seberang jalan. Kemudian mengangkat kedua jempol tanganku ketika Gema seolah bertanya apakah aku baik-baik saja.
Astaga, aku merutuki kebodohanku sendiri saat bertemu Gema dengan kondisiku sekarang. Untung saja Gema paham dari kode yang aku berikan sehingga kembali melanjutkan kegiatan sebelumnya.
Satu fakta yang aku ketahui sekarang adalah ... jadi, selama ini Gema sering lari pagi di sini?
***
Jangan lupa meninggalkan jejak
8 Agustus 2023.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro