Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 3

Sekuat tenaga aku berusaha menetralkan diri, tak henti-hentinya memperhatikan kaki dan kedua tanganku yang bergerak sendiri.

Sungguh, aku tidak berpikiran jika harus sampai seperti ini. Badan yang panas dingin dengan degup jantung yang tak keruan, ditambah kaki beserta tangan yang bergemetar sangking gugupnya. Pesona Gema memang tak terkalahkan.

Bahkan Bella yang membantuku untuk menuliskan daftar hadir karena melihat tanganku yang sudah banjir karena keringat.

Tenang Ara, tenang.

Berulang kali, aku membacakan mantra tersebut, mencoba menghentikan rasa gemetar pada tubuh tapi yang ada jantungku malah berpacu lebih cepat, sampai-sampai aku tak kuat mencari sosok Gema yang padahal menjadi tujuan awalku untuk bersedia vaksin hari ini.

Melihat dua kursi kosong dengan segera aku menarik Bella dan duduk di sana.

"Eh, Ra. Bentar ya." Bella bangkit saat dipanggil oleh temannya.

Aku terpejam, mengembuskan napas lalu membuangnya perlahan. Kakiku tak kunjung berhenti bergemetar hingga perasaan gelisah membuatku tak nyaman. Aku pun menggigit kuku jempol lalu mengeratkan pegangan pada kulot yang kukenakan guna menghentikan kakiku yang bergemetar hebat.

Hingga terdengar kursi yang sebelumnya ditempati oleh Bella bergerak. Kurasakan sang pemilik telah kembali.

"Ya ampun, Ra. Wajahmu pucat banget." Bella memegang erat tanganku. "Minum dulu." Tanpa basa-basi, aku langsung mengambil botol yang Bella pegang dan meneguknya hingga habis. "Kau yakin mau vaksin?"

Aku hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Aku temani dulu deh. Nggak tega aku ninggalin kau di sini sendiri." Lalu mengetikkan sesuatu pada ponselnya, kemudian kembali menatapku. "Untungnya jam segini tugasku cuman jaga daftar hadir, jadi bisa di-heandle bentar sama yang lain."

"Makasih ya, Bel."

Sungguh, Bella adalah teman yang paling aku andalkan sejak dulu. Dia teman pertamaku saat menginjakkan kaki dengan predikat murid SMA.

Tiga tahun duduk sebangku menjadikan kami akrab bahkan sangat dekat. Pada pertemanan ini, kami memang tidak pernah bertengkar padahal tiga tahun selalu bersama.

Jika jenuh?

Biasanya aku mencari aktivitas lain yang tidak berhubungan dengannya. Begitu pun dengan Bella, sehingga saat rasa bosan itu perlahan pergi, kami kembali bersama.

Entah rasanya beda saat sebelumnya sudah lama tidak bertemu Bella dan sekarang bisa mengobrol lagi.

Mungkin itu menjadi salah satu alasan, mengapa Bella mementingkan diriku ketimbang tugasnya menjadi panitia vaksin sebagai tugas kampus.

Kemudian aku melirik Bella yang masih fokus pada ponselnya, lalu aku memilih untuk menatap sekitar, merasa sudah agak enakan dan mampu mengontrol diri. Tatapanku menyapu ke penjuru tempat hingga pupil mataku menemukan sosok yang sedang aku cari sedari tadi.

"Yee, ditanyain malah senyam-senyum aja."

Tepukan tangan di pundak, membuatku menoleh. "Ah, i-iya kenapa, Bel?"

"Gak jadi deh." Dia kembali fokus pada ponselnya.

Kemudian aku mencari posisi ternyaman dengan menumpangkan daguku pada kedua tangan yang bertumpuan pada botol minuman--yang aku bawa sendiri dari rumah--masih menyorot seseorang yang berada di parkiran motor.

"Gilak sih. Kenapa Tuhan nyiptain manusia sesempurna dia?"

Celetukan itu membuat Bella menoleh lalu mengikuti arah pandangku yang seolah-olah terhipnotis saat menatap seseorang tanpa berkedip.

Menemukan orang yang aku maksud, Bella berkata, "Gema?"

"Iyalah, Bel, siapa lagi cobak?"

Aku menatap Bella yang ternyata kini sedang menatapku.

Sekarang kedua tanganku menumpu pada tumit kaki saat botol minuman itu aku letakkan di bawah kursi dengan kepala agak condong ke arah Bella. Terlihat name tag-nya yang dikalungkan sebagai tanda kalau dia adalah panitia kegiatan vaksinasi hari ini.

"Menurutku, Gema itu gambaran laki-laki yang kuminta pada Tuhan, kayak ... em ... gini loh ya Allah laki-laki yang aku minta. Dia itu kayak standar laki-laki buatku, Bel. Kau pasti punya kan? Kayak mengidolakan bias K-pop kau itu."

Entah, sangking bersemangatnya membahas sosok Gema, aku refleks sampai berdiri dengan kedua tanganku yang sudah bebas menari-nari di udara.

"Eeh, suaramu kecilin ngapa, Ra. Malu dilihatin orang."

Bella yang menyadari bahwa kami menjadi pusat perhatian, dia pun langsung membekap mulutku hingga aku kembali duduk di tempat semula.

Sepertinya aku mulai melupakan fakta kalau sekarang sedang berada di tempat umum.

"Ihhh Gema emang paling ganteng tau," protesku tak terima. "Dia itu lelaki idaman banget tau, Bel," ucapku agak berlebihan dan heboh sendiri.

"Iya, iya. Gema emang lelaki paling ganteng sedunia ... tapi menurut kau aja, Ra."

Bella hanya tersenyum paksa kemudian menggeleng jahil.

Melihat Bella yang masih sibuk dengan ponsel, aku pun mencoba menatap Gema lagi di tempat sebelumnya tapi kosong.

Laki-laki itu tidak ada lagi di sana, lalu leherku memanjang mencoba mencarinya di tempat lain. Aku menoleh ke belakang saat mendapati seorang perempuan yang sedang menatapku dengan tatapan canggung, malu atau mungkin ... tidak suka?

Otakku seperti mengenal perempuan ini ... tapi siapa?

Angel.

Ah iya, dia adalah mantan Gema.

Dengan cepat, aku kembali menoleh ke arah Bella lagi dengan wajah panik.

Mataku mendelik saat tersadar jika tadi sempat membicarakan Gema. Mampus, semoga dia tidak mendengar ucapanku barusan.

***

Jujur saja, aku sangat cemburu saat mengingat bagaimana dulu Gema memperlakukan Angel ketika masa pacaran. Gema tampak sangat mencintainya. 

Mengingat hal tersebut, membuatku  gugup lagi.

Sial, jantungku kembali berdegup kencang. Aku pun mengepalkan kedua tangan saat gemetar itu kembali muncul.

Atensiku beralih saat peserta vaksin mulai maju satu per satu, membuatku kembali tersadar saat Bella memperingati.

"Eh, Ra. Disuruh ngambil formulirnya tuh buat di foto kopi. Kayaknya buat berkas tambahan deh soalnya kan kau daftarnya online."

Otakku masih memprosesnya, mengingat pikiranku masih tentang kejadian barusan, sehingga aku pun hanya mengangguk.

"Ambil aja di sono tuh yang banyak orang kerumun, nanti foto kopi aja di sebelah gedung ini."

"Oke, oke. Makasih banyak ya, Bel."

"Siap. Ya udah deh aku kayaknya disuruh tugas. Semoga berhasil ya, Ra. Gak apa-apa kan setelah ini aku tinggal sendiri?"

"Udah, jangan mikirin aku. Sana nugas, nanti nilai kau jelek aku nggak tanggung jawab."

Bella menjawab sambil tertawa. "Iya, iya." Lalu bergegas pergi memasuki sebuah ruangan, sedangkan aku menuju tempat yang Bella maksud sebelumnya.

Setelah mendapatkan formulir yang harus di foto kopi lengkap dengan KTP-nya, aku melangkah menuju tukang foto kopi. Namun, sesaat sebelum itu, aku menoleh ke belakang dan menatap kerumunan barusan berharap ada sosok Gema di sana.

Aku mengembuskan napas kecewa saat sosok yang kucari tak ada di tempat. Aku pun kembali memutuskan untuk berjalan sambil menatap kakiku yang terus melangkah tanpa memperhatikan jalan.

Jujur saja, aku capek memiliki perasaan ini. Aku capek harus memendamnya terlalu lama. Aku capek harus menunggu seolah-olah Gema akan kembali lagi ke kehidupanku seperti itu. Ya, setidaknya itulah yang aku yakini sampai sekarang.

Bertahun-tahun, aku menunggu Gema bahkan setelah putus dan dia sudah mendapatkan pengganti. Aku selalu mantau dari kejauhan.

Sesimpel dia sedang dekat dengan siapa, atau berpacaran dengan siapa. Bahkan saat aku tak mencari tahu, ada saja teman-temanku yang laporan kepadaku terkait Gema ... Gema ... dan Gema. Seolah hidupku dan seluruh tenaga bahkan pikiranku hanya ada Gema. Dia memenuhi hidupku.

Hingga suatu ketika aku mendengar bahwa Gema berpacaran dengan Angel. Salah satu temanku memberitahu bahwa Angel adalah perempuan dengan sejuta lelaki. Bisa dibilang, dia adalah pawangnya buaya.

Takut Gema akan dijadikan korban selanjutnya, dengan hati-hati aku memberitahu Gema untuk waspada. Namun karena sudah terlalu bucin, Gema masih keukeuh dengan pilihannya.

Dilihat dari postingan Gema dan status yang diperuntukkan untuk Angel, aku bisa menyimpulkan bahwa Gema sangat mencintainya.

Perlakuan itu sangat berbeda ketika masih bersamaku. Iya, aku cemburu. Sepertinya, Angel adalah mantan terindah bagi Gema.

Lamunan itu buyar saat sebuah batu menyadarkan pikiran. Aku terjatuh dan menimpa orang di depanku  sehingga menabrak punggungnya.

Ketika aku mendongak, betapa terkejut saat orang yang kini kutabrak adalah sosok yang yang sedang kucari-cari keberadaannya.

Iya, bahkan melihatnya dari belakang saja aku tahu bahwa dialah adalah Gema Pratama.

***

Jangan lupa meninggalkan jejak.

2 Agustus 2023.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro