Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

F I V E

Mora terus berlari dalam wujud lumira bersama Zhora, mengikuti ashagre yang meluncur cepat dalam lompatan. Lorong rahasia itu sebenarnya seukuran tubuh catra, tetapi tak cukup memungkinkan untuk menggunakan sayap.

Mereka terus berlari cepat melalui beberapa belokan seperti labirin. Jika saja tak ada yang memandu, mungkin Mora tak akan pernah tahu, ia akan menuju ke mana.

Lorong rahasia yang bagus. Ini bisa berguna untuk penyelamatan diri. Ashagre cukup cerdik. Lumira hanya mengandalkan ruang bawah tanah saja sebagai lubang perlindungan selama ini, batin Mora.

Klan yang ia anggap kecil ternyata tak selemah yang dia kira. Mereka jauh lebih cerdik dalam membuat strategi pertahanan dan perlindungan.

Setelah beberapa belokan, mereka memasuki sebuah lubang menganga yang merupakan pintu masuk ke ruang yang lebih besar. Mora tercengang melihat beberapa anak kecil tampak berkumpul di sana.

Ashagre yang memandu mereka menjelma kembali menjadi sosok Grea. Ia segera berbaur dengan sesamanya.

Mora dan Zhora saling pandang beberapa saat sebelum ikut beralih rupa dari wujud hewannya. Namun, kedua lumira itu hanya bisa duduk atau berjongkok karena tinggi ruangan itu ternyata lebih pendek dari tubuh mereka.

"Selamat datang di sarang utama ashagre," ujar Grea.

Mora mengerutkan kening. "Kenapa kau sangat percaya padaku, hingga menunjukkan lokasi sarang utama kalian?"

Ia diam-diam berpikir bahwa Grea sangat ceroboh. Bagaimana jika suatu saat mereka bermusuhan? Akan begitu mudah bagi lumira untuk menangkap mereka jika ada yang menjanjikan imbalan.

Grea tersenyum, menghampiri Mora dan Zhora. "Rahasiamu ada di tangan kami, kau ingat? Jika Asha atau aku membocorkan soal kesepakatan kita waktu itu pada Barrowl, apa kau pikir goowl masih akan memberi upah pada kalian untuk memburu kami?"

Mora memasang wajah masam. Ia merasa dibodohi oleh ashagre. Hanya sekejap, sebuah senyuman terukir di bibirnya.

"Ah, benar juga. Sekarang pun rahasia kalian ada padaku. Siapa menduga, ada banyak lorong rahasia di sini yang menuju ke banyak tempat. Kurasa aku bisa mempelajarinya nanti."

Grea tertawa kecil. "Tentu. Kau boleh memakainya untuk tujuan apa pun selain mengusik kediaman kami. Namun, aku tak yakin kau bisa mempelajari lorong rahasia dalam waktu yang singkat."

Mora ikut tertawa. "Aku bercanda. Melihat begitu banyaknya belokan saja tadi aku sudah merasa malas dan lelah. Lebih baik aku menghafalkan lokasi sarang kalian saja, agar aku bisa singgah kemari untuk meminta kalian menjadi pemandu saat aku kabur dari sesuatu."

"Sepakat," jawab Grea, disambut tawa Mora dan juga para ashagre lainnya.

Zhora mendadak terbatuk-batuk dan terlihat sangat lemas. Ia memegangi bagian dada. Wajahnya pun sangat pucat.

Mora buru-buru menyentuh bahu kakaknya. "Zhora, kau kenapa?"

"Sepertinya dia sakit," celetuk salah satu ashagre.

"Akha, di mana Asha?" tanya Grea padanya.

"Dia tadi pamit pergi sebentar, katanya akan segera kembali," sahut Akha.

"Itu dia!" teriak ashagre lain.

Seekor ashagre muncul dari balik pintu dan langsung menjelma menjadi sosok Asha. Ia menatap bingung saat melihat kehadiran Mora serta Zhora.

"Asha! Dia sakit!" teriak Grea menunjuk ke arah Zhora.

Asha menghampiri dan menyentuh kening Zhora. "Tubuhnya panas." Ia menoleh pada Mora. "Kau akan menggunakan kalung itu sekarang?"

Mora segera ingat pada kalung yang ia kenakan. Untunglah, Zetra tak merampas benda itu. Dia buru-buru melepas dan memberikannya pada Asha. "Ya, aku ingin menggunakannya sekarang."

Asha menerima kalung itu dan segera memakainya. "Ikut aku. Kita akan menemui Mea."

"Ambil tandu dorong!" perintah Grea.

Beberapa ashagre segera mengambil sebuah benda berbentuk seperti usungan kecil beroda empat dari kayu. Zhora bergerak lemah menaikinya sebelum menjelma ke wujud lumira.

"Grea, Mora, kalian terpaksa harus mendorongnya. Aku akan berada di posisi depan untuk menariknya," ujar Asha.

Grea dan Mora mengangguk. Mereka segera bergerak cepat, merangkak sambil mendorong tandu, meninggalkan kediaman ashagre.

***

Setelah beberapa belokan labirin, mereka menaiki tanjakan menuju permukaan. Saat keluar, Mora menyadari ia telah berada tak jauh dari air terjun.

"Mea tinggal di gua di balik itu!" teriak Asha seraya menunjuk ke arah air terjun.

Mora dibantu Grea, segera mendorong alat angkut yang membawa tubuh lumira Zhora. Ia tak peduli lagi pada keadaan dirinya yang kotor terkena tanah. Dia mengikuti Asha yang berjalan menarik tandu ke arah air terjun.

"Mea! Aku butuh bantuan!" teriak Asha ke arah air terjun.

Mereka menghentikan langkah. Mata Mora mengitari sekitar. Saat menatap aliran deras dari air terjun, ia merasa pesimis bisa menemukan tempat ini saat airnya membeku selama nera berlangsung. Dia mencoba mencari cara untuk mengenali aroma khas tempat itu.

"Kalian tunggu di sini. Aku akan menjemput Mea," ujar Asha.

Tanpa menunggu jawaban, ia langsung berlari lincah di antara batu-batu sebelum menghilang di balik air terjun. Tak lama kemudian, dia kembali muncul, lalu segera menghampiri Mora dan Grea.

Ia memegang sesuatu di tangan. Saat menyadari siapa yang ada di genggaman Asha, Mora terpaku takjub.

Meski bukan pertama kalinya ia melihat wujud mermea. Namun, baru kali ini dia bertemu Ketua Mermea secara langsung.

Seperti bentuk mermea lainnya, bertubuh seperti hunoa mini, tetapi memiliki sisik merah di sekujur tubuh. Rambut panjang ikal kemerahan milik mermea itu berayun-ayun ditiup angin.

"Kenalkan, ini Mea, Ketua Mermea," ujar Asha sembari membuka genggaman, menurunkan mermea itu ke atas tubuh lumira Zhora. "Mea, kenalkan, ini Zhora, dan itu Mora. Mereka putra dan putri dari Ketua Lumira."

Mora memberi anggukan kecil, tetapi Mea malah menundukkan kepala sambil menggerakkan lengan sedikit memutar di depan dada. Mau tak mau, Mora pun membalas dengan mengikuti gerakannya.

"Tolong kakakku," pinta Mora. "Aku akan membalas budimu. Klan Lumira tak pernah melupakan utang budi pada siapa pun."

Mea tersenyum lembut. "Jangan pikirkan itu. Klan Mermea tak pernah memikirkan balasan apa pun dari pertolongan yang kami berikan, begitu juga dengan kejahatan yang kami dapatkan."

Mora tertegun. Ia kembali merasa takjub. Pertama ashagre, kini mermea. Diam-diam dia merasa kerdil di antara kedua ras siluman terkecil di Marvania itu.

Mea segera menyentuhkan tapak tangannya ke dada Zhora sambil memejamkan mata. Mora mengawasi selama beberapa saat lamanya.

Grea dan Asha ikut menatap cemas ke arah Zhora. Meski tak saling kenal sebelumnya, mereka merasa iba melihat kondisi tubuh lumira jantan itu.

Ketua Mermea pun kemudian membuka mata sambil menarik tapak tangannya kembali dari tubuh lumira Zhora. "Dia akan baik-baik saja. Tunggu sampai ia siuman dengan sendirinya."

Ia menoleh ke arah Asha. "Untung kau datang saat aku belum menyembuhkan siapa pun hari ini. Jika tidak, aku akan terpaksa memanggil mermea lain untuk melakukannya."

Mora spontan mengernyit. "Kenapa begitu?"

"Mermea hanya bisa menyembuhkan sekali dalam sehari. Jika lebih, maka akan berbahaya untuk nyawa mereka sendiri," sahut Asha. Ia menoleh pada Mea kemudian. "Terima kasih atas bantuanmu."

"Kita teman, bukan? Kau dan klanmu sering membantu melindungi dan menjaga bayi-bayi kami. Tak perlu ada kata terima kasih di antara kita," ujar Mea lembut.

Asha tersenyum bersama Grea. Mora diam-diam merasa haru melihat persahabatan mereka. Ia ingin memiliki hubungan seperti itu. Dia tak pernah merasakan bagaimana rasanya memiliki teman selama ini.

Selain hubungan kerja sama, tak ada perasaan seperti yang ia rasakan saat melihat Mea serta Asha. Hanya ada permintaan atau imbalan di dalam kesepakatan klan Goowl dan Lumira.

"Meski kau tak memikirkan balasan atas jasamu, aku berjanji tak akan melupakan perbuatan baikmu pada kakakku," ucap Mora lirih pada Mea. "Mulai saat ini, klanku tak akan memburu ashagre dan mermea."

Mea saling pandang dengan Asha dan Grea. Mereka kompak tersenyum.

"Kita berteman."

***

Mereka telah kembali ke sarang ashagre sambil menunggu Zhora siuman. Selama penantian berlangsung, Mora mengobrol ringan dengan Grea dan Asha.

Ia pun mulai mengenal ashagre lainnya. Perlahan, dia melupakan tentang catra dan Zetra.

Namun, saat mengingat itu lagi, ia kembali murung. Grea menyentuh lengannya pelan.

"Kau masih teringat pada Ketua Catra? Apa sarang utama kalian akan baik-baik saja?" tanyanya hati-hati.

"Kuharap begitu. Sejauh ini, mereka belum bisa menemukan kediaman lumira," sahut Mora lirih. "Ibuku memantrai pohon pinera di sekitar sarang dengan segel pelindung untuk mencegah klan musuh memasuki kediaman. Hanya altragon yang bisa menembus dan membuka paksa mantra segel itu."

Asha dan Grea diam mendengarkan sambil menatap Mora takjub. Mereka kemudian menoleh cepat saat mendengar erangan lirih dari Zhora.

"Zhora, kau sudah sadar?" Mora buru-buru mendekati tandu tempat kakaknya berbaring dalam wujud lumira.

Zhora segera beralih ke wujud sosok lelaki tampan berambut ikal setengkuk dan bermata biru keunguan. Ia menatap bingung ke arah Mora. "Ada apa denganku?"

"Kau sangat lemah dan sempat tak sadarkan diri saat kami membawamu menemui Mea, Ketua Mermea. Dia yang menyembuhkanmu," ujar Mora.

"Oh, benarkah?" Wajah Zhora tampak penuh sesal. "Aku pasti merepotkan kalian."

"Hei, jangan berpikir begitu. Bukan hal yang menyusahkan dalam hal saling membantu," sahut Asha.

Zhora menatapnya bingung. Mora tersenyum mengetahui kebingungan kakaknya. Tak pernah ada bantuan gratis dalam hidup lumira, kecuali untuk sesama anggota klan dan keluarga.

"Aku akan jelaskan nanti," ucap Mora. "Kau sudah kuat berjalan?"

Zhora mengangguk. "Sepertinya begitu. Tubuhku terasa lebih segar." Ia menggerak-gerakkan tubuh dan kedua lengannya.

Mora mengangguk puas. Ia menoleh kepada Asha dan Grea. "Apa yang kalian lakukan, tak akan aku lupakan. Meski aku tak membawa apa pun sebagai hadiah untuk kalian, kuharap janjiku bisa kalian pegang. Selama aku hidup, lumira tak akan mengusik ashagre dan mermea."

Asha dan Grea mengangguk gembira. Mereka menaruh telapak tangan bertumpuk di udara. Mora segera ikut menaruh tapaknya di atas mereka.

"Sepakat!"

*** 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro