Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

5. One Night Stand

Aku tidak boleh jatuh cinta. Tidak pada the valet guy atau laki-laki manapun. Mengikuti kata hatiku untuk mengajak the valet guy ke apartemenku jelas suatu kesalahan karena kemungkinan besar aku memang sudah naksir berat padanya.

Aku tidak percaya cinta dan tidak ingin diperdaya olehnya. Cinta cuma omong kosong dan buang-buang waktu. Yang kubutuhkan hanya seks, tidak kurang dan lebih. Seharusnya aku sesuai pada prinsipku, mengajak the valet guy tidur dan besoknya kami akan berpisah.

"Mmh," Kugigit bibir saat suara desahan mulai keluar dari mulutku. Tubuhku berkhianat lebih dari yang ku kira saat the valet guy menciumi telingaku, terus turun hingga ke leher dan titik pertemuan antara leher dan bahu. Tangannya begitu lembut menyentuh setiap titik nikmat di tubuhku, sangat perhatian tidak terburu-buru membuat aku tidak ingin kehilangan kulitnya di atas tubuhku.

The valet guy akhirnya melakukan apa yang aku tuju sejak awal. Meniduriku. Dia cukup terkejut karena mengetahui fakta bahwa aku masih seorang perawan. Bahkan nyaris menghentikan segala yang tengah dia lakukan padaku dan pada saat itu aku tahu bahwa the valet guy adalah laki-laki baik. Setidaknya dia memperhatikan partnernya dan tidak menomor satukan nafsu. Tetapi tentu saja aku tidak membiarkannya berhenti dan malam itu tubuh kami membaur menjadi satu.

Aku tidak punya perbandingan soal seks karena masih perawan hingga usiaku dua puluh enam. Satu-satunya laki-laki yang pernah aku pacari adalah Evan dan itu adalah lima tahun lalu. Setelah dengan Evan aku pernah make out dengan beberapa teman kencan yang kutemui di kelab malam, tapi kemudian sesi itu akan berakhir beberapa menit setelah mereka mulai menyentuh tubuhku.

Emely sampai bertanya apa aku punya kekuatan atau semacam ilmu sihir yang bisa membuatku mampu menahan diri dan tidak melakukan seks selama itu. Emely tidak tahu kalau satu-satunya alasan kenapa aku berkali-kali mundur di tengah jalan hanya karena takut jatuh cinta kepada seseorang.

The valet guy adalah salah satu bukti bahwa aku mampu melawan ketakutanku. Tetapi juga menjadi bukti besar kalau aku menginginkannya bukan hanya karena kebutuhan seksual tapi karena secara fisik bahkan sikap dia menarik. Damn it.

Jam menunjukkan pukul setengah delapan saat aku terbangun karena terik matahari yang berhasil lolos dari celah tirai. Tangan the valet guy masih berada di atas perut telanjangku, seakan tempatnya memang berada di sana. Seketika aku ingin menangis. Jelas aku merindukan segala bentuk afeksi dari lawan jenis yang telah lama hilang dari hidupku.

Setelah Evan meninggalkanku, aku tidak melanjutkan kuliah dan memutuskan merantau dari Portland ke New York untuk mencari kerja. Aku ingin melupakan segala hal tentang Evan sehingga rela hidup terpisah jauh dari ibuku. Tetapi alasan lainnya adalah karena aku tidak ingin melihat hubungan orang tuaku yang toxic.

Menurut Ibu, mengikuti perintah suami adalah bentuk cintanya. Sedangkan aku sendiri sudah merasakan kalau menuruti kemauan laki-laki dengan alasan cinta adalah suatu kebodohan.

Aku memulai segala macam jenis pekerjaan. Mulai dari yang bayaran rendah, pekerjaan segudang bahkan yang tidak jelas sekalipun pernah ku jalani. Hingga akhirnya aku bisa magang di sebuah penerbitan kecil di pinggir kota. Saat itu tekadku adalah melupakan Evan dan menjadi kaya raya agar aku tidak merana. Bayaran atas segala kerja kerasku adalah jabatanku yang ku duduki saat ini, tentu saja. Tetapi bayaran itu juga seiring dengan kehilangan yang aku terima. Yaitu aku kehilangan waktu untuk menikmati hidupku dan juga jauh dari sebuah hubungan romansa.

Saat aku berusia dua puluh lima aku baru mulai bisa menikmati segala jerih payahku. Aku membeli sebuah apartemen tidak jauh dari kantor, sebuah mobil mewah meski harus dicicil, berbagai baju mahal yang selama ini hanya bisa kupandangi dari balik etalase toko. Aku bangga bisa membeli semuanya dengan uangku, bukan hasil dari meminta atau pemberian laki-laki. Mungkin orang-orang selalu berpikir aku adalah gadis mata duitan karena hanya tertarik pada pria kaya. Aku hanya tidak ingin memulai segalanya dari nol karena aku pun datang membawa hasil jerih payahku. Mungkin terdengar matrealis meski sebenarnya aku hanya bersikap realistis. Tapi pada akhirnya aku mengambil kesimpulan kalau selama lima tahun ini aku bahagia tanpa laki-laki manapun. Aku bisa hidup bahkan membeli apapun yang ku mau.

Tapi semalam, the valet guy menyadarkanku kalau aku kesepian. Kalau pada dasarnya aku tetap manusia yang butuh manusia lainnya untuk menjalani hidup. Kesadaran itu membuatku bangun dengan perasaan kacau balau.

Aku memunguti pakaianku yang berceceran di lantai bersatu dengan pakaian milik the valet guy. Aku tentu tidak bisa kabur atau menghindarinya saat bangun nanti seperti rencana awalku karena aku membawanya ke apartemenku. Horny membuatku tidak bisa berpikir jernih.

The valet guy menggeliat saat aku selesai merapikan sedikit bekas kegiatan panas kami semalam namun aku buru-buru berlari ke kamar mandi sebelum dirinya benar-benar bangun. Selesai mandi, aku menemukan the valet guy sudah berpakaian dan sedang berdiri di dapurku.

"Oh, morning?"

Aku mengernyit. Bukankah seharusnya dia langsung pergi? Sedang apa dia di sana?

"Bukankah tidak sopan mengabaikan orang lain yang menyapamu?"

"Bukannya tidak sopan kalau mengenakan dapur orang lain tanpa izin?" Tentu saja seorang Bethany tidak boleh kalah saat bicara, terutama dengan laki-laki. Aku harus menunjukkan bahwa kalau diriku punya power atas diriku dan tidak bisa diatur-atur olehnya atau siapapun.

The valet guy tersenyum, senyuman sialan yang membuatku terpikat padanya sejak pertemuan pertama. "Maaf, aku hanya ingin minta air minum."

Aku menyilangkan tangan di dada, "Kalau kau sudah mendapatkan yang kau mau kau boleh pergi." Aku tahu aku sangat terdengar kasar dan tidak sopan. Tapi aku benar-benar tidak mau terjebak lebih jauh lagi dengannya. Aku sudah naksir padanya bahkan sebelum dirinya menyentuhku dan seks semalam jelas-jelas salah satu hal terbaik yang pernah terjadi di hidupku.

The valet guy terlihat mengerutkan dahinya. Mungkin tersinggung atas sikap kasarku yang mengusirnya terang-terangan. Aku sudah siap kalau dia akan memakiku. Tetapi yang kutemukan adalah dia yang menghampiriku dan menyentuh lembut pipiku.

"Apa semalam aku menyakitimu?"

Pertanyaan itu seperti tombol on untuk air mataku. Tetapi sebelum the valet guy menyadarinya, aku mendorong dada bidang yang semalam menjadi tempatku bersandar dengan nyaman itu keluar dari apartemenku. Aku menutup pintu dan tidak membiarkan the valet guy bicara sepatah kata padaku.

Aku pikir the valet guy akan menekan bel dan bertahan untuk meminta penjelasan tetapi ternyata lelaki itu menyerah lebih cepat. Aku membiarkannya pergi karena memang begitulah yang seharusnya terjadi. Maka dengan itu kencan satu malamku berakhir.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro