Prolog
Aku meringis merasakan sengatan luar biasa yang terjadi di tubuhku. Tiga orang melemparkan kutukan Crusiatus padaku. Mereka tertawa puas mendengar aku menjerit. Salah satu diantara mereka adalah orang yang paling bahagia melihat penderitaanku, dia berambut pirang, dia brengsek, dan dia adalah tangan kanan langsung Voldemort.
Voldemort yang brengsek itu masih hidup. Dia menang di pertempuran paling dahsyat dalam abad ini. Voldemort dan kawanannya hampir membunuh separuh populasi warga sihir di London. Semua orang yang dia anggap hina akan mati menggenaskan dan dibiarkan menjadi bangkai di jalanan. Situasi dunia sihir sangat kacau sekarang. Tidak ada lagi harapan, hanya keputusaan yang warga rasakan. Awan selalu gelap meskipun sekarang sudah masuk musim panas.
Aku tidak bahagia menjadi korban yang masih selamat dan bernapas sampai saat ini. Tidak ada hal yang bisa aku perjuangkan untuk hidup lagi, semua hal yang aku punya sudah direnggut… tidak ada keluarga atau teman yang jadi pelindungku. Aku sendirian di dunia yang jahat ini. Dan aku bersumpah tidak suka dengan fakta itu.
“Bunuh aku!” pintaku memelas pada Draco Malfoy. Orang ini yang memohon secara langsung pada Voldemort untuk membiarkanku tetap hidup supaya dia bisa menyiksaku sebanyak yang ia mau. Dia bilang, aku ini adalah alat untuk latihan ketangguhan dia dalam menjalankan kutukan gelap.
Tubuh dan pikiranku sudah terlalu banyak tergores luka. Aku tidak mau hidup lagi. Aku tidak sudi untuk tetap hidup. Aku ingin mati. Aku benar-benar ingin mati. Aku ingin menyusul Harry, Ron, Ayah, Ibu, Molly, aku butuh mereka ada di sisiku. Aku tidak suka sendirian.
“Belum saatnya untuk permainan inti, mudblood.” katanya yang lalu berjongkok dan mengelus pelipisku yang dingin akibat kutukan yang dia berikan. “Aku belum puas melihatmu menderita.”
Kalau aku punya kekuatan dan memegang tongkat sihirku kembali, aku bersumpah untuk membunuh Draco lebih dulu sebelum aku mati. Draco-lah dalang utama kemenangan Voldemort. Karena sikap manipulasi dia, dia berhasil menjadi mata-mata di Orde Phoenix dan membocorkan hal yang paling rahasia ke Voldemort.
Memang menerima Malfoy adalah kesalahan paling besar yang pernah Harry lakukan. Dia menerima Draco karena iba melihat Draco yang mengemis dan ingin membalas dendam karena kematian orangtuanya di tangan Voldemort. Tapi kemudian Draco malah menyerahkan Harry secara tidak langsung ke Voldemort. Harry meninggal dan Voldemort menang. Seluruh anggota Orde dibantai habis, dan sialnya aku tidak masuk dalam daftar itu.
“Tolong, bunuh aku, Malfoy!” jeritku histeris.
Malfoy bangkit dan melayangkan tongkatnya kembali ke tubuhku. “Crucio!”
Tubuhku kembali mengejang hebat karena kesakitan yang luar biasa terjadi di seluruh jaringan sel tubuhku. Otakku seakan beku. Aku merasa terlampau sakit bahkan hanya untuk bernapas.
Aku pernah mendengar cerita kalau orang tua Neville menjadi gila karena terlalu lama dibawah kutukan Cruciatus, tapi kenapa aku masih belum gila juga? Kenapa aku masih tetap waras? Kenapa aku masih tetap hidup?
Tuhan, kalau kau benar-benar ada di dunia ini. Aku mohon. Kabulkan doaku untuk mencabut nyawaku sekarang juga.
Aku mengeluarkan satu titik air mata di ujung mataku dan di lantai marmer yang dingin, aku memejamkan mataku berharap agar tidak pernah bisa membuka mataku lagi. Aku ingin terlelap selamanya dan merasakan hawa bahagia lagi.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro