#5 : Permainan Akan Semakin Menyenangkan
I torture you
Take my hand through the flames
I torture you
I'm a slave to your games
I'm just a sucker for pain
I wanna chain you up
I wanna tie you down
I'm just a sucker for pain
(Sucker For Pain - Wiz Khalifa & Imagine Dragons feat. Logic,Ty Dolla $ign & X Ambassadors)
***
Draco terpaksa kembali ke rumahnya setelah dia sadar telah melupakan satu hal penting. Dia lupa mengembalikan Hermione kembali ke kandangnya, sudah cukup wanita itu mengotori tempat tidurnya selama dua hari ini. Dia harus kembali ke tempat dimana dia berada. Persetubuhan yang kemarin adalah yang terakhir mereka lakukan di kamar mewahnya, mungkin nanti malam atau besok, mereka akan melakukannya di kamar Manor yang lain. Yang jelas cukup Draco melakukan kesalahan di kamar sucinya.
Saat dia tiba di rumah, dia disambut dengan seringaian penuh kepuasan dari Dior. Dior mengantarkan Draco ke arah kolam renang Manor dan menunjukkan ada tubuh yang mengambang di permukaan air.
Mata Draco membelalak sempurna. Wanita berambut coklat yang baru saja menjadi isterinya sekarang ada di depannya, sedang merenggang nyawa.
"Pemandangan yang bagus bukan, tuan?" tanya Dior. Kalau situasinya tidak sedang kacau seperti ini, Draco akan menyetujui pendapat itu. Melihat Hermione mati adalah hal yang dia tunggu. Tapi kematian Hermione tidak boleh terjadi sekarang. Tidak boleh. Dark Lord belum mau anak itu mati.
Cepat-cepat Draco terjun ke kolam renangnya, menahan hawa dingin yang tercipta dari air yang menusuk hingga ke tulangnya. Dia mengangkat Hermione ke pinggir kolam. Dengan sekuat tenaga dia memberikan napas buatan di mulut Hermione sambil menekan dada wanita itu agar mengeluarkan cairan yang memenuhi paru-paru wanita itu.
"Ayolah, bangun." Draco kalang kabut. Dia ketakutan sekarang. Dark Lord pasti akan membunuhnya juga kalau seperti ini.
"Brengsek! Bangun kau, jalang!" geram Draco di tengah rasa frustasinya. Dia menampar pipi Hermione kencang sebagai pelampiasan rasa marahnya. Wanita ini sungguh beban. Dia hidup menjadi beban, dia mati pun menumbalkan beban. Draco sangat membenci Hermione. Sangat amat.
Sekali lagi Draco menekan kencang dada Hermione. Sekali lagi napas dari mulutnya disalurkan ke mulut Hermione. Tetap tidak ada hasil. Apa anak ini memang sudah mati? Draco meraba nadi di leher Hermione. Masih ada denyutan lemah. Oh Salazar, dia belum mati! Draco selamat.
Draco mencoba peruntungannya lagi. Dia menekan lebih kuat dada Hermione, tapi dia tidak lagi memberi napas buatan. Dia malah memberi tamparan setiap kali Hermione tak jua bangun setelah tekanan yang dia berikan. Draco panik. Dia tidak tahu Mantra apa yang berguna untuk memberi pertolongan orang yang tenggelam, dia tidak pernah tertarik dengan hal-hal semacam itu.
"BAJINGAN, BRENGSEK, JALANG! CEPATLAH KAU BANGUN, SIALAN!!!"
Dia mencengkram dagu Hermione kuat sekali. Jijik sekali dia melihat wajah itu. "Bangunlah, brengsek!" aku tidak mau ikut mati, tambahnya dalam hati. Apa yang harus dia katakan pada Dark Lord nanti? Perkataan dia pun takkan berguna, Draco sudah mengecewakan... dia akan dihukum. Dia akan dibunuh oleh tuannya. Tapi bukankah Dark Lord bilang dia sangat membanggakan Draco, bahwa Draco adalah Pelahap Maut yang paling berguna? Dark Lord takkan tega membuang anak buah istimewanya ini, bukan?
Well... tapi dia Lord Voldemort! Mana mungkin tuannya itu mengenal rasa tega. Dia manusia paling keji yang pernah Draco tahu. Dan mungkin sasaran kekejian Voldemort nanti adalah dirinya sendiri. Dia akan mati sangat mengenaskan... mukjizat kalau tubuhnya masih utuh saat mati. Dia menjadi saksi bisu bagaimana Voldemort membunuh mangsanya... sangat mengerikan. Pertama Voldemort akan membuat korbannya kesakitan, lalu mencabik-cabik tubuh orang itu dengan segala kutukan hitam, sebelum akhirnya menjadi makanan inti ularnya yang tak pernah kenal kata kenyang.
Hermione sekarang memang masih punya denyut nadi yang lemah tapi bukan tidak mungkin dia akan mati di detik selanjutnya karena pertolongan yang Draco berikan tak berhasil. Semakin frustasi Draco dibuatnya. Dia berteriak kencang sekali. Apa ini akhir hidupnya? Oh Salazar, dia belum ingin mati.
Orang yang paling Draco takuti datang berkunjung. Raut wajahnya kental dengan amukan besar. Dia melihat dengan mata yang siap menjadi pembunuh untuk kesejuta kalinya. Draco memohon ampun dan berlutut di kaki tuannya, menyembah Voldemort penuh dengan keagungan. Voldemort menepis tangan yang mencengkram betisnya, dia lempar Draco kembali ke kolam renang dan memberi Mantra agar kaki anak itu mati rasa di air dingin itu. Hingga dia kesulitan bernapas di dalam air. Hukuman itu layak mengingat apa yang Draco lakukan pada harta karunnya ini.
Voldemort mengucapkan mantra agar air yang memenuhi paru-paru Hermione bisa terangkat dan keluar. Beberapa detik kemudian, air keluar dari mulut Hermione disertai batuk yang tak terkontrol. Hermione membuka matanya, melihat sang penyelamat jiwa yang akan dengan senang hati mengambil nyawa anak itu di waktu yang tepat. "Welcome back, girl."
Voldemort kira Hermione akan ketakutan melihat wajahnya, sama seperti yang dia lihat pada pesta pernikahan kemarin. Kenyataan justru berbalik, Hermione memberikan dia tatapan mengejek, dan dengan kurang ajarnya wanita itu malah meludahi wajahnya. Emosi Voldemort tak terkontrol. Dia langsung memberi Cruciatus pada wanita tak tahu diri itu. Dia mendengar lagu penuh jeritan dari dua orang brengsek ini.
Dia tak mau bermain terlalu lama. Crucio yang dia arahkan ke Hermione cukup satu menit. Dia masih ada kebutuhan pada tubuh Hermione.
Voldemort mengarahkan tongkatnya pada perut Hermione, dia merapalkan mantra pendeteksi kehamilan tanpa suara. Mantra itu sangatlah ampuh, akurat seratus persen bahkan setelah satu detik benih itu masuk ke rahim wanita.
Senyuman lebar terukir di wajah ratanya. Dia tertawa kencang sekali. Dia akan menentang takdirnya sekali lagi. Dia akan mempermainkan takdirnya sekali lagi. Tangan dia bisa mengubah takdir... dia akan selalu menjadi penguasa bahkan atas takdirnya sendiri.
Karena sedang berbahagia, dia angkat Draco kembali ke pinggiran kolam. Dia beri mantra kehangatan pada tubuh Hermione dan Draco. Anak yang lahir dari buah benci sudah tercipta, sekarang dua insan di depannya ini bisa dia buat saling mencinta, membuat drama menyedihkan yang akan jadi tontonan segar. Lagipula anak ini harus lahir dengan selamat, dia tidak mau memerintahkan Draco bertindak keji lagi ke Hermione, demi kepentingan musuhnya yang bahkan baru berwujud benih itu.
"Hari ini kau selamat, Draco. Berterima kasihlah pada suasana hatiku yang begitu baik ini."
Draco mendongak menatap heran tuannya yang masih tertawa kencang itu. Apa benar pria ini Voldemort?
"Berani sekali kau meragukan diriku, Son. Tapi sekali lagi, aku sedang dalam suasana hati yang lumayan cukup bagus... kau bebas dari hukuman kali ini."
"Terima kasih, My Lord."
Voldemort memandang Hermione lekat, "Aku tidak mau istrimu celaka lagi, Draco. Jaga dia... bahkan kalau perlu perlakukan dia dengan kelembutan."
Mulut Draco menganga tak percaya. Dia ingin membantah dan menolak usul gila itu. Tapi dia tak punya keberanian, yang ada di otaknya hanyalah beragam rasa takut dan pasrah. Perintah tuannya harus dia jalani, suka atau tidak suka.
Sekali lagi Voldemort tertawa setelah membaca pikiran Draco. Anak ini begitu bodoh dan polos, dia sangat mudah untuk dimanfaatkan. Voldemort sungguh tak sabar untuk melihat kondisi masa depan dimana Draco sudah mencintai Hermione harus membunuh Hermione dengan tangannya sendiri demi menyelamatkan nyawanya. Voldemort mengenal jelas watak Draco, anak itu terlalu mencintai dirinya sendiri, dan kematian adalah hal yang paling dia takuti. Pasti akan sangat menyenangkan nanti. Belum lagi membayangkan Draco yang akan melihat anaknya mati di tangan rajanya sendiri. Draco akan gila dengan hal itu... Draco harus merasakan kepedihan itu. Harus.
"Kau akan kalah, bajingan!"
Voldemort berpaling ke wanita yang menjadi inang dari musuhnya. Hermione menantang dia lewat tatapan. Aura permusuhan terpampang jelas di mata itu. Oh, baiklah... Voldemort rela untuk dibenci. Dia memang harus dibenci oleh banyak orang. Dia hidup oleh kebencian bahkan sejak dia lahir. Kebencian telah menjadi kekuatan dia yang paling berharga saat ini.
"Kau wanita jalang! Beraninya kau mengatakan hal itu!" bentak Draco kencang sekali. Dia ingin menampar Hermione sekarang atas mulut lancang anak itu, tapi Draco menahan semua emosi itu dalam kepalan tangan. Perintah Voldemort adalah jangan menyakiti Hermione lagi.
"Kau bodoh, Draco. Kau sangat bodoh! Mau saja dijadikan alat oleh makhluk brengsek itu."
Voldemort tersenyum mendengar pertengkaran dua sejoli ini. Hermione yang lemah sudah punah, dia sudah kembali menjadi dirinya sendiri. Well, tak apa... mau dia menjadi dirinya sendiri, mau dia lemah, dia tetap akan mati pada akhirnya bukan? Dunia kejam ini akan selalu berpihak pada kegelapan. Dialah yang penguasa kegelapan itu.
"Brengsek! Kau benar-benar brengsek. Jalang tak tahu diri! Kau sudah diselamatkan oleh Dark Lord tapi kau malah bertingkah bajingan seperti ini! Dasar jalang sialan!"
Hermione mencoba untuk bangkit, agak kesulitan tapi dia tetap bangkit. Dia berjalan ke arah Draco yang masih duduk di lantai. Draco membulatkan matanya setelah satu tamparan meninggalkan jejak di pipi kirinya. Kencang sekali.
"Apa yang kau lakukan, brengsek!" Dia hendak membalas dengan mengarahkan tongkat sihirnya ke badan rapuh itu tapi dehaman Dark Lord menghentikannya secara langsung.
Harga dirinya jatuh sekarang. Bisa-bisanya tangan seorang rendahan seperti istrinya menampar pipinya, dan sial, dia tidak bisa membalas untuk menaikkan harga dirinya kembali. Dia hanya diam dan menerima perlakukan memalukan seperti ini.
"Kau bodoh, Draco! Dia itu orang jahat! Dia musuhmu! Dia yang membunuh orangtuamu! Bodoh sekali kau sampai terjebak dalam permainan dia!"
Tangan Draco makin terkepal kuat. Lancang sekali wanita ini. Benar-benar lancang. Draco tidak bisa menahan diri lagi. Satu tamparan mendarat di pipi Hermione, jauh lebih kencang dari apa yang dilakukan wanita itu pada pipinya karna sudah jelas dialah yang laki-laki, kekuatan dia tiga kali lebih besar dari Hermione.
"Peringatan pertama, Draco."
"Maaf, my lord."
"Kau tidak harus tunduk padanya Draco! Kau bisa membalas dendam orangtuamu pada laki-laki bajingan ini! Jangan mau terus diperbudak."
"Kau diam saja, brengsek! Kau yang bajingan! Orangtuaku tak pernah dendam dengan Dark Lord."
"Bodoh sekali!"
"Diam aku bilang! Lancang sekali kau mengatakan hal-hal ini. Kau mau mati?!"
"Aku sudah hampir merasakan kematian dan aku sadar kalau aku belum layak untuk mati. Karena aku tahu tugasku belum tuntas... dendam ku harus terbalas."
Voldemort yang setia mendengarkan kembali tertawa. Apa yang wanita lemah ini bisa lakukan padanya? Tongkat pun dia tak punya. Dia tak punya senjata apapun untuk melindungi dirinya sendiri. Lagipula bodoh sekali dia... dia mengira hanya Draco yang dijadikan alat olehnya tapi tidak... wanita ini justru alat dia yang paling berharga. Dia yang akan menjadi perantara lahirnya sang musuh utama.
"Well, selesaikan urusan rumah tangga kalian. Aku tidak mau ikut campur." katanya lalu langsung ber-apparate kembali ke singgasananya.
Tinggal Draco dan Hermione di tempat terbuka itu. Semilir angin membuat tubuh mereka kembali mendingin. Mereka saling adu tatapan, mencari siapa yang paling kuat di tempat itu. Draco tak habis pikir, kenapa wanita lemah di depannya bersikap seperti ini. Tak ada jejak kerapuhan lagi. Hermione yang sedikit liar sudah kembali.
"Kau harus membalaskan dendammu, Draco."
"Diamlah, jalang! Aku tidak punya dendam pada siapapun!"
Draco bangkit berdiri dan masuk kembali ke dalam ruangan hangat. Mungkin dia akan menahan diri untuk tidak melukai Hermione secara fisik tapi dia bisa membuat psikis anak itu terguncang. Kelembutan yang Draco tawarkan adalah itu. Jangan harap dia bisa benar-benar lembut secara harfiah pada wanita brengsek itu. Tidak. Itu tidak akan terjadi. Draco tidak mau merendahkan dirinya seperti itu, peduli setan dengan perintah Dark Lord. Salazar memerintahkan pada semua penghuni darah murni untuk perlakukan mudblood secara benar. Dia Slytherin, dia akan menuruti kemauan salah satu pendiri Hogwarts yang paling kuat itu.
***
A /N :
Makasih ya fellas udah baca... it really means a lot to me. Btw, if you all having a problem or some critical to my stories, just speak that out. Some advice can make this story better, right?
Once again thank you so much, pals.
Sorry I disappointed you all because my slowly update... but I'll try my best for the next chappie...
*kiss**hug**love*
Merci beaucoup.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro