#3 : Malam Penuh Dengan Dengki
I won't stand in your way
Let your hatred grow
And she'll scream
And she'll shout
And she'll pray
And she had a name
(Muse - Stockholm Syndrome)
***
Tidak ada kata lain yang pantas untuk menggambarkan situasi kacau ini selain kata bencana. Draco tak habis pikir dengan rencana aneh dan gila Dark Lord. Ada sesuatu yang mengganjal... Dark Lord tidak mungkin memberi perintah kalau bukan atas dasar kemasyuran. Tapi apa yang Dark Lord dapatkan setelah menikahkan dirinya dengan mudblood jalang itu?
“Draco,” panggil Dark Lord dengan suara rendahnya yang mencekam. Pesta sudah berakhir, tidak ada siapapun lagi di ruangan besar ini selain dirinya dan Dark Lord, oh dan mudblood jalang yang tergolek lemah di lantai kehabisan tenaga setelah banyak mendapat kutukan dari Dark Lord dan dirinya sendiri. Draco sedikit kesal karena anak itu belum mati juga.
“Ya, My Lord.” Draco berlutut di depan tuannya.
“Aku senang kau menyiksa istrimu. Teruslah perlakukan istrimu seperti itu. Dia tetap mudblood walau sekarang dia Malfoy dan dia pantas mendapat perlakuan itu.”
“Tentu saja, My Lord.”
“Tapi jangan siksa dia sampai mati. Aku tidak mau dia mati dulu, masih ada hal penting yang aku butuhkan dari dirinya.”
Draco mendongak melihat mata Dark Lord yang penuh dengan ambisi. Draco sangat penasaran dengan maksud dari tugas ini tapi dia mengurungkan niatnya untuk bertanya, dia tidak mau mendapat hukuman dari tuannya lagi.
“Sekali lagi aku ingatkan, kau tidak boleh jatuh cinta dengannya. Kau hanya boleh berhubungan badan tanpa suatu perasaan apapun, Draco.”
Aku pasti bakal jijik dan kotor setelah melakukan tugas ini, desis Draco dalam hatinya.
“Kau adalah pengikutku yang paling berharga.” puji Dark Lord membuat Draco bangga. Jarang sekali tuannya ini memberi sanjungan pada para Pelahap Maut lainnya tapi dengan Draco, kata itu sering digaungkan. Draco merasa begitu hebat.
“Aku percaya kau dapat menyelesaikan tugas ini.”
Pikiran Draco kembali menari liar. Jadi tugas ini punya batas waktu? Oh, baguslah kalau begitu… Draco akan mencari tahu hal itu sendiri. Dia bersumpah akan secepatnya menyelesaikan tugas ini. Lalu, dia akan membuat mudblood itu lenyap dari dunia sehingga dia akan terhindar dari tugas semacam ini lagi.
Dark Lord tertawa kencang. “Aku suka sekali pemikiranmu itu. Kalau kau sudah mencapai apa yang aku mau, kau bisa bebas membunuhnya, Draco. Dan lakukan itu di depanku. Aku senang melihat pembunuhan.”
“Baik, My Lord.”
“Haruskah kita membuat Sumpah Tak Terlanggar? Hanya untuk berjaga-jaga saja kalau kau sedikit terpeleset dan kehilangan akal karena terlalu lama bersama mudblood.”
“Aku bersumpah akan setia padamu, My Lord.”
“Sumpah dari mulut itu mudah untuk dilupakan, son. Aku mau Sumpah Tak Terlanggar.”
Baiklah… apa susahnya membuat sumpah itu?
Draco bangkit berdiri, mengulurkan tangannya yang ada tanda kegelapan. Dark Lord menerima tangan itu sambil tertawa lalu menyandingkan tangannya di samping Draco. Tangan satunya memegang tongkat dan mengucapkan mantra agar perjanjian ini mengikat sampai mati. Draco bersumpah di dalam janji itu bahwa dia akan setia sampai mati pada Dark Lord dan dia bersedia dengan senang hati membunuh mudblood itu dengan tangannya sendiri.
“Menarik… sangat menarik. Aku tak sabar untuk pertunjukan menyedihkan nanti.”
Pertunjukan menyedihkan? Apalagi ini? Tapi, sekali lagi Draco harus bersabar menunggu jawaban tepatnya. Well, setidaknya ada satu hal yang sangat menarik dari tugas ini… tugas ini penuh dengan teka-teki dan Draco cinta dengan suatu hal bernama misteri.
***
Draco memandang gadis yang terlentang di kasurnya dengan tajam. Mudblood itu masih tertidur, sesekali dia mengiggau menyebut nama Pothead atau Weaselbay, tapi dia lebih sering menyebutkan kalimat bunuh aku aku di tidurnya. Menarik sekali, permintaan itu bisa Draco kabulkan detik ini juga kalau saja Dark Lord sudah mencapai motif tersembunyinya.
Sudah tiga jam mudblood itu tidur di kasurnya, selama itu juga Draco menunggu dan menyiapkan mentalnya untuk menjalankan perintah langsung tuannya. Demi Salazar, tubuh mudblood itu sudah tidak dilengkapi pakaian sedaritadi tapi Draco belum juga merasakan dorongan kuat untuk mengecap tubuh itu. Dia bahkan tidak bisa keras untuk wanita yang tergolek tak berdaya itu.
Oke, Draco akui memang wanita yang sialnya sudah resmi menjadi istrinya ini mempunyai tubuh yang bagus. Tubuhnya bahkan lebih bagus dari gadis gadis jalang yang sudah lihai memuaskan hasratnya. Pansy dan Astoria bahkan kalah jauh soal kemolekan tubuh. Tapi badan bagus tidak cukup untuk Draco, Draco butuh orang yang bersih dan layak berdiri di tanah sihir. Mudblood ini tidak memenuhi kualifikasi. Hasratnya tidak bisa timbul karena lebih banyak rasa benci yang hadir di hatinya setiap memandang Hermione.
Draco menghela napas, dia bangkit kembali dari sofa dan duduk di pinggiran kasurnya. Tangannya dia paksakan untuk mengelus tangan istrinya
, yang entah bagaimana terasa sangat halus walau penuh dengan goresan.
Oh, baiklah. Dia seorang laki-laki, tugas ini harusnya bagus untuk memenuhi kebutuhan hasrat dia yang tak pernah terbendung. Dia bisa memejamkan matanya selama mereka berhubungan dan menganggap wanita di bawahnya adalah satu sosok asing yang sering dia pakai untuk kencan satu malam. Well, itu tidak begitu sulit.
Draco baru saja membuka atasannya, si mudblood tiba-tiba terbangun dan terkejut. Dia berteriak histeris sambil menutupi badannya yang sangat polos.
“Malfoy, tolong… Jangan…” isaknya yang masih kerepotan menutupi bagian tubuhnya dengan dua telapak tangan mungil.
Draco tak peduli. Dia tetap melanjutkan aksinya menanggalkan setiap pakaian yang melekat di tubuhnya. Hermione langsung membuang mukanya melihat tubuh Draco. Draco tidak mau ada banyak keributan selama proses yang memakan harga dirinya ini berlangsung.
“Petrificus Totalus.” tubuh yang menggeliat itu seketika menjadi sekaku batu. Teriakan Hermione semakin menjadi, dengan penuh iba dia memohon agar Draco tidak menyentuhnya. Jenuh dan kesal bercampur, Draco akhirnya membuat suara itu lenyap dengan mantra Silencio.
“Kau kira aku suka berbuat seperti ini? Ini kemauan Dark Lord. Aku harus memenuhinya. Tapi asal kau tahu saja, aku tak sudi menyentuh tubuhmu. Aku bahkan tidak mengeras selama tiga jam melihat tubuh telanjangmu. Kau sama sekali tidak menarik, mudblood.”
Draco mencari kenikmatan dulu sendiri sebelum melakukan kegiatan intinya. Hell, ini benar-benar memalukan. Butuh lima belas menit hingga akhirnya dia benar-benar siap.
Draco mengarahkan tongkat sihirnya ke kaki Hermione agar secara paksa kaki itu bisa terbuka lebih lebar. Hal tersebut pasti sangat menyakitkan untuk istrinya itu tapi peduli setan, Draco terlalu marah untuk bersikap sopan sekarang.
Tanpa pemanasan lebih dulu, dia menjalankan aksinya dengan menghubungkan dua badan menjadi satu kesatuan yang memiliki suatu ritme. Sialnya, istrinya ini ternyata masih terlalu polos. Dia seorang perawan. Brengsek sekali, merepotkan sekali. Ini pertama kalinya dia merasakan kehangatan wanita yang masih suci, memang ada sebagian dari hasratnya yang menyukai bagian ini tapi demi Salazar dia lebih condong ke arah kesal dan marah. Kalau saja Hermione bukan perawan pasti perhubungan mereka akan selesai dengan cepat tanpa terlalu banyak kendala.
Draco mencoba mengabaikan fakta menyebalkan itu. Dia tetap bergerak dengan tempo yang semakin cepat. Sampai dia mencapai titik yang agung, dia baru akan berhenti. Dia tidak peduli lagi pada apapun, dia hanya ingin pelepasannya cepat terjadi. Tak lama kemudian, dia selesai.
Melelahkan dan menjijikan.
“Scourgify.” Dia membersihkan dirinya sendiri dari jejak-jejak hubungan penuh dengan kebencian itu.
“Maafkan aku, Father. Aku telah mencoreng nama Malfoy tapi ini demi tugas. Dark Lord sendiri yang memintanya.” kata Draco menengadah ke atas seolah ada wajah ayahnya di tempat itu.
Setelah dia kembali memakai bajunya, dia melirik tubuh yang masih kaku itu. Dia tersenyum miring dan kembali mendekat.
“Bagaimana Granger rasanya pengalaman pertamamu?” tanyanya yang dijawab penuh amarah dan tangisan oleh Hermione yang untungnya masih ada di bawah mantra peredam suara.
Jari-jari Draco mencengkram erat dagu istrinya, “Kau itu harusnya berterima kasih padaku, brengsek.”
Tanda kegelapan di tangannya memanas, Dark Lord memanggilnya. “Cukup bermainnya untuk hari ini. Mantra itu akan aku beri kontra kutukan nya setelah aku pulang, itu bisa saja beberapa jam lagi atau mungkin beberapa hari lagi. Well, nikmatilah kutukan itu selagi aku tak ada. Tenang saja, kau belum akan mati, mudblood. Aku akan menjamin asupan makanan untukmu tapi kutukan itu harus tetap melekat di tubuhmu sampai aku puas. Mengerti, jalang?”
Tanda kegelapan milik Draco berdenyut semakin kencang. Dark Lord membutuhkan bantuannya. Mungkin saja tuannya itu punya tugas yang lebih berarti daripada harus tidur dengan seorang mudblood.
***
Voldemort tertawa penuh kemenangan begitu dia masuk ke dalam pikiran Draco untuk mencari tahu apakah Draco menjalankan tugasnya atau tidak. Well, ternyata hasilnya sangat memuaskan. Hubungan yang seperti ini pasti akan menimbulkan buah kebencian. Dia sungguh tak sabar agar benih Draco segera hadir di rahim wanita itu, dia ingin menyaksikan pertumbuhan calon bayi tersebut, dan di tangisan pertama setelah anak itu lahir, dia ingin membunuh bayi tak berdosa itu dengan caranya sendiri.
“Draco, my son… Kau tak pernah gagal memuaskanku. Aku suka bagaimana kau melakukan hal tersebut pada istrimu itu. Aku mau kau harus melakukannya seperti itu… tingkatkan lagi rasa bencimu semakin dalam pada istrimu itu, son.”
“Baik, My Lord.”
“Pesanku cuma satu, kau tahu dengan baik apa hal itu.”
“Tidak boleh mencintai mudblood.”
“Ya… cinta itu tidak eksis apalagi dengan orang yang tidak sekasta dengan kaum kita, bukan begitu?”
“Ya, My Lord.”
“Sebagai hadiah… hari ini kau bebas tugas… kau boleh pergi kencan untuk memulihkan dirimu yang telah menjamah mudblood itu. Bersihkan dirimu, nak.”
“Terima kasih sekali lagi, My Lord.”
Setelah Draco menghilang, Voldemort memanggil Nagini-nya. Ular itu menggeliat di kakinya agak lama sebelum naik merayap ke singgasana miliknya dan mengelus pipi Voldemort dengan lidahnya.
“Ya, benar, Nagini. Aku tidak pernah dikalahkan.”
Voldemort mendengar Nagini mendesis mengeluarkan opininya. Nagini bilang dia ragu akan kesetiaan Draco.
“Tenang saja. Masalah itu sudah aku urus. Kalau dia membangkang dan berkhianat, dia akan mati dan dia harus menepati janjinya sebelum mati, yaitu membunuh istrinya. Bukankah itu menyenangkan?”
Nagini kembali berdesis. Voldemort tertawa penuh kepuasan. “Ya, benar hidup mereka memang menyedihkan. Dan membuang Draco memang sudah menjadi rencanaku sejak dulu, sayangku. Dia dan sikap angkuhnya itu kadang menyebalkan tapi aku terus menahannya karena kau tahu apa? Dia berharga dan dia sangat membantu. Setelah urusan ini, aku sangat berharap dia bisa jatuh cinta dengan si mudblood itu dan akhirnya mereka semua mati. Tinggalah aku sebagai penguasa tunggal tanpa ada penghalang.”
Nagini sekarang duduk di pangkuannya. Mereka masih terus berbicara dalam bahasa ular. Nagini memang teman obrol yang paling baik. Dia tidak seperti manusia yang lemah, dia penuh dengan akal yang licik dan tubuh yang sangat haus oleh mayat. Nagini adalah bagian belahan jiwanya yang paling dia sayangi.
“Ya, biarkan benci itu tumbuh menjadi cinta. Aku sudah memberi peringatan padanya untuk tak jatuh cinta pada wanita itu dan salahnya sendiri jika dia jatuh dalam perangkap. Itu membuktikan kalau mental dia itu lemah. Mungkin akan aku beri dia ujian untuk melihat seberapa tangguhnya dia pada mudblood itu. Oh, tapi sungguh aku tak sabar melihat bayi mereka.”
Voldemort diam-diam sudah memberi mantra kesuburan pada si mudblood. Biasanya mantra itu sangat ampuh dalam sekali coba. Well, kalau percobaan pertama belum berhasil, dia bisa menunda dulu membuat Draco jatuh cinta pada mudblood itu. Pokoknya dia ingin anak itu dibuahi oleh kebencian lebih dulu. Setelah anak itu sudah terbukti terbentuk, baru dia akan bermain-main dengan hal konyol yang manusia bilang cinta.
Voldemort tertawa sekali lagi. Hidup seseorang akan sangat lucu jika ditinjau dari sudut pandangnya, sang penghenti kehidupan. Well, senang rasanya menjadi penguasa atas kegelapan dan penderitaan, bukan?
***
A/N :
Wkwk. Makin absurd ya?
Sumpah ide yang sumpah tak Terlanggar itu muncul gitu aja pas lagi ngetik dan nggak ada sama sekali di outline (kayaknya ini gara gara efek ketagihan sama Goblin deh kayaknya wkwk). Jadi kayaknya harus rombak outline karena variabel yang tak terduga ini. Entahlah, endingnya mungkin juga bakal berubah dari rencana awal, biar waktu dan ide yang menjawabnya.
Makasih udah baca btw, aku padamu pokoknya lah 😘😘😘. Kasih respons nya ya kalau berkenan… supaya aku nggak stuck… haha.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro