Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

#19. Detakmu, Detakku

I promise I'm not trying to make your life harder
Or return to where we were

(White Flags by Dido)

***

Di kamus kehidupanku rasanya bahagia sulit sekali untuk ditemukan. Terlalu banyak hal yang begitu menyedihkan terjadi. Peperangan, perjuangan, kehilangan, semua hal itu menumpuk begitu tinggi di skema kehidupanku, membuat kebahagiaanku menjadi terletak di posisi paling bawah. Bahkan sampai sekarang, letak kebahagiaanku masih ada di posisi terbawah karena tekanan dari ketakutan yang begitu mendominasi.

Saat ini aku tidak takut dengan peperangan. Aku tidak takut dengan Voldemort. Mereka tidak pantas untuk menjadi bagian dari hal yang membuat mentalitas terjun ke bawah. Mereka bukanlah sumber ketakutan, justru mereka adalah sumber keberanianku. Aku tidak takut menghadapi mereka, aku bahkan berani membunuh mereka detik ini juga.

Sebelum hal utama itu terjadi, ada hal penting yang harus aku lakukan. Inilah yang membuatku lemas dan menggigil ketakutan. Aku mempertaruhkan nyawa orang yang aku cintai, orang yang berstatus sebagai suamiku, orang yang sudah menjadi belahan dari jiwaku, orang yang sudah memberikan harapan pada kegelapan, dan tentu saja yang paling penting untuk membawa Scorpius menjadi nyata. Draco Malfoy. Berawal dari musuh, dan berubah menjadi cinta yang tak termatikan bahkan oleh waktu yang sangat kejam.

“Apa kau sudah siap?”

Draco sudah ada dalam posisi terlentang. Hanya ada selimut putih tipis yang menutupi tubuh polosnya dari area pinggang sampai kaki.

“Ya. Lakukanlah Hermione.”

Tanganku gemetar. Tangisanku keluar. Belum pernah aku merasa begitu tidak percaya diri mempraktekkan mantra baru. Aku takut mantraku tidak sempurna. Aku takut mantraku malah akan membunuh Draco.

“Shhh… Jangan menangis. Semuanya pasti akan baik-baik saja.” Tangan Draco pun membersihkan jejak airmata yang mengalir di pipiku, tapi bukannya membuatku tangisanku terhenti, sentuhan lembut Draco malah membuat tangisku semakin menjadi. Aku takut jika ini terakhir kalinya aku merasakan kelembutan itu. Aku belum siap untuk menghadapi situasi terburuk.

“Aku takut, Draco.” Akuku jujur.

“Kau adalah Ms. Know It All. Ke mana rasa percaya dirimu? Kau adalah penyihir terpintar dalam abad ini, bukan? Aku yakin padamu. Aku yakin sepenuhnya. Aku percaya padamu, Hermione.”

“Tapi aku takut gagal, Draco. Ini bukan ujian yang kalau gagal aku bisa memperbaiki kesalahanku. Ini berbicara tentang kehidupan, Draco… kehidupanmu. Kalau aku salah langkah, maka—” Aku tidak bisa melanjutkannya lagi, karena getaran pada tubuhku semakin hebat. Aku terguncang bahkan sebelum ritual dilakukan, entah apa jadinya kalau situasi yang tidak aku inginkan terjadi. Aku tidak tahu lagi.

Draco terduduk dari posisi tidurnya dan memilih untuk mengeratkan tubuhnya pada tubuhku yang masih bergetar oleh tangisan. Pelukan itu sedikit ampuh. “Hermione. Sshhh… tenanglah. Aku percaya padamu.”

“Tapi—”

“Kalau dari awal kau sudah memperkirakan hal negatif maka hal negatif yang akan menjadi jawabanmu pada akhirnya, tapi ketika kau dari awal sudah bersikap positif maka keberuntungan akan berpihak padamu, Hermione. Yakinlah pada dirimu, seperti aku yang mempercayaimu lebih dari apapun.”

Aku memproses kata-kata Draco itu. Memang benar apa yang dia bilang, aku terlalu pesimis. Dan aku tahu dengan jelas bahwa pesimis dan kemenangan tidak akan pernah bisa ada di posisi sejajar. Jadi, aku pun mencoba menarik napasku dalam-dalam berusaha untuk menenangkan diri. Draco terus berbisik kata-kata positif di telingaku dan itu membuat rasa percaya diriku menebal.

Baiklah. Aku siap.

Aku menarik tubuh dari pelukan hangat Draco. Kami saling tatap tapi bukan lagi dengan pandangan menyedihkan, melainkan saling menguatkan.

Draco pun mengecup sekilas bibirku sebelum kembali ke posisi tertidurnya. “Aku percaya padamu.” Kalimat yang Draco ucapkan itu tidak bersuara, tapi dengungnya di hati dan pikiranku kuat sekali. Aku menjadi semakin percaya diri dan yakin bahwa semua hal pasti akan baik, seperti yang seharusnya.

Aku  langsung mengarahkan tongkat sihirku ke mata Draco untuk membuat dia terlelap, teknik yang sama dengan yang dilakukan pada dokter muggle untuk memulai proses operasi pada pasiennya. Seperti anestasi, yang semoga saja membuat Draco terlelap tanpa merasakan kesakitan.

Keringat dingin kembali menjalar di sekujur tubuhku tapi aku berusaha tetap berdiri tegak dan kuat. Ini semua demi keselamatan keluargaku dan keluarga penyihir lainnya. Ini harus berhasil. Percobaan ini tidak mengenal adanya kegagalan karena aku, Hermione Malfoy, tidak mengenal kekalahan kalau sudah berbicara tentang keilmuan.

Aku menarik napas dalam-dalam sekali lagi dan mulai menyorotkan tongkat sihirku dari atas kepala Draco hingga perlahan turun ke bawah. Proses pertama lancar, tidak ada kendala, tidak ada jerit kesakitan … karena memang aku belum mengucapkan mantranya.

Tadi aku hanya berlatih karena kalau tanganku goyang sedikit saja, maka mantra itu takkan berhasil. Mantra ini hanya bisa berhasil jika dilakukan tegak lurus dengan badan pasien. Dan sebagai catatan, itu masih Mantra pertama, karena setidaknya ada lima Mantra yang harus aku lakukan jika ingin sepenuhnya ikatan sumpah tak terlanggar bisa terputus.

Aku kembali mengarahkan tongkat ke ujung kepala Draco dan berusaha sangat fokus sekali untuk menyebutkan mantra yang sedikit sulit karena mencampurkan setidaknya empat bahasa berbeda dalam satu mantra, Latin, Prancis, Rusia, dan Yunani. Dan sekali lagi ini baru Mantra pertama.

Ketika tongkatku mencapai jantung Draco, aku bisa merasakan napas Draco menjadi tidak teratur. Dadanya turun naik kencang sekali. Begitu turun menuju perut, aku bisa melihat perut rata Draco semakin mengencang tanda bahwa situasi di sana pun sangat buruk. Yang terparah adalah saat tongkatku menuju area intim Draco. Dia menjerit kesakitan, tubuhnya berontak dan menghentak ke samping kanan dan kiri.

“Tidak… Tidak… Jangan bergerak.” pintaku memelas tapi tidak ada hasilnya. Lima detik kemudian, tubuh Draco sudah kaku dengan napas yang terhenti. Ini baru Mantra pertama dan aku sudah gagal.

Aku terjatuh duduk di lantai, menangisi kebodohanku yang sudah membuat detak jantung Draco berhenti bahkan hanya di Mantra pertama.

Tapi tunggu dulu…
Detak jantung!
Aku harus memeriksa tanda vital itu dulu sebelum berkonklusi hal buruk itu.

Aku pun kembali bangkit dan langsung menjatuhkan kepalaku tepat di atas jantung Draco, yang secara ajaib masih berdetak walau detakan ini berirama sangat menyakitkan, terlalu cepat untuk manusia normal. Seperti memohon untuk keluar dari tubuh Draco. Aku tahu itu pasti menyakitkan.

Tidak ada waktu lama untuk merasa cemas, karena aku harus langsung mempraktekkan Mantra kedua sebelum lima menit dari mantra pertama. Sialnya, gara-gara sikap pesimisku di awal tadi membuat lima menit terbuang sia-sia. Jadi aku tidak bisa melakukan latihan dulu seperti yang aku lakukan tadi di Mantra pertama.

Tarik napas. Buang napas. Lakukan.
Tongkatku pun mengarah ke jantung Draco yang detakannya memprihatinkan itu. Lalu mantra beku pun aku ucapkan. Seketika itu seluruh tubuh Draco yang bahkan awalnya sudah pucat, menjadi semakin pucat. Karena jantung sebagai pusat peredaran darah aku bekukan, maka aliran darah di sekujur tubuh Draco pun ikut terhenti.

Mantra ini harus berjalan selama tiga puluh detik. Jika satu detik saja aku terlalu lama, maka habislah Draco akan membeku dalam kematian. Jika terlalu cepat pun, maka efek yang ditimbulkan tetap saja sama. Semuanya harus sesuai ketepatan.

Biasanya orang akan selalu menyepelekan detik, karena satu detik tidak akan punya pengaruh apa pun pada manusia yang hidupnya normal dan tidak sedang berjuang melawan  kematian. Tapi bagiku dan Draco, satu detik mempunyai harga yang sangat mahal.

Tiga puluh detik berjalan terlalu lama, dan terlalu menakutkan.

22

23

24

25

Tongkatku sudah siap pada tempatnya.

27

28

29

30

Seketika itu aku langsung merapalkan mantra panas untuk mencairkan kebekuan yang terjadi dari dalam tubuh Draco. Karena perubahan suhu yang sangat amat ekstrem, tubuh Draco langsung mengejang. Keringat dingin keluar dari pori-pori kulitnya, dan tanpa peringatan … Draco menyemburkan muntahan yang berisi air kecoklatan. Muntahan Draco sedikit mengenai pergelangan tanganku, tapi aku sama sekali tidak jijik. Aku justru sangat beruntung karena Draco masih bisa bereaksi, berarti mantraku tidak salah.

Baiklah. Sekarang waktunya mantra keempat. Aku menekan ujung tingkat sihirku tepat di pusat perut kencang Draco. Dengan suara lantang, aku ucapkan mantranya. Mantra itu berguna untuk menstabilkan suhu tubuh Draco yang tadi terkena perubahan suhu ekstrem. Ini mantra tidak berefek, malah sangat membantu.

Setelah mantra keempat, aku harus membiarkan tubuh Draco beristirahat selama satu jam. Dan mungkin sesi istirahat ini berguna juga untukku. Tenaga dan pikiranku terkuras begitu hebat, belum lagi perutku yang tiba-tiba saja menuntut makanan. Scorpius pasti sedang kelaparan.

Satu jam berlalu, Scorpius sudah mendapat asupan, dan sekarang giliran ayahnya yang harus aku urus.

Wajah Draco dalam tidurnya ini begitu tenang. Tanganku menyapu lembut pipi Draco yang sedikit ditumbuhi rambut halus. Dia persis seperti malaikat. Dia malaikatku.

“Aku akan menyelamatkanmu, Draco. Aku janji.” bisikku pada telinganya. Aku lalu menempelkan bibirku pada bibirnya yang terasa begitu kaku. Tangisku tak dapat aku bendung, tetes air mataku turun persis di atas bibir Draco.

Oh, seandainya ini adalah negeri dongeng dimana tetesan air mata bisa menyembuhkan kutukan. Aku yakin, Draco sudah lebih dari sekedar sehat sekarang karena air mataku sudah banyak sekali turun untuk dia.

“Aku mencintaimu.”

Dan terima kasih karena sudah mencintaiku.

Ini mantra terakhir. Aku harus kuat. Aku pasti bisa. Setelah ini, Draco akan bangun dan langsung menjatuhkan pelukannya padaku. Dan bersama-sama kita akan menjadi orangtua yang paling bahagia karena memiliki Scorpius.

“Oke, aku siap.” Mantra pun aku sebutkan. Mantra ini adalah sihir hitam yang sangat kuat, efeknya begitu mengerikan. Dan tidak semua jenis tubuh bisa selamat dari mantra ini karena dia pemilih. Hanya jiwa kuat yang bisa menaklukkan mantra ini. Aku yakin Draco satu di antara orang yang memiliki jiwa kuat itu.

Aku harus menyebutkan  Mantra itu selama satu menit tanpa jeda sekali pun. Semuanya berjalan lancar di detik awal, tapi dua puluh detik menjelang akhir … situasi mengerikan yang tak pernah aku harapkan terjadi. Tubuh Draco berguncang hebat dan banyak sekali darah yang keluar dari hidung Draco. Aku ingin menghentikan aliran darah  itu, demi Tuhan, Draco bisa kehabisan darah!

Sayangnya, mulutku tidak bisa melakukan itu. Aku harus tetap fokus pada mantra utama. Sial, aku tidak tahu efeknya bisa seperti ini. Gilanya, sepuluh detik kemudian bukan hanya dari hidung tapi nadi Draco yang mengencang menahan kesakitan pun ikut mengeluarkan darah. Darah dimana-mana, dan aku tidak bisa menghentikannya.

Akhirnya mantra utama selesai aku sebut, aku pun buru-buru berusaha menutup luka Draco sehingga darah bisa berhenti mengalir. Tapi sialnya tidak ada satu mantra pun yang bisa diajak bekerja sama. Darah Draco malah semakin banyak keluar.

Aku frustasi. Aku hilang akal. Aku nyaris gila. Bagaimana aku bisa mengatasi kekacauan ini?

Draco bisa kehilangan darah!
Draco bisa meninggal karena kehilangan darah!
Oh, Merlin … Aku tak bisa menopang berat tubuhku lagi, kakiku terlalu lemas menghadapi kenyataan ini. Aku tidak tahu harus bagaimana, aku kacau.

Lima menit sudah berlalu, darah Draco tetap mengalir deras sama derasnya seperti tangisan piluku.

“Draco, maafkan aku.”

Aku merasa begitu bersalah. Ini semua terjadi karena kesalahanku. Aku mengacaukan segala hal. Aku memang pembawa sial. Setiap orang yang mengasihiku pasti akan berakhir begitu tragis. Bahkan mungkin saja, dampak sialku juga berlaku untuk Scorpius. Ada baiknya mungkin setelah lahir, dia aku titipkan ke orang lain. Aku tidak mau Scorpius berakhir tragis seperti orang lain yang aku cintai. Tidak … dia harus tetap hidup dan bahagia, meski tanpa ada aku di sampingnya.

Lima menit kemudian. Tubuh Draco sudah tidak mengejang lagi.  Darah pun tidak ada lagi yang keluar dari tubuhnya. Tapi hal buruk terjadi … Detak jantung Draco sudah tak terdeteksi. Draco sudah……

Aku memeluk tubuh kaku Draco sambil menangis seperti orang gila. Aku belum siap untuk kembali sendiri.

“Draco. Aku mohon. Bangunlah. Aku butuh dirimu.” Tak ada respons.

“Scorpius juga membutuhkanmu. Kau bisa pegang perutku, ” Aku mengarahkan tangannya ke perutku berharap tendangan kencang Scorpius bisa membawa Draco keluar dari kematian. Tapi hasilnya nihil. Detak jantung Draco tetap diam, tak mau lagi berbicara.

“Jangan tinggalkan aku, Draco. Tolong jangan pergi.”

Draco pergi dan semuanya adalah karena kesalahanku.

***
Sad ending??? Mmmmmmmm… baca terus aja ya biar tau kelanjutannya. Karena hari ini aku pos 3 Chapter!!! Yeayyyy. Jadi please jangan berhenti baca sampai di sini. Oke oke?

Chapter selanjutnya nanti sore atau siang bakal aku Update 😊😊😊

Dan tolong di comment ya cerita aku. Berasa bisu banget cerita ini karena yang ngasih pendapat cuma dikit banget 😢😢. Makanya kadang aku malas ngetik. Berasa kayak ceritanya nggak ada yang menanti untuk dilanjut wkwk.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro