#17. Mengunjungi Teman Lama
And if you stay I would even wait all night
Or until my heart explodes.
How long?
'Til we find our way in the dark and out of harm
You can run away with me anytime you want
(Summertime by MCR)
***
Draco tahu kesalahannya sudah sangat menggunung, dan jujur saja dia merasa buruk mengingat sikap jahatnya dulu. Mungkin semua itu karena gen turunan dari ayahnya. Dan memikirkan sebentar lagi dia akan punya anak, ketakutan besar timbul dalam hatinya. Dia tidak mau anaknya mewarisi sikap buruknya di masa lalu, dia tidak sudi. Anaknya terlalu berharga untuk menjadi orang jahat. Draco bersumpah dia akan merawat anaknya hingga menjadi manusia yang berguna dan layak dihormati, bukan layak untuk dibenci—seperti dirinya.
Untuk itulah, setelah Hermione mengajaknya tinggal sementara di The Burrow sebagai tempat persembunyian mereka, satu ide terlintas di benak Draco. Dia ingin berubah menjadi baik, dan semua itu harus dimulai dengan permohonan maaf.
Hermione belum tahu rencananya hingga sampailah mereka ke Godric Hallow, dimana banyak makam penyihir-penyihir hebat yang terkubur di sana. Dan Draco tidak malu untuk kali ini bilang bahwa Harry Potter dan Ron Weasley telah masuk dalam jajaran para penyihir hebat itu.
Dulu Draco selalu bilang mereka menyedihkan, bukan? Harry selalu dia ejek sebagai manusia sok yang hanya tenar karena orangtua dan bekas luka anehnya. Ron selalu dia hina karena punya keluarga super banyak yang tak seimbang dengan pemasukan keluarganya. Sekarang, Draco pikir, dialah manusia sok dan dialah manusia yang paling miskin di dunia.
Setidaknya Harry dan Ron masih memiliki banyak hal yang mereka cintai dan banyak pula orang yang mencintai mereka. Sedangkan Draco? Kalau dia tidak bertemu Hermione, dia tidak akan pernah tahu bahwa cinta adalah hal yang paling membahagiakan di dunia.
“Oh, Draco!” Hermione menjatuhkan kepalanya di pelukan Draco dan menangis kencang sekali setelah sampai tepat di depan makam Harry dan Ron.
Draco mengelus punggung Hermione mencoba menenangkan. Dia benci membuat Hermione sedih, dan dia lebih benci lagi kalau penyebab Hermione sesedih ini adalah karena dirinya. Dia turut andil merenggut sahabat terbaik Hermione, dialah yang membuat Hermione tersiksa. Sungguh dia benci dengan fakta ini.
“Maafkan aku,” bisiknya sambil menghirup aroma mawar yang menyeruak begitu lembut dari sapuan lembut rambut halusnya.
Hermione tidak menjawab. Draco cukup tahu diri kalau perbuatan dia memang tak pantas dimaafkan.
Setelah puas menangis dan membasahi jubahnya, Hermione melepas pelukan. Dia jatuh terduduk persis di antara dua nisan sahabat-sahabatnya itu. Kali ini tangisan Hermione menjadi jauh lebih histeris. Dia menangis tersedu-sedu bahkan beberapa kali dia berteriak memanggil nama Harry dan Ron untuk datang kembali padanya.
Jujur saja, Draco kesakitan melihat ini semua. Hermione kehilangan kendalinya. Hermione terus berteriak hingga suaranya nyaris hilang. Merlin, Draco harusnya berpikir dua kali untuk mengajak Hermione ke tempat ini. Dia tak mengharapkan kejadian ini terjadi.
“Hermione, tenangkan dirimu.”
“Aku tak bisa, Draco!!! Aku butuh Harry dan Ron. Aku butuh mereka! Aku tak mau sendirian menghadapi ini semua. Aku butuh mereka!”
“Kau masih punya aku, love.”
Hermione menggeleng cepat, “Tidak sama, Draco. Aku butuh mereka. Mereka—” omongan itu terputus karena Hermione kembali terisak histeris.
Draco merutuki kebodohannya karena mengajak Hermione ke tempat emosional ini di saat Hermione tengah mengandung seperti ini karena hormon wanita hamil memang cenderung tak stabil. Sial, Draco benar-benar bodoh.
Draco kembali membawa tubuh Hermione ke dalam dekapannya, “Kendalikan dirimu. Kau sekarang tidak sedang sendiri. Kau sedang membawa Scorpius. Dia tak mau kau sedih, jangan seperti ini, love.”
Apa yang Draco ucapkan ini membuat Hermione akhirnya menghentikan tangisannya. Hermione pun mulai berusaha mengontrol emosinya, dan dalam beberapa menit Hermione sudah memasang senyuman tepat di depan wajah Draco.
“Maafkan aku,” kata Hermione yang merasa bersalah.
Draco mengangkat wajah Hermione dan mengecup bibirnya singkat, “Kau tidak perlu minta maaf. Kau tidak punya kesalahan apapun, Love.”
“Kenapa kau membawa…,” Bibir Hermione bergetar dan linangan air mata kembali berjatuhan di pipinya, tapi sekarang Hermonie berhasil mengobrol dirinya secara sempurna. “Mem-membawa aku ke tempat ini?”
“Aku ingin menyelesaikan sesuatu.”
“Maksudmu?”
Draco mengeluarkan tongkat sihirnya dan membuat dua buket bunga muncul di depannya. Buket bunga pertama berisi bunga Lilly putih yang segera dia tempatkan persis di depan nisan Harry. Bunga ini mempunyai lambang pengabdian. Harry membuktikan rasa abdinya untuk dunia sihir dengan mengorbankan kehidupannya sendiri. Dia pejuang sejati, dia pahlawan yang sebenarnya. Harry jauh lebih berani dibandingkan mantan tuannya. Draco sungguh merasa kecil jika dibandingkan dengan semua hal yang sudah Harry lalukan..
Buket bunga kedua berisikan bunga tulip putih. Filosofi nya adalah bunga ini merepresentasikan permohonan maaf. Terlalu banyak hinaan yang Draco keluarkan untuk Ron, dan karma membalas Draco karena berhasil melempar semua hujatan itu kembali kepada dirinya. Draco merasa bersalah karena tingkah mulutnya yang tidak bisa dia kontrol ini.
Draco menghirup napasnya dalam-dalam sebelum mulai bermonolog, “Aku sadar karena sangat terlambat mengatakan ini pada kalian,” Draco berkata sambil menatap lekat dua nisan di depannya ini. Pandangan Draco tercetak jelas aura tulus dan kesungguhannya.
“Pertama, aku ingin berterima kasih pada kalian. Terima kasih karena sudah setia menemani Hermione dalam keadaan apa pun. Terima kasih banyak karena kalian membuat Hermione merasa nyaman dan dihargai. Terima kasih karena kalian sangat menyayangi Hermione dan memperlakukan Hermione layaknya seorang puteri. Terima kasih karena kalian sangat sabar menemani Hermione yang terlalu gila dengan buku ini—”
Satu tinju pelan diarahkan Hermione ke lengan Draco. Dalam derai air matanya, Hermione tersenyum lebar. Draco senang dengan reaksi ini.
“Terima kasih karena kalian mau berjuang bersama Hermione untuk mengamankan dunia sihir. Terima kasih karena kalian terus melindungi Hermione bahkan sampai ke titik akhir kehidupan kalian. Terima kasih telah menjadi penyelamat Hermione. Aku berhutang nyawa pada kalian, karena berkat kalian juga aku telah diselamatkan oleh Hermione.
“Mungkin kalau kalian masih hidup, aku seribu persen yakin bahwa kalian akan menentang hubungan aku dan Hermione. Aku tahu, aku memang tidak layak mendapatkan orang sebaik Hermione. Tapi sungguh, aku bersyukur takdir mempertemukan aku dengan Hermione.
“Kalau kalian masih hidup sekarang, aku sungguh berharap kalian bisa memukulku hingga lumpuh sebagai balasan atas tindakan tak bermoralku pada Hermione beberapa bulan lalu. Aku memang tak termaafkan. Aku bajingan. Aku pengecut. Benar seperti apa yang kalian katakan sejak dulu untuk menjuluki diriku.
“Dulu, aku tak hanya melukai fisik Hermione tapi juga luka psikis yang sangat dalam. Aku sering main tangan, aku memasukkannya ke kandang kotor, aku menghinanya dengan beragam cacian kotor, aku pun sering mengutuknya dengan kutukan tak pantas, bahkan….” Draco tak kuat untuk menahan air matanya terlalu dalam. Air mata menuruni matanya dengan aliran yang begitu cepat dan deras. Dia sungguh merasa semakin buruk sekarang.
Suara Draco menjadi sangat serak karena efek tangisan ini, tapi Draco tetap melanjutkan dengan suara sengaunya. “Aku bahkan memperkosanya hingga dia menjerit kesakitan.” Draco menunduk menatap bumi, dia terlalu malu dengan dirinya. “Dan sialnya, aku tidak peduli pada semua kesakitan itu. Aku bahkan terus melukai tubuhnya, aku sungguh gila. Hermione tidak layak mendapatkan diriku.
“Tapi anehnya, entah bagaimana ceritanya Hermione bisa menyukaiku. Aku, orang yang melukai tubuh dan harga dirinya malah mendapatkan balasan cinta tulus dari dirinya. Dia malaikat yang berwujud manusia. Dia sungguh sempurna dan dia menyempurnakan diriku. Aku sungguh mencintai sahabat kalian, sungguh. Aku bahkan rela mati demi Hermione.”
Eratan di lengan Draco semakin kencang. “Jangan pernah kau katakan kalimat itu, Draco,” ujar Hermione dengan nada tinggi tapi diiringi air mata frustasi, “Aku mencintaimu. Aku tak mau kehilanganmu. Aku tidak mau sendirian. Aku butuh dirimu. Aku tak mau kehilangan orang yang aku cintai lagi.”
Hermione yang tenang kembali menjadi Hermione yang tak terkontrol. Tangan Hermione sekarang bermain, dia memukul dada Draco cukup kencang sebagai hukuman karena ucapan bodoh Draco.
“Maafkan aku, love. Maaf.”
Hermione menggeleng dan tetap memukul dada Draco, “Jangan pernah kau katakan kau siap mati untukku, Draco! Aku tidak siap melihat dirimu mati. Aku tidak akan pernah siap untuk menghadapi hal itu. Aku tidak siap—”
“Shhh … maafkan aku, love. Aku bodoh. Aku memang bodoh. Aku bersumpah tidak akan mengatakan hal itu lagi.”
“Dan bersumpahlah untuk tetap hidup selama seratus tahun lagi di sampingku.”
Draco menarik dagu Hermione dan melumat kecil bibir mungil itu, “Aku janji.”
Dahi mereka bersentuhan. Senyum yang mengandung kebahagiaan dan kesedihan secara bersamaan mereka bagikan. Jemari Draco menghapus tetesan air mata Hermione, dan Hermione pun melakukan hal yang sama dengan membersihkan pipi Draco dari banjir air mata yang melanda.
“I love you.”
“Dan aku lebih dari mencintaimu,” balas Draco sebelum membawa Hermione kembali ke pelukannya lagi.
Lama mereka menyatu dalam pelukan, mendekatkan diri mereka ke dalam detakan jantung yang sama-sama menyanyikan alunan berirama cinta. Bahkan Scorpius yang masih dalam kandungan pun turut memeriahkan simfoni indah itu dengan menendangkan kakinya bersemangat.
“Aku masih belum selesai berbicara pada temanku.”
Hermione melepas pelukannya, dia menaikkan satu alis, “Teman?”
“Ya. Teman. Biar pun di surga mereka menolak permintaanku menjadi teman mereka, tapi hal itu tetap tidak menghalangi diriku untuk menganggap mereka sebagai temanku.”
“Aku yakin mereka akan menyukai sikapmu yang sekarang Draco. Kau berubah sekali.”
“Terima kasih padamu.”
“Kau katanya ingin membicarakan hal yang lain ke Harry dan Ron?”
Draco mengangguk dan mengumpulkan keberaniannya lagi. “Singkat saja, aku ingin meminta maaf pada kalian karena sikap kasarku di masa lalu, sikap kurang ajarku pada Hermione di masa lalu, dan sikap lancangku karena terlalu mencintai Hermione untuk masa kini dan masa depan. Aku berjanji akan melindungi Hermione dan bayi kami. Sampai seratus tahun mendatang. Ah tidak, bahkan sampai waktu tak terbatas karena aku terlalu mencintai sahabat kalian.”
“Sudah?”
“Sekarang giliranku bicara.”
“Silakan.”
“Harry, Ron … aku mencintai Malfoy. Dan aku bahagia karena sudah jatuh cinta padanya.” Draco tak bisa menahan senyuman lebarnya mendengar pengakuan Hermione ini.
“Sudah?”
“Ya.”
Mereka berdiri tapi Hermione agak kehilangan keseimbangannya. Draco panik. “Kau tak apa-apa?”
“Hanya sedikit lelah.”
“Kau yakin?”
“Seribu persen.”
Draco sebenarnya takut untuk membawa Hermione kembali ke The Burrow dengan ber-apparate. Hermione tampak pucat, Draco takut sesuatu akan terjadi ketika dia melakukan aksi itu. Hermione sedang hamil, dan apparate sangat tidak dianjurkan untuk wanita hamil. Sayangnya, mereka tidak punya alternatif perjalanan yang lain. Jadi, mau tak mau Draco harus mengajak Hermione ber-apparate.
Untungnya, mereka selamat sampai tujuan.
***
Tidak disangka selama beberapa minggu ini, tidak ada gencatan senjata dari pihak Voldemort. Draco dan Hermione menjalankan kehidupan rumah tangga yang begitu normal. Draco pun senang dengan sikap manja Hermione. Well, walau terkadang terlalu berlebihan.
Contohnya saja persis seperti sekarang ini. Tepat jam dua belas malam, Hermione bangun dan minta untuk dimasakkan sesuatu. Draco tidak pernah memasak apa pun seumur hidupnya, dan Hermione malah merengek dimasakkan masakan muggle saat ini. Dia bingung, apa yang harus dimasak dan bagaimana cara memasaknya?
“Ikuti saja petunjukku, Draco.”
Draco mengangguk. Dia menyiapkan bahan-bahan dan melakukan semua instruksi yang diberikan Hermione. Sialnya instruksi Hermione tidak masuk diakal, misalnya saja Hermione meminta untuk memasukkan setengah botol garam ke dalam masakannya.
“Ikuti saja, Draco. Scorpius ingin memakan makanan sedikit asin.”
“Sedikit asin? Merlin, aku menuangkan setengah botol garam, Hermione.”
“Ini kemauan anakmu, Draco!” seru Hermione dengan nada yang sangat tinggi. “Kalau kau tidak mau memasaknya ya sudah, aku bisa memasaknya sendiri. Ini membuktikan jelas sekali kalau kau tidak sayang anakmu.”
Draco memijat pelipisnya singkat, hormon kehamilan membuat Hermione semakin berlebihan dalam menanggapi sesuatu.
“Bukan seperti itu maksudku, love. Aku sangat menyayangi Scorpius sama seperti aku mencintaimu.”
“Sudahlah, Draco. Kata-kata manismu sama sekali tidak membantu.”
Hermione beranjak dari dapur, Draco mengikuti dari belakang tapi langsung ditatap sinis oleh Hermione. “Jangan ikuti aku. Tetaplah memasak, kalau kau masih sayang anakmu.”
Draco menyerah. Dia tidak mau beradu argumen dengan Hermonie karena dia sudah jelas pasti akan kalah.
Dua puluh menit kemudian, masakan siap dihidangkan. Entah bagaimana rasanya karena jujur saja melihat masakan itu saja membuat Draco mual. Anehnya, Hermione yang tadinya menekuk wajah kini telah menampilkan semburat wajah yang berbinar.
“Wow. Ini tampak sangat lezat, Draco!”
Draco tidak menanggapi, dia hanya tersenyum simpul yang mengandung makna miris. Masakan ini sebetulnya tidak layak mendapat pujian, karena ini menjijikan!
“Jadi, silakan cicipi makanan ciptaanmu.”
Mulut Draco terbuka lebar, “Hah?”
“Makanlah Draco.”
“Tapi—”
Hermione memberikan tatapan membunuh yang menyiutkan nyali Draco seketika. Sialan.
Dengan setengah hati, Draco menyuapkan makanan itu ke mulutnya. Tidak ada kata yang lebih pantas untuk menggambarkan hasil karya tangannya ini selain memalukan, rasanya sungguh menjijikan. Draco tidak bisa menahan dirinya untuk mengeluarkan hal menjijikan itu dari mulutnya. Ini bahkan lebih buruk dari muntahan.
“Kau tak apa-apa, Draco?”
“Ya.” Jawaban ini tidak sepenuhnya benar karena jawaban jujurnya kepala Draco jadi sangat pening setelah memakan hal itu.
“Maaf. Tidak seharusnya aku memaksamu untuk memakan masakan itu.”
“Aku justru senang karena aku yang pertama mencicipi hal ini, jadi kau tak harus menanggung rasa menjijikan masakan ini.”
Hermione tersenyum lebar dan merentangkan tangannya selebar mungkin untuk membawa Draco dalam pelukannya.
“I love you.”
“Dan aku lebih dari mencintaimu.” Draco mencium ubun-ubun Draco begitu lembut.
“Draco.”
“Hm?”
“Bagaimana kalau besok kita menjalankan ritual yang diminta dari buku itu?” Suara Hermione bergetar. Draco bisa merasakan ketakutan di dalam suara itu. Jujur saja, dia pun takut karena kalau ritual itu salah, maka nyawa Draco yang akan dikorbankan. Draco belum rela pergi meninggalkan Hermonie secepat ini.
***
Voldemort dijuluki salah satu penyihir terbaik bukan tanpa sebab. Dia mempunyai otak yang lebih lihai dari penyihir biasa, dan lebih hebatnya lagi, rencana yang dihasilkan oleh otaknya ini tidak pernah gagal satu kali pun. Sudah banyak korban yang berjatuhan akibat rencana mematikannya, dan daftar ini akan segera bertambah dalam beberapa minggu.
Sebenarnya bisa saja dia langsung menyerang ke markas persembunyian dua sejoli menjijikan itu dan membunuh mereka langsung, tanpa ada kompromi. Tapi Voldemort tidak suka cara yang terkesan tidak beretika, dia ingin berkunjung ke The Burrow di saat Hermione dan Draco ada di saat terlemah, yaitu saat kandungan Hermione mencapai titik maksimal untuk melahirkan. Di saat mereka bermimpi untuk bahagia, Voldemort akan merenggut mimpi itu dan mengubahnya menjadi mimpi terburuk yang pernah mereka alami. Ini baru rencana yang beretika.
“Kalian, tetap berusahalah untuk menggali banyak informasi untukku.”
“Baik, My Lord.” Serempak Blaise dan Theo yang tengah berlutut menjawab.
Blaise dan Theo sejauh ini sudah melakukan pekerjaan mereka dengan sangat baik. Entah Draco yang terlalu bodoh, atau mereka yang terlalu pintar berakting, yang jelas Draco mempercayai mereka berdua. Draco bahkan tak segan membocorkan lokasi persembunyiannya pada mereka.
Memang ada sedikit masalah untuk mengambil kepercayaan Hermione. Tapi sekali lagi, Voldemort selalu punya rencana licik. Voldemort tahu pasti Hermione akan berusaha untuk masuk ke pikiran Blaise dan Theo, jadi, sebelum Hermione melancarkan aksinya. Voldemort sudah mengotak-atik otak dua pengikutnya ini dan sedikit memanipulasi memori Blaise dan Theo hingga membuat baik Draco dan Hermione percaya bahwa Blaise dan Theo bersungguh untuk membantu mereka.
“Kita akan menyerang dua minggu lagi.”
“Baik, My Lord.”
“Kalian semakin mendekatlah ke pasangan menjijikan itu.”
“Ya, My Lord.”
“Aku yakin mereka pasti punya taktik. Beritahu aku apa taktik mereka.”
“My Lord, aku sebenarnya punya informasi untukmu.”
“Menarik. Dan apa informasi itu, Zabini?”
“Draco dan Hermione berencana untuk melepas kutukan tak termaafkan yang mengikat kau dan Draco.”
Voldemort tidak tahan untuk tertawa. Mereka ingin melepaskan ikatan dengan Voldemort? Oh, tentu saja itu tidak bisa karena ikatan itu akan tetap tersambung sampai mereka mati.
“Informasi yang bagus, Zabini.”
“Terima kasih, My Lord.”
“Ya. Kalian sekarang boleh pergi. Lihat apakah rencana mereka berhasil atau tidak karena aku tahu melepas kutukan tak termaafkan hanya mempunyai sepuluh persen peluang keberhasilan.”
“Ya, My Lord.”
Dalam beberapa detik, dua pengikutnya itu menghilang dalam cahaya kegelapan untuk menggali informasi yang Voldemort yakin akan membuatnya tertawa terbahak di akhir nanti.
***
A/N:
Sorry for very very long update. Sorry if it's not as you expect to be. Thank you for your kindness to wait this story update which take a very long time. Thank you and i hope you'll enjoy this one.
😙😘😚
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro