Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

#16 : Tempat Aman

Just stop your crying
It’s a sign of the times
We gotta get away from here

(Sign of the times by HARRY STYLES)

P.S :
lagunya WAJIB didenger!!!!!!!!
BAGUSSSSSSSSS BANGETTTT SUMPAH!!!!!
AKHHHH … my baby Harry Memang nggak pernah mengecewakan. Whuahh … seneng dia milih ke genre ballad rock dan vibenya pun berasa kayak musik 70/80an. Sebagai pecinta musik judul dan enek sama musik edm tentu saja aku bahagiaaa banget 

***

Aku tahu ini tidak mudah untuk dijalani, hamil, suami yang nyawanya ada dalam tahanan Voldemort, dan juga kejaran Voldemort yang mau menghancurkan semua isi keluargaku. Ini sama sekali tidak mudah, kalau aku bisa, aku ingin sekali melewati tahap ini tapi sayangnya aku tak bisa melakukan hal itu. Nyawa keluargaku sedang dalam bahaya dan aku tidak bisa hanya berdiam diri menyaksikan kehancuran keluargaku. Aku tidak bisa. Aku harus berjuang!

Kali ini semangat juangku seribu kali lebih hebat dibandingkan dulu saat aku dengan Harry dan Ron saat bertempur dengan Voldemort. Mungkin karena sekarang aku punya nyawa, tanggung jawab, dan keluarga yang harus aku lindungi. Jadi, alasan privat ini membuatku tak mau menyerah dan gagal lagi. Aku gagal kalau aku mati, tapi Hermione Granger tidak akan pernah mati, setidaknya tidak di tangan Voldemort! Catat itu baik-baik, makhluk botak menyedihkan yang bahkan tak punya hidung!

Aneh sekali, biasanya wanita hamil akan lebih senang bermanjaan dengan suaminya atau mungkin meminta hal-hal aneh dari suaminya tapi aku malah ingin berperang bersama suamiku untuk melindungi bayi kami dan keluarga kecil ini. Keluarga utuh yang damai, tentram, dan bahagia sudah sangat teramat sangat cukup.

Sekarang, aku dan Draco baru saja sampai ke kediaman mewah dan megah tapi dingin dan sepi di Malfoy Manor. Sebenarnya, aku sudah muak ada di tempat ini. Lebih banyak memori jahat yang aku ingat di sini, aku ingat saat Bellatrix memberiku kutukan Cruciatus, tapi yang lebih menyakitkan tentu saja saat Draco memperlakukanku lebih buruk dari manusia atau makhluk mana pun. Dia dulu membuatku hina, kotor, dan tak layak. Lucu sekali, memang benar apa kata pepatah kuno bahwa benci dan cinta hanya dibatasi sekat tipis sekali, sangat tipis bahkan kemungkinan 0,000000000000000000000001% aku bisa menyukai Draco benar-benar terwujud jadi nyata. Well, perlu aku ralat, aku tidak hanya menyukai tapi aku mencintai Draco Malfoy. Sangat. Titik.

Dior menyambut kedatanganku dan Draco. Dior dulu pun memperlakukanku tak layak tapi sekarang dia bisa lebih sedikit menghargaiku, setidaknya tidak ada hinaan kotor yang keluar dari mulutnya, kalau hanya masalah tatapan tajam dan sinis masih bisa aku tolerir.

“Tuan Draco, senang Tuan telah kembali,” cicitnya sambil menunduk dalam-dalam, lalu dia menambahkan dengan nada yang jelas jauh berbeda, “Senang juga Nona Granger sudah kembali.”

“Nama dia Malfoy sekarang, Dior!”

“Tap-tapi….” Dior hendak mengeluarkan kalimat selanjutnya tapi dia terlihat menahan hal itu. Aku yakin yang ada di pikiran dia pasti berisi kalau aku sebagai keturunan Muggle tidak layak menyandang nama Malfoy yang nama terhormat keluarga darah murni.

“Biasakanlah, dia sekarang Nona-mu juga. Dia sekarang Malfoy.” Ada penekanan tajam sekali saat Draco menyebut nama keluarganya.

“Baiklah Tuan Draco dan Nona … uhm … Non-nona Malfoy.”

“Biasakanlah.”

Setelah itu, Dior yang tampak terpukul langsung jatuh bersujud dengan linangan air mata yang tak terbendung, dia meminta maaf pada semua leluhur keluarga Malfoy.

“Lupakan dia, sebaiknya kita bergegas.” Draco mengingatkan.

Aku mengangguk dan berjalan cepat dengan gandengan tangan Draco menuju kamar utama, tempat terakhir kalinya aku menaruh buku McAfee.

Buku itu langsung aku temukan saat aku sampai di kamar, tapi bukan hanya buku karena ada hal yang janggal masuk ke kamar ini.

Blaise Zabini dan Theodore Nott sedang duduk di pinggir kasur dengan wajah yang nyaris tanpa bentuk.

Melihat mereka membuat Draco segera membawaku ke belakang tubuhnya dan mengarahkan tongkat sihirnya ke arah dua temannya itu.

“Mau apa kalian datang ke sini?” tanya Draco tajam dan sama sekali tak bersahabat.

Blaise dan Theo serempak berdiri, mereka melempar tongkat sihir mereka di lantai lalu mengangkat kedua tangan mereka ke atas, persis seperti penjahat yang baru saja mengakui kekalahan.

“Kami salah, Draco. Kami salah.” Blaise menjatuhkan tubuhnya hingga ada dalam posisi berlutut. Kepalanya menunduk tapi aku jelas melihat tetesan air mata berjatuhan dari matanya.

“Apa maksud kalian?”

Theo ikut berlutut tapi kepalanya tidak tertunduk, mata basah dia menatap lurus ke dalam mata tajam Draco. “Maafkan kami, Drake.”

“Kenapa kalian di sini? Kalian mata-mata Voldemort, bukan?”

Aku tak bisa menahan sudut bibirku untuk terangkat ke atas saat Draco sudah berani mengucapkan mantan orang yang dia anggap sebagai Pangeran Kegelapan itu dengan nama Voldemort. Memang sebenarnya bahaya mengucapkan nama itu, tapi aku lebih senang memanggil dia dengan Voldemort daripada harus menyebut dia Kau-Tahu-Siapa atau Dia-Yang-Namanya-Tak-Boleh-Disebut. Menurutku pengecut sekali ketika memanggil lawanmu Kau-Tahu-Siapa, atau mungkin Pangeran Kegelapan. Tidak… semua panggilan itu menjijikan. Ah, mungkin sebaiknya aku mencoba memanggil dia dengan sebutan Tom Riddle saja, nama itu lebih manusiawi. Aku harus mendiskusikan ini nanti dengan Draco.

“Tidak, Drake. Kami ke sini atas dasar kemauan kami sendiri,” Theo menyanggah cepat sekali, matanya melotot seolah mempertunjukkan kesungguhannya.

“Aku tidak percaya kalian. Cru—”

Aku segera mengambil tongkat Draco sebelum mantra terkutuk itu terucap di bibir Draco lagi, “Jangan memakai mantra itu lagi. Kau bukan lagi Pelahap Maut, kau tidak boleh menggunakan kutukan tak termaafkan.”

“Tidak, Hermione. Draco layak menghukum kami. Kami waktu itu pun sudah keterlaluan. Kami layak mendapat balasan yang setimpal. Kami siap untuk disiksa.” Kali ini Blaise yang angkat suara.

“Sudahlah. Sekarang cepat katakan apa tujuan kalian ke sini?”

“Kami ingin ada di pihakmu, Draco. Kami ingin membantumu.”

“Aku tidak butuh bantuan kalian. Aku dan Hermonie bisa mengurus masalah kami sendiri.”

“Percayalah padaku, Drake,” pinta Blaise yang suaranya kini telah serak.

“Tidak ada yang bisa aku percaya lagi sekarang selain isteriku. Aku sudah bisa membaca permainan apa yang kalian rencanakan dan aku tak berminat untuk kalah.”

“Kami diminta Voldemort untuk memataimu,” ungkap Theo. Helaan napas panjang terdengar di mulut Blaise, “Benar, tapi kami tidak akan berpihak padanya lagi. Kami ingin ada sisimu, Drake. Aku dan Theo ingin ikatan persahabatan kita tetap terjalin penuh.”

Sejujurnya aku masih tidak percaya mereka berdua bisa langsung berpihak pada aku dan Draco. Jelas sekali ada yang janggal, mereka bersikap terlalu aneh.

Draco membuang napasnya perlahan, dia memejamkan matanya lalu berucap, “Baiklah.”

Aku tentu saja kaget dengan jawaban itu. Begitu cepatnya Draco mempercayai dua temannya ini, tapi bagaimana kalau memang Theo dan Blaise benar-benar mata-mata? Merlin, kenapa Draco bisa jadi tipe pemaaf seperti ini!

Blaise dan Theo berdiri, lalu tiga sekawan itu hanyut dalam pelukan yang begitu erat. Aku menatap mereka masih dalam posisi kebingungan dan tentu saja ketakutan, aku masih belum percaya penuh pada dua manusia ini.

Begitu pelukan dan temu rindu berakhir, Theo melangkah ke arahku. Matanya intens menatap mataku, “Kami akan melindungi kau dan bayimu sekuat tenaga, Hermione.”

Aku tak tahu harus bereaksi atau mengatakan hal apa, jadi solusi terbaik memang bungkam.

“Benar, Mione. Kau dan janin di perutmu adalah bagian dari Draco dan kau pasti akan selalu ada dalam lindungan kami.”

Blaise memanggilku Mione. Sok akrab dan aku tidak menyukainya. Mione adalah panggilan khusus untuk orang yang sangat dekat denganku, dan Blaise tentu saja buka orang itu. Kenal dengan dia saja tidak.

“Panggil dia Hermione, Blaise!” seru Draco tajam sekali membuat Blaise bungkam .

“Jujur saja, Drake. Entah karena isterimu sedang hamil atau memang aku yang dulu tak memperhatikan tapi sungguh istrimu ini sangat cantik dan bercahaya.”

Draco tiba-tiba saja langsung merapatkan tubuhku ke tubuhnya seolah memperlihatkan bahwa kedekatan kita berdua. “Memang isteriku cantik dan kalian tidak boleh mendekatinya!”

“Baru kali ini aku melihat Draco yang posesif. Biasanya gadis yang di samping dia yang posesif dan rewel. Hermione benar-benar membawa perubahan besar,” kata Blaise sambil menahan tawa.

“Memang, isteriku memang telah membuat perubahan besar dan membuat aku bahagia sekali.”

***
Dua teman Draco telah pergi, mereka bilang mereka harus melapor pada Voldemort. Katanya mereka ingin menjadi mata-mata kami, tapi tetap aku tidak percaya mereka.

“Kau mempercayai Nott dan Zabini?”

“Ya, mereka temanku. Aku bisa melihat mereka tulus.”

“Secepat itu kau memaafkan mereka dan mempercayai mereka? Bagaimana kalau mereka nanti menusukmu dari belakang? Bagaimana kalau mereka benar-benar mata-mata untuk Voldemort? Draco, mereka itu berbahaya.”

Draco mengelus pelan punggungku, dia tersenyum hangat, “Mereka adalah temanku, Hermione. Aku percaya pada mereka.”

Saat ini sungguh aku tidak mau berdebat dengan Draco. Mendadak aku merasa sangat letih, dan adu mulut dengan Draco akan membuat aku dua kali lipat lebih lelah. Jadi, lebih baik aku diam … aku tidak boleh egois dengan mementingkan egoku karena ada Scorpius di perutku. Aku mau dia tetap tenang di sana.

Maka dari itu, aku pun kembali pada kegiatan mengepak barang-barang yang aku dan Draco perlukan sebelum pergi dari Manor. Tidak banyak yang aku bawa, hanya pakaian, beberapa buku, dan beberapa hal lainnya.

“Ke mana kita akan pergi, Hermione?”

“Ke salah satu tempat favoritku di dunia.”

“Di mana?”

“Kau akan segera tahu.” Akhirnya aku selesai mengepak, “Sepertinya kita harus berangkat sekarang. Aku sudah selesai.”

Aku pun membawa Draco dalam gandengan tangan yang sangat erat. Sebenarnya ber-apparate sangat dilarang untuk ibu hamil tapi aku tidak punya pilihan lain karena aku yakin jaringan floo di tempat itu sudah tidak berfungsi lagi.

Dalam pusaran yang memusingkan, aku terhanyut dan tersedot. Biasanya aku tidak pernah mengeluh saat ber-apparate tapi entah kenapa sekarang aku mendadak mual dan aku tak bisa menahan rasa itu lebih lama di perut. Aku muntah. Ketika aku membuka mata karena kakiku sudah menapak di rerumputan yang menggelitik, aku cukup kaget melihat kondisi Draco.

Dia berantakan sekali. Bekas muntahanku mengalir di wajahnya. Pasti itu sangat menjijikan.

“Draco, maaf. Aku tidak tahan, jadi...,” Rasa bersalah membuat aku kehilangan kata-kata. Aku keterlaluan sekali.

“Sshhh….” Draco kembali mengelus punggungku untuk memberi kenyamanan. Wajah dia tak tampak marah, dia sangat tenang. “Kau pusing? Apa kau merasa tak enak badan?”

“Hah?”

“Kau muntah tadi, Hermione. Apa kau merasa tak enak badan?”

“Wa-wajahmu….”

Draco malah tersenyum lalu mengarahkan tongkat sihir ke wajahnya dan merapalkan mantra Scourgify. Dalam sekejap sudah tidak ada lagi noda bekas muntahan aku di wajahnya.

“Jadi, apa kau baik-baik saja?”

Tidak ada gunanya untuk berbohong. “Aku merasa mual sekali. Mungkin karena efek kehamilan.”

Draco mengangguk lalu membawaku ke dalam pelukan. Tak henti tangannya mengelus punggungku. Lama kita ada di dalam posisi itu, ajaibnya rasa mual itu langsung hilang. Pelukan Draco adalah obat yang paling mujarab.

“Jadi di The Burrow, huh?” tanya Draco yang matanya kini terarah ke rumah yang sudah sangat tidak berbentuk bahkan bangunan itu nyaris roboh ke samping.

“Ya, tempat ini aman.” Tak lama aku sadar kalau Draco pasti tidak nyaman ada di tempat seperti ini, biar bagaimana pun dia selalu tinggal di lingkungan yang bersih dan mewah. Aku jadi merasa sedikit bersalah, “Tidak apa-apa kalau kita untuk sementara di sini kan, Draco?”

“Tentu saja. Aku rasa tempat ini lumayan bagus,” katanya mencoba untuk tersenyum tapi aku menangkap ada tatapan lain di matanya. Mungkin aneh tapi jelas sekali mata itu berbicara tentang penyesalan.

“Kau kenapa?”

Dia membuang napasnya panjang, lalu menjatuhkan kepalanya di bahuku. Aku pun langsung membelai rambut pirangnya, entahlah ada ada depannya. Aku tidak mengerti.

“Aku merasa bersalah pada seluruh keluarga Weasley. Mereka—” dia tak melanjutkan ucapannya lagi.

Mengingat Weasley aku jadi tak bisa menahan linangan air mata untuk jatuh. Keluarga Weasley kini tinggal kenangan, teknisnya memang masih ada Percy tapi Percy pun sudah kehilangan kewarasannya. Dia sekarang mendekap di St. Mungo, nyaris tak ada harapan untuk sembuh.

“Maafkan aku, Hermione.”

Aku tidak menjawab. Aku tidak bisa memaafkan Draco dan semua kawannya karena sudah menghabisi semua sahabat dan orang-orang yang sudah aku anggap keluargaku. Mereka tidak layak mati dengan cara hina seperti itu, mereka masih layak untuk hidup.

“Maaf, Hermione.”

“Bukan kepadaku kau harus meminta maaf, Draco. Kau harusnya meminta maaf kepada mereka yang sudah kau rampas haknya untuk hidup.”

Tiba-tiba Draco mengangkat kepalanya dan menatapku cukup lama, dia lalu mengecup bibirku sekilas, kemudian berjalan masuk ke The Burrow. Ada hal yang sedang dia rencanakan, itu jelas sekali terlihat.

***
A/N :

Guys, jujur aja udah pada bosan ya sama ceritanya soalnya muter-muter terus?
Kalau gitu besok aku potong aja deh Outline nya biar langsung ke babak inti. Jadi besok langsung klimaksnya. Gimana? Apa gitu aja ya? Apa tetap aku ikutin outline? Tinggal dikit lagi sih chapternya kalau ikut outline, kurang lebih ada lima chapter lagi (ini belum fix sih soalnya kadang aku suka nambah-nambahin).
Sarannya ya pleaseee… biar aku enak juga nulisnya.
Makasih sebelumnya.

Makasih juga udah sudi baca 😊😊😊

hug*kiss*love*muachhhh 😙😚😚

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro