#15. Rencana Paling Sempurna
Well you can hide a lot about yourself,
But honey, what're you gonna do?
And you can sleep in a coffin,
But the past ain't through with you.
(Kill All Your Friends by MCR)
***
Tolol!
Voldemort semakin membenci tindakan bodoh Draco. Bisa-bisanya dia membawa istrinya ke luar Manor dan memproklamirkan bahwa mudblood itu adalah istrinya dan tengah mengandung anaknya. Bodohnya dia menangis di depan umum untuk mudblood itu! Dan sialnya, tindakan bodoh itu menjadi tajuk utama di segala berita sihir dunia. Catat … dunia! Berita buruk ini tersebar di segala penjuru dunia sihir, bukan hanya di Britania Raya saja.
Yang membuat Voldemort murka bukan hanya itu saja karena selain berita, ada banyak perkumpulan mudblood yang bersukacita dan menganggap bahwa hubungan Draco dan mudblood sok pintar itu pertanda sudah ada kesamaan derajat antara darah murni dan darah lumpur.
Bagi Voldemort, hal ini sangat menggelikan dan menjengkelkan di saat yang bersamaan. Voldemort mau tidak mau harus kembali meneror orang-orang agar kembali takut padanya. Ah, tapi hal ini sebenarnya boleh dibilang berita baik. Perkumpulan mudblood yang bersembunyi rapat-rapat mulai menampakkan diri dan hal itu adalah anugerah baginya. Dia tak lagi harus repot-repot mencari ke berbagai pelosok untuk membunuh para darah kotor yang hina itu. Mereka memunculkan diri mereka sendiri untuk dilenyapkan oleh bantain tangannya.
Sekarang Voldemort dan para Pelahap Maut pergi ke salah satu tempat persembunyian darah kotor di daerah Manchester. Kedatangan Voldemort adalah sebuah kejutan.
Kira-kira ada lima keluarga di perkumpulan itu. Jumlah yang cukup banyak untuk menampakkan kaki kotor mereka di dunia sihir. Hal ini tidak bisa didiamkan tentu saja ... dunia sihir harus bersih dari kotoran hina.
Pertama-tama, Voldemort membunuh para anak dan istri. Mereka adalah yang paling lemah tapi mereka mampu melemahkan mental sang lelaki. Dan pembantaian untuk sang laki-laki pun akan sangat mudah, karena mereka sudah menyerah untuk hidup. Mereka mati tanpa perlawanan lagi.
Bodoh.
Lihatlah cara kerja cinta itu.
Cinta bukan menguatkan tapi melemahkan.
Cinta pun bukan keajaiban tapi sebuah kutukan karena cinta membuat orang kehilangan kewarasannya sehingga rela mengorbankan nyawanya untuk orang yang sudah mati. Menjijikan sekali.
Salah satu Pelahap Mautnya adalah korban cinta, bahkan Draco pun sudah membuat masalah besar karena hilang akal sehat, hal ini membuat dia harus mendapat hukuman yang setimpal. Tapi itu urusan belakangan … save the best for the last. Sekarang Voldemort punya urusan yang tak kalah pentingnya.
Setelah selesai pergi ke Manchester dan membantai lima belas orang dalam waktu kurang dari lima menit, Voldemort terbang ke New York. Jumlah keluarga yang dia datangi kali ini tiga kali lipat lebih banyak. Mereka tinggal di pemukiman muggle, tempat yang seharusnya mereka tinggali tapi lancangnya mereka masih menggunakan sihir.
Voldemort datang dengan wajah murka, tapi mereka malah membalasnya dengan sebuah senyuman dan dengan berani-beraninya salah satu dari mereka mengulurkan tangan untuk berjabat tangan dengan Voldemort. Dia jijik sekali, bayangkan tangan orang itu ingin menyentuh tangannya? Kesalahan yang sangat fatal dan kutukan Avada cocok untuk menjadi hadiah mereka.
Karena Voldemort tidak mau membuang waktunya jari dia buay keputusan untuk menyelapkan perkumpulan itu secara serempak.
Dia membuat semua orang itu terbakar lewat kutukan api yang maha dahsyat. Lagi-lagi usaha yang sangat mudah karena mereka masih dalam keadaaan terkejut setelah temannya mati.
Bodoh sekali mereka merasa iba pada orang yang sudah mati karena yang akan mereka dapatkan jika mereka seperti itu adalah sebuah kematian juga.
Perkumpulan itu musnah, tapi Voldemort belum cukup puas. Dia ingin seluruh wilayah ini pun diberi hukuman karena mereka adalah makhluk kotor yang tidak layak untuk hidup. Walau pun mereka tidak tinggal di wilayah sihir dan mereka juga bukan penyihir tapi tetap saja kehadiran mereka mencemari dunia yang indah. Dunia ini hanya boleh ditempati oleh dirinya dan para pengikutnya karena dialah sang penguasa dunia.
Untuk itulah Voldemort mengumpulkan banyak sekali angin lewat mantranya dan memerintahkan agar angin itu untuk memporak-porandakan apa pun yang ada di wilayah itu. Hancurkan sampai rata, musnahkan sampai bersih karena mereka semua layak untuk mati.
***
Draco sadar pergi ke St. Mungo akan menimbulkan banyak sekali akibat fatal, tapi di sisi lain dia tidak bisa untuk tidak pergi ke tempat itu. Dia harus menyelamatkan istri dan anaknya dan dia tidak menyesal sudah melakukan tindakan itu, meski pun sekarang dia yakin sudah menjadi incaran pertama Voldemort untuk segera dibunuh.
Yang dia memperlakukannya dengan begitu baik. Draco ingat pernah membantai suami dan anak-anak dari salah satu Healer yang merawat Hermione, hebatnya Healer itu tidak dendam dan membalas tindakan Draco terdahulu. Healer itu tetap bekerja profesional, tidak ada kemarahan apalagi dendam. Draco benar-benar merasa sangat buruk, mungkin kalau dia ada di posisi Healer itu dia tidak akan segan untuk melancarkan balas dendam.
Tanpa diperintah oleh siapa pun, Draco berlutut meminta maaf pada Healer itu karena kejadian di masa lampau. Tidak susah mendapatkan sebuah anggukan dari wanita itu. Draco lega sekali, dan di sisi lain dia juga merasa sebuah ketentraman karena hal ini.
“Yang kau lakukan tadi gentle sekali, Draco,” pujian Hermione membuat Draco terkejut setengah mati karena setelah Draco membuka pintu ruangan inap istrinya itu, Hermione langsung ada di hadapannya.
“Kau melihatnya?”
Hermione mengangguk dan mengalungkan tangannya di leher Draco. Dia memajukan wajahnya dan menggesek hidungnya di hidung Draco. “Aku selalu melihat apa pun yang kau lakukan, Draco.”
Draco menarik pinggang Hermione untuk semakin menempel di badannya. “Kau menguntitku?”
Hermione kembali mengangguk tapi tidak bisa menahan tawanya sendiri. “Selalu.”
“Kau harus mendapat hukuman karena hal itu.”
“Apa itu?”
“Cium aku.”
“Itu bukan hukuman, Draco. Menciummu adalah hadiah untukku….” Hermione menaikkan tumitnya agar tingginya bisa sejajar dengan Draco, “Aku akan selalu senang melakukan hal ini.”
Hermione menciumnya. Ciuman yang penuh dengan kelembutan ini sanggup mengalihkan Draco dari semua hal buruk yang berkeliaran di pikirannya. Sekarang, di waktu ini, dia tidak peduli hal lain lagi … yang dia mau hanya Hermione dan ciuman penuh cinta ini.
***
Mereka saat ini sedang berpelukan di atas ranjang, dengan Hermione yang menjatuhkan kepala di pelukannya. Draco membuat ranjang kecil Hermione menjadi dua kali lipat lebih luas lewat mantra pembesar, jadi dia bisa ikut tidur di samping Hermione dan juga melakukan hal-hal lain pada Hermione. Biarlah beberapa jam ini saja mereka menyenangkan diri lebih dulu sebelum menghadapi hal yang akan jauh lebih besar dan tentu saja berbahaya.
“Draco,” panggil Hermione, terdengar jelas ada kegetiran di nada itu. Sekarang memang mereka harus kembali ke realita, sikap apatis mereka harus ditanggalkan.
“Hm?”
Draco mengelus punggung Hermione memberi ketenangan pada istrinya karena detak jantung Hermione begitu keras, atau mungkin itu detak jantungnya? Entahlah … mereka sekarang ada dalam emosi yang sama.
“Ke mana kita akan tinggal? Kembali ke Manor?”
Selama Hermione tidak sadarkan diri dan Daily Prophet yang tak berhenti memberitakan dirinya, Draco memutuskan untuk bersembunyi untuk sementara di tempat yang baru. Dia tidak mau mengambil risiko dengan tetap tinggal di Manor.
“Tidak. Kita akan cari tempat tinggal baru.”
“Di mana?”
“Entahlah … aku masih belum tahu.”
Mereka terdiam serempak untuk berpikir solusi untuk hal ini.
“Draco,” Hermione kembali memanggil.
“Hm?”
“Katamu aku sudah hampir satu bulan ada di sini tapi kenapa kita tidak dikunjungi Voldemort? Kenapa—”
Draco memotong kalimat Hermione cepat-cepat, “Aku pun tidak tahu, Hermione. Tapi aku tahu sekali Voldemort murka, dia marah besar. Tanda kegelapanku selalu berdenyut dan terasa terbakar setiap saat, itu pertanda buruk.”
“Apa sekarang masih sakit?”
Draco mengangguk, “Kesakitan ini tak pernah berhenti tapi aku nyaris tak merasakannya karena berada di dekatmu membuat aku bahagia dan lupa akan segala hal, termasuk kesakitan itu.”
“Mulutmu ini manis sekali.” Hermione mencubit bibir Draco lewat jari tangannya.
“Tentu saja, buktinya kau selalu ketagihan untuk dicium oleh bibir ini.”
Mereka terkekeh pelan sebelum kembali menggaungkan keheningan.
“Draco.”
“Hm?”
“Aku tahu tempat sementara untuk kita tinggal sementara dan aku yakin tempat ini akan aman dari radius Voldemort.”
“Di mana?”
“Nanti akan aku beritahu tapi sebelumnya kita harus kembali ke Manor. Aku harus mengambil buku McAfee agar bisa memutuskan ikatan tak terlanggarmu pada Voldemort.”
“Pergi ke Manor sekarang?”
Hermione menggeleng, dia menaikkan kepalanya untuk berhadapan langsung dengan Draco. “Sepuluh menit lagi,” katanya lalu kembali menjatuhkan bibirnya bibir Draco.
***
Voldemort mengumpulkan semua pengikutnya untuk rapat penting. Dia ingin merencanakan hal dengan sangat matang agar balas dendam dia ke Draco bisa melebihi kata sempurna.
Dua orang dia tugaskan untuk menjadi mata-matanya. Blaise dan Theo. Mereka adalah yang paling dipercaya oleh Draco dan Voldemort tahu dengan benar kalau Draco akan selalu menganggap mereka teman, tak peduli apa pun yang terjadi di masa lalu.
“Kalian harus mendekat ke Draco. Jadilah informanku.”
“Baik, My Lord.”
“Kalian harus benar-benar dipercaya oleh Draco.”
“Baik, My Lord.”
“Saat kandungan si mudblood sudah besar, kita akan bersama-sama membunuh mereka semua. Draco, Mudblood, dan anak mereka harus lenyap.”
“Baik, My Lord.”
“Kalian harus menjadi sahabat Draco kembali untuk menikam Draco bahkan kalau kalian bisa membunuh Draco lewat tangan kalian, kalian bisa mendapatkan sebuah penghargaan dan hadiah.”
“Baik, My Lord.”
“Tapi jangan gegabah, kalau kalian mau membunuh Draco, kalian harus mengikuti aba-aba dariku.”
“Baik, My Lord.”
“Dan perlu diingat baik-baik, aku mengirim kalian ke Draco bukan sebagai teman tapi sebagai musuh. Kalian tidak boleh berteman dengan Draco.”
“Baik, My Lord.”
“Jika kalian sampai membantu Draco, kalian tahu apa akibatnya bukan?”
“Ya, My Lord.”
“Katakan dengan lantang apa akibat itu.”
“Kematian.”
“Aku bilang lantang!”
“Kematian.”
“Crucio!” Dua orang Pelahap Maut yang tadinya berlutut itu jatuh terjengkang ke belakang sambil menahan kesakitan.
“Sebutkan akibat itu dengan lantang!”
“Kematian.”
Mantra Cruciatus belum Voldemort lepaskan karena dia ingin melihat tawanannya menderita dan babak belur. Ini pun bagian dari rencananya.
Dia akan buat Blaise dan Theo babak belur sehingga begitu mereka berdua datang ke Draco, Draco akan menerima mereka karena rasa iba.
“Sebutkan lagi apa akibatnya!”
“KEMATIAN!” Mereka berteriak lirih sambil berliuk-liuk seperti cacing kepanasan di atas lantai ini.
“Sebutkan sekali lagi!”
“KEMATIAN!”
Ya … Mereka memang akan mati setelah tugas itu mereka selesaikan. Voldemort tidak menyukai kinerja mereka sejak awal, jadi setelah Draco … mereka berdua yang harus dibuang.
***
A/N :
Yes, I'm back again!
Ih seneng deh kalau tulisan aku banyak yang suka dan ditunggui… makasih ya guys… kalian itu bener-bener kebahagian aku. Makasih banyak-banyak.
*hug*kiss*love*muachhhh
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro