#10 : Akhirnya Bahagia Itu Terasa Nyata
Song for this chapter :
1. I'll Make Love To You by Boyz II Men
2. Versace On the Floor by Bruno Mars
P. S :
Kalau kalian udah tau arti dari dua lagu di atas mungkin kalian udah bisa nebak kalau Chapter ini ada apanya. Wkwk. Tapi jangan berharap banyak sama aku ya… aku kan masih polos. Hahahaha 😂😂😂😂😂
***
Duduk sambil membaca buku di depan perapian adalah hal yang paling aku sukai di Manor. Kegiatan ini baru aku lakukan beberapa hari, tapi aku nyaman sekali. Hangat dari percikan api di tungku perapian seolah membuat kebekuan yang terjadi di area Manor mengikis pelan.
Dan satu hal lagi, perpustakaan di Manor adalah surga untukku. Perpustakaan itu menyimpan banyak sekali buku kuno dan buku-buku yang belum pernah aku lihat. Semua buku itu menarik sekali. Mungkin ini yang disebut keajaiban dimana dalam sebuah neraka bisa ada jalan menuju surga.
Kali ini aku memilih salah satu buku kuno tentang sumpah tak terlanggar di dalam perpustakaan Manor. Buku itu sudah sangat tua, lembaran kertasnya sudah kembali ke warna asli kayu. Tulisan di dalam buku dibuat dengan tulisan tangan dan itu sudah sedikit memudar. Aku tidak tahu siapa pengarangnya karena nama Hansel McAfee sama sekali bukan nama seorang penyihir terkenal. Aku sudah pernah membaca seluruh volume tentang penyihir terhebat sepanjang masa—jumlahnya ada 50 jilid dan satu buku berisi biografi 100 penyihir, tapi aku tidak pernah membaca satu fakta pun tentang McAfee.
Dari lembaran pertama aku sudah takjub dengan tulisan McAfee, orang ini jenius, sangat mengherankan orang ini tidak dikenal secara luas di kalangan sihir. Merlin, tulisan ini jenius, aku yang sering dibilang kutu buku oleh banyak orang malah membutuhkan waktu satu jam untuk mencerna satu kalimat! Bayangkan satu kalimat dibaca dalam satu jam?!
Sudah dua hari aku memegang buku ini, tapi baru tiga lembar yang bisa aku selesaikan. Dalam tiga lembar itu membahas bagaimana caranya mengontrol pikiran hingga membuat sihir yang dikeluarkan menjadi lebih kuat. Yang membuat aku takjub, penulis ini memakai banyak sekali istilah kedokteran muggle di jaman modern. Merlin, orang ini benar-benar seorang peramal sejati.
Sayang kesenanganku membaca teka-teki dalam tulisan McAfee harus diganggu gugat oleh bunyi dentuman kencang di dekatku. Saat aku menoleh ke sumber suara, ada Draco dengan tampilan sangat mengenaskan yang mengerang kesakitan di lantai.
Cepat-cepat aku bangkit dari tempatku itu, aku berjalan menuju Malfoy. Dari jarak yang lebih dekat, tampilan Draco lebih mengenaskan. Seluruh wajah yang dia agungkan hancur lebur dan penuh darah segar.
“Merlin, Draco! Apa yang terjadi?”
“Enyah dari hadapanku, Mudblood!”
Panggilan yang lenyap dari pendengaranku beberapa hari ini kembali dikeluarkan Draco. Sudah pasti ini karena ulah Voldemort. Aku yakin sekali kalau babak belur yang terpatri di wajah Draco pun adalah hasil ciptaan Voldemort.
Aku mengabaikan penolakan Draco dan memilih untuk duduk persis di samping Draco. Lewat tongkat sihir, aku mendeteksi luka-luka yang ada di tubuh Draco. Ada sihir hitam yang sangat kuat tertempel di jantung anak itu, kalau dalam dua puluh empat jam sihir itu tak dilepas, nyawa Draco akan dalam bahaya!
“Oh, Tuhan! Lukamu sangat parah, Draco!”
“Enyahlah kau, Mudblood! Aku muak melihat wajahmu!” Draco berkata sinis dalam suara erangan yang menyakitkan.
Aku belum fasih untuk memberi Mantra penyembuhan sihir hitam, tapi sungguh aku ingin sekali kembali menyembuhkan Draco. Aku tahu dia butuh pertolongan di balik segala penolakan itu.
“Kau akan mati kalau tidak diobati, Draco!”
Teriakanku membuatnya bungkam. Wajahnya yang penuh darah memucat. Dari tatapan memelasnya aku tahu dia belum ingin mati, ada perjuangan untuk hidup di sana. Tapi Draco memilih untuk mengabaikan satu ucapan permintaan tolong padaku, aku yakin dia tidak mau lagi merendahkan dirinya lagi di depan seorang muggle born. Tipikal.
“Berikan aku waktu satu hari, aku janji akan melepaskan akibat dari mantra itu.”
Draco memalingkan wajahnya dari pandanganku. Tidak ada lagi reaksi penolakan, jadi, sudah bisa aku pastikan kalau Draco mau aku obati. Tapi sebelum menyembuhkan sihir hitam di tubuh Draco, aku menghapus lebih dulu luka-luka segar dari wajah Draco. Luka ini sangatlah cara muggle. Heran sekali, tidak mungkin Voldemort memakai cara muggle.
Tak sampai lima menit darah itu sudah hilang dan luka-luka yang terbuka segar kembali menutup.
“Hermione.” Suara Draco terdengar sangat pelan tapi sangat memelas juga.
“Ya?”
Dia kembali memalingkan wajahnya. Entah kenapa wajah pucat itu memerah. “Apa kau bisa memeriksa itu-ku?”
Aku mengerutkan alis heran.
“Kau kan pintar. Apa itu-ku masih bisa berguna?”
Aku dua kali lipat bertambah heran.
“Kemaluanku, Hermione! Periksa apakah itu tidak hancur!”
Sekarang giliran wajahku yang memerah.
Dia tak memohon padaku untuk menyelamatkan hidupnya dan melepaskan sihir hitam dari jantungnya tapi dia mengemis padaku untuk menyelamatkan barang pribadinya. Dasar, otak mesum... dia tidak peduli pada hidupnya, yang dia pedulikan hanyalah satu organ itu. Dasar Malfoy!
“Kau kan punya tongkat sihir, periksa saja sendiri!”
“Tapi kau yang lebih pintar! Cepat, periksa sekarang juga!”
Dasar tukang perintah!
Tapi entah kenapa aku selalu tunduk pada perintahnya. Aku mengabaikan rasa maluku untuk memeriksa organ pribadi Malfoy. Yang membuatku sebal adalah luka di organ itu juga dilakukan dengan cara muggle, mau tak mau aku harus melihat luka itu secara langsung baru kemudian aku bisa menyembuhkannya. Memalukan sekali aku harus melihat barang pribadi Malfoy itu lagi!
“Cepat, periksalah!”
Dasar ferret sialan!
Tak tahan aku membungkam mulut Draco dengan Mantra Silencio agar dia tidak banyak bicara lagi.
Aku menghela napas panjang sekali dan melucutkan celana Draco hingga tidak ada lagi satu pun bahan yang melekat di bagian bawah tubuh Draco lagi. Sungguh, ini memalukan sekali.
Ternyata organ kebanggaan remuk. Sebenarnya aku tidak ingin menyembuhkan kehancuran itu, aku ingin membiarkan organ Draco seperti itu. Anggap saja itu sebagai sebuah karma dan sebuah peringatan. Tapi di sisi lain aku iba dengan anak itu, jadi, aku pun memilih untuk menyembuhkan benda itu.
Selama proses penyembuhan, Draco mengerang kencang dan keras. Apakah sesakit itu? Padahal yang aku rapalkan hanyalah mantra biasa.
Sepuluh menit kemudian remuk di bagian itu sudah sembuh. Benda besar Draco itu tiba-tiba tegak menghadap ke arahku. Tak tahan dengan situasi canggung ini, aku memilih untuk pergi dari samping Draco. Lebih baik aku pergi menuju ke perpustakaan sekarang.
***
Perpustakaan kediaman Malfoy ini memang lebih banyak terisi oleh buku yang berbau sihir hitam, jadi tak perlu waktu lama aku bisa menemukan buku tentang sihir hitam yang ada di jantung Draco. Judul dari buku itu adalah : Sihir Hitam Untuk Membunuh Secara Perlahan. Di halaman pertama buku itu sudah membahas tentang menghujam jantung dengan sihir. Tepat seperti yang jantung Draco alami.
Jujur, aku tidak terlalu suka membaca buku hitam. Kejam sekali cara penulisannya, tapi aku harus tetap melanjutkan bacaan itu. Ya, katakan aku bodoh, bisa-bisanya aku menyelamatkan Draco, tapi entah kenapa aku agak kasihan dengan anak itu.
Cukup tiga jam waktu yang aku perlukan untuk menyelesaikan 500 halaman dari buku itu. Sebenarnya yang membahas tentang masalah jantung hanya 50 halaman, tapi aku tidak suka kalau tidak menghabiskan seluruh bacaanku, jadi aku tak punya pilihan lain kecuali menghabiskan buku itu.
Setelah selesai membaca, aku menuju ke kamar Draco. Draco sedang tertidur pulas sekali. Dior juga ada di kamar, dia baru saja menghantarkan semangkuk sup labu untuk Draco.
Seperti biasa, dia berdesis saat melihatku. “Menjijikan. Menjijikan. Menjijikan.” Setelah itu dia pun langsung buru-buru lenyap dari pandangan.
Aku berjalan menuju tempat tidur. Jantungku berdegup kencang saat langkah kakiku semakin dekat dengan tujuan. Dan saat aku sudah benar-benar sampai tujuan, napasku menjadi sangat kelu. Merlin, kenapa aku bisa jadi seperti ini?!
Aku mendekatkan tanganku ke kemeja Draco dan mulai membuka kancing kemeja itu perlahan-lahan. Saat kancing kedua terlepas, tanganku dicengkeram erat oleh tangan kokoh Draco.
“Apa yang kau lakukan? Kau mau memperkosaku?”
Sialan!
“Aku sedang mencoba untuk menyembuhkanmu.”
“Oh. Yasudah, lanjutkan!”
Sungguh, tanganku gatal sekali untuk merumukkan wajahnya hingga lebih parah dari wajah babak belur tadi. Aku mengelus perutku dan berdoa agar tingkah anakku ini tidak mengikuti jejak ayahnya. Mungkin cukup wajahnya saja yang harus mengikuti Draco, selebihnya aku tidak rela.
Aku melanjutkan lagi kegiatan yang tadi tertahan oleh Draco. Kemeja itu terlepas, oh Tuhan, kalau saja Draco tidak mengesalkan, aku yakin aku sudah jatuh cinta dengan anak ini. Wajahnya, tubuhnya, siapa yang tidak akan tergiur melihat kesempurnaan itu?
Aku harus bersikap profesional. Jangan sampai jatuh oleh pesona badan Draco. Merlin, aku masih waras!
Tanganku menekan area dada bidang Draco dimana ada jantung Draco yang berdetak sangat lemah. Sialan, kenapa cara penyembuhan itu harus seperti ini?Aku yakin yang membuat Mantra itu pasti orang mesum! Lagipula, ini kutukan hitam kenapa pula cara penyembuhannya harus melalui proses seperti ini?!
Perlahan-lahan walaupun setengah hati, aku memajukan wajahku tepat ke wajah Draco. “Apa yang kau lakukan?”
“Diamlah! Ini cara penyembuhannya.”
“Penyembuhan apa—”
Suara berisiknya aku bungkam lewat bibirku. Tanganku setia menekan dada Draco dan bibirku terbuka untuk memberi napas ke Draco. Sayangnya, Draco bertindak lebih jauh… dia malah buas mencium bibirku. Lidahnya memaksa masuk ke mulutku dan membelai lidahku sangat lembut. Tanganku yang awalnya bertugas menekan dadanya berhenti, malah sekarang gantian tangan Draco yang menjelajah ke lekukan tubuhku dengan gerakan sensual.
Sebelum ini semua bertambah jauh, aku langsung melepaskan diri dari tindakan maut Draco barusan.
“Bersikaplah profesional!” Aku berseru marah.
Draco mengangkat bahunya, “Kau sendiri yang melemparkan dirimu padaku.”
“Ini semua demi kepentingan penyembuhan, Draco.”
“Oh.”
“Lagipula kenapa kau tidak jijik mencium bibirku? Kenapa kau malah bersemangat sekali? Kau tidak lupa aku ini muggle born, bukan?”
“Diam dan lanjutkan tugasmu!”
Ya… Draco yang seperti ini jauh lebih baik daripada Draco yang tadi.
Aku melanjutkan kegiatan tadi. Cara ini mungkin mirip dengan muggle yang melakukan CPR pada orang yang kehabisan napas akibat tenggelam atau mungkin tindakan dokter pada pasien yang tengah menjemput ajalnya. Tindakan CPR ini sangat dianjurkan sebelum sihir penyembuh dirapalkan karena itu akan membuat detak jantung sedikit meningkat.
Percobaan kedua CPR ini berlangsung lancar. Draco tidak berbuat aneh-aneh. Untunglah. Aku pun melanjutkan ritual penyembuhan ini dengan merapalkan kontra kutukannya. Mantra itu harus disebutkan berulang kali sampai erangan kesakitan Draco memudar.
Awalnya Draco mengerang kesakitan tapi lama-lama suara itu makin kencang — lebih menyerupai suara teriakan. Keringat bahkan menyebar dari tubuhnya yang dingin. Berkali-kali Draco mengiba padaku agar menghentikan semua tindakanku tapi aku tidak bisa, kalau aku berhenti maka proses harus dilakukan dari awal lagi. Dan sungguh, cukup satu kali saja aku harus mengobral bibirku pada Draco.
Sepuluh menit kemudian suara teriakan itu teredam dan Draco pun terlelap. Dalam dua puluh empat jam Draco harus terlelap agar proses itu bisa sempurna.
***
Aku masih takjub. Sekali lagi aku mengelus perutku, kembali tendangan si kecil aku rasakan. Benar-benar ajaib… yang aku tahu janin mulai bergerak saat usia kandungan sudah empat atau lima bulan. Kandunganku bahkan belum sampai tiga bulan tapi jagoanku sudah gatal ingin berinteraksi denganku. Selama aku hidup, mungkin ini salah satu momen yang paling emosional yang pernah aku alami.
“Kau sedang apa?” Draco tiba-tiba ikut duduk di sebelahku. Dia sudah sangat sehat sekarang. Entah kenapa dia memang sering ikut duduk menghadap tungku perapian bersamaku beberapa hari ini.
Aku menoleh ke Draco dengan senyuman yang sangat lebar.
“Aku punya hadiah untukmu!” Aku bersemangat sekali.
“Aku tidak tertarik menerima kado darimu.”
“Berikan tanganmu!”
“Aku bilang aku tidak tertarik—”
Aku tidak peduli pada penolakannya, aku malah mengambil tangannya secara paksa dan menaruhnya tepat di atas perutku.
Tidak seperti yang aku sangka. Reaksi Draco sekarang sangatlah fenomenal. Draco tersenyum! Ya, dia tersenyum!
“Rasanya menakjubkan, bukan?”
Draco mengangguk cepat. Tanpa diduga, Draco menurunkan kepalanya ke arah perutku. Air mata tak kuasa aku bendung lagi, aku sungguh bahagia momen ini bisa terjadi. Aku sungguh bahagia karena Draco bisa berinteraksi dengan anaknya. Sungguh, ini benar-benar satu masa yang paling baik dalam hidupku.
“Scorpius,” ujar Draco sangat lembut. Sekali lagi janinku menendang. Baik aku dan Draco sama-sama tertawa atas kejadian ini.
“Scorpius,” Draco memanggil nama itu sekali lagi tapi tendangan tidak kembali terasa.
“Ya, Daddy,” balasku malu-malu tapi berhasil membuahkan tendangan kecil di perutku.
Tangisku kembali pecah. Ini semua terlalu mendadak. Aku tidak bisa mengontrol emosiku. Aku sangat bahagia… aku bahagia karena bisa merasakan kebahagiaan lagi setelah sekian lama kesedihan menderaku. Aku bahagia hingga tidak ada lagi yang bisa aku lakukan selain menangis merayakan kebahagiaan ini.
Draco mengangkat wajahnya dari perutku. Dengan gerakan lembut, dia menghapus aliran air mata yang turun di pipiku. Senyum dia masih terpasang disana, “Terima kasih.”
Aku mengangguk bersemangat. Tangisku kembali pecah. Merlin, Draco berterima kasih padaku! Dia berterima kasih padaku setelah dia berinteraksi dengan anaknya! Ini benar-benar hawa surga… ini benar-benar membahagiakan.
Lalu, sebelum aku bisa berkedip, bibir Draco menempel di bibirku. Awalnya hanya kecupan yang sangat lembut tapi lama-lama menjadi sebuah lumatan yang penuh nafsu. Aku pun membalas lumatan nakal Draco tak kalah liarnya.
Lumatan Draco tak berlaku hanya di bibir, Draco pun dengan sangat lembut—juga liar di saat yang bersamaan, menjelajahkan bibirnya ke leherku. Tangannya yang tadinya mengelus lembut perutku beralih ke atas dan meremas pelan kedua dadaku.
Aku tak bisa menahan suaraku untuk tidak mengerang. Aku seorang wanita hamil, hormonku sedang ada di puncaknya sekarang, jadi aku biarkan saja Draco bermain di atas tubuhku. Draco bisa memberiku kepuasan.
Tiba-tiba Draco mengajakku untuk bangkit dari sofa, tangannya masih setia memberi kepuasan pada dadaku. Sambil berciuman, kakiku dan kakinya melangkah menuju kamar Draco secara kompak.
Di proses perjalanan menuju tempat itu, pakaian yang melekat di tubuh kita perlahan terlepas dan jatuh di atas lantai. Aku pun semakin kuat menekan kepala Draco agar terus melumat bibirku. Ini sungguh memuaskan. Belum pernah aku merasakan hal seperti ini.
Lalu tanpa terasa, Draco menidurkan tubuhku yang sudah sepenuhnya terbuka di atas tempat tidur. Dia tersenyum sekali lagi di atas tubuhku sebelum kembali memberikan ciuman di sepanjang tubuhku dan membuatku merasakan indahnya hubungan badan untuk pertama kalinya.
***
A/N :
Kalau kalian mau ada adegan ehem-ehem yang eksplisit bisa cari di lapak lain ya… aku soalnya nggak ahli soal begituan. Lagian aku nggak mau bagi bagi dosa ke kalian. Wkwk.
Dan sorry kalau feel romantis mereka nggak dapet... yah maklumin aja ya... yang penting aku udah usaha. Ya kan?
Btw, updatenya udah sesuai janji, kan?
Nanti diusahain dua atau tiga hari lagi Update Chapter baru. Jangan bosen buat nunggu ya… 😘😘😘😘
Makasih udah baca
*hug*love*kiss*muach*
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro