#1 : Tugas Menjijikan
Am I evil? Yes I am.
Am I evil? I am man, yes I am.
(Am I Evil - Diamond Head)
***
Menyaksikan teriakan memohon seseorang adalah hal yang paling bagus yang pernah didengarnya. Seolah orang itu menganggap dia sebagai dewa, dia memegang kuasa penuh atas nyawa orang, oh, ralat… banyak orang. Sudah berapa manusia yang dia bunuh? Seratus, dua ratus, atau bahkan ribuan? Well… percayalah angka itu akan terus bertambah bahkan dalam hitungan detik.
Walaupun banyak diantara korbannya dibunuh oleh anak buahnya, tapi tetap saja dia senang setengah mati melihat mayat seseorang berhamburan, dunia yang kacau, penuh dengan tangisan bercampur darah, kegelapan yang menjadi cahaya utama, dan tentu saja hal yang paling vitalnya adalah dunia menjadi miliknya. Sepenuhnya. Dia yang berkuasa. Dia yang menjadi Tuhan. Dia adalah segalanya.
“My Lord.” tudung kepala salah satu anak buahnya terbuka dan memunculkan sosok yang selalu menjadi andalannya. Anak emasnya. Draco Malfoy yang sedang berlutut hormat di depannya.
“Crutio.” Seringai di wajah itu melebar. Anak buah yang menjadi favoritnya meringkuk kesakitan di lantai yang sudah dia sihir mempunyai suhu lebih ekstrim dari kutub.
Sekitar sepuluh menit dia membiarkan Draco ada dalam posisi itu. Dia senang melihat orang lain menderita. Dan melihat Malfoy meringis kesakitan adalah salah satu tontonan yang lumayan bagus di kursi singgasananya.
“Kau telat datang, Malfoy!”
“Argh…” tubuh itu menggeliat. Urat di tubuhnya menonjol keluar karena tak tahan dengan siksaan yang terjadi. Wajahnya yang bertambah pucat dengan bibir yang membiru kedinginan. “Ma…af…kan… aku.. Lord.”
Voldemort tersenyum lebar lalu bangkit dari kursinya tapi tidak sudi mendekat ke lantai yang sama dengan Draco. Dia merapalkan mantra lain dan membuat hawa dingin di lantai itu lenyap berganti dengan lingkaran api lebat yang menjadikan tubuh Malfoy sebagai pusatnya. Teriakan Malfoy bukannya berhenti, anak itu malah semakin histeris kala Voldemort juga merapalkan mantra agar tubuh Draco merasa sedang dialiri air mendidih.
“Kau butuh kehangatan, bukan?”
Erangan Malfoy melemah di menit ke dua puluh. Dan itu waktu yang cukup untuk mengakhiri permainan. Dia meminta Draco ke tempatnya bukan untuk dibunuh, hell, dia tidak sudi kehilangan anak buah terbaiknya sepanjang masa. Lagipula ada masalah penting yang harus dia bicarakan dengan Draco. Dia memerlukan jasa Malfoy.
“Dalam hitungan ketiga kau harus sudah berlutut ke posisi semula.”
Draco menuruti walaupun dengan kondisi yang tertatih. Voldemort benar-benar menyukai anak ini. Dia harta karun Voldemort.
“Aku butuh bantuanmu.”
Kepala Draco mendongak menatap tuannya dengan mata berbinar. Dia selalu suka tantangan. Misi yang diperintahkan oleh Dark Lord benar-benar membuat dia ketagihan. Sudah beberapa bulan ini Draco tidak dipanggil lagi untuk misi khusus, dan dia bersumpah merindukan andrenalinnya kembali lagi.
“Aku siap menerima misi apapun, My Lord.”
“Baguslah. Aku minta kau menikah dengan mudblood peliharaanmu.”
“Tapi—”
“Crutio.” Tubuhnya tersungkur ke belakang dan merasakan atmosfer yang membuat otaknya mati rasa. Satu detik yang serasa seperti bertahun-tahun. Sakit yang membuat dia merasa mati adalah pilihan yang paling baik.
“Kau tahu aku tidak suka ada kata tapi keluar ketika aku memberikan perintah, bukan?”
Sengatan itu berhenti. Secara paksa dengan kekuatan sihir, Draco bangkit berdiri dan bertekuk lutut lagi di depan Voldemort.
“Besok. Kau dan dia harus menikah.”
Draco mengepalkan tangannya berusaha untuk tidak berontak. Bagaimana bisa misi yang harus dia lakukan semenjijikan itu? Menikahi mudblood? Membayangkannya saja membuatnya bergidik ngeri. Lebih baik dia tidur dengan mayat daripada mudblood.
“Kau boleh terus menyiksanya… tapi…” Voldemort berhenti sebentar, dia memberikan Draco pandangan yang tegas dan penuh dengan emosi. “Kau harus rajin berhubungan seksual dengannya.”
Draco benar-benar ingin muntah sekarang. Rajin menyetubuhi si jalang itu? Ini sama sekali tidak benar. Kenapa tuannya memberi misi yang aneh ini? Kenapa dia harus menikah dengan Hermione? Kenapa dia harus rajin berhubungan seks dengan Hermione? Kenapa —
“Kau takkan mendapatkan jawaban dari semua pertanyaan di otakmu. Ini perintahku dan tugasmu adalah mematuhinya dengan sempurna.” Draco lupa kalau tuannya pandai Legimency.
“Aku akan menjalankan tugas ini sampai titik darah penghabisan, My Lord.”
“Satu hal lagi, Draco. Jangan pernah kau jatuh cinta dengan anak itu.”
“Tentu saja tidak, My Lord. Aku tak sudi hatiku dialiri cinta untuk orang yang kotor.”
“Bagus… sekarang kau boleh pergi.”
Selepas Draco pergi, Voldemort duduk bersandar di kursinya sambil memejamkan mata mengingat hal yang terjadi pada takdirnya beberapa saat yang lalu.
Dia dulu tidak pernah mempercayai ramalan, sewaktu dia masih menjadi Tom Riddle, pelajaran yang paling dia tidak suka adalah ramalan. Baginya ramalan itu konyol, tidak masuk akal, sangat bodoh. Tapi sejak kejadian yang membawa namanya tersangkut paut dengan si anak dungu Potter, dia jadi lebih berhati-hati dengan dirinya. Dia rutin mengecek bola ramalan miliknya di Kementrian Sihir. Ramalan nya selalu yang paling bersinar selama masa kejayaannya ini tapi akhir-akhir ini bola ramalan miliknya menggelap, pertanda buruk.
Bola ramalan itu menyebutkan kalau dia akan kalah lagi. Lagi-lagi lawannya adalah seorang bayi. Tapi bola itu mengatakan kalau anak yang akan menjadi lawannya itu lahir dari buah kebencian dua orang yang saling bermusuhan dan terpintar di generasinya. Sewaktu dengan Harry Potter, dia kalah oleh cinta… dengan bayi yang ini… dia yakin dia akan menang karena bayi itu adalah buah benci.
Sebenarnya bisa saja dia tidak menciptakan benih itu tapi dia penyuka tantangan. Dia tahu siapa orangtua anak itu. Dia ingin anak itu dibuat dan mati langsung di tangannya setelah lahir. Dia ingin tidak ada lagi penghalang.
Sekarang dia sudah jauh lebih kuat. Tidak mungkin dia akan kalah lagi dari seorang bayi. Apalagi bayi yang tidak pernah diharapkan datang oleh pasangan Malfoy dan Mudblood. Dia akan menang, selalu, harus, pasti.
***
Draco Malfoy kembali ke manor dengan perasaan yang sangat buruk. Terakhir kali dia merasakan perasaan segelap ini adalah sewaktu orangtuanya tewas meninggal di tangan Voldemort langsung. Orangtuanya mati demi membelanya, ayahnya meminta dia untuk terus hidup dan membela Voldemort sebagai pesan terakhir.
Dia memang sangat membenci Dark Lord atas apa yang dia lakukan pada keluarganya tapi di saat yang sama, dia harus mematuhi petuah ayahnya. Itu kewajiban seorang Malfoy. Malfoy mewarisi petuah.
Setiap dia bertemu Dark Lord, dia melupakan siapa orang itu. Dia hanya mengingat kalau Dark Lord adalah seorang raja, bukan orang yang telah merenggut kehidupan suci orangtuanya. Dia selalu mematuhi kemauan Dark Lord. Dan biasanya tugas yang dia terima sangatlah menakjubkan, well, catatan itu harus ternodai sekarang karena tugas kali ini benar-benar tidak masuk akal.
Dia memandang si mudblood yang tengah tertidur di penjara sempit yang dibuat khusus untuk menyekap tubuhnya. Tubuh anak itu penuh dengan luka, rambutnya kusut, badannya pun kotor. Yang seperti ini harus dia tiduri? Oh well, tugas kali ini benar-benar berat.
Dia memanggil Dior, peri rumahnya.
“Ada apa tuanku?” tanyanya sambil menunduk.
“Urus anak itu. Aku mau dia bersih untuk besok.”
“Mudblood ini maksudmu, tuanku? Buat apa dia bersih, dia memang layak kotor—”
“Dia akan jadi isteriku besok.”
“Menjijikan sekali, tuanku. Kenapa—”
“Yah… sangat. Setidaknya aku ingin pengantinku bersih untuk besok. Dan jangan tanya hal apapun, Dior. Kau itu pembantuku, kau hanya harus patuh atas setiap perintahku.”
Dior membungkuk dalam sekali, “Maafkan aku, tuanku.”
Draco memutar matanya. Kepalanya pusing sekali karena hal ini. Dia membuka kunci penjara dan mengangkat tubuh jalang itu dengan tongkat sihirnya. Tubuh wanita itu memang cukup bagus tapi dia terlalu kotor baik dari luar sampai ke dalam pembuluh darahnya. Bagaimana bisa dia menikah dan tidur dengan orang seperti ini?
Rahang Draco mengeras. Dia menurunkan tongkatnya dan bersamaan dengan itu tubuh mudblood itu jatuh ke lantai keras dari ketinggian satu setengah meter. Wanita itu merintih kesakitan. Begitu dia membuka matanya, Draco langsung meludahi muka itu dan beranjak pergi.
Dia benar-benar benci dengan tugas ini.
***
A/N :
Makasih udah menyempatkan baca cerita ini. 😚😚😚. Kalau bisa ceritanya di voment ya biar semangat bikinnya... wkwk.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro