Bab 9
Nanda menatapi dua orang yang masih terlelap di tempat tidurnya. Padahal Nanda sudah siap berangkat kerja. Nanda tersenyum tipis, membenahi selimut putri kecil Diya sebelum Nanda memutuskan untuk berangkat begitu saja. Tapi dia sudah menyiapkan sarapan untuk sahabatnya itu.
"Mau berangkat, Nda?" sapa Ibu ketika melihat Nanda keluar dari rumahnya, persis di samping rumah Nanda.
"Iya. Nanda berangkat dulu, Bu."
"Nda, tunggu."
Nanda menghentikan langkahnya. Dilihatnya Ibu bergegas menghampirinya. Nanda tahu, ini pasti mengenai Bapak yang katanya selingkuh dari facebook. Pelakor memang tidak mengenal usia, harta maupun tahta.
"Apa, Bu?" tanya Nanda berusaha sabar padahal Nanda sudah kesiangan.
"Kalau Ibu minta cerai sama Bapak gimana menurut kamu?" tanya Ibu bernada ragu.
Nanda menahan napas. Cerai. Satu kata yang membuat Nanda pias. Teringat ketika Ayah Nanda mulai sakit-sakitan ketika Ibunya mengajukan cerai. Nanda juga benci kata ini. Mengapa harus ada kata cerai dalam tata bahasa?
"Ada baiknya bicara dulu sama Bapak, Bu. Mana tahu nanti Bapak akan berhenti. Anak-anak ibu juga pasti belum tahu kan?" ujar Nanda. Kedua anak Ibu memang sudah berkeluarga. Yang satu di Surabaya. Yang satunya di Jogja kata Ibu. Dan ada lebih dari tiga tahun mereka tanpa kabar. Kadang Nanda merasa prihatin. Yang tidak punya orangtua mati-matian menahan iri pada mereka yang masih punya apalagi orangtuanya masih lengkap. Yang punya malah tidak ada pedulinya.
"Gitu ya? Kamu kapan libur, Nda?"
"Nanti, Bu. Sabtu. Nanti kalau Nanda nggak sibuk, kita jalan-jalan, Bu. Biar nggak suntuk di rumah."
Seketika Ibu melebarkan senyumnya. Senyum sumringah. Hanya solusi sederhana ini yang bisa Nanda berikan setiap Ibu berkeluh kesah mengenai masalahnya.
"Makan di Mcd ya, Nda."
Nanda tertawa kecil. Menganggukkan kepalanya. Kemudian berpamitan pada Ibu sebelum Nanda bergegas menuju ke tempat kerjanya dengan kendaraan umum.
Entah, mengapa Tuhan memperlihatkan perkara-perkara rumahtangga padanya. Bukan hal-hal manis mengenai rumah tangga. Nanda tersenyum miris. Masih, di dalam langkahnya setelah turun dari angkutan umum itu, Nanda tidak bisa membuang kelebat buruk perkara itu. Rasanya enggan untuk pergi.
"Pagi, Mbak Nanda," sapa Mella tapi tidak terdengar oleh Nanda.
Nanda terus melangkah sambil sesekali menghela napas. Tidak menyadari tatapan penuh tanya dari Mella dan karyawan lain. Mungkin aneh, karena tidak biasanya Nanda dikalahkan oleh lamunan.
"Nda, nanti saya mau ke Cafe Ken. Anak itu lagi galau maksimal kayaknya. Nanti kamu jemput saya ya?" kata Bayu menyambut kedatangan Nanda. Dan sangat jarang pula Nanda datang belakangan. Biasanya Bayu yang belakangan.
"Nanda?" panggil Bayu ketika Nanda tidak meresponnya. Perempuan itu malah duduk di depan kasir, merapatkan matanya dan sesekali menghela napas panjang.
"Nda, lagi ada masalah?" tanya Bayu menatap Nanda lebih lekat.
Nanda mengerjabkan mata, sedikit terkejut mendapati Bayu menatapnya lekat-lekat. Dengan cepat Nanda memberinya senyum singkat lalu menegakkan tubuhnya dari sandaran kursi.
"Nggak ada. Cuma masih ngantuk aja. Semalam keasikan nonton drama. Pak Bayu butuh sesuatu?" tanya Nanda berusaha menutupi dirinya.
"Oke. Nanti jemput saya setelah jam makan siang. Saya mau ke Cafenya Ken. Oke?"
"Siap, Pak. Setelah makan siang ya?" sahut Nanda disertai anggukan kepalanya begitu mantap.
Tapi malah membuat Bayu mengernyit heran. Prediksi Bayu, Nanda akan menolak mentah-mentah karena berhubungan dengan Ken seperti hari lalu. Nyatanya kali ini Nanda seperti tidak masalah dengan nama Ken. Benar, Nanda sedang tidak fokus hari ini.
"Nanda?" Bayu masih menunggu jawaban yang yakin dari Nanda.
"Iya, Pak Bayu. Abis jam makan siang kan? Nanti saya jemput. Selalu ingat kok," jawab Nanda sama yakinnya dari jawaban tadi.
Bayu mengangguk-angguk, dengan sebuah tanda tanya di kepalanya. Ini bukan Nanda yang dia kenal. Begitu batinnya berkata.
***
Tidak ada yang tahu kalau Nanda sedang sibuk menata perasaannya. Masalah orang tapi mampu mengusik luka yang sudah Nanda tutup lama. Adalah mengenai perkara rumahtangga. Sekalipun dia sedikit beruntung ketika Tuhan menggagalkan rencana pernikahannya lima tahun lalu. Yang ternyata tunangannya memilih menikahi teman SMA Nanda secara diam-diam.
LDR bisa menutupi semuanya dengan baik sekalipun itu tidak lama. Mantan tunangan Nanda adalah seorang dokter yang lebih memilih dinas di luar Pulau Jawa. Baru Nanda tahu kalau pernikahan itu sudah lewat enam bulan. Mereka pintar menyembunyikan. Boleh Nanda menyebutnya sebuah skandal? Teman Nanda yang ternyata seorang perawat yang selalu mendampingi mantan tunangannya. Tidak hanya dalam pekerjaan ternyata. Tapi juga mendampingi hidupnya.
Nanda menarik napas dalam-dalam. Rasa malu dan sakit hati tidak bisa hilang begitu saja. Belum lagi cibiran dari orang-orang. Sindiran dari mantan calon mertua masih juga tidak bisa Nanda lupakan. Sekarang, malah melihat dan mendengar keluh kesah masalah rumah tangga yang sepertinya tidak ada kabar bahagia Nanda pernah terima selain kabar bahagia mengenai kelahiran. Kenapa semesta malah mendukung ketakutan?
"Mbak Nanda, Pak Bayu telfon kapan mau jemput?" ujar Mella memberitahu sambil meletakkan gagang telpon.
"Ah, ya. Ini saya mau jalan," jawab Nanda sedikit tergagap. Menyambar tasnya dengan cepat sebelum Bayu menelpon lagi.
"Mbak Nanda!" panggil Mella ketika Nanda hampir mencapai pintu.
"Ya?" Nanda menoleh.
Perempuan itu tersenyum lalu bergegas menghampiri Nanda.
"Kunci mobilnya Pak Bayu nggak dibawa. Nanti Mbak Nanda gimana mau bawa mobilnya," jawab Mella kalem membuat Nanda tersipu malu kemudian tertawa lirih, demi menutupi rasa malunya.
"Lupa. Makasih, Mella," ucap Nanda di tengah tawa kecilnya.
Mella ikut tertawa. Ibu asisten boss-nya yang keras tapi lucu. Meski keras tapi tidak pernah galak. Nanda adalah wanita tegas di mata Mella dan anak-anak lain. Bahkan Bayu mengakui itu.
Sementara itu Nanda menggelengkan kepala sambil melajukan mobil sedan itu. Dia masih menertawakan kepayahan dirinya untuk hari ini. Terkadang Nanda ingin teriak, 'Jangan curhat soal rumahtangga sama aku. Kalian pikir aku siapa?' atau 'Jangan curhat kalau kalian sedang bertengkar. Kalian tahu nggak? Masalah kalian cuma buat ketakutanku selalu bertambah!'. Terkadang Nanda juga ingin menyalahkan mereka dan masalahnya untuk keterpurukan Nanda. Tapi Nanda tahu, mereka mau lari kemana kalau bukan pada Nanda? Curhat bukankah salah satu cara untuk mengurangi beban? Tapi masalahnya, Nanda bukan seseorang yang bisa dengan mudah gantian curhat. Lidahnya kelu untuk menambah mereka beban dengan cerita Nanda.
***
TBC
Kalian hati-hati ya kalau mau curhat soal rumahtangga sama teman. Baiknya sih jangan terlalu sering. Takutnya, masalah kalian cuma nambah beban teman kalian.
01 November 2018
S andi
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro