Bab 15
"Ini beneran kan, Nda? Kamu kasih kesempatan aku buat kenal kamu?"
Pertanyaan disertai dengan napas terengah-engah mengejutkan Nanda dan juga Bayu. Bahkan Nanda sampai tidak bisa berkata-kata. Hanya menatap lelaki itu.
"Nda?" panggil Ken ketika tak kunjung mendapat jawaban.
Sesaat Nanda menelan ludahnya susah payah. Matanya mengerjab, mencoba meyakini bahwa yang ada di hadapannya adalah nyata. Ken kembali berputar balik hanya untuk sebuah kepastian.
"Ya?" lirih Nanda terbata.
"Ini becanda ya?" ucap Ken menyurutkan senyum sumringahnya. Jelas ada kekecewaan yang berusaha lelaki itu sembunyikan. Namun gagal total. Nanda sudah telanjur melihatnya.
"Hah?" Nanda menarik napasnya dalam-dalam, beralih menatap Bayu meminta dukungan. Yang Nanda dapat hanya seraut wajah penuh ketidakpercayaan.
"Oke," kata Ken menarik paksa senyuman. Dia mengembuskan napasnya, mungkin menghalau rasa sesak karena kecewanya. Dia berbalik untuk kembali pulang.
Sementara Nanda menggigit bibirnya. Tangannya mengepal mencari keyakinan untuk keputusan final. Ya, Nanda harus memperhitungkan apa yang akan menjadi resiko ketika memutuskan untuk membiarkan Ken mengenal dirinya. Bisa jadi Nanda akan ikut larut bahkan jatuh pada perasaan yang sangat Nanda tidak inginkan. Nanda takut jatuh cinta.
"Tunggu. Ken!" seru Nanda menahan langkah Ken yang hendak mencapai pintu. Sekali lagi Nanda menarik napas dalam-dalam. Matanya menatap Ken yang berhenti dari langkahnya tapi tidak menoleh. Nanda tahu, lelaki itu pasti tidak ingin mendengar jawaban menyakitkan dari Nanda.
"Kita teman kan?" ucap Nanda berusaha keras mengikis keraguannya.
"Teman?" Ken menelengkan kepalanya lalu menoleh menatap Nanda.
"Emh, ya, teman. Oke?"
"Yes!!!" pekiknya lalu melangkah pergi meninggalkan suara siulan.
Pekikan itu mengantarkan sebuah kelegaan yang tidak pernah Nanda rasakan sebelumnya. Seperti seluruh bebannya meluntur dalam sekejab. Katanya, bahagia itu sederhana. Nanda setuju dengan kalimat itu untuk kali ini.
"Kamu serius, Nda?" tanya Bayu akhirnya.
"Kenapa enggak? Kayaknya teman Bapak baik orangnya," jawab Nanda.
"Nanti kamu akan sakit, Nda."
Nanda tertawa lirih, menoleh menatap Bossnya. Ada sebentuk kekhawatiran di mata lelaki 30 tahun itu.
"Sakit apa yang belum pernah Nanda cecap, Pak? Tenang aja. Setiap sakit pasti ada obatnya. Kalau nggak kuat kan ada Pak Bayu," jawab Nanda kalem.
"Aduuh, saya lagi yang kena," lenguh Bayu membuat Nanda semakin terbahak. Apalagi saat lelaki itu menapaki anak tangga menuju ke ruangannya dengan begitu lunglai.
"Nda," panggil Bayu sambil berhenti di tengah tangga, membuat Nanda menoleh mengangkat wajahnya.
"Apa, Pak?"
Bayu menatap Nanda sendu. Tangannya kemudian menepuk satu sisi dadanya.
"Kamu baik, Nda. Dada ini siap menampung kapan aja kamu butuh."
"Drama korea yang judulnya apa ini, Pak yang ada adegan manis macam itu?" tanya Nanda mengerling jenaka.
"Malah ngledek. Ini serius, Nda," decak Bayu dengan nada super lembutnya.
"Ya ampun. Jangan lembut-lembut, Pak. Nanti Nanda malah jatuh cinta."
"Berarti saya dapet jackpot kalau kamu jatuh cinta sama saya."
Nanda menghela napasnya, menahan senyum. Sementara Bayu tertawa kecil lalu melanjutkan langkahnya.
Tidak ada yang tahu tentang lima menit ke depan bahkan hari esok. Nanda tahu akan hal itu. Kemarin dia begitu keras membuat benteng agar tidak luluh bahkan tergoda pada Ken. Nyatanya pagi ini Nanda membuka pintu untuk Ken berteman dengan dirinya. Sama sekali di luar rencana juga di luar nalar.
Nyatanya semua tidak membutuhkan alasan. Kalau ditanya mengapa Nanda luluh? Maka Nanda tidak punya alasan dari pertanyaan mengapa. Yang Nanda tahu, Nanda perlu melakukan itu. Sesuatu dari dalam dirinya sudah menggerakkan hatinya untuk hal baik tanpa memikirkan resiko ke depannya.
***
"Pak? Jadi meeting?" tanya Arul menyambut kedatangan Ken sambil melirik jam di tangannya yang hampir menunjuk pada pukul setengah sebelas.
"Oh? Meeting?" tanya Ken hampir tersedak napasnya sendiri. Menatap Arul sejenak sambil mengingat sesuatu hal. Sementara Arul menatap Bossnya waspada. Sepertinya Ken melupakan apa yang sudah diperintahkan pada Arul.
"Kan tadi Pak Boss bilang,"
"Oh, jadi dong. Udah siap semua?" potong Ken kembali bersikap selayaknya Boss. Tapi sedikit hilang ketika rasa membuncah karena Nanda mengalahkan semuanya.
"Sudah menunggu sejak tadi, Pak?"
"Oke. Sepuluh menit lagi. Saya mau ke toilet sebentar. Dan, Arul, jangan sampai lupa bikin notulen. Salin di buku sama di laptop biar nanti di email ke setiap kepala outlet," ucap Ken dengan nada bijaknya kemudian meninggalkan Arul yang masih terdiam.
Bukan pada tugas yang Ken berikan. Tapi lebih pada sikap bijaksana seorang Ken Pratama, menambah kadar ganteng sebagai Boss. Kalau saja Arul perempuan pasti Arul sudah jatuh cinta begitu dalam.
"Pak Arul, jadi meeting?" tanya seorang pic Outlet ketika Arul masuk ke ruangan. Ada tiga orang, dua orang laki-laki dan seorang perempuan duduk di meja meeting itu.
"Jadi. Pak Boss baru datang. Sepertinya suasananya lagi baik."
Terdengar helaan napas lega dari ketiga orang itu. Masalahnya, kalau suasana sedang tidak baik, Ken akan membuat anak buahnya ketakutan. Masalah kecil akan menjadi besar. Sementara kalau suasana sedang baik, apapun masalahnya pasti akan diselesaikan dengan diskusi.
"Yang benar?" tanya seorang perempuan.
Arul mengangguk mantap. Sesaat kemudian Ken datang menyapa dengan senyum sumringah penuh semangat. Ah, kalau saja ada yang tahu, Nandalah alasan senyuman dan semangat itu. Sedikit konyol memang. Namun sesederhana itu bagi seorang Ken, lelaki yang menginginkan sedikit kebebasan untuk memilih, sekali saja dalam hidupnya.
***
Tbc
05 November 2018
S Andi
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro