2
Gemma tidak percaya dengan apa yang dia lakukan saat ini. Dia tengah berada di dalam city car nya dan menanti dengan sabar gadis bernama Carissa keluar dari sebuah gedung dengan papan bertuliskan ‘Panti Asuhan Assalam’ di depannya. Gemma penasaran dengan apa yang dilakukan Carissa di sana. Semua tentang gadis itu sangat misterius. Termasuk kemunculannya dalam kehidupan Gemma sebulan yang lalu.
Carissa Alya Kalalo. Gadis dua puluh lima tahun itu muncul seperti hujan di tengah siang hari terik tanpa diawali mendung. Begitu mendadak. Disertai dengan permintaan yang tidak masuk akal. Dia ingin dinikahi oleh Gemma. Gemma berani bersumpah dia tidak pernah melihat gadis itu sebelumnya. Gemma mencoba mengingat dalam lingkaran pertemanan yang mana dia pernah menjumpai Carissa, namun upaya itu nihil.
Awal mula dari semua ini adalah ketika sebuah akun di facebook meminta pertemanan dengannya. Tidak ada mutual friend yang menegaskan bahwa mereka memang tidak pernah terkoneksi sebelumnya. Sebagai seorang pemimpin cabang sebuah bank swasta terkemuka di Manado, Gemma berpikir bisa jadi ia adalah salah satu nasabah. Gemma menerima pertemanan itu tanpa ada pikiran buruk sedikit pun.
Seminggu kemudian ia mendapat pesan melalui aplikasi whats app. Gadis bernama Carissa menanyakan nama kakeknya. Gemma tidak menggubris sama sekali. Pesan itu datang berulang-ulang dengan pertanyaan yang sama.
Kenapa penting bagimu untuk mengetahui nama kakekku?
Karena kalau nama kakekmu Maxi Maramis maka kau harus menikah denganku.
Begitulah awal mula Gemma berhubungan dengan Carissa. Gadis itu mencoba menelpon Gemma berkali-kali namun tidak pernah Gemma angkat. Ia masih berpikir gadis itu hanya orang iseng tidak ada kegiatan yang mengganggunya. Suatu ketika ia pernah menyelediki akun facebook Carissa dan tidak mendapatkan satu pun tanda yang menunjukkan ia adalah mantan penghuni rumah sakit jiwa. Dari foto-fotonya ia adalah seorang gadis yang normal, bekerja di salah satu perusahaan yang berhubungan dengan perumahan, karena beberapa kali Carissa meng-upload gambar rumah ataupun desain rumah. Tampaknya ia memiliki seseorang pemuda yang dekat dengannya karena di beberapa foto terlihat pose Carissa bersandingan dengan pemuda itu. Lalu kenapa dia meminta Gemma menikahinya? Apakah Carissa seorang pembunuh berantai yang tengah mencari korban secara acak?
Tolong temui aku. Kita perlu bicara tentang rencana pernikahan ini.
Itu pesan terakhir Carissa di whats app sebelum ia muncul tiga hari yang lalu di tengah buissiness meeting dan sukses mempermalukan Gemma di depan jajaran pemimpin divisi.
Keesokan harinya setelah kejadian penodongan pistol air, Gemma menyerah dan menemui Carissa di salah satu kafe di kawasan Mega Mas. Ketika itu matahari nyaris terbenam menyisakan saga di langit Manado. Carissa datang bersama seorang pria bernama Bernard Pontoh, yang mengaku pengacara keluarga Carissa. Gemma yakin ia sedang menjadi korban salah satu modus penipuan terbaru kala itu, hingga Bernard membuka beberapa berkas dan menunjukkan isi surat wasiat Opa Roni di sana.
Gemma tidak ingin percaya namun demi melihat ada nama ayah dan kakeknya di sana, keyakinannya tergoyahkan. Mungkin bisa saja seorang penipu merasa perlu untuk menyelidiki dan mendapatkan dengan mudah nama ayahnya untuk mendukung aksi mereka, namun Gemma berani menjamin hanya kerabat dekat yang tahu siapa nama kakeknya.
Sebaiknya kau mulai mempertimbangkan pernikahan ini setelah bertemu dengan pengacarku.
Dasar kau perempuan matre! Kau tidak mau harta warisan kakekmu jatuh ke badan amal sehingga kau melakukan segala cara untuk mendapatkannya.
Aku tidak peduli dengan pendapatmu.
Setelah enam bulan menikah aku mau pembagian warisan 70 : 30.
Itu artinya kau setuju menikahiku?
In your dream!
Gemma telah membuntuti Carissa sejak pertemuannya dengan Bernard. Ia mengetahui gadis itu tinggal di rumah mewah di daerah Malalayang. Sebagai seorang banker yang juga mengenal beberapa pebisnis di Kota Manado, Gemma tahu itu adalah rumah milik salah satu pengusaha hasil bumi yang selama ini berusaha ia dekati untuk diajak bekerja sama. Namun, usaha itu belum juga berhasil hingga kemudian Gemma mendengar bahwa Roni Kalalo meninggal dunia. Yang tidak ia ketahui sama sekali bahwa ternyata Roni memiliki seorang cucu yang sekarang membuat hidupnya seperti di neraka.
Carissa hidup dengan kemewahan dari kakeknya, namun di mata Gemma ia sangat sederhana. Ia lebih sering memakai pakaian casual dan naik mobil rental dari salah satu perusahaan jasa penyewaan mobil on line dibanding menggunakan mobil pribadi. Padahal jika Carissa mau ia bisa saja membeli mobil mewah keluaran terbaru saat ini juga. Demi Tuhan Roni Kalalo adalah pebisnis yang sangat kaya. Seingat Gemma, ia juga memiliki perumahan di daerah Ring Road dengan penjualan yang sangat bombastis. Ia menjual rumah seperti menjual kacang goreng.
Kalau sebelum ini ia pernah berpapasan dengan Carissa di jalan, ia sama sekali tidak akan menduga bahwa Carissa adalah pewaris tunggal konglomerat di Manado.
Carissa keluar dari bangunan yang diduga Gemma sebagai panti asuhan setengah jam kemudian. Ia telah membuntuti Carissa sejak dari kantornya di kawasan Mega Smart siang itu. Carissa menaiki salah satu mobil yang menjemputnya. Gemma menduga itu adalah mobil dari perusahaan jasa penyewaan on line.
Gemma memasuki bangunan panti asuhan begitu mobil yang membawa Carissa menghilang di tikungan.
“Ada yang bisa dibantu, Pak?” Seorang wanita berjilbab menghampiri Gemma.
“Oh, saya hanya datang berkunjung untuk melihat-lihat. Ini kartu nama saya.” Gemma menyerhkan kartu nama berlogo perusahaan tempatnya bekerja.
“Dari bank?”
“Saya datang untuk melihat apakah panti asuhan ini membutuhkan sesuatu. Perusahaan saya berencana untuk membawa bantuan.” Gemma tidak sedang berbohong. Ia memang tengah mencari panti asuhan dan yayasan sosial lainnya untuk meberikan dana CSR dari perusahaan. Kebetulan perkara Carissa ini mengantarkannya kemari juga.
“Wah, dengan senang hati, Pak. Panti asuhan ini menampung sekitar seratus anak dari berbagai usia. Bahkan ada yang masih bayi. Kami senang sekali.”
Gemma tersenyum senang, “Saya lihat tadi ada Ibu Carissa Kalalo.”
“Aaah, Nona Carissa? Ya, dia memang sering ke sini.”
“Sering? Untuk apa? Membawa sumbangan?”
“Ya. Panti asuhan ini didirikan oleh orang tuanya. Bapak dokter Alan Kalalo.”
“Dokter Alan?”
“Iya. Dua puluh lima tahun yang lalu. Ucapan syukur atas kelahiran Nona Carissa. Sayangnya, Dokter Alan, istri dan putra sulungnya meninggal dua puluh tahun lalu.”
“Meninggal? Karena apa?”
“Mobilnya tertimbun longsor di daerah Tomohon. Terjadi begitu saja saat mobil Dokter Alan lewat sekembalinya dari sebuah acara di Tomohon. Nona Carissa tidak diajak karena sedang sakit."
Terlalu banyak yang Gemma ketahui tentang Carissa hari ini membuat kepalanya sedikit pusing.
“Nona Carissa sudah menjadi yatim piatu sejak usianya baru lima tahun. Mungkin itu yang menyebabkan dia merasa senasib dengan anak-anak di panti asuhan ini. Dia sering datang kemari dan bermain dengan mereka.”
Gemma tidak menyahut. Entah apa yang dia rasakan di dalam hatinya. Seolah ada lubang kecil yang terbuka di sana.“Apalagi Bapak Roni baru meninggal. Nona Carissa pasti terpukul. Dia sudah tidak punya siapa-siapa.”
Gemma pergi setelah berjanji akan datang kembali membawa sumbangan untuk panti asuhan. Ia menyetir ke kantor dengan pikiran yang berlarian ke sana kemari.
“Siapa sebenarnya kamu, Carissa?” batin Gemma.
***
Adi Nugraha baru saja mendatangi kantor cabang yang dikepalai oleh Gemma dan mencecar Gemma habis-habisan. Sebagian melanjutkan kekecewaannya terhadap pencapaian semester satu, sebagian lagi membahas kehebohan yang terjadi di business meeting seminggu yang lalu.
“Pak Adi, saya yakin semester dua kami bisa lebih baik. Proyek belum berjalan, pala belum bisa dipanen. Daya beli masyarakat turun. Hampir semua debitur mengeluh dagangan mereka tidak laku.” Gemma menjelaskan. Ia terlibat diskusi alot, namun kali ini hanya dia dan Adi Nugraha di ruangannya.
“Saya pegang komitmenmu ya, Gem. Kamu adalah kandidat terkuat yang akan menduduki jabatan saya ke depan.”
“Itu masih sepuluh tahun lagi mungkin, Pak.”
“Tidak ada yang tidak mungkin. Buktinya kamu sekarang yang duduk di kursi itu. Umur dua puluh sembilan tahun. Ini rekor yang pernah terjadi di perusahaan kita. Kamu mungkin yang termuda yang pernah ada. Lihat teman seangkatanmu. Yang paling tinggi baru jadi penyelia. You are brilliant. Makanya saya marah kalau kamu mengecewakan saya.”
“Saya jamin semester depan bisa menebus kekecewaan Bapak.”
“Itu baru Gemma Maramis,” balas Adi Nugraha. “Oh, ya gimana cewek itu?”
“Cewek yang mana, Pak?”
“Yang nodongin pistol air waktu kita meeting. Saya tidak ingin ikut campur dengan kehidupan pribadimu, tapi ini kali terakhir saya lihat kamu bawa-bawa masalah pribadi ke kantor ya, Gem.”
“Baik, Pak. Ini tidak akan terulang.”
Adi Nugraha beranjak dari ruangan Gemma untuk kembali ke Head Office. Head Office perusahaan terletak di jantung kota Manado. Di bawah Head Office terdapat dua puluh kantor cabang yag tersebar di seluruh penjuru Sulawesi Utara. Salah satu kantor cabang itulah yang dikepalai oleh Gemma.
“Gem, ngapain tuh si Pak Adi?” Mario masuk tanpa mengetuk pintu ruangan. Ia adalah penyelia di kantor dan juga sahabat Gemma. Mereka sudah saling mengenal sejak merintis karir di perusahaan ini tujuh tahun yang lalu. Mario adalah seorang pendatang di Manado. Ia berasal dari Bekasi.
“Biasa. Marah-marah.”
“Marah kenapa?”
“Karena satu kantor ini tidak ada yang benar kerjanya. Termasuk penyelianya.”
“Gila lu! Gue tiap hari pulang jam sepuluh lu kata nggak kerja?”
“Tapi hasil semester satu tidak menunjukkan hal itu.”
“Eh, Gem. Kita sebagai manusia hanya bisa berusaha. Tuhan yang menntukan hasilnya. Gue tiap hari lembur sampai nggak dapat gebetan masih juga lu raguin pengabdian gue buat perusahaan ini.”
“Terserah elu! Pusing gue.”
“Elu pusing karena ada dua cewek rebutin. Lah gue pusing karena jumblo akut.”
“Hah?”
“Nggak usah sok kaget begitu, Gem. Ada cewek nodongin senjata ke muka lu waktu meeting. Dan lu harap kami bisa melupakan itu begitu saja? Anak-anak masih bergosip tentang hal ini di belakang elu. Hahahahah.”
“What the heck?!”
“Sebagian cewek-cewek di sini kecewa waktu tau pemimpin mereka yang tampan rupawan ini mau tunangan. Eh, belum pula tunangan ada satu lagi makhluk Tuhan paling seksi muncul minta dinikahin. Marry me or you die, Gemma. Hahah.” Mario menirukan kata-kata Carissa.
“Stop it!” seru Gemma kesal.
“Gila lu, Gem. Lu hamilin anak orang ya sampai nekat datang ke sini minta tanggungjawab?”
“Mario, lu tau? Mulut lu itu lama-lama sudah kayak mulut cewek. Berisik!”
“Hahahahah. Santai Gem. Kita kan sahabat bagai kepompong, elu bisa ceita semua maslaah lu kok. Kalau lu nggak mau, cewek itu, siapa namanya? Carissa. Buat gue aja lagi. Tapi lu yakin kan itu cewek belum lu buka segelnya?”
“Orang gila!” Gemma menyahut, “Pantas target perusahaan susah tercapai. Penyelianya macam ini!”
“Hahahaha,” Mario hanya tertawa terbahak menanggapi seruan Gemma. Ia beranjak dari ruangan namun terhenti di ambang pintu, “Tapi ingat Bro, gue selalu ada kalau lu butuh curhat. Oke, Bro.”
“Jijik banget lu!”
Gemma masih mendengar tawa Mario yang membahana bahkan ketika pemuda itu menutup pintu ruangan di belakangnya.
Sayang, kita jadi nonton nanti malam kan?
Whats app dari Mikaila, gadis yang akan menjadi tunangannya kurang dari sebulan lagi.
Iya. Jadi.
Di Mantos 3 saja ya, sayang. Kita ketemu di Starbuck jam 8.
Oke.
***
Gemma memutuskan untuk langsung ke Manada Town Square dari kantor. “Sayang.” Gadis bernama Mikaila beranjak dari tempat duduk dan meyambut Gemma, “Mau kopi atau sesuatu?”
Gemma menggeleng lalu mencium kening Mikaila sekilas. Mikaila tahu Gemma tidak pernah suka makan atau minum apapun di Starbuck namun demikian ia tetap menawarinya. Gemma lebih suka roti tawar dan minum kopi saset yang kadang rasanya terlalu manis untuk Mikaila. Tidak berkelas untuk seorang pemuda dengan karir sesukses Gemma.
“Sudah lama?” tanya Gemma. Ia memperhatikan penampilan Mikaila malam itu. Selalu stunning dan feminim. Ia mengenakan dress pastel selutut berpadu dengan high heels berwarna senada. Kulit Mikaila yang putih mebuatnya selalu cocok mengenakan pakaian dengan warna apapun.
Wajah Mikaila sangat cantik. Seluruh laki-laki yang melihatnya akan mengakui. Terlihat riasan di wajahnya menegaskan bahwa gadis itu sangat memperhatikan penampilan. Bibirnya dipoles dengan warna merah menyala menambah daya tarik pada wajahnya. Carissa tidak secantik Mikaila dan juga tidak pernah terlihat mengenakan riasan kecuali bedak tipis dan lipstick dengan warna nude.
Gemma menekan pelipisnya saat ia mulai membanding-bandingkan Mikaila dan Carissa. Ia mencoba mengusir apapun pikiran yang sedang menggerogoti akal sehatnya.
“Kenapa sayang? Banyak kerjaan ya?” Mikaila memperhatikan gelagat Gemma.
Gemma terkejut namun buru-buru tersenyum, “Ya. Seperti biasa.”
“Kasihan sayangku.”
“I am fine, babe” Gemma membelai kepala Mikaila.
Ia telah mengencani gadis ini selama tiga tahun dan memutuskan untuk bertunangan dengannya bulan depan. Mikaila adalah anak dari sahabat Ibu Gemma. Mereka bertemu tiga tahun yang lalu saat Ane, ibu Mikaila, membawanya berkunjung ke rumah Gemma. Saat itu Gemma melihatnya dan menyadari Mikaila sangat cantik, namun ia sama sekali tidak berniat mengencaninya.
Mikaila memang sempurna namun bukan tipe Gemma sama sekali. Pacar terakhirnya semasa di kampus sangat cuek dengan penampilan. Ia lebih memilih membelajakan uangnya untuk membeli komik dibanding seperangkat alat make up. Dan Gemma tergila-gila pada gadis itu karena selera humornya. Dia tidak akan menutup mulutnya saat sedang tertawa ketika Gemma melemparkan joke. Hal itu berbeda 180 derajat dengan Mikaila. Ya, Gemma sadar Mikaila memiliki semua kriteria gadis yang didambakan oleh pemuda manapun. Tinggi, langsing, cantik, feminim, putih, mata besar, bibir tipis, bergaya. Sebutkan saja dan semua itu ada pada Mikaila. Ketika kemudian ibunya memberitahu bahwa Mikaila tertarik pada Gemma, ia pikir tidak ada salahnya mengenal Mikaila lebih jauh. Dia toh saat itu juga tidak sedang berhubungan dengan siapapun. Mikaila baru kembali dari Shanghai ketika itu. Ia mengambil kuliah desain baju. Belakangan Mikaila lebih senang mendesain dan membuat gaun pengantin. Ane memiliki sebuah toko yang menjual dan menyediakan jasa menjahit baju pengantin dan telah mempersiapkan Mikaila dengan matang untuk meneruskan usahanya.
“Filmnya sejam lagi,” Mikaila menyeruput kopi dari gelasnya, “Kamu yakin tidak mau makan sesuatu?”
“Aku sudah makan di kantor sebelum ke sini.”
“Oke. Mami dan Papi apa kabar?” Yang dimaksud Mikaila adalah orang tua Gemma. “Aku sudah lebih seminggu tidak main ke rumahmu. Banyak orderan. Kayaknya lagi musim kawin.”
Gemma tertawa singkat, “Mami Papi baik.”
“Gibran?” Mikaila menanyakan kabar kakak Gemma.
“He is great as usual,” Gemma menjawab enggan. Segala hal yang berhubungan dengan Gibran membuatnya enggan.
“You are greater, honey.”
“Thanks, babe.”
Hening sesaat.
“Apa ada yang ingin kamu certikan ke aku?” tanya Mikaila. Gemma sedikit banyak sudah hafal tingkah Mikaila yang satu ini. Selalu bertanya seperti itu ketika ingin meminta penjelasan. Gemma heran kenapa Mikaila tidak bertanya langsung dan malah berbasa-basi seperti ini.
“Tidak ada. Memang kenapa?” Gemma sengaja mengikuti alur Mikaila, padahal ia tahu benar Mikaila ingin mendapatkan penjelasan tentang siapapun gadis yang menerobos ruang meeting dan minta dinikahi olehnya. Gossip cepat sekali beredar dan Gemma yakin ini pasti ulah Mario.
“Who is the girl?” Mikaila membuka suara.
“What girl?”
“Oh, ayolah. Mario sudah cerita semuanya waktu dia mampir ke toko kemarin dulu.”
“Don’t trust him! Yang terjadi hanya kesalahpahaman saja.” Gemma memutuskan untuk tidak menceritakan apapun pada Mikaila. Belum saatnya.
“Are you sure?"
Gemma mengangguk mantap. Matanya menyorot tajam ke manik mata Mikaila membuat gadis itu bungkam. Ia selalu lemah di bawah sorotan mata milik Gemma. Ia sangat memuja pemuda itu. Ia sangat mencintainya dengan sepenuh jiwa sejak pertama kali mereka bertemu. Mikaila menelusup ke pelukan Gemma dan bersandar di dada bidangnya. Bagian tubuh Gemma yang paling disukai Mikaila. Gemma memiliki dada yang begitu bidang. Ia tidak pernah fitness di manapun. Hanya jogging dan push up setiap pagi sebelum ke kantor. Dan seminggu sekali melatih ototnya menebang batang pohon di rumah Opa Maxi di Tomohon.
Gemma begitu tampan bahkan dalam balutan kemeja kantor yang lengannya di gulung hingga siku. Gemma selalu memesona mengenakan pakaian apapun dan Mikaila selalu tergila-gila padanya. Ia menedengar dari Mario bagaimana seorang gadis telah menerobos masuk di ruang meeting dan menodong Gemma dengan pistol air kemudian minta dinikahi. Kalau Gemma bilang itu hanya kesalahpahaman maka Mikaila akan percaya. Ia hanya akan memastikan tidak ada seorang pun gadis yang bisa merebut Gemma darinya.
“Aku sedang membuat gaun untuk pesta pertunangan kita bulan depan,” bisik Mikaila.
“Tidak perlu terlalu mewah. Aku ingin semunya sederhana, Sayang,” balas Gemma.
“Ini hanya sekali seumur hidup. Tidak ada salahnya kita buat meriah. Nanti kamu boleh undang gadis itu.”
“Gadis mana?”
“Gadis yang minta kamu nikahi. Undang saja dia. Supaya dia tau kamu tidak akan menikahi dia sampai kapan pun.”
Gemma tersenyum, “Kamu cemburu? Aku tidak kenal dia. Dia tidak akan datang di acara apa pun milik kita.”
“Kamu yakin?” Mikaila bertanya. Gemma mengangguk. “Kamu tidak akan meninggalkanku kan, Gem?”
“Iya, Sayang,” jawab Gemma. Namun, entah kenapa kali ini ia tidak yakin dengan jawabannya.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro