Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

(35.2) A Night with Rio

Trio tersenyum kecil dalam diam, ketika melihat binar bahagia Ify saat menyantap makan malamnya yang terlalu larut, meski binar itu terlihat meredup akibat kantong mata Ify yang menebal, tanda bahwa dia menangis hebat selama empat jam menghilang.

Pukul sebelas lebih dua puluh menit dan Trio memilih untuk tetap menemani Ify dengan caranya sendiri. Gadis itu tidak pernah menolak kehadiran Trio di dekatnya, selama ada makanan yang bisa membungkam mulut cerewetnya. Setelah perutnya terisi, seolah mabuk, Ify sama sekali tidak peduli dengan hal lain selain kebahagiaan lambung dan indera pengecapnya.

Saat mendapati telepon Sivia pukul tujuh tadi, Trio langsung meninggalkan kantor dan meminta asistennya untuk menunggu di depan kos, sebagian lainnya dia suruh untuk menyiapkan semua perlengkapan yang dia kenakan sekarang. Trio butuh alasan untuk menemani Ify tanpa meminta persetujuan gadis itu seperti biasanya, dan hanya ide ini yang terlintas di otaknya ketika kalut akan kepergian Ify, setelah bertemu dengan Alvin dan Fara di butik tempat Sivia fitting pakaian pengantin.

Trio cukup sulit mendapatkan izin dari ibu kos Ify untuk menginap meski itu hanya di dalam tenda. Ibu kos tidak ingin ada skandal seputar rumah indekosnya, namun Trio berhasil menangani itu. Trio memutuskan untuk memboyong semua teman satu rumah kos Ify ke hotel milik Shuwan Grup, agar tidak ada yang mengetahui aktivitasnya dengan Ify malam ini dan mengirimkan tetangga rumah indekos Ify makanan super lezat dari restoran milik perusahaan keluarga kakak iparnya, Harry.

Dengan senyum manisnya, Trio menjelaskan pada mereka−teman sekaligus tetangga Ify−bahwa hari ini adalah hari yang sangat buruk bagi gadis itu, sehingga dengan kelapangan hati sebagai sahabat, Trio ingin menghiburnya dengan mengadakan barbeque bersama. Namun karena merasa kegiatan itu akan memunculkan aroma sedap dan mengganggu jam tidur penghuni kos lainnya. Trio merasa tak enak hati jika tidak mengirimkan sesuatu ke rumah tetangga dan memberikan solusi tempat untuk bermalam yang nyaman.

"Kamu suka?" Trio akhirnya buka suara ketika Ify telah memakan sebuah sosis dan daging panggang buatannya.

"Hm..." jawab Ify hanya dengan gumaman, karena mulutnya masih sibuk mengunyah dengan tubuh yang berayun pelan di atas hammock.

"Kamu ke mana sebenarnya?" tanya lelaki itu, membuat Ify berhenti dengan aktivitasnya dan kini menatap Trio yang duduk di bibir tenda tanpa berkedip. "Sivia telepon aku terus karena khawatirin kamu."

Ify memutuskan untuk meletakkan piring wadah makannya ke paving blok. Matanya masih terus memandang Trio, seolah lelaki itu akan menghilang apabila Ify mengalihkan matanya walau hanya sedetik.

Keyakinan Ify mengenai keterlibatan Trio dalam rencana pernikahan Sivia yang kilat, serta kenyataan bahwa Alvin yang juga akan menikah menggunakan vendor pakaian pengantin yang sama dengan Sivia, membuat kemarahan itu kembali menyeruak di hatinya. Rupanya, makanan enak tidak lagi banyak membantu untuk memperbaiki mood Ify sekarang.

"Kamu... tahu soal Sivia yang akan menikah?"

Trio terlihat menghela napas. "Jawab dulu pertanyaanku, Ify." "Kamu juga tahu soal pernikahan Alvin dengan Iblis itu?"

"Iblis?" ulang Trio dengan alis berkerut. Semarah apa pun, Ify tidak pernah memberikan nama panggilan sekasar itu pada seseorang. Trio tahu bahwa diam-diam Ify menyebutnya dengan Bos Aneh saat di kantor ketika mengobrol dengan Ila dan memberikan julukan nenek sihir untuk Angel dari divisi Keuangan sebelum wanita itu dipindahkan. Tapi... iblis... apakah Ify sebenci itu pada perempuan yang sebentar lagi akan menjadi istri Alvin?

Ify mendengkus. "Mungkin aku yang terlalu naif. Aku nggak pernah sadar kenapa selama ini kamu selalu tahu apa makanan yang kusuka, makanan apa yang nggak aku suka, dan apa yang ingin aku lakukan dua bulan terakhir. Bahkan, kamu tahu aku punya alergi ikan keranjang saat kita pernah makan siang di Warteg yang aku minta."

Trio menegakkan tubuhnya, dia tahu hal ini akan segera terjadi. Ify akan menyadari bahwa orang-orang terdekatnya sudah merestui perasaan yang Trio miliki untuknya, sehingga dengan senang hati mereka memberikan segudang informasi seputar gadis itu. Tapi, respon Ify-lah yang tak pernah bisa Trio perkirakan dan sekarang jantungnya berdegup tiga kali lebih cepat.

Trio mempersiapkan diri untuk yang terburuk, dilempar sandal jepit yang sedang Ify pakai sekarang misalnya.

"Kamu... apa yang kamu bilang sama Sivia sampai dia mau kasih tahu semua hal tentang aku?"

"Fy−"

"Bukankah seharusnya kamu membenciku sekarang? Apa kamu nggak merasa jijik denganku? Sivia pasti sudah memberitahumu tentang kenapa aku ke Jakarta, kenapa aku begitu menginginkan Alvin, kenapa aku... memiliki darah yang paling langka di dunia, yang kebanyakan hanya dimiliki oleh orang-orang Barat," potong Ify, tanpa membiarkan Trio bicara sedikit pun.

"Fy, dengar−"

"Utang darah ini sudah terlalu berlebihan Trio. Hubungan kita sangat aneh. Secara teknis, kamu bukan Bosku lagi sekarang karena aku bekerja di SKO yang dipimpin oleh Harry Handoko, kakak iparmu. Kamu nggak punya hak untuk mengaturku lagi, tapi kamu bahkan masih terus mengancamku. Aku tahu aku berutang biaya menginap di rumah sakit waktu itu, tapi tolong... jangan lakukan ini lagi. Aku... aku..."

Trio bangkit dari duduknya dan menghampiri Ify yang sedang setengah mati menahan bulir bening itu keluar dari kedua pelupuknya. Trio berjongkok tepat di depan hammock yang Ify duduki dan meraih kedua jemari gadis itu.

"Aku nggak mengerti maksud kamu, tapi aku paham betul apa yang kamu rasain sekarang, Fy."

"Oh, ya?" sahut Ify dengan mata berkilat marah yang basah. "Apa kamu pernah mengharapkan seseorang, sangat mengharapkannya sampai rela melakukan apa pun? Tapi pada akhirnya, kamu kembali ditinggalkan. Pernah?"

Trio menelan ludah, walau enggan, Trio tetap harus membalas Ify dengan... "Apa kamu pernah ditinggal pergi untuk selamanya oleh dua orang sekaligus dalam hidupmu? Menyaksikan mereka mati tepat di depan matamu. Pernah?"

"Setidaknya, kamu mengenal mereka dengan baik sebelum mereka mati," gumam Ify dengan pandangan yang dia buang ke arah jalanan depan rumah indekos. "Dan mereka pergi untuk selamanya, bukan pergi meninggalkanmu karena orang lain."

"Fy!" Trio menggeram. Tidak pernah tahu bahwa Ify tetap bisa menjengkelkan meski sedang bersedih. "Aku tahu, apa pun yang aku bilang pasti salah di matamu−"

"IYA! Memang iya! Kenapa kamu dan Sivia harus bersekongkol untuk berbohong!?

Kenapa kamu dan Sivia harus menutupi pernikahan Alvin!? Buat apa!? KENAPA?!"

"Karena kamu akan bersikap seperti ini, Fy!" seru Trio hilang kesabaran. "Karena aku kenal kamu yang keras kepala, dan kalau kamu tahu pernikahan ini sejak lama mungkin kamu akan bertindak hal-hal nekat, seperti... seperti..." Trio nampak berpikir keras. "Menculik Alvin misalnya, atau membuat wajah Fara babak belur sampai membutuhkan operasi plastik."

Ify tertawa miris. "Aku... seberingas itu ya di matamu?"

"Itu yang selalu kamu lakukan padaku selama enam bulan kita saling mengenal." Ify kembali tertawa. "Saling mengenal katamu?"

"Iya," kata Trio pelan, bibir Ify yang tersenyum sinis membuat dadanya berdenyut perih. "Apa... aku salah?"

"Apa yang Sivia sebenarnya katakan tentang aku?" Mata Ify terlihat lebih tajam dari yang sebelumnya. "Aku gadis baik-baik begitu?"

"Apa kamu bukan gadis baik-baik?" Alis Trio berkerut.

Sivia, Ila, Dimas bahkan detektif yang dia sewa memiliki laporan yang serupa mengenai Ify Axelle. Gadis itu hanya gadis biasa yang cantik, cukup cerdas dan pemberani. Merantau sejak tahun pertama kuliah di Jakarta sementara keluarganya tinggal di Bandung. Mamanya memiliki sebuah toko kue yang cukup ramai di wilayah rumah tinggal mereka dan Ify memiliki seorang adik bernama Ifa yang masih duduk di bangku kelas satu SMP.

Dua hal yang masih janggal di mata Trio hanyalah kegilaan gadis itu untuk menjodohkan Dimas dengan Sivia, yang tiga hari lagi akan menikah, dan Alvin. Ify seolah terobsesi dengan lelaki itu, hingga dirinya sekacau ini setelah mengetahui fakta bahwa Alvin akan menikah dengan Fara. Perempuan yang Ify beri julukan Iblis.

"Anggap saja aku bukan gadis baik-baik. Anggap saja aku ini anak pembunuh atau apa pun itu. Apa kamu akan meninggalkanku dan membiarkan hidupku tenang, seperti saat kita belum bertemu?"

"Nggak, nggak akan seperti itu karena kamu bukan anak pembunuh. Sekali pun kamu anak pembunuh, kamu bukan pembunuh. Sekali pun kamu anak pelacur, kamu bukan pelacur."

Jawaban Trio membuat Ify melepaskan genggaman tangan lelaki itu dari tangan kanannya. Ify yang hendak berdiri membuat Trio juga melakukan hal yang sama.

"Kamu adalah kamu. Ify Axelle yang membuatku jatuh hati, sampai aku merasa gila kalau nggak bisa bertemu kamu walau cuma sehari."

Ify terkesiap. Matanya yang basah kini tidak lagi berurai air mata, kepalanya benar- benar terasa sakit mendengarkan pernyataan cinta Trio padanya barusan. Hari ini benar-benar... tidak ada satu pun kata yang mampu menggambarkannya.

Trio kembali mencoba menggenggam kedua tangan Ify, meski gadis itu langsung melepaskannya dengan mudah. Seolah, lelaki di hadapannya ini terlalu menjijikkan untuk sekadar bergandengan tangan dengannya.

"Kamu justru gila karena sudah jatuh hati sama orang yang nggak kamu kenal dengan baik. Mungkin benar, aku mengenalmu. Aku mengenal keluargamu, Kak Dara, Kak Harry. Tapi kamu nggak mengenal−"

"Kamu itu kamu, Fy. Nggak peduli siapa orang tuamu, nggak peduli seperti apa masa lalumu. Kamu sendiri yang menentukan kamu akan jadi seperti apa di masa depan, dan itu yang terpenting. Itu yang aku tahu dari diri seorang Ify Axelle sekarang."

"Aku yakin kamu akan berubah pikiran kalau tahu siapa aku, Trio." "Kalau begitu, tunjukkan padaku. Siapa kamu yang sebenarnya."

Ify kehilangan kata-katanya. Apakah ada makhluk di bumi ini yang dengan senang hati menunjukkan aib di masa lalunya? Jika tidak ada, apa Ify harus menjadi orang pertama hanya untuk menyingkirkan lelaki tampan keturunan konglomerat yang bodoh ini? Dengan mudahnya jatuh hati pada seorang gadis yang baru ditemuinya selama enam bulan terakhir.

"Fy, butuh waktu empat belas tahun untuk aku bisa menerima kepergian Mama dan Kak Langit. Kamu tahu, empat belas tahunku terasa amat menyiksa karena apa? Karena aku nggak bisa berdamai dengan kenyataan, aku nggak bisa menerima takdir Tuhan dan terus- menerus menyalahkan diriku sendiri. Rasanya... aku lebih baik mati. Tapi itu semua sia-sia, Fy. Nggak mengubah kenyataan yang ada, sampai kamu masuk ke dalam kehidupanku, datang sebagai penyelamat kak Dara dan semuanya berubah."

Ify tahu ke mana arah pembicaraan ini bermuara. Lelaki yang berdiri di hadapannya itu, lelaki keturunan Shuwan yang menjadi pewaris satu-satunya kerajaan bisnis Shuwan Grup, tengah berusaha agar Ify mau merelakan Alvin yang memilih orang lain untuk menemani sisa hidupnya.

"Pulanglah, aku mau sendiri," kata Ify yang enggan mendengarkan ceramah Trio sambil mendorong tubuh lelaki itu. Ify terperanjat ketika usaha yang dia lakukan untuk menjauh darinya justru membuat Ify sekarang harus menatap mata hitam itu begitu dekat.

Trio menggenggam kedua lengan atas Ify. Tidak membiarkan gadis itu pergi sebelum mendengarkan seluruh ucapan yang benar-benar berasal dari hatinya yang selama ini tidak tersentuh siapa pun, sekalipun itu Dara, kakaknya.

"Selama hidup, Mama memanggilku Rio. Dan aku berusaha mati-matian untuk mengubur panggilan itu, berharap kenanganku bersama Mama juga akan pergi, bersama dengan rasa sakitku sejak Mama meninggal. Tapi yang terjadi, justru sebaliknya. Semakin aku berusaha menghapus kenanganku bersama Mama, aku justru semakin merasa menderita.

"Fy, aku mau kamu menerima kenyataan bahwa Alvin bukan ditakdirkan buatmu. Aku mau kamu mengingat Alvin hanya sebatas teman masa kecilmu, kamu nggak perlu melupakan hal itu. Tapi tolong, jangan lagi kamu berharap Alvin bisa menjadi orang yang akan terus ada buatmu sampai selamanya, karena hal yang nggak mungkin terjadi namun terus kamu harapkan itu, cuma akan membuatmu menjadi lebih menderita."

"Kalau kamu nggak mau pergi, aku yang pergi," kata Ify akhirnya ketika mendapati permintaan tolong Trio yang terasa begitu mustahil untuk Ify mampu lakukan.

Ketika Ify berhasil terlepas dari cengkeraman tangan Trio dan kakinya tinggal selangkah lagi menuju pintu. Ify membalikkan tubuhnya. Membuat Trio ikut menatapnya tanpa berkedip.

"Apa yang terjadi dengan hidupmu dan apa yang terjadi dengan hidupku. Itu dua hal yang berbeda. Jadi, jangan mengajariku untuk menerima atau melepaskan, karena aku tahu apa yang sedang aku lakukan."

Setelahnya bunyi pintu berdebam membuat Triomengusap kasar rambutnya dengan frustrasi. Apakah ini yang sering Ify rasakanselama menghadapi dirinya yang masih berkepribadian ganda dulu?


BERSAMBUNG

Tersisa 5 part akhir, semoga nggak mengecewakan kalian yang udah setia dengan MMIYD sampe sekarang ya.

Niatku bikin kisah ini jadi Romellow (Romance mellow) sedikit comedy seperti Drama I Miss You yang salah satu instrument-nya aku pakai di multimedia sekarang. Semoga, bener-bener tercapai deh niatku.

Aku tunggu kritik dan saran kalian ya, selain tanda bintang tentunya, hehehe... love you!

With heart,

Nnisalida.

211117

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~Pada 3 Juni 2020 aku publish cerita ini di Dreame dan meng-cut sebagian kontennya di Wattpad. Tapi karena kontrak dengan Dreame usai, aku memutuskan untuk re-publish Marry Me if You Dare di Wattpad pada hari ini 20 Maret 2024Selamat baca ulang untuk followers lamaku, dan halo salam kenal untuk followers baru(^_^)


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro