Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAB 6 - Crazy Woman of The Year: SOFIE!!!

"KAMU GILA YA?!"

Alvaro berjalan mondar-mandir di depan Sofie sambil meremas rambutnya frustasi.

Sofie yang sedang meringkuk malas di sofa malah memijit-mijit pelipisnya yang mulai pusing.

"Kamu punya makanan nggak? Aku lapar nih, belum sempat makan dari pagi." Ucap Sofie pelan sambil memegang perutnya.

Alvaro melotot, "SERIOUSLY, SOFIE?!" Tanyanya marah.

Sofie mengangguk dengan polosnya.

"Gara-gara siapa aku nggak jadi after party dan makan-makan, coba?!" Sofie mulai sewot.

"Ya kamulah!" Tunjuk Alvaro tepat di wajah Sofie.

"Enak aja! Kamu duluan yang bikin ulah!" Sofie tak terima dan melempar Alvaro dengan bantal sofa.

Alvaro dengan cepat menghindar sehingga membuat bantal sofa itu mengenai pajangan di meja dan jatuh ke lantai.

"Sorry." Ucap Sofie sambil menggigit bibirnya.

Alvaro melotot dan mengambil pajangan yang jatuh itu kemudian menaruhnya ke tempat semula. Untung hanya pajangan plastik, bukan pajangan kaca. Bisa mengamuk Alvaro kalau barang di rumahnya ada yang pecah!

Kemudian Alvaro duduk di dekat Sofie dan menatap gadis itu murka. "Sekarang apa yang harus aku lakukan?! Besok berita ini akan tersebar luas, Sofie! Apa yang harus aku bilang ke orang tuaku?! Managerku?! Orang label musik?! Orang-orang yang terikat kontrak kerja sama denganku?!" Tanya Alvaro bertubi-tubi dengan tangannya seperti ingin mencakar Sofie.

Sofie yang tak terlihat takut sama sekali malah melotot menantang Alvaro untuk melakukannya. Akhirnya Alvaro melampiaskannya dengan memukul-mukul bantal sofa yang tadi Sofie lempar.

"Baru panik sehari aja udah lebay, aku panik dari satu setengah bulan yang lalu waktu kamu bikin ulah di Kempinski." Jawab Sofie mengejek.

Alvaro mendesis saking kesalnya. Kalau bukan perempuan, pasti satu bogem mentah sudah melayang ke wajah mulus itu!

"Oh, balas dendam ceritanya?!" Tanya Alvaro marah.

"Ya iyalah!" Jawab Sofie lantang.

"OH GOD!!!" Alvaro akhirnya berteriak kencang saking frustasi.

"Varo, kamu serius nggak punya makanan? Aku lapar banget. Perut aku udah bunyi dua kali." Ucap Sofie tiba-tiba.

Alvaro langsung menyipitkan matanya mendeteksi apakah Sofie bohong dan hanya mencari-cari alasan untuk berkilah dari masalah ini atau tidak. Tapi ketika Alvaro sadar apa yang dikatakan Sofie memang sesuai kenyataan karena sedari tadi gadis itu selalu memegangi perutnya, akhirnya Alvaro bangkit berdiri.

"Oke, kamu akan aku kasih makan, tapi setelah itu kita harus bahas masalahnya sampai tuntas!" Ucap Alvaro ketus.

Sofie dengan malas memberikan jempolnya sebagai jawaban sebelum akhirnya Alvaro menghilang ke dapur.

Selagi lelaki itu di dapur, Sofie memperhatikan lebih detail seluk beluk rumah sang musuh pada kunjungannya yang kedua dengan asas keterpaksaan ini.

Ternyata rumahnya si brengsek ini lumayan rapi juga untuk ukuran cowok yang tinggal sendiri...
Nggak ada debu sama sekali di meja atau pun kursi.
Sofanya juga bagus, empuk lagi.
Desainnya cool dan artistik, khas cowok banget...

Kembali meringkuk nyaman di sofa sang tuan rumah, mau tak mau pikiran Sofie menerawang ke beberapa jam yang lalu setelah pernyataan nekat yang ia lakukan.

Tepat setelah Sofie mendeklarasikan bahwa ia akan menikah dengan Alvaro bulan depan, lelaki itu murka bukan main dan langsung menarik Sofie untuk pulang bersamanya tanpa bantahan tentu setelah Sofie mengganti baju super beratnya dengan baju biasa.

Sofie pun sudah tidak punya tenaga lagi untuk membantah setelah semua kejadian yang tak terduga selama satu hari ini. Tapi anehnya saat Sofie hendak pulang, ia tak melihat Nico sama sekali. Mungkin lelaki itu langsung pulang setelah cintanya di tolak Sofie.

Berhubung dari tadi pagi Sofie sibuk gladiresik untuk pagelaran busana, ia tak sempat makan sama sekali. Acara after party yang biasa di adakan setelah suatu pagelaran busana usai, tidak juga ia ikuti karena Alvaro terlebih dahulu membawa Sofie ke rumahnya. Alhasil, ia kelaparan sekarang.

"Nih." Alvaro menaruh sepiring nasi dan telur dadar dengan campuran bawang bombay, daun bawang dan cabai yang diiris kecil-kecil ke hadapan Sofie.

Sofie meneguk ludahnya.

"Dirumahku lagi nggak ada makanan. Jadi maaf cuma bisa buatin kamu ini."

Baunya enak...

"Serius kamu? Model papan atas kamu kasih makan nasi sama telur dadar?" Ucap Sofie terlalu gengsi untuk mengakui bahwa telur dadar dan nasi itu terlihat begitu enak dibandingkan masakan di restoran Eropa.

"Kalo kamu nggak mau aku yang makan." Kata Alvaro kesal dan menarik piring itu tapi Sofie langsung menahannya.

"Enak aja! Siapa bilang aku nggak mau makan?! Aku kan tadi cuma nanya aja!" Balas Sofie sambil memukul tangan Alvaro untuk menyingkir dari piring itu.

Alvaro mendesis geram. Tapi Sofie tak peduli dan mulai makan dalam diam. Gaya makannya memang tetap elegan, tetapi suapannya sangat besar-besar.

Alvaro yang melihat itu mau tak mau tersenyum dalam hati. Satu hal yang ia sadari, Sofie sudah tak sejutek tadi pagi.

"Laper banget?" Tanya Alvaro saat suapan terakhir selesai dikunyah Sofie.

Sofie memutar bola matanya malas.

"Aku hitungin kamu cuma 4 kali suap dan langsung habis."

Sofie masih tak bergeming.

"Makan sih boleh elegan, tapi suapan sebesar tempayan." Ucap Alvaro mengejek.

"Kamu mending ambilin aku minum." Ucap Sofie sama sekali tak terpengaruh.

Alvaro langsung mengerang kesal, jari-jarinya sudah berada didekat wajah cantik Sofie dengan gerakan siap mencakar sebelum akhirnya ia bangkit berteriak dan mengambil minum ke dapur.

Setelah memberi gadis itu minum, Alvaro langsung duduk di meja sofa, bukan di kursi lagi untuk sedikit mengintimidasi Sofie.

"Sekarang aku tanya, kenapa kamu bisa ngomong hal bullshit kayak tadi?!" Ucap Alvaro to the point.

"Mau balas dendam sama Nico." Jawab Sofie enteng tak terintimidasi sama sekali dengan sikap Alvaro. Selain itu Sofie sudah malas berbohong karena Alvaro sudah mengetahui sebagian besar kisahnya.

"Oh my God..." Alvaro mendesah frustasi.

"Tapi kenapa harus aku yang jadi korbannya???!!!"

"Karena kebetulan kamu yang ada di situ untuk nolongin aku waktu Nico mau berbuat yang enggak-enggak sama aku."

Alvaro menggigit bantal sebagai ekspresi kemarahan.

"Ya tapi kenapa kamu harus bilang kalau kita mau menikah bulan depan, Sofie??!! Apa sih yang ada dipikiran kamu waktu bilang begitu?!" Tanya Alvaro marah.

Sofie malah memukul paha Alvaro. "Nggak usah ngajarin aku masalah pikir-memikir deh! Kamu harusnya ngaca sama diri sendiri! Apa yang ada dipikiran kamu waktu buat ulah di Kempinski sama di shownya Mas Har tadi pagi!" Balas Sofie mulai emosi.

"Aku kan udah minta maaf ke kamu masalah shownya Mas Har! Udah kena lempar sepatu dua kali, di tampar lagi! Apa kurang, hah?!" Geram Alvaro yang sepertinya sangat siap mencekik Sofie.

Sofie malah memainkan rambutnya tak peduli. Melihat gelagat gadis itu, Alvaro tahu bahwa Sofie tak puas dengan jawabannya. Ia tahu Sofie masih menunggu penjelasannnya tentang ulahnya mengerjai Sofie di Hotel Kempinski beberapa waktu lalu.

"Oke, fine! Aku ngaku salah! Aku salah karena udah ngerjain kamu di Kempinski waktu itu! Aku minta maaf! Aku ngelakuin itu semua karena mau ngerjain kamu yang selalu jutek sama aku dari pertama kita ketemu! Itu alasan aku yang sebenarnya." Ucap Alvaro jujur pada akhirnya.

Mata Sofie terbelakak tak percaya.

Jadi itu alasannya?!
Jadi itu alasan bodoh yang menyebabkan semuanya berakhir seperti ini?!
Ya Tuhan!!!

Ia sudah bersiap memukul Alvaro tapi terlebih dahulu di cegah Alvaro dengan tatapan membunuh.

"Sekarang jawab jujur.  Kenapa kamu nggak suka banget sama aku?! Apa salah aku sama kamu?! Dari pertama kita ketemu bawaan kamu tuh ngajak ribut terus!" Kata Alvaro penuh emosi.

"Ya emang dasarnya kamu udah nyebelin aja mukanya!" Jawab Sofie tak kalah emosi.

Alvaro menggeleng lalu tertawa sinis.

"Nggak, nggak mungkin. Pasti ada alasannya kenapa kamu tiba-tiba jadi jutek dan sebel banget sama aku!"

Sofie mendengus. Ia sekarang lumayan takut karena tubuh Alvaro semakin maju mendekat. Ketika lelaki itu semakin mengintimidasinya, Sofie akhirnya berteriak.

"Oke, oke! Aku akan jawab tapi jauhin dulu badan kamu dari aku!"

Puas dengan Sofie yang mulai melemah akhirnya Alvaro menjauhkan tubuhnya.

"Aku nggak suka sama kamu karena teman-teman model aku bilang bahwa kamu mau ngejadiin aku sebagai taruhan. Kamu yang di cap playboy nomor satunya Indonesia ditantang kan sama teman-teman kamu yang lain apakah kamu bisa ngedapetin aku apa enggak?! Iya kan?!"

Alvaro langsung terdiam seketika.

Kok Sofie bisa tahu masalah itu sih...

"Tuh kan bener! Emang dasar kamu tuh brengsek ya!" Sofie langsung mencondongkan tubuhnya dan memukul Alvaro.

Alvaro yang tak sempat menghindar akhirnya terkena pukulan pedas Sofie.

"Sofie, stop it! Stop it! You hurt me!" Teriak Alvaro kesakitan.

Setelah puas memukuli Alvaro, Sofie kembali meringkuk di sofa.

"Oke, sudah puas kan nyiksa akunya?!" Kata Alvaro mengusap seluruh tubuhnya yang masih kesakitan.

"Sekarang mari kita sudahi semua dendam kesumat ini. Sekali lagi aku minta maaf sama kamu. Tulus dari hati aku yang paling dalam." Ucap Alvaro mulai tenang.

"Tapi aku minta sama kamu tolong buat konferensi pers untuk mengklarifikasi ucapan kamu tadi pagi bahwa yang kamu katakan itu semuanya tidak benar."

Sofie menggeleng dengan cepat, "Oh, nggak bisa."

"PARDON ME?!" Alvaro langsung melotot dengan suaranya yang berubah melengking itu.

"Aku nggak bisa ngelakuin itu. Aku nggak mau tambah malu lagi. Apa kata orang nanti?! Seorang Sofie Callistin Syanania batal menikah dengan seorang Alvaro Lazuardi Raharjasa karena cintanya ditolak? My God, aku nggak sanggup lagi baca judul itu di semua berita infotaiment dan berita online. Aku capek dikejar wartawan terus. Hidup aku makin nggak keruan. Aku mau hidup tenang." Jelas Sofie kembali memijit pelipisnya.

Alvaro langsung terdiam. Ada desir aneh saat Sofie mengucapkan nama panjangnya.

"Emang kamu cinta sama aku?" Tanya Alvaro tiba-tiba.

Sofie langsung tertawa terbahak-bahak.

"Ya enggaklah! Gila kali aku cinta sama kamu! Tadi itu cuma contoh kalimat yang biasa ada di infotaiment aja..." Ucap Sofie sela tawanya.

Alvaro memutar bola matanya kesal yang membuat mata Sofie berubah menyipit.

"Atau jangan-jangan kamu ya yang cinta sama aku?"

Alvaro langsung memasang tampang mual.

"Bisa kiamat kalau aku cinta sama kamu!"

Kini gantian Sofie yang memutar bola matanya.

"Terus kenapa waktu di depan Nico kamu bilang kalau aku ini pacar kamu?" Tanya Sofie masih penasaran.

Alvaro kembali memutar bola matanya.

"Use your brain, please..." Ucap Alvaro mengetuk-ngetuk kepalanya yang membuat Sofie mendengus sebal.

"Kamu inget nggak kejadian di Valentino waktu aku nolongin kamu?! Di situ kan aku ngakunya pacar kamu! Masa sekarang tiba-tiba aku harus bilang kalau aku ini musuh kamu?! Kan nggak lucu! Lagian waktu aku dengerin kalian berdua berantem, cowok brengsek itu kayaknya kesetanan deh gara-gara ngeliat aku ngerjain kamu waktu di catwalk."

"Jadi kamu udah ngeliat Nico datang dari tadi?! Kenapa nggak langsung nolongin aku???!!!" Ucap Sofie tak percaya lalu melempari Alvaro dengan bantal.

"Kan kamu sendiri yang bilang kalau kamu benci aku dan jangan pernah dekat-dekat lagi sama kamu. Aku tadinya malah nggak mau nolongin kamu lho. Tapi akhirnya rasa kemanusiaan tergerak." Ucap Alvaro tak acuh.

Sofie hanya mencibir.

"Sekarang masih benci nggak sama aku?" Tanya Alvaro tapi dengan senyum yang tersungging di bibirnya.

Sofie yang mendapat senyuman itu malah jadi salah tingkah.

"Ya... ya masihlah!" Katanya berusaha marah.

Alvaro makin tersenyum lebar sebelum wajahnya kembali serius.

"Oke, jadi apa yang harus kita lakukan sekarang? Aku yakin besok pagi berita ini akan jadi headline dimana-mana!"

"Kita nikah aja." Jawab Sofie datar.

"WHAT???!!! KAMU GILA YA???!!!"

"I am." Jawab Sofie kembali datar.

"Buang jauh-jauh ide gila kamu itu! Aku nggak akan pernah setuju! Pernikahan itu bukan untuk main-main, Sof! Kita sangat tidak cocok satu sama lain dan kamu malah bilang kita menikah saja?! GILA! GILA! GILA! Nggak kebayang apa jadinya bangun rumah tangga sama kamu! Punya anak dari kam..." Sofie langsung menutup mulut lelaki itu dengan tangannya sebelum Alvaro menyerocos lebih jauh.

"Nggak usah mikir yang jauh-jauh sampai ke situ deh! Siapa juga yang mau ngebangun rumah tangga sama kamu apalagi punya anak dari kamu! Amit-amit!" Sembur Sofie.

Alvaro langsung menepis tangan Sofie dari mulutnya. "Terus maksud kamu apa sih?!"

"Makanya dengerin aku dulu sampai selesai baru ngejawab! Yang aku maksud itu bukan menikah yang sebenarnya! Kita menikah hanya setahun lalu cerai. Selama pernikahan berlangsung ada syarat, perjanjian, peraturan dan ketentuan yang harus kita berdua taati yang intinya kita nggak boleh mengganggu kehidupan satu sama lain karena statusnya pernikahan ini hanya sandiwara semata. Jadi kita tetap hidup layaknya dua orang asing tapi bedanya hanya satu atap." Ucap Sofie yang sudah memperhitungkan ini matang-matang saat dalam perjalanan ke rumah Alvaro tadi.

Alvaro kaget bukan main. Ia sudah ingin berbicara ketika Sofie kembali menutup mulutnya dengan tangan.

"Aku tahu kamu mau bilang lagi kalau aku gila kan? Ya, aku memang gila. Tapi aku udah mikirin ini matang-matang. Banyak keuntungan yang bisa didapat jika kita menikah. Pertama, dengan kita menikah justru semua masalah ini akan selesai. Wartawan nggak akan mengejar-ngejar kita lagi karena apa yang selama ini mereka pertanyakan tentang kita akhirnya terjawab. Kedua, aku bisa balas dendam sama Nico. Aku bisa buktiin ke Nico kalau aku bukan Sofie yang dulu. Bukan Sofie yang lemah dan menangis tersedu-sedu sewaktu dia ngekhianatin aku sama perempuan lain. Dan yang paling penting agar dia tahu kalau rasa cinta aku buat dia sudah aku buang jauh-jauh." Saat mengatakan ini mata Sofie memancarkan emosi yang tak terkira.

Alvaro hanya menatap Sofie dengan pandangan yang tak bisa dijabarkan dengan kata-kata.

Tapi dengan cepat raut wajah Sofie berubah seperti semula dan mulai kembali melanjutkan kalimatnya.

"Ketiga, cap kamu sebagai playboy nomor satu Indonesia akan hilang. Dan jangan kira aku nggak tahu akan hal itu. Oh, kamu juga bisa bilang sama teman-teman kamu kalau kamu berhasil ngedapetin aku. Sound good for you, right?" Ucap Sofie menatap Alvaro sinis sambil tetap menutup mulut lelaki itu dengan tangannya.

"Keempat, karir kamu dan aku akan semakin cemerlang."

Untuk yang satu ini Alvaro langsung tertawa dan menyingkirkan tangan Sofie dari mulutnya.

"Sok tahu kamu! Dari mana ceritanya karir kita berdua semakin cemerlang?! Yang ada karir kita berdua malah turun! Artis yang sudah menikah itu biasanya pamornya langsung turun!"

Kini gantian Sofie yang tertawa.

"Mungkin buat artis lain itu bisa terjadi, tapi enggak buat kita. Dunia entertain justru akan berterima kasih kalau kita menikah. Asal kamu tahu ya, kenapa kamu bisa jadi bintang tamu di shownya Mas Har, itu semua karena aku. Setelah media tahu kalau kita satu acara, shownya Mas Har nggak berhenti di tayangin di tv. Tiketnya sold out kurang dari satu hari dan bangku VIP nggak ada satupun yang kosong." Ucap sofie mengcopy sama persis seperti apa yang dikatakan Bubah.

"Itu membuktikan kalau kamu dan aku mempunyai daya tarik jual di dunia entertain. Dan itu baru satu hal kecil yang terjadi. Kamu bisa bayangin akan seperti apa kedepannya nanti. Aku yakin kalau kamu menikah sama aku, pendapatan kita berdua akan jauh lebih besar." Ucap Sofie menutup penjelasannya.

Alvaro tertegun. Ia tak menyangka kalau Sofie akan berpikir sampai sejauh itu.

"Tapi kalau aku tetap nggak mau menikah sama kamu gimana?" Tanya Alvaro masih tak puas.

"Aku juga akan tetap maksa kamu. Bagaimana pun caranya. Aku nggak mungkin narik ucapanku yang sudah terlontar ke media. Aku nggak mau tambah malu lagi."

Alvaro mengerang frustasi meremas rambutnya keras-keras.

"Jadi gimana?" Tanya Sofie.

"Tunggu sebentar! Kasih aku waktu untuk berpikir!" Alvaro melotot ketika Sofie kembali bertanya.

Yang dikatakan Sofie memang hampir benar semuanya. Tapi masalahnya ini sebuah pernikahan! Walau pernikahan main-main, tetap saja namanya pernikahan! Semuanya diperaruhkan karena yang orang lain tahu adalah mereka menikah atas dasar saling mencintai bukan karena balas dendam dan keuntungan. Lagipula karir keduanya sedang berada di puncak. Kalau memang yang dikatakan Sofie benar, tentu pernikahan ini memberi keuntungan. Kalau tidak?! Sudah terjebak dalam sebuah pernikahan gila, karir keduanya juga akan hancur!

Tapi... ada satu hal yang sebenarnya menggelitik hati Alvaro. Tak lain dan tak bukan adalah sang pembuat ide gila itu sendiri. Sofie Callistin Syanania. Ada sebuah rasa penasaran apa yang akan terjadi jika tinggal satu atap dengan gadis super jutek satu ini. Dan bagi Alvaro itu merupakan sebuah tantangan yang harus ia ambil.

Perlahan Alvaro melirik Sofie dari atas sampai bawah yang sedang menatapnya dengan sinis itu.

Dengan mengambil napas panjang lalu menghembuskannya dengan berat, Alvaro menjawab.

"Oke, aku sejutu menikah sama kamu." Kata Alvaro pada akhirnya.

Mau tak mau Sofie tersenyum. Tapi detik selanjutnya senyumannya langsung sirna.

"Kalau begitu, besok aku akan kesini lagi dan membawa beberapa perjanjian yang harus kamu dan aku tanda tangani. Kamu juga boleh kok buat perjanjian tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama masa pernikahan nanti."

Alvaro langsung memutar bola matanya malas. "Terserah kamu lah, aku udah pusing banget." Katanya bangkit berdiri.

Tepat pada saat itu ponsel Sofie berdering.

Bunda Sayang calling...

"Oh my God..." Sofie mendesah frustasi.

"Siapa?" Tanya Alvaro panik sampai langkahnya terhenti.

"Bunda..." Ucap Sofie pelan.

Alvaro memejamkan matanya.

"Hallo, Bun..." Ucap Sofie pelan ketika tombol hijau itu sudah ia geser ke kanan.

".........."

Sofie melirik sekilas ke arah Alvaro.

"Iya. Aku lagi sama dia."

Alvaro langsung memijit pelipisnya.

".........."

"Iya, Bun..." Jawab Sofie lemah tepat sebelum sambungan terputus.

Setelah itu Sofie langsung menatap Alvaro takut-takut.

"Aku di suruh pulang ke rumah. Tapi... sama kamu..."

Seketika Alvaro mengangkat kedua tangannya ke atas.

"THANK GOD!!! ANOTHER DISASTER COMING!"

***

"Kamu nggak hamil kan, Sof?!" Tanya Maura penuh selidik.

Sofie langsung melotot.

"Demi Tuhan, Bun! Aku nggak hamil! Kenapa Bunda bisa nuduh aku kayak gitu sih?!" Sofie mulai emosi dituduh yang tidak-tidak.

"Gimana Bunda nggak mau nuduh kamu yang enggak-enggak! Terakhir kamu sama Alvaro ke sini kalian berdua aja masih berantem! Tapi hari ini... Bunda betul-betul shock waktu Hartanto telepon dan bilang kalau kalian berdua mau menikah bulan depan! Pake cium-ciuman segala di depan wartawan!" Ucap Maura marah. Kepalanya cenat-cenut.

Sofie mendesah pelan. Ia lupa kalau Hartanto Wijaya dan ibunya adalah teman dekat. Jadi tak heran kalau lelaki itu pasti langsung menelepon Maura.

"Tenang, Sayang... tenang..." Adrian berusaha mengusap pundak istrinya itu.

Maura malah melotot dan menatap Adrian murka. "Kamu tahu nggak, ini semua gara-gara kamu!" Ucapnya berbisik agar Sofie dan Alvaro tidak bisa mendengarnya.

Adrian terheran-heran. "Lho, kamu kok jadi nyalahin aku sih, Ra?" Tanya Adrian bingung.

Maura yang tak tahan mencubit perut Adrian. "Coba kamu pikir! Kamu tuh dulu jadi laki-laki nakal banget! Sekarang lihat, 24 tahun kemudian Tuhan ngasih kita balasannya! Kejadian yang sama terulang lagi, Sayang! Kita kebablasan lagi!" Ucap Maura berbisik penuh emosi.

Adrian langsung mendesah lesu. "Iya ya, Ra..." Katanya menyesal tapi kemudian ada satu pikiran yang membuatnya tak terima.

"Eh, tapi nggak bisa dong! Kamu juga dulu nakalnya sama kayak aku! Enak aja nyalahin aku doang, kamu juga kali!" Katanya balas berbisik.

Maura langsung melotot dengan tatapan yang tak bisa Adrian debat lagi.

"Benar kamu nggak menghamili anak Ayah, Alvaro?" Tanya Adrian yang langsung fokus pada Sofie dan Alvaro karena takut pada Maura.

"Saya berani sumpah, saya nggak menghamili anak Ayah. Kalau perlu, saya akan ke apotek sekarang juga untuk beli testpack."

Adrian dan Maura saling menoleh sedangkan Sofie terbelalak tak percaya dengan keberanian Alvaro.

"Saya dan Sofie sebenarnya sudah lama merencanakan pernikahan ini. Kenapa hari itu saya bertengkar dengan Sofie karena sebenarnya saya meminta Sofie untuk mempercepat pernikahan kami. Tapi Sofie marah dan tidak setuju dengan ide saya karena masih ingin mengejar karirnya. Itulah kenapa Sofie sampai bilang kalau saya ini bukan pacarnya dan saya bilang kalau saya ini musuhnya. Karena pertengkaran hebat kami itu. Iya kan, Sayang?" Tanya Alvaro langsung merangkul Sofie yang berubah menjadi batu es di tempatnya.

Sofie buru-buru mengangguk. Adrian dan Maura kembali bertatapan.

"Saya sangat paham alasan Sofie. Tapi saya melakukan hal itu semata-mata karena saya sangat mencintai Sofie. Saya ingin segera memiliki Sofie seutuhnya. Menghalalkan Sofie hanya untuk saya. Saya percaya Tuhan sudah mentakdirkan rezeki saya dan Sofie. Jadi saya berpikir kalau Tuhan saja memerintahkan setiap hambaNya untuk menikah, pasti akan ada rezeki yang lebih melimpah di dalamnya." Alvaro kembali merangkai kalimatnya dengan lancar. Ia pun sampai bingung kenapa bisa sampai selancar ini.

"Lagipula di dunia entertain itu banyak godaannya Yah, Bun. Sofie sangat cantik dan banyak yang mengincar. Saya tidak mau apa yang sudah menjadi milik saya direbut oleh orang lain." Katanya sambil mengelus rambut Sofie.

Wajah Sofie bersemu merah, jantungnya mulai memberi tanda-tanda tidak baik karena detaknya semakin cepat. Sedangkan Maura tersenyum penuh iri sambil menggenggam tangan Adrian yang di balas kuat oleh lelaki itu.

"Saya dan Sofie juga ingin meminta maaf sama Ayah dan Bunda karena selama ini telah merahasiakan hubungan kami. Saya yang meminta itu semua karena saya pikir itu akan lebih baik dan membuat kami konsentrasi untuk bekerja lebih giat mengumpulkan uang demi pernikahan kami. Jadi tolong jangan salahkan Sofie. Saya yang salah atas semua yang terjadi belakangan ini."

Ruangan hening. Pandangan Maura berubah menjadi terpesona dan tatapan Adrian berubah bangga. Sedangkan Sofie? Entahlah, tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Seperti menyelam di kali paling keruh di Jakarta...

"Hari ini kebetulan saya sama Sofie dapat satu kerjaan bareng. Saya jadi punya ide untuk melamar Sofie didepan banyak orang karena saya belum melamar dia secara resmi walau kami sudah mempersiapkan pernikahan ini. Saya nggak nyangka Sofie menerima lamaran saya. Dan mungkin karena saking senangnya akhirnya Sofie tanpa sadar bilang ke wartawan dan mencium saya. Iya kan, Sayang?" Tanya Alvaro sambil mencium pipi Sofie.

Sofie tak bisa menjawab karena jantungnya seperti ingin meledak.

"Hei, kok kamu jadi diam begini sih? Tadi aja berani nyium-nyium aku di depan wartawan. Sekarang malah malu-malu." Ucap Alvaro kali ini menjawil hidung Sofie.

Sofie masih diam.

"Kamu bisa akting sedikit nggak sih?! Jangan kaku banget dong!" Akhirnya Alvaro berbisik dengan sangat pelan tapi dengan gerakan yang tak bisa dilihat Adrian dan Maura.

Mendapat bisikan seperti itu, rasa berdebar Sofie langsung hilang di gantikan rasa kesal.

"Jadi, Ayah sama Bunda merestui kami kan?" Tanya Alvaro menatap Adrian dan Maura.

Adrian tersenyum sambil mendesah berat.

"Ayah sama Bunda merestui kalian berdua dengan senang hati. Tapi Ayah minta sama Alvaro tolong jaga Sofie baik-baik. Jangan pernah sakiti hati Sofie. Dia satu-satunya anak perempuan yang Ayah punya."

Alvaro langsung tertegun sedangkan Sofie ingin menangis karena yang mereka perbuat ini sebenarnya malah menyakiti hati kedua orang di depan mereka ini.

"Alvaro, Bunda minta kamu nanti harus sabar ya menghadapi sifatnya Sofie. Tapi jangan digalakin. Bimbing Sofie supaya lebih dewasa lagi. Jadi laki-laki yang baik agar bisa jadi panutan buat Sofie. Setelah kalian menikah, bukan Ayah sama Bunda lagi yang jadi panutan Sofie, tapi kamu. Tanggung jawab Ayah sama Bunda juga sudah selesai buat menjaga Sofie karena sekarang sudah ada kamu yang menggantikanya. Jadi Bunda mohon jaga Sofie sebaik-baiknya ya, Varo..." Ucap Maura yang tanpa sadar sudah menitikan air matanya.

Lidah Alvaro tercekat. Sofie sudah menangis di tempatnya dan menghambur kepelukan Adrian dan Maura.

Ternyata permainan gila ini lebih sulit daripada yang Alvaro bayangkan. Sofie pun tak jauh berbeda, sambil menangis di dalam pelukan kedua orang tuanya, ia mengucapkan beribu maaf dalam hati karena pada akhirnya orang tua lah yang paling tersakiti hatinya atas perbuatan Sofie dan Alvaro.

***

11 jam kemudian...

Setelah tak tidur semalaman, pagi ini Sofie sudah berdiri depan pintu rumah yang mungkin akan menjadi tempat tinggalnya kurang dari sebulan lagi.

Menghembuskan napas berat, Sofie menekan bel pintu. Tak sampai 30 detik pintu terbuka dan menampakan wajah sang tuan rumah yang tak kalah kusut dengan Sofie.

"Masuk." Katanya datar.

Keduanya berjalan gontai ke ruang tamu. Sampai di sana dengan cueknya sang pemilik rumah langsung meringkuk malas di sofa sedangkan Sofie segera membuka tasnya dan melemparkan setumpuk kertas ke meja. Mata Alvaro langsung terbuka lebar ketika membaca tulisan berhuruf kapital yang di ketik besar-besar itu.

SURAT PERJANJIAN PERNIKAHAN.

***

Hallo!!!
Aku balik lagiiiii!!!

Iya, tahu kok pasti kalian pada mikir kenapa cepet banget update ya? Haha (kepedean😞😞😞)

Sengaja updatenya cepet karena habis ini mau selesain FKWL dulu yang tinggal dua bab lagi.
Kalian pasti udah kangen banget kan sama Yono dkk? SAMA AKU JUGAAAA!

Untuk itu mungkin habis bab ini posting MIW nya agak lama sekitar dua minggu kemudian...

Yaudah, segitu aja cuap-cuap aku.

Btw, jangan lupa vote dan komen yang buanyaaaaaaak ya!

Salam mata 5 watt dan jangan bangun kesiangan!

Abi.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro