BAB 2 - Do Not Kissing While Paparazzi Around
14 Hari Sebelum Malapetaka Datang
17.30 WIB
Suite Room No. 415
Hotel Kempinski Jakarta
"Sof, alisnya mau on fleek atau enggak?" Tanya Bubah salah seorang MUA profesional di Jakarta.
Sofie berpikir sebentar sambil memperhatikan wajahnya di depan kaca.
"Hmm... kayaknya nggak usah deh, Kak. Aku mau natural aja malam ini. Lagian, beberapa hari lalu aku baru sulam kok. Jadi alis aku nggak usah di apa-apain deh, Kak. Dirapihin pake conclear aja biar shapenya bagus.
Bubah mengangguk sambil tersenyum. Sudah lama menjadi MUA Sofie mulai dari gadis itu masih belum jadi apa-apa sampai sudah setenar ini tapi sifatnya tak pernah berubah. Selalu baik dan ramah.
"Kakkkkk.... mau pake baju dari sponsor yang mana??? Gue bingung nih. Ada dua soalnya di daftarnya si Yati. Satu dari Balenciaga satu lagi dari Dior. Yang mana yang duluan ngedaftar?" Raffi berteriak dari ruang ganti baju.
Sofie memutar bola matanya kesal. Baru satu hari, Yati, asisten Sofie tak masuk karena sakit tapi jadwalnya sudah berantakan seharian. Raffi yang dimintai tolong oleh Sofie untuk menggantikan tugas Yati selama satu hari saja sudah seperti ini. Tak becus sama sekali. Padahal kalau ada Yati, semua pasti langsung beres. Lagipula mana Sofie tahu deretan baju sponsor mana yang harus ia pakai terlebih dahulu. Itu kan juga urusannya si Yati!
"Duh, begini nih kalau si Yati nggak masuk. Ribet." Katanya berbicara sendiri tapi lebih ke arah curhat kepada Bubah.
Bubah tertawa.
"Itu adik kamu ya, Sof?" Tanya lelaki itu lagi melihat Raffi mondar-mandir menyiapkan barang-barang Sofie.
Sofie mendesah.
"Iya, Kak. Niat minta tolong sama dia, tapi yang ada malah jadi ribet."
Bubah kembali tertawa sedangkan Raffi yang tak sengaja mendengar itu langsung berhenti berjalan.
"Kak, lo harusnya makasih tau sama gue." Katanya meletakan sepatu Manolo Blahnik berwarna biru laut tepat di samping Sofie.
"Dari mana ceritanya aku makasih sama kamu." Kata Sofie yang mengambil kesampatan untuk menjitak Raffi yang sedang berjongkok untuk menaruh sepatunya itu.
"Kak Bubah kok betah ya make up-in cabe rawit idup kayak Kak Sofie gini." Kata Raffi langsung lari sebelum kepalanya menerima satu lagi 'kasih sayang' dari Sofie.
Bubah tertawa kencang kali ini. Sedangkan Sofie melempari Raffi dengan sandal jepitnya sambil berteriak, "Awas ya, Raffi!!! Uang buat gantiin tugasnya Yati nggak akan aku kasih!!!"
***
19.30 WIB
Launching SapphirEmerald & Co.
Ballroom Hotel Kempinski Jakarta
"Man, Sofie Callistin, man!!!"
Danu menepuk bahu Alvaro berkali-kali saat dilihatnya gadis itu mulai memasuki ballroom dan langsung mengambil atensi puluhan wartawan dan fotografer yang sekarang sibuk memotretnya. Bahkan beberapa wartawan yang sedang mewawancarai artis lain, langsung lari saat melihat Sofie datang.
"Ck, biasa aja." Kata Alvaro sambil lalu tapi matanya tak berkata demikian.
Bagaimana tidak, sebuah dress biru laut berbahan beludru menjuntai ke bawah dengan model backless yang mempertontonkan punggung indah Sofie terlihat begitu sexy ditubuhnya. Ditambah sebuah kalung dengan tiga mata berlian yang menempel indah di leher gadis itu yang mampu membuat siapa saja tersihir. Riasan make up hasil tangan profesional yang begitu natural ditambah tatanan rambut yang indah, membuat Sofie begitu elegan dan menjadi pusat sorotan malam ini.
Danu memutar bola matanya. "Mata lo kebanyakan liat not balok sama game sih, makanya isinya belek semua."
"Sialan lo." Kata Alvaro terkekeh meninju bahu Danu.
Tapi sejujurnya, Alvaro memang mengagumi Sofie. Walaupun tak pernah mengenal secara langsung, setidaknya ia tahu sedikit tentang gadis itu dari berita-berita infotaiment dan dari teman-temannya yang pernah bekerjasama dengan model nomor satu Indonesia itu.
Masih berkecimpung di dunia yang sama yaitu dunia hiburan, akhirnya beberapa waktu yang lalu Alvaro berkesempatan untuk melakukan photoshoot bersama Sofie dari salah satu majalah ternama Indonesia, Glamour. Saat itu, untuk merayakan edisi ke 500 majalah tersebut, beberapa pesohor di negeri ini yang telah dipilih oleh majalah Glamour, didapuk untuk menjadi cover majalah tersebut karena menempati urutan pertama dari bidang yang digelutinya berdasarkan hasil polling yang dibuat majalah itu. Kategorinya mulai dari presenter, aktris, aktor, penyanyi hingga model. Kebetulan Sofie dan Alvaro menempati posisi pertama untuk kategori model dan penyanyi nomor satu di Indonesia.
Saat pemotretan berlangsung pun mereka berdua tak banyak bicara. Sofie lebih memilih berbicara seadanya dan akan menjauh kalau pembicaraan mereka sudah mulai habis. Karena menurut teman-teman modelnya, Alvaro adalah playboy nomor satunya Indonesia. Siapa saja ia pacari. Apalagi ada desas desus yang beredar bahwa Alvaro mengincar Sofie karena tahu gadis itu sudah lama menjomblo dan menjadikannya taruhan apakah bisa menaklukan gadis itu. Memang, selama ini Sofie dikenal sebagai salah satu model yang lebih mengutamakan karir daripada asmara. Karena itu sangat banyak yang mengincar Sofie.
Berbeda lagi dengan pendapat Alvaro saat pertama kali bertemu dan bertatapan muka langsung dengan Sofie. Hanya ada satu kata untuk seorang Sofie Callistin Syanania. Sombong.
Bagaimana tidak, saat masuk ke dalam studio Glamour, gadis itu langsung mengambil seluruh atensi orang-orang yang ada disana. Ditambah dengan seorang asisten yang terlihat sangat repot membawa begitu banyaknya barang Sofie seakan-akan gadis itu adalah orang tersibuk di Indonesia. Dan yang paling membuat Alvaro sebal adalah Sofie yang sangat irit bicara padanya. Hanya kepadanya. Entah kenapa bisa seperti itu. Dengan yang lain saja gadis itu bisa tertawa, bercanda bahkan selfie bersama! Tapi dengannya?! Baru ditanya sedikit saja langsung menjauh. Di ajak bercanda hanya tersenyum kecut. Salah apa Alvaro dengan Sofie... sepertinya first impression Alvaro sangat buruk di mata gadis itu. Bukan membanggakan diri sendiri, tapi sepertinya hanya Sofie satu-satunya perempuan yang tak tertarik dengannya disaat perempuan lain berlomba-lomba menarik perhatian Alvaro. Dalam hati Alvaro gemas sendiri ingin tahu bagaimana jika gadis itu jatuh kepelukannya. Apakah perempuan sombong seperti Sofie bisa ia taklukan?
***
Raffi berusaha menepis beberapa wartawan dan fotografer yang terlalu dekat mengambil gambar Sofie sehingga kakaknya itu susah berjalan.
"Raff... mau jatoh nih..." Kata Sofie berbisik ditelinga adiknya itu.
Mendengar itu, dengan sigap Raffi menggenggam erat tangan Sofie dan membawa kakaknya itu dengan cepat keluar dari kerumunan wartawan. Setelah berhasil, barulah Raffi mengomel.
"Lo sih, pake sepatu tinggi-tinggi banget!" Katanya sebal tapi sebenarnya ia sayang dengan kakaknya ini.
"Ya kan biar cantik..." Kata Sofie pelan. Kadang kala, Sofie bisa takut juga dengan adiknya ini. Perbedaan usia mereka yang hanya terpaut dua tahun kadang membuat Raffi bisa menjadi sosok kakak bagi Sofie yang manja ini.
"Kak, abis ini lo gue tinggal nggak apa-apa ya? Gue juga mau cuci mata kali. Sayang udah ganteng gini masa cuma ngekorin lo doang." Kata Raffi mulai melirik ke kanan dan ke kiri.
Sofie ditempatnya diam terpaku karena melihat seorang lelaki yang diam-diam ia idolakan. Lelaki yang saat ini tengah tertawa dengan seorang lelaki disebelahnya. Lelaki yang diam-diam Sofie hafal setiap lagunya sampai ia namai di playlistnya dengan nama 'my favorite'. Lelaki yang membuat jantungnya berdegup kencang tapi berusaha ia sangkal karena track recordnya yang sudah sangat terkenal sebagai playboy. Lelaki yang kini jauh lebih tampan daripada saat ia pertama kali bertemu di pemotretan beberapa waktu lalu. Lelaki yang mengenakan tuxedo hitam lengkap dengan dasi kupu-kupunya. Lelaki paling tampan yang pernah Sofie lihat dan ia kagumi. Alvaro Lazuardi Raharjasa, si penyanyi nomor satu Indonesia.
"Kak! Woy! Jangan bengong dong! Lo dengerin gue nggak sih?!" Kata Raffi menggoyang-goyangkan tangannya di depan wajah Sofie.
Gadis itu seakan tersadar dan langsung pura-pura berakting seperti semula.
"Tapi awas jangan lama-lama ya. Suka ada wartawan rese yang nodong minta wawancara soalnya. Aku males."
"Iya..." Kata Raffi mulai berjalan menjauh tapi Sofie menahannya.
"Handphone kamu stand by, kalau aku telfon langsung kesini. Pokoknya di sekitar sini aja kalau mau genit-genit. Jangan keluar-luar. Pokoknya mata kamu harus liatin aku terus."
Raffi memutar bola matanya. Kakaknya ini sunguh lebay. "Iya, Baweeel..." Baru dua langkah ia berjalan, handphonenya berbunyi. Sontak ia menoleh ke belakang.
"Kak, lo ngapain telfon gue sih?!" Kata Raffi kesal.
Sofie tersenyum tak bersalah. "Aku ngetes doang. Siapa tahu handphone kamu rusak atau gimana..."
"Ya Tuhan, Kak Sofie... sumpah Kak, mending lo cari pacar deh terus buru-buru nikah. Biar ada yang ngurus lo. Capek gue ngurusin lo mulu." Kata Raffi kesal.
Sofie langsung melotot, mencubit lengan Raffi sampai adiknya mengaduh kesakitan.
"Heh, kamu! Mulutnya ya kalau ngomong! Ngurusin aku lagi bilangnya! Ngurusin dari mananya coba... baru sehari gantiin tugasnya si Yati aja udah bilang ngurusin aku! Mana minta uangnya banyak banget lagi! Tapi nggak ada kerjanya! Rugi aku ngasih kamu sejuta cuma buat kayak gini doang!"
"Kak Sof mainnya ngancem sih..." Kata Raffi bete.
"Pulang dari sini aku bilangin Ayah, kamu! Dari tadi ngomongnya gue-elo terus sama aku." Katanya lagi menunjuk tepat di wajah Raffi.
"Yaelah, Kak. Malesin banget sih, mainnya ngadu mulu nih sama Ayah. Yaudah sana gih ngadu, aku juga bisa kali bilang ke Bunda. Emangnya Kakak aja yang bisa ngadu. Bunda kan lebih sayang sama aku daripada sama Kakak." Kata Raffi mencoba marah tapi sebenarnya ia takut juga dengan ancaman Sofie. Itu terbukti dari Raffi yang langsung ber'aku-kamu' dengan kakaknya itu.
"Ih yaudah, bilangin aja ke Bunda. Aku ada Ayah ini. Ayah juga sayangan ke aku kali daripada kamu!" Balas Sofie tak mau kalah.
Kesal, keduanya sama-sama berbalik menjauh. Sofie berjalan ke kiri sedangkan Raffi berjalan ke kanan. Tapi, yang tak disadari keduanya adalah ada seseorang yang menguping pembicaraan mereka sedari tadi sampai tertawa-tawa sendiri.
***
Raff... Raffi, dimana sih...
Udahan dong marahnya...
Kakak dikejar wartawan dari tadi...
Sofie berjalan cepat sambil berusaha menelfon Raffi tapi tak diangkat juga oleh adiknya itu. Dengan berdecak kesal Sofie mencari Raffi keseluruh ballroom. Tapi ia tak menemukan adik menyebalkannya itu yang ingin tebar pesona malam ini disini. Akhirnya kaki Sofie melangkah mencari Raffi ke area outdoor dimana terdapat taman dengan live music disana.
Sekali lagi Sofie berdecak kesal karena ia harus bersusah-payah menuruni tangga dengan bajunya yang super ribet ini ditambah dengan heels 15 centinya yang mahal tapi ujung-ujungnya malah membuatnya susah berjalan ditengah tangga yang minim pencahayaan seperti ini. Penderitaan Sofie benar-benar lengkap. Yati yang tidak masuk, Raffi yang sekarang menghilang, bajunya yang super ribet dan tangga yang minim cahaya sehingga membuatnya susah berjalan dengan heels sialan ini. Perfecto!
Yatiiiii! Cukup lo izin sehari aja!
Aku tanpamu butiran debu banget, Yat...
Nggak kuat kalau si Raffi yang jadi asisten gue...
Sofie kembali berjalan menuruni tangga tapi kali ini kakinya terlalu jauh melangkah. Heels yang seharusnya menyentuh tangga dibawahnya, malah langsung ke tangga berikutnya yang menyebabkan tubuhnya hilang keseimbangan dan hampir jatuh tersungkur ke bawah. Dalam perjalanan menuju jatuhnya ini, Sofie memejamkan mata untuk menahan sakit. Ia yakin pasti bajunya akan sobek, bulu matanya copot, hidung atau bibirnya akan menyentuh tanah yang menyebabkan wajahnya bonyok dan make up-nya akan rusak serta semua kemungkinan terburuk yang akan terjadi.
Someone, please help me...
Jangan buat aku malu malam ini dan jadi bahan berita besok pagi karena jatuh memalukan disini...
Masih memejamkan matanya, Sofie mengernyitkan dahinya.
Kok aku nggak jatuh-jatuh juga ya?
Kenapa aku malah seperti melayang di udara?
Dan kenapa seperti ada tangan seseorang di perutku?
Perlahan Sofie membuka matanya. Seorang lelaki tampan tengah tersenyum meringis kepadanya. Menahan berat berat tubuhnya.
"Hai." Kata Alvaro seperti mengejan mehanan tubuh Sofie yang cukup berat.
Sofie terpekik. Buru-buru ia tegakkan tubuhnya dari dekapan Alvaro yang dibantu lelaki itu.
"Hai juga. Sorry. Thank you." Sofie berkata kikuk sambil membenarkan rambutnya, bajunya, kalungnya dan di akhiri dengan deheman elegan seakan tak terjadi apa-apa.
"No problem. Tapi aku baru tahu model kayak kamu badannya berat juga ya." Kata Alvaro tersenyum manis. Sangat manis sampai membuat Sofie mual ditempatnya.
Sofie menganga tak percaya dengan apa yang dikatakan lelaki itu.
Udah playboy, nggak ada sopan santunnya lagi!
Nggak jadi naksir deh kalau begini!
Duh, aku sih NO!!!
"Denger ya, lebih baik nggak usah nolongin aku daripada pura-pura sok baik tapi ujungnya malah ngejek, dickhead!" Masalah Raffi yang memghilang ditambah si Alvaro yang kurang ajar ini membuat kepala Sofie berasap.
Sekarang gantian Alvaro yang menganga lebar.
Dia bilang gue apa tadi?!
DICKHEAD???!!!!
Gila nih perempuan, mulutnya pedes banget!!!
Belum tahu dia rasanya kalau si dickhead ini udah 'masuk'!!!
Harus dikasih pelajaran nih kayaknya!
"Kosakata kamu luas juga ya. Makasih lho pujiannya. Such an honour for me." Katanya makin manis membuat Sofie makin jijik.
Malas berlama-lama dengan lelaki di depannya ini, Sofie memilih berjalan meninggalkan lelaki itu dan kembali mencari Raffi. Belum lagi wartawan yang tadi mengejar Sofie, sekarang makin mendekat tak menyerah untuk mewawancarai Sofie.
Baru menuruni tiga anak tangga, kaki Sofie kembali tergelincir ke bawah. Alvaro dengan sigap kembali menangkap Sofie. Tapi karena tubuh Sofie sudah benar-benar hampir jatuh ke bawah, Alvaro harus lebih mencondongkan tubuhnya agar Sofie tak jatuh.
Tapi yang terjadi selanjutnya benar-benar di luar kendali. Kepala mereka berbenturan yang membuat kedua bibir mereka menempel sempurna.
Sofie melotot.
Alvaro melotot.
Tepat saat itu juga, wartawan yang sedari tadi mengejar Sofie berada dibelakang mereka.
Mengumpat kaget melihat dua orang yang menjadi pusat perhatian malam ini tengah berciuman, sang wartawan segera membidikan kameranya ke arah mereka. Pantulan blitz yang berkedap-kedip di tangga yang minim cahaya itu seakan menjadi pusat perhatian orang lain untuk mendekat. Banyak yang berteriak kaget diantara mereka. Dan itu memancing paparazzi lain untuk mendekat.
Tak bisa dihindari, detik selanjutnya semua wartawan dan fotografer bagai membentuk lingkaran membidikan kameranya dan kilatan blitznya kepada dua orang yang tengah berciuman ini.
Sofie melepaskan ciumannya, memegang bibirnya kaget sambil menatap Alvaro tak percaya. Kepalanya berputar lalu melihat puluhan kilatan blitz yang terpusat padanya. Sangat silau dan penuh.
Tiba-tiba Alvaro menariknya.
"There's no way out, Sofie." Katanya berbisik ditelinga gadis itu.
"So, let's make some fun tonight." Lanjutnya mendekatkan bibirnya ke bibir Sofie.
Detik berikutnya para paparazzi bersorak senang bersamaan dengan mata Sofie yang kembali melotot karena besok pagi akan ada berita yang menghebohkan dari dunia hiburan Indonesia dimana seorang Alvaro Lazuardi Raharjasa sedang mencium dengan ganasnya seorang Sofie Callistin Syanania.
***
Bab baru yesss...
Semoga sukaaaa...
Vote dan komennya aku tunggu bangettttttt...
Abi.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro