Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAB 16 - Mulutmu Harimaumu

"Kamu ngapain?"

Alvaro yang baru keluar dari kamar mandi hanya mengenakan handuk menggantung rendah di sekitaran pinggul kebingungan melihat Sofie yang sedang meratakan foundation dan concealer pada bagian sekitaran leher dengan wajah cemberut.

Sofie tak menjawab, hanya melirik Alvaro sekilas dari balik cermin sambil memutar bola mata dan melanjutkan pekerjaannya.

"Di tanya suami malah ngelengos." Ucap Alvaro gemas sambil mencolek pipi Sofie kemudian menciumnya di sana.

Sofie melotot seketika. "Alvaro! Pipi aku basah tahu nggak kena rambut kamu! Di keringin dulu dong! Make up aku jadi berantakan nih!"

Dengan kesal Sofie berusaha mencubit perut Alvaro yang membuat lelaki itu terkekeh cengengesan sambil menepis tangan Sofie main-main. Kemudian masih dengan posisi berdiri di belakang Sofie, Alvaro mengambil hairdryer milik Sofie lalu mulai mengeringkan rambutnya.

"Besok-besok setiap aku mandi kamu nggak akan bisa masuk lagi karena pintunya aku kunci!" Ancam Sofie galak.

"Ya tinggal aku dobrak pintunya. Selesai." Jawab Alvaro enteng menatap balik Sofie dari cermin.

Namun Sofie malah tertawa kesal dan langsung membalikan badan. "Kamu siapa bisa ngedobrak pintu? Captain America? Thor?"

Pertanyaan Sofie membuat Alvaro langsung terbahak dengan kencang.

"Kamu tahu kan aku ada pemotretan gaun pengantin pagi ini. Tapi gimana mau pemotretan kalau banyak banget kissmark kamu di leher aku..." Nada suara Sofie kini menurun dan berubah jadi rengekan kesal.

"Aku kan udah bilang jangan ninggalin bekas! Kenapa kamu bandel banget sih, Alvarooo! Capek tahu nggak mesti nutupin pakai foundation sama concealer..." Sofie menghentakan kaki tanda dirinya kesal bukan main.

"Maaf deh..." Ucap Alvaro menyesal pada akhirnya.

Tetapi baru sedetik wajah menyesal itu muncul, detik berikutnya terlihat seringai jahil di sana.

"Yaudah, sini aku tambahin."

Dan sepecat kilat Alvaro menunduk lalu mendaratkan satu ciuman panjang di leher Sofie sebelum Sofie sempat berkutik.

Setelahnya terdengar lengkingan Sofie di iringi suara benda-benda yang di lempar.

***

"Nanti pulang jam berapa?" Tanya Alvaro mengusap rambut Sofie tepat pada saat mobilnya berhenti di lokasi pemotretan.

Sofie cemberut di tempatnya. Setelah Alvaro menambahkan satu lagi kissmark yang membuat Sofie harus berada lebih lama di meja rias untuk menutupinya dengan foundation dan concealer, dirinya masih kesal sampai sekarang walau tadi ia sudah sempat melempar Alvaro dengan hairdryer sebagai balasan meskipun Alvaro sudah meminta maaf sungguh-sungguh.

"Jawab atau aku tambahin lagi kissmarknya."

Sofie melotot hendak mencubit Alvaro tapi ketika di lihat bahwa Alvaro hanya menggodanya, Sofie jadi jengkel sendiri.

"Kenapa tanya-tanya?!" Sofie menjawab dengan balik bertanya sambil memalingkan wajah seperti anak kecil yang sedang marah.

"Aku mau jemput kamu. Mau ngajak kamu dinner atau nonton atau apapun yang kamu mau. Pokoknya mau ngedate sama kamu hari ini." Jawab Alvaro manis yang membuat Sofie menoleh sambil menggigit bibirnya.

Sofie seketika tersenyum, kejengkelannya langsung menghilang di gantikan wajah excited yang tidak di tutup-tutupi. Namun wajah itu langsung berubah ketika ia teringat sesuatu.

"Nggak bisa. Habis ini ada syuting iklan kosmetik dan nggak bisa di cancel di hari lain." Sofie mendesah lemah.

"Yah..." Alvaro pun ikut mendesah lemah menirukan gaya Sofie.

Melihat gaya sedih Alvaro yang menirukan dirinya, Sofie tertawa kecil dan mengambil tangan Alvaro lalu memainkannya.

"Muka sedih kamu nggak pantes banget tahu nggak. Bilang aja mau ngejek aku kan?"

Alvaro terkekeh dan mencium Sofie cepat. "Lagian mau ngedate sama istri sendiri aja susah banget."

Sofie tersipu mendengar kalimat Alvaro. "Yaudah, aku usahain cari jadwal kosong deh supaya kita bisa ngedate."

"Yes!" Alvaro tersenyum senang dan memberikan satu ciuman lagi di bibir Sofie yang kali ini di balas Sofie dengan melingkarkan lengannya di seputaran leher Alvaro.

Ciuman yang tadinya di niatkan hanya sebagai ciuman cepat, berubah menjadi lumatan panjang nan nikmat. Tahu kalau ini tak segera di hentikan akan berubah menjadi sesuatu yang mendesak, Alvaro terlebih dulu menjauhkan bibirnya.

"Aku harus stop sebelum narik kamu ke kursi belakang jadi kenyataan."

Pipi Sofie terasa panas mendengar kalimat nakal Alvaro lalu memukul dada lelaki itu main-main.

"Yaudah kamu masuk sana gih. Pasti udah di tunggiun sama fotografernya."

"Kamu ngusir aku?!" Sofie langsung sakit hati di usir terang-terangan oleh Alvaro.

Alvaro memutar bola matanya melihat reaksi Sofie yang berlebihan.

"Ya terserah kamu sih. Kalau kamu masih mau disini itu artinya kita lanjutin yang tadi di kursi belakang dan pastinya bakalan ada kissmark-kissmark lain di..."

"Stoooop! Kuping aku panas! Yaudah deh aku masuk!" Ucap Sofie menutup telinganya sambil geleng-geleng kepala dan beranjak keluar dari mobil.

Namun Alvaro menahan tangan Sofie dengan cepat kemudian tersenyum sambil mengusap kepalanya. "Jangan di forsir ya tenaganya."

Dahi Sofie berkerut seketika mendengar ucapan Alvaro. Butuh waktu 5 detik sebelum akhirnya pipi Sofie bersemu merah karena kalimat yang Alvaro ucapkan barusan dimaksudkan untuk mengingatkan Sofie agar tidak memforsir tenaganya karena hari ini jadwal Sofie sangat padat.

Hati Sofie menghangat seketika. Kalimat sederhana yang Alvaro ucapkan terasa begitu berbeda maknanya di telinga Sofie. Seakan penuh... cinta.

Sofie memandang Alvaro lekat, membelai pipinya lalu menciumnya di sana.

"I..."

Sofie langsung terdiam. Satu kalimat paling berbahaya hampir saja keluar dari mulutnya. Sofie pun sungguh heran kenapa tiba-tiba ia ingin mengatakan kalimat berbahaya itu. Buru-buru Sofie memperbaiki kekagetannya sendiri dan menggantinya dengan kalimat lain.

"Aye, Captain!"

***

Malam semakin larut tetapi Sofie masih berada di lokasi syuting untuk pembuatan iklan kosmetik dimana seharusnya pada jam ini ia sudah berada di rumah. Rupanya tim dari brand kosmetik meminta adanya penambahan scene secara mendadak karena iklan yang akan ditayangkan nantinya di tambah untuk versi media online bukan hanya untuk tv. Itulah mengapa waktu syuting jadi molor sampai 3 jam lebih.

Sebenarnya Sofie tak masalah sedikit pun dengan hal tersebut. Toh sebelumnya kejadian seperti ini pernah beberapa kali terjadi. Bahkan waktu syuting bisa molor lebih dari 4 jam. Tapi sekarang kondisinya sedikit berbeda. Sofie merasa berkewajiban dan harus memberitahukan hal ini kepada Alvaro bahwa dirinya pulang lebih larut. Sebenarnya hal ini sudah berlangsung semenjak mereka berbaikan. Semenjak saat itu Sofie merasa apapun kegiatannya ia harus memberitahukan Alvaro dan Alvaro harus tahu. Di sisi lain, Sofie akan merasa bersalah kalau Alvaro sampai tidak tahu jadwalnya seharian karena itu akan membuat Alvaro khawatir dan Sofie tak mau itu terjadi.

Untuk hari ini saja Alvaro sudah mengetahui dengan detail semua kegiatan Sofie. Tetapi untuk hal yang satu ini Alvaro belum tahu. Itulah mengapa Sofie jadi cemas sendiri. Pasalnya, nomor Alvaro tidak bisa di hubungi. Telfon tak di jawab, pesan singkat tak di balas.

Bercampur rasa kesal dan cemas Sofie kembali menghubungi Alvaro tapi hasilnya tetap nihil sampai akhirnya tim dari brand kosmetik memanggilnya karena scene berikutnya akan segera di mulai.

***

Hampir pukul dua dini hari Sofie tiba di rumah dan hanya dua hal yang Sofie butuhkan saat ini. Tidur dan pelukan Alvaro.

Saat Sofie masuk ke dalam rumah tepat pada saat itu juga Alvaro terlihat keluar dari kamar mengenakan jaket seperti orang bersiap untuk pergi. Keduanya berhenti bergerak seakan kaget dengan penampakan satu sama lain. Yang membedakan adalah bibir Sofie mengeluarkan senyuman sedangkan bibir Alvaro terkatup rapat menahan gundah.

Sofie yang sudah dikuasai lelah tidak menyadari hal itu malahan berjalan cepat ke arah Alvaro untuk memeluknya. Tepat ketika Sofie hanya berjarak beberapa centimeter dari Alvaro untuk memeluknya, tiba-tiba tangan Alvaro menahan kedua lengan Sofie dan malah Alvaro yang berbalik memeluk Sofie.

"Akhirnya kamu pulang juga..." Desahan kelegaan begitu terpancar dari kalimat Alvaro.

"Aku hampir mau nyusulin kamu ke lokasi, Sof." Ucap Alvaro mempererat pelukannya.

"Varo kamu kenceng banget peluk akunya, nggak bisa napas..." Ucap Sofie tertahan sambil memukul dada Alvaro.

Buru-buru Alvaro melonggarkan pelukannya kemudian mengusap rambut Sofie dengan lembut. "Maaf aku nggak angkat telfon atau balas pesan kamu. Aku masih manggung. Pas aku mau telfon balik malah kamu yang nggak bisa di hubungin."

"Hhmm..." Balas Sofie memutar bola matanya.

"Tapi besok-besok nggak boleh pulang jam segini lagi. Aku nggak suka."

Sofie mengulum senyum melihat tingkah marah Alvaro.

"Maaf... tadi ada penambahan scene mendadak." Sofie menggandeng tangan Alvaro dan mengayun-ayunkannya seraya merajuk dengan mata puppy eyes agar hati Alvaro luluh.

"Jangan marah..." Kini kedua tangan Sofie memeluk Alvaro sambil kepalanyanya mendongak ke atas menatap Alvaro.

Tapi Alvaro tak mau menatapnya malah memilih menatap lurus ke depan.

"Ih, kamu lihat aku dong... jangan ke depan terus matanya. Lagipula yang harusnya marah aku bukan kamu." Ucap Sofie yang akhirnya menarik kepala Alvaro agar menunduk.

Mau tak mau Alvaro menunduk tetapi tatapannya serius kali ini. "Istri itu nggak boleh pulang lebih malam dari suaminya. Paham?"

Sofie mengangguk sambil tersenyum tidak jelas.

"Tahu nggak suaminya khawatir banget?"

"Salah sendiri nggak bisa di hubungin." Sofie memutar bola matanya tapi tak ayal tersenyum senang sambil memeluk Alvaro erat. Mencium dada lelaki itu yang masih terlapisi jaket.

Kemudian Sofie melepaskan pelukannya lalu menarik tangan Alvaro menuju kamar mereka.

"Kamu tahu nggak aku belum selesai bahas ini?"

"Tahu..."

"Terus kenapa tangan aku ditarik-tarik kayak gini?"

"Aku capek. Mau tidur sambil di peluk kamu." Ucap Sofie tanpa menoleh ke belakang dan tetap menarik tangan Alvaro menuju kamar mereka.

Di belakangnya Alvaro tersenyum simpul sambil mempercepat langkahnya untuk bisa mencium rambut Sofie dari belakang.

***

"Good night."

Sofie mencium bibir Alvaro cepat sebelum menurunkan tubuhnya sebatas dada lelaki yang tak mengenakan kaus itu. Tangan Sofie bergerak memeluk pinggang Alvaro kemudian mencium lembut dadanya sambil menghirup aroma tubuh Alvaro sebelum memejamkan mata.

Alvaro balas memeluk Sofie, mengetatkan pelukannya agar Sofie dapat merasakan kehangatan tubuh polos atasnya sebelum mencium ubun-ubun Sofie sebagai langkah terakhir.

"Jangan pulang tengah malam lagi kayak gini ya."

Seketika mata Sofie terbuka dan langsung menatap mata Alvaro dengan tajam.

"Really? Kamu masih mau bahas ini?" Tanya Sofie yang tak bisa menutupi rasa kesal yang tiba-tiba muncul.

Sofie pikir, ketika Alvaro hendak berbicara, lelaki itu akan membalas ucapan selamat malamnya dengan romantis karena tadi Alvaro balas memeluknya. Bahkan mencium kepalanya. Tapi yang keluar dari mulut Alvaro justru di luar dugaan. Lelaki itu masih belum selesai dengan masalah tadi.

"Aku nggak suka kamu pulang malam terus, Sof..." Ucap Alvaro tersenyum untuk mencairkan suasana karena sepertinya Sofie terganggu dengan bahasan ini. Tapi Alvaro merasa harus tetap membicarakan ini dengan Sofie.

"Kamu tahu ini bukan yang pertama kali, kan? Kamu sering pulang tengah malam, Sof. Nggak baik buat perempuan."

Kening Sofie berkerut sejadi-jadinya. Kantuknya hilang. Sofie bahkan sampai menegakan diri untuk duduk karena heran dengan sikap Alvaro malam ini.

"Kamu kenapa jadi aneh begini sih?" Tanya Sofie sambil geleng-geleng kepala.

"Sebelum-sebelum ini aku sering pulang malam kamu juga nggak pernah komplain, tapi kenapa sekarang kamu berubah jadi aneh kayak gini sih?" Tambah Sofie.

Sebenarnya Alvaro pun bingung dengan dirinya sendiri. Yang dikatakan Sofie benar. Sebelumnya Alvaro tak pernah seperti ini. Tapi ia merasa semenjak kepulangannya dari Kuala Lumpur beberapa waktu lalu semuanya mulai berbeda. Alvaro merasa berhak atas apapun yang Sofie lakukan sepenuhnya.

"Karena aku suami kamu, Sofie."

Alvaro menatap Sofie tajam dengan makna yang begitu dalam. Namun Sofie seperti tak menyadari hal itu.

"Kamu kalau ngomong kayak yang paling bener aja deh. Padahal kamu sendiri juga sering pulang malam."

Alvaro memejamkan matanya sejenak. Jawaban Sofie membuat emosinya tersulut.

"Tapi aku berusaha untuk nggak pulang malam, Sofie. Seenggaknya pulanglah lebih dulu daripada aku, Sof. Aku mau kamu sudah ada di rumah saat aku sampai."

Sofie semakin bingung dengan arah pembicaraan Alvaro. "Sumpah, omongan kamu aneh banget malam ini. Mantan-mantan kamu aja kalau mereka pulang malam kamu nggak pernah komplain."

Alvaro tersingggung. "Kok kamu jadi bawa-bawa mantan aku sih? Ya jelas beda lah kamu sama mantan-mantan aku. Mereka itu masa lalu. Bukan siapa-siapa aku dan bukan urusan aku lagi. Kalau kamu jelas statusnya. Kamu istri aku. Masa sekarang aku."

Sofie langsung tertawa. Jelas satu Indonesia tahu. Sofie Callistin Syanania, sang model papan atas adalah seorang istri dari penyanyi nomor satu di Indonesia, Alvaro Lazuardi Raharjasa.

"Kamu kalau ngomong kayak suami beneran aja deh. Kamu lupa ya kita ini apa?" Ucap Sofie berusaha bercanda untuk mencairkan suasana yang berubah menjadi serius.

Namun jawaban Sofie sangat berimbas pada perubahan wajah Alvaro. Lelaki itu kaget, tak percaya dan seakan di tampar dengan apa yang di ucapkan Sofie. Perlahan wajah Alvaro berubah sedih tapi detik itu juga berubah jadi tawa yang di paksakan.

"Jadi kamu anggap aku ini suami jenis apa?"

Sofie diam. Oh, tidak. Ia sudah salah berucap. Sangat. Usahanya untuk bercanda demi mencairkan suasana yang serius gagal total dan berubah menjadi sebuah mimpi buruk.

Di tengah rasa penyesalan yang menghantam hatinya, tiba-tiba Alvaro tertawa. "Oh iya, aku lupa. Aku ini cuma sebatas suami hitam di atas putih, kan? Makasih kamu mau repot-repot ngingetin aku." Ucap Alvaro dengan senyum getir.

Sofie sudah ingin berbicara ketika Alvaro menjulurkan tangannya ke depan tanda menyuruh Sofie untuk diam karena kalimatnya belum selesai.

"Padahal, aku berniat untuk membuat kamu lupa selamanya akan hal itu. Bahkan aku punya banyak rencana untuk bisa menghapus hal itu diantara kita. Tapi ingatan kamu sangat bagus. Dan dari yang aku lihat sekarang, kamu sepertinya malah ingin tetap mempertahankan hal itu diantara kita."

Hati Sofie seperti di pelintir dengan keras. Ia tak menyangka ucapannya akan berimbas seperti ini. Kalau Sofie tak salah bicara mungkin mereka sudah bisa tidur nyenyak malam ini. Tapi sekarang... jangankan tidur nyenyak, masalah ini saja belum tentu akan selesai dalam semalam.

"Varo, aku nggak maksud..." Insting Sofie berkata agar ia segera mendekat kepada Alvaro. Sofie menarik tangan Alvaro sambil mengusap pipinya.

Sofie belum menyelesaikan kalimatnya tetapi ia langsung terdiam ketika Alvaro menepis kedua tangannya. Tangan Alvaro terangkat ke depan menyuruh Sofie untuk berhenti menyentuhnya. Ini pertama kalinya. Ini pertama kalinya Alvaro menepis sentuhannya. Rasanya sakit sekali.

"No, it's okay. I'm fine. Mungkin emang aku yang terlalu banyak berharap disini." Ucap Alvaro kembali tersenyum getir.

"Ini juga pelajaran buat aku. Aku terlalu banyak berharap dari kamu, Sof. Aku lupa kalau nggak semua harapan bisa berjalan sesuai dengan kenyataan. Mungkin kalau aku bisa ingat itu rasanya nggak akan sesakit ini."

Tiba-tiba Alvaro bangkit berdiri, mengambil kausnya yang tergeletak di lantai ketika ia membukanya tadi sebelum memakainya kembali dengan kasar.

"Tapi nggak apa-apa. Lagipula, sebentar lagi kontrak kita mau habis. Jadi kamu bisa bebas." Ucap Alvaro mulai berjalan ke arah pintu.

Sofie panik, ia menggeleng-gelengkan kepalanya lalu menyibakan selimut dengan cepat dan mengejar Alvaro.

"Alvaro, tunggu!" Sofie mencekal tangan Alvaro agar langkahnya untuk keluar dari kamar terhenti.

"Aku nggak ada maksud sama sekali ngomong kayak gitu ke kamu. Aku tadi cuma bercanda supaya suasananya nggak..."

Kalimat Sofie kembali terhenti ketika Alvaro menepis tangannya. Ketika Sofie pikir kalau Alvaro akan kembali menolak sentuhannya, kedua tangan Alvaro memegang kepala Sofie dan mencium rambutnya lembut.

"I know." Ucap Alvaro pelan. Bibirnya membentuk sebuah senyum tapi rasanya tak sampai ke hati. Hanya sebatas ucapan.

Setelahnya Alvaro melangkah mundur sebelum berbalik dan benar-benar meninggalkan kamar. Sofie mematung di tempat, kakinya seperti mati tak bisa bergerak. Tangan Sofie yang gemetar terangkat untuk menutup mulutnya. Isakan yang sedari tadi ditahannya sudah berubah jadi tangisan putus-putus. Sofie tahu masalah ini tak akan selesai dengan mudah. Dan ini semua bermula dari mulut bodohnya itu.

***

Di luar kamar Alvaro menaikan resleting jaketnya sambil berjalan keluar rumah. Ia menyalakan mobil dan meninggalkan rumah dengan cepat. Dinyalakannya radio mobil yang tepat pada saat itu sedang memutarkan lagu yang sangat merepresentasikan dirinya. Mau tak mau Alvaro tersenyum kecut sambil ikut mendendangkan lagu tersebut.

"Me and my broken heart..."

***

Hallo semuanya...
Apa kabar? 😊😊😊

Aku mohon maaf untuk semua yg nunggu update cerita ini dari lama banget. Maaf banget ya semuanya...

Note: untuk semua mulmed dari I'm Into You sampai Married in War yang nggak bisa di buka, itu bukan aku yang ngehapus tapi Youtube dan Wattpad yang ngehapusnya. Aku juga nggak tahu kenapa mereka ngehapus mulmed aku. Yang jelas aku udah coba kirim email untuk balikin semua mulmed aku tapi sampai sekarang nggak ada balasan. Jadi mohon maaf kalau ada yg masih penasaran sm mulmednya tapi di click nggak bisa dibuka.

Abi.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro