Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAB 11 - Sebuah Rasa Yang Berbahaya

*muka cemberut Alvaro waktu di make upin sama make up artis yang baru*


Durasi iklan yang cukup lama ternyata dapat menolong Sofie dan Alvaro karena keduanya datang terlambat akibat terjebak macet saat keluar tol tadi. Tapi, berbeda dengan Sofie yang dapat memanfaatkan waktu di mobil saat kemacetan untuk touch up agar tak perlu repot lagi berdandan saat di studio, Alvaro malah terlihat kerepotan sekarang. Sedari tadi lelaki itu menggerutu karena make up artis yang mendandaninya ini sepertinya orang baru. Pasalnya ia merasa riasan wajahnya terlalu tebal. Yah, kalian tahu sendiri kan dunia entertain itu seperti apa? Laki-laki pun wajib hukumnya di make up untuk keperluan tv.

Sofie yang sudah melihat gelagat itu sedari tadi sebenarnya tak peduli. Biar saja Alvaro kerepotan sehingga wajahnya jadi lebih putih daripada tangan dan akan menjadi santapan berita hangat bagi para wartawan. Tapi lama-kelamaan ia kasihan juga melihat Alvaro yang kesal dan sampai meminta di make up ulang padahal durasi iklan sudah hampir habis. Dengan tersenyum kecut karena kali ini pengaruh malaikat kanannya lebih tinggi daripada malaikat kirinya, akhirnya Sofie memilih bangkit dan menghampiri Alvaro.

"Mbak, biar saya aja yang make up Alvaro." Ucap Sofie menepuk pundak sang make up artis.

Sang make up artis tersebut akhirnya mengangguk serba salah seraya meminta maaf sambil mundur dari hadapan Sofie dan Alvaro.

"Emang kamu bisa make upin aku? Atau kamu punya niat jahat untuk bikin aku malu di acara live ya?" Alvaro memicingkan matanya penuh selidik.

Sofie memutar bola matanya jengkel. "Nggak usah bawel deh. Iklannya udah mau selesai tuh. Tapi muka kamu masih kayak badut gini." Ucap Sofie yang dengan cekatan mulai mengambil kapas dan membersihkan wajah Alvaro.

Lelaki itu sedikit kaget dengan gerakan Sofie yang cepat. Apalagi sekarang gadis itu tengah membedakinya dengan kuas. Jarak mereka yang sedekat ini dengan wajah Sofie yang berkonsentrasi penuh pada wajahnya membuat jantung Alvaro mulai berdebar kencang.

"Aku tuh model profesional. Sering dapat kerjaan di waktu sempit dan nggak terduga. Ya baju rusak beberapa menit sebelum tampil lah, show yang di cancel tiba-tiba padahal semua udah ready lah sampai nggak ada yang make upin pun pernah. Jadi, harus bisa make up sendiri itu termasuk salah satu kewajiban. Apalagi kalau cuma make up simpel buat laki-laki pecicilan kayak kamu. Kuas-kuas sedikit juga selesai." Ucap Sofie datar namun sombong.

"Kamu sering ya make upin orang? Kayaknya udah luwes banget gerakannya." Ujar Alvaro merasakan usapan kuas yang lembut di wajahnya. Tak seperti make up artis tadi, kasar seperti menusuk wajahnya.

"Make upin teman sesama model sih sering, tapi kalau laki-laki baru kamu aja." Jawab Sofie masih dengan nada datarnya.

Tapi gadis itu tak tahu kalau Alvaro mengulum senyum akibat perkataannya. Membayangkan bahwa ia lelaki pertama yang Sofie dandani membuat hati Alvaro menghangat. Yah, walaupun kategorinya sedikit memalukan sih...

"Makanya sekali-kali temenan sama make up artis profesional biar bisa make up sendiri." Lanjut Sofie lagi.

Alvaro malah terkekeh. "Emangnya eike lekong?" Ucapnya sambil bergaya ala bencong yang membuat Sofie langsung terbahak.

"Nggak gitu juga kali! Agfan aja temenan sama Kak Bubah dan akhirnya belajar make up sendiri. Itu penting tahu! Berguna banget buat kejadian nggak terduga kayak gini!" Ucap Sofie kesal namun tertawa.

Dengan gemas ia arahkan kuas yang ada di tangannya ke hidung Alvaro sehingga membuat lelaki itu geli dan bersin. Keduanya tertawa lepas. Suasana pun menghangat.

"Harusnya bakal janggut kamu di cukur sedikit. Yang ini terlalu tebal. Nggak bagus untuk tampilan tv." Ucap Sofie tiba-tiba saat memperhatikan wajah Alvaro dengan seksama.

Mau tak mau Alvaro tersenyum lebar. "Kenapa kamu kayaknya paham banget sama seluk beluk wajah aku sih? Aku aja nggak sampai segitunya. Jangan-jangan kamu sering merhatiin aku ya..." Goda Alvaro.

Sofie langsung gelagapan di todong seperti itu. "Ih, eng...enggak kok! Si...siapa juga ya...yang... sering merhatiin kamu! Aku kan cuma kasih saran!"

Tapi jawaban gugup Sofie malah membuat Alvaro semakin ingin menggodanya. "Yaudah, kalau kamu yang ngasih saran nanti aku cukur deh. Atau kamu mau nyukurin aku?" Tanya Alvaro dengan senyum yang makin membuat pipi Sofie terbakar.

"Apa sih! Mulai deh nggak jelasnya!" Dengan cepat Sofie menghindar agar Alvaro tak melihat pipinya yang merah.

Namun, seperti tak mau melepaskan momen berharga ini, Alvaro langsung menahan tangan Sofie agar gadis itu tak kemana-mana.

"Eh mau kemana? Jangan kabur dong. Kan kamu belum selesai make upin aku..." Ucapnya sambil menyeringai.

Mau tak mau Sofie harus menahan malu dengan kembali ke sisi Alvaro untuk menyelesaikan tugasnya. Berbeda dengan gadis kikuk di depannya, hati Alvaro malah menghangat atas perlakuan Sofie. Ia merasa ada yang mengurusinya, memperhatikannya dan peduli kepadanya.

Jadi begini rasanya punya seorang istri?

***

"And now, without further ado, please welcome our hot newlyweds, Alvaro Lazuardi Raharjasa dan Sofie Callistin Syanania!"

Tepukan yang gemuruh menggema di seantero studio. Banyak yang bahkan sampai berteriak histeris. Alvaro dan Sofie memasuki studio sambil bergandengan tangan dan menampakan senyum palsu bahagia. Penonton pun semakin histeris. Sesi wawancara pun di mulai. Seperti biasa sang presenter memulainya dengan pertanyaan basa-basi yang satu Indonesia pun sebenarnya sudah tahu jawabannya. Baru lah pada menit-menit berikutnya sang presenter masuk ke pertanyaan yang lebih personal.

"You two look so sweet today. Warna baju sama, senyum yang terus merekah dan kayaknya nggak ada yang mau ngelepasin genggaman tangan satu sama lain ya?" Sang presenter wanita bertanya tanpa bisa menutupi rasa iri pada nada bicaranya.

"Siapa sih yang mau ngelepasin tangan perempuan cantik kayak Sofie." Jawab Alvaro yang membuat pipi Sofie memerah dan penonton berteriak.

"Selain cantik, kalau buat Alvaro sendiri sosok seorang Sofie itu seperti apa sih?" Kini sang presenter lelaki yang bertanya.

"Hmmm... Sofie ya?" Ucap Alvaro menoleh ke arah Sofie. "Sofie itu unik. Dia perempuan yang bisa membuat saya kesal dan senang dalam waktu bersamaan. Dan kalau dia nggak ngelakuin hal itu satu hari saja, saya malah kangen. Bagi saya Sofie itu seperti benda asing yang menyenangkan. Harus di pelajari dulu, di amati terlebih dulu, dan harus di biasakan dulu kehadirannya. Tapi semua proses itu mengasyikan. Itu lah mengapa saya bilang bahwa Sofie di ibaratkan sebagai benda asing yang menyenangkan. Dan saya akan terus melakukan proses itu sampai pada satu titik dimana saya akan lupa kalau itu bukan lah benda asing lagi. Tapi benda terpenting dalam hidup saya yang akan selalu saya bawa kemana-mana, selalu di samping saya. Dan akan sangat merasa kehilangan kalau benda itu tidak ada."

Jawaban Alvaro makin membuat penonton di studio histeris. Tapi sangat berbeda jauh dengan apa yang Sofie lakukan. Gadis itu tertegun menatap Alvaro. Benar-benar tertegun. Ia pandangi lelaki itu dengan tatapan yang sulit di artikan. Sedang meneliti apakah ucapan Alvaro barusan hanya akting atau tulus dari dalam hatinya. Tapi detik itu juga Sofie sadar, kalau pun apa yang Alvaro katakan itu tulus, apakah Sofie harus menerimanya dengan bahagia? Lalu bagaimana dengan semua perjanjian dan pernikahan palsu ini? Bagaimana dengan niat balas dendamnya pada Nico?

Alvaro yang merasa dirinya di perhatikan menolehkan kepalanya dan tersenyum menatap Sofie. Sebuah senyum yang belum pernah lelaki itu perlihatkan sebelumnya kepada Sofie. Sebuah senyum... ketulusan.

Melihat Sofie yang diam terpaku tak membalas senyumannya, Alvaro mengusap tangan Sofie yang masih ia genggam menggunakan ibu jarinya dan tersenyum sekali lagi.

Hati Sofie langsung berkecamuk dengan hebat. Sebuah rasa yang selama ini selalu bersembunyi di hatinya yang paling dalam kini mencuat kepermukaan tanpa bisa ia cegah. Tapi Sofie ketakutan sekarang. Karena... rasa itu adalah pelanggaran terbesar dalam perjanjian mereka.

"Kalau tanggapan Sofie sendiri gimana?" Sang presenter wanita bertanya membuat Sofie tersadar dari lamunannya.

Kalut antara memikirkan apa yang ada di benaknya serta pertanyaan dari presenter yang tiba-tiba, membuat Sofie gelagapan. Alvaro yang dengan cepat dapat menangkap gejala itu langsung mengambil alih pertanyaan yang di tujukan kepada Sofie.

"Istri saya kayaknya nggak bisa jawab, masih syok karena sekarang rasa cintanya ke saya pasti berkali-kali lipat." Alvaro berkelakar yang membuat kedua presenter itu tertawa di ikuti seluruh penonton yang ada di studio.

Tapi Alvaro malah mengernyit heran ketika merasakan tubuh Sofie yang menegang di sampingnya.

"Kamu kenapa sih, Sof? Sakit? ACnya terlalu dingin? Jangan bilang kamu masuk angin?!" Alvaro berbisik sangat pelan di telinga Sofie.

Namun sekali lagi Sofie tetap tak bergeming. Karena takut membuat presenter curiga, akhirnya Alvaro mengambil jalan pintas untuk memeluk Sofie. Gadis itu pasrah saat di peluk tapi tubuhnya masih setegang tadi. Dua ucapan Alvaro sebelumnya benar-benar membuatnya blank.

"Kalau kamu masih terus kayak gini, aku cium nih!" Bisik Alvaro yang kesal atas sikap Sofie.

Mendengar perkataan Alvaro, akhirnya Sofie tersadar dan perasaan kesal langsung datang seperti biasa. Di cubitnya perut lelaki itu dengan gemas sebagai jawaban. Namun Alvaro malah terkekeh sambil menepuk-nepuk punggungnya.

"Thank God, you back."

"Alvaro, Sofie, pelukannya bisa udahan dulu nggak? Kita masih live nih." Ucap sang presenter sambil menahan tawa yang di ikuti dengan gelak tawa dari penonton.

Sofie dan Alvaro pun melepaskan pelukannya dengan kikuk.

"Nanti bisa di lanjutkan kok di rumah." Tambah sang presenter wanita yang membuat satu studio makin di penuhi gelak tawa.

***

"Untuk sekmen kali ini gimana kalau kita dengar suara merdunya Alvaro?!"

"SETUJU! SETUJU! SETUJUUUU!!!" Penonton menjawab dengan cepat.

Sambil menggeleng-gelengkan kepala melihat kelakuan penonton yang begitu luar biasa hari ini akhirnya sang presenter memberikan mic kepada Alvaro.

"Lagu ini khusus saya persembahkan untuk perempuan paling cantik yang ada di sini. Sofie Callistin Syanania, istri saya." Tunjuk Alvaro ke arah Sofie yang duduk tak jauh darinya.

"Kamu Yang Kutunggu."

telah ku temukan
yang aku impikan
kamu yang sempurna
segala kekurangan
semua kelemahan
kau jadikan cinta

Alvaro menghampiri Sofie dan menariknya berdiri. Jantung Sofie yang sudah normal saat commercial break tadi kembali menggebu kencang sampai rasanya ingin copot dari tempatnya.

tanpamu aku tak bisa berjalan
mencari cinta sejati tak ku temukan
darimu aku bisa merasakan
kesungguhan hati cinta yang sejati

Alvaro mencium tangan sofie lalu menggenggamnya. Penonton bertepuk tangan dengan kencang tapi tak sedikit pula yang berteriak, melompat-lompat bahkan menangis histeris karena iri.

kamu...
di kirim Tuhan untuk melengkapiku
tuk jaga hatiku
kamu...
hasrat terindah untuk cintaku
takkan cemas ku percaya kamu

Alvaro mencium kening sofie lalu memeluknya sambil meneruskan menyanyi. Sofie menggigit bibir. Matanya berkaca-kaca. Entah mengapa ingin menangis di pelukan suaminya sendiri.

karena kau jaga tulus cintamu
ternyata...
kamu yang ku tunggu

Alvaro menatap jauh ke dalam mata Sofie yang berkaca-kaca, meneliti apa yang ada di balik mata cantik itu.

segala kekurangan
semua kelemahan
kau jadikan cinta
tanpamu aku tak bisa berjalan
mencari cinta sejati tak ku temukan
darimu aku bisa merasakan
kesungguhan hati cinta yang sejati

Alvaro yang sedari awal acara memang menggoda Sofie, detik ini tertegun akan perilaku Sofie yang tadi sempat berubah serta matanya yang kini berkaca-kaca. Sebagai playboy kelas kakap, ia tahu arti tatapan Sofie. Dan yang mengejutkan adalah dirinya begitu senang dengan tatapan Sofie tersebut. Sekarang Alvaro baru sadar akan satu hal. Mulai dari awal kebohongan ini di buat, tak pernah sekali pun kata yang di ucapkannya melalui pemikiran panjang. Semua terjadi begitu spontan dan alami.

kamu...
di kirim Tuhan untuk melengkapiku
tuk jaga hatiku
kamu...
hasrat terindah untuk cintaku
takkan cemas ku percaya kamu

Sekali lagi Alvaro menatap Sofie, memastikan kalau apa yang ia lihat dan ia pikirkan tak salah. Karena sebenarnya, sudah sejak lama juga Alvaro menatap Sofie dengan cara Sofie menatapnya saat ini.

karena kau jaga tulus cintamu
ternyata
oh ternyata
ternyata kamu yang ku tunggu

Dan lagu ini berakhir dengan satu ciuman yang Alvaro berikan kepada Sofie di tengah puluhan penonton yang berteriak histeris.

***

Setelah acara musik selesai, Sofie dan Alvaro sedang melangkah menuju mobil mereka yang berada di parkiran belakang studio ketika Sofie merasakan bahwa kepalanya seperti di lempari sesuatu. Sofie sontak memegang kepalanya. Basah. Benda itu sepertinya pecah saat mengenai kepalanya. Dengan horror Sofie meraba dan merasakan teksturnya.

Ya Tuhan! Ini telur! Aku di lempari telur!

Sofie segera berbalik dan mencari orang yang melemparnya dengan telur. Belum ada beberapa detik kepalanya celingukan ke kanan dan ke kiri untuk mencari siapa pelakunya, sebuah telur kembali di lempar dan kali ini tepat mengenai wajahnya. Sofie langsung berteriak kencang. Alvaro yang berada di sampingnya langsung panik.

"Ya Tuhan, Sofie!" Di lihatnya Sofie sedang menutupi wajahnya dengan kedua tangan. Gadis itu menangis.

"Sakit, Varo... telurnya kena mataku..." Ucapnya sesenggukan.

Alvaro dengan cepat mengeluarkan sapu tangan miliknya untuk membersihkan wajah Sofie. Gadis itu masih menangis. Air matanya bahkan sudah bercampur dengan telur yang ada di wajahnya. Tepat ketika Alvaro sedang membersihkan bagian bibir Sofie, ia melihat seseorang sedang mencoba melempari Sofie dengan telur lagi. Reflek, Alvaro langsung memeluk Sofie sehingga telur itu akhirnya mengenai punggungnya.

"Heh, jangan lari lo!" Alvaro langsung mengejar orang itu. Namun langkahnya terhenti karena ia tak tega meninggalkan Sofie yang masih syok seorang diri. Tapi di sisi lain ia juga harus mengejar orang yang melempari Sofie. Suasana parkiran belakang studio yang begitu sepi dan tak ada orang itu membuat Alvaro bingung mana yang harus di dahulukan. Sofie atau mengejar sang pelaku. But God never sleep. Di tengah kebingungannya terlihat seorang satpam hendak masuk ke dalam studio. Alvaro pun langsung menghampirinya.

"Pak, bisa tolong saya? Tadi ada orang nggak di kenal yang melempari istri saya dan pakai telur. Saya sebenarnya bisa aja kejar dia, tapi saya nggak tega ninggalin istri saya sendirian di sini. Dia masih syok. Jadi Bapak bisa bantu saya kan? Saya yakin orangnya belum jauh dari sini. Saya nanti juga akan minta bantuan petugas keamanan yang ada di dalam." Ucap Alvaro panjang lebar menjelaskan.

Sang satpam yang detik itu langsung mengetahui kalau yang meminta tolong kepadanya adalah artis ternama, langsung mengangguk dan berlari mengejar orang tak di kenal itu.

Kemudian Alvaro kembali pada Sofie. "Sekarang kita bersihin wajah kamu di dalam ya. Biar petugas keamanan yang bekerja." Ucapnya dan merangkul Sofie masuk kembali ke dalam studio.

***

Sofie sedang membersihkan wajahnya di wastafel dimana Alvaro tengah membantunya di belakang dengan membersihkan rambutnya menggunakan handuk yang ia dapat dari salah satu tim kreatif Music Everyday.

Setelah selesai membersihkan wajah, Alvaro dengan sigap memberikan beberapa helai tissue pada gadis itu.

"Masih sakit matanya?" Tanya Alvaro.

Sofie mengeleng lemah. "Enggak. Tinggal nyerinya aja."

"Itu namanya masih sakit!" Geram Alvaro yang tiba-tiba marah.

"Coba sini aku lihat!" Perintahnya yang langsung menarik Sofie untuk duduk.

Alvaro memperhatikan bagian mata Sofie dengan seksama kemudian menyentuhnya pelan. Sofie meringis tanpa bisa di tahan.

"Dasar orang gila! Apa sih motifnya sampai ngelempar kamu pakai telur?!"

Sofie tersenyum kecut. "Mungkin ini balasan buat aku kali. Biar ngerasain sakit juga kayak kamu yang aku lempar pakai lip balm." Ucapnya mencoba bercanda untuk menurunkan amarah Alvaro.

Tapi sepertinya Sofie gagal melucu. "Udah lah Sof, yang kemarin-kemarin nggak usah di ingat." Ucapnya galak.

Tepat pada saat itu dua orang satpam masuk ke dalam ruangan dengan membawa perempuan yang menangis tersedu-sedu.

Wartawan yang memang sudah mengetahui hal ini sejak melihat Alvaro masuk lagi ke dalam studio sambil membawa Sofie yang sedang menangis, mencium bahwa akan ada sesuatu yang bisa di beritakan dan membuat heboh. Tapi Alvaro meminta kepada petugas keamanan untuk menahan para wartawan di luar demi kenyamanan Sofie. Dan sekarang saat pelakunya sudah tertangkap mungkin para wartawan sudah tak sabar ingin meliput dan memaksa masuk.

"Mas kami berhasil menangkap orangnya. Ini dia perempuan yang ngelempar Mbak Sofie pakai telur." Ucap salah seorang satpam. Tak ketinggalan para wartawan pun mulai membidikan kameranya pada wajah pelaku.

Tak peduli lagi dengan puluhan wartwan yang meliput, kemarahan Alvaro langsung mencuat. Lelaki itu bangkit dari duduknya dan menatap gadis yang sedang menangis ketakutan itu. Ia pandangi dari atas sampai bawah sambil geleng-geleng kepala tak percaya.

"Oh, masih kecil ternyata. Tapi kelakuannya sok jagoan!" Bentak Alvaro. Gadis itu makin menangis histeris.

"Apa sih motif kamu sampai berani melempari istri saya dengan telur?! Istri saya bahkan nggak pernah berbuat jahat sama kamu!"

"Aku fans berat Kakak. Aku nggak rela Kakak nikah sama dia." Ucapnya menunjuk Sofie sambil mencoba mengatur napas.

Alvaro mengusap wajahnya dengan kasar.

Ya Tuhan, fans fanatikku...

"Yang kamu sebut dia itu istri saya! Saya nggak yakin kalau kamu itu fans saya. Fans saya tidak akan pernah berbuat hal memalukan seperti ini. Satu hal lagi, menyakiti istri saya sama saja menyakiti saya!"

Di belakang Sofie berusaha menenangkan Alvaro karena sedari tadi ucapan Alvaro terus di rekam oleh wartawan. Jangan sampai ia salah bicara dan di beritakan yang aneh-aneh.

"Maafin aku, Kak... aku janji nggak bakal ngulangin hal ini lagi." Ucapnya ketakutan.

Alvaro membuang muka.

"Pak bawa aja anak ini ke polisi."

Mendengar ucapan Alvaro gadis itu langsung meraung panik. Ia benar-benar ketakutan sekarang. Anak itu bahkan sampai bersujud di kaki Alvaro agar tidak membawanya ke polisi. Sofie yang melihat jadi tak tega.

"Nggak usah di bawa ke polisi, Pak." Ucap Sofie yang membuat seluruh mata yang ada di ruangan ini menatapnya heran tak terkecuali Alvaro.

"Kamu apa-apaan sih, Sof?! Anak ini udah ngejahatin kamu! Tapi kenapa sekarang kamu bilang nggak usah di bawa ke polisi?!" Tanya Alvaro marah. Benar-benar marah.

"Dia masih kecil, Varo..." Balas Sofie selembut mungkin agar suaranya dapat membuat emosi Alvaro turun.

"Tapi orang salah tetap sa..."

Sofie langsung menghentikan ucapan Alvaro dengan menggenggam tangan lelaki itu dan tangan satunya ia taruh di dada Alvaro untuk meredakan amarahnya.

"Aku mohon sama kamu. Please?"

Mendapat perlakuan begitu lembut dari Sofie ternyata mampu membuat amarah Alvaro perlahan turun. Di tatapnya gadis itu dan Sofie bergantian seraya mempertimbangkan.

"Berapa umur kamu?" Tanya Alvaro tiba-tiba.

"15 tahun kak." Jawabnya takut-takut.

Ya tuhan 15 tahun! Masih kecil sekali!

Di saat dilema untuk mengambil keputusan, Sofie kembali memegang tangannya sambil berbisik.

"Jangan, Varo. Dia masih kecil. Aku udah nggak apa-apa. Ini cuma telur, okay?"

Nada lembut dan usapan Sofie pada jarinya membuat Alvaro tidak bisa untuk tidak menuruti permintaan Sofie.

"Oke. Hanya karena istri saya yang meminta, saya tidak akan bawa kamu ke polisi. Kamu harusnya lihat betapa baiknya istri saya! Orang yang kamu jahati!" Ucap Alvaro tegas.

"Tapi sekarang saya minta kamu meminta maaf kepada istri saya di hadapan saya dan seluruh wartawan yang meliput!" Tambah Alvaro.

***

Selama dalam perjalanan Sofie diam membisu.

"Sof, are you okay?" Tanya Alvaro membuka pembicaraan.

"Aku kangen Bunda." Justru itu jawaban yang keluar dari mulut Sofie.

Tahu kemana jalan pikiran Sofie berujung, Alvaro menoleh sekilas ke arah Sofie sebelum memfokuskan lagi perhatiannya pada jalanan.

"Nggak bisa, Sof. Kita nggak bisa ke sana. Urusannya nanti jadi panjang. Kita ke sana besok aja ya kalau suasana udah dingin. Biar aku yang ngurus kamu hari ini." Tawar Alvaro.

Sofie menggeleng. "Aku kangen Bunda." Lagi-lagi hanya itu jawaban Sofie. Dan kali ini sambil menangis.

Merasa tak ada yang bisa di lakukannya lagi, akhirnya Alvaro mendesah pasrah.

"Oke. Kita pulang ke rumah Bunda."

***

"Ini ada apa Alvaro?" Tanya Maura kaget saat melihat Sofie masuk ke dalam rumah sambil menangis kemudian memeluknya sebentar lalu langsung berlari menuju kamarnya.

"Panjang Bun ceritanya." Jawab Alvaro lemas sambil menghempaskan tubuhnya di sofa.

"Tak terima idolanya menikahi Sofie, seorang fans fanatik Alvaro melempari Sofie dengan telur. Begitu judul berita di portal online yang baru di upload sepuluh menit lalu." Tiba-tiba Adrian muncul dari dalam sambil menggoyang-goyangkan ponselnya.

Alvaro menghentakan kepalanya ke belakang sofa dan meremas rambutnya frustasi.

"Gila ya wartawan-wartawan itu! Belum ada dua jam kejadian ini berlangsung, tapi beritanya sudah ada."

Melihat Alvaro yang gusar sendiri di tempatnya, Adrian malah terlihat tenang di samping Maura. "Jadi, bisa kamu jelaskan kronologisnya secara lengkap kepada Ayah dan Bunda?" Ucap Adrian ingin tahu dengan nada yang tak bisa di bantah.

Dan Alvaro hanya bisa mengangguk lesu.

***

"Jadi begitu Yah, Bun, ceritanya." Ucap Alvaro setelah menjelaskan panjang lebar.

Adrian terlihat tenang sambil mengusap-usap punggung Maura yang sedari tadi memijit-mijit kepalanya. Namun tiba-tiba Maura berdiri.

"Bunda harus lihat keadaan Sofie dulu di atas. Anak itu pasti kaget. Ini pertama kalinya dia dapat kejadian kayak gini." Ucap Maura dan bergegas ke atas. Tapi baru dua langkah wanita itu berjalan, ia berbalik dan menatap Alvaro. "Kamu juga bersihin badan kamu, Varo. Pinjam kausnya Raffi dulu kalau kamu nggak bawa baju ganti di mobil." Lanjut Maura menambahkan.

Alvaro mengucapkan terima kasih sambil menggeleng. "Nggak usah, Bun. Nanti aja di rumah."

Maura mendengus dengan tatapan jengkel. "Kamu nggak akan bisa pulang malam ini, Varo. Bunda tahu banget wataknya Sofie seperti apa. Dia pasti mau tidurnya di sini. Jadi sebaiknya kamu nginep juga temenin dia."

***

"Sof, boleh aku masuk?" Terdengar ketukan dan suara Alvaro dari luar.

"Masuk aja. Nggak di kunci kok." Jawab Sofie dari dalam.

Alvaro masuk dengan salah tingkah. Itu terlihat dari gayanya menggaruk rambut yang pastinya tak gatal. Sofie jadi tersenyum sendiri. Apalagi saat di lihatnya Alvaro sudah berganti baju.

"Pinjam bajunya Raffi. Untung satu ukuran." Ucap Alvaro memegang bajunya saat melihat arah pandangan Sofie.

Bingung harus berkata apa lagi akhirnya Alvaro memilih untuk duduk di sofa kecil yang berada di depan tempat tidur Sofie.

"Aku duduk di sini boleh?" Tanyanya.

Sofie tertawa geli.

Kenapa Alvaro jadi sopan banget sih? Sangat bukan dirinya!

"Duduk aja." Jawab Sofie.

Kemudian lelaki itu memperhatikan seluruh tubuh Sofie yang sedang terduduk di tengah-tengah tempat tidur.

"Kamu udah nggak apa-apa?" Tanya Alvaro takut-takut.

Sofie mengangguk lalu tersenyum.

"Maafin fans aku ya." Ucap Alvaro tulus.

Sofie menggeleng. "Nggak ada yang perlu di maafin, Varo."

Namun jawaban Sofie rupanya memancing kekesalan Alvaro.

"Kenapa kamu tadi menolak untuk ngelaporin anak itu sih? Walau masih di bawah umur, anak-anak kayak dia tetap harus di kasih pelajaran biar jera. Nggak boleh berbuat seenaknya aja!"

Sofie kembali menggeleng dan tersenyum.

"Anak seumur dia itu masih labil emosinya. Kasian orang tuanya kalau kita bawa kasus ini ke polisi. Aku yakin pasti dia berasal dari keluarga yang nggak seberuntung kita. Lagipula dia udah cukup kok dapat sanksi sosial. Berita ini kan pasti cepat banget beredar luas di luar sana. Kita nggak tahu kan apa yang akan di lakukan orang tua atau temannya nanti pas tahu apa yang sudah dia perbuat ke aku? Bisa aja dia di jauhi temannya dan bahkan di marahi orang tuanya habis-habisan karena bikin malu keluarga. Aku yakin itu jadi pelajaran yang cukup banget buat dia." Jawab Sofie.

Tapi jawaban Sofie tak lantas membuat Alvaro puas. "Oke, alasan kamu dapat di terima. Tapi lihat kamu sekarang. Dari tadi siang kamu diam terus, sampai rumah langsung nangis terus ngurung diri di kamar. Kamu bahkan bisa ngomong bijak kayak tadi dan nggak jutek atau bahkan mukulin aku. Aneh banget, Sof. Rasanya janggal. Kayak bukan kamu banget." Ujar Alvaro.

Mau tak mau perkataan Alvaro membuat Sofie tertawa. "Ya mungkin ini teguran buat aku. Supaya aku sadar nggak semua orang suka sama perilaku dan perbuatan aku."

"Tapi aku suka." Selak Alvaro cepat.

"I...itu... hal berbeda, Varooo..." Ucap Sofie yang tiba-tiba jadi tergagap.

Tapi aku suka? Maksud omongan Alvaro apa sih?

"By the way, aku di suruh Bunda untuk nginep di sini. Katanya buat jagain kamu." Ucap Alvaro memecah keheningan.

Sofie mengangguk kikuk. "Iya, Bunda tadi juga bilang begitu kok."

"Tapi kamu mau tidur dimana? Kamu kan nggak mungkin tidur di sini. Gimana kalau kamu tidur di kamar Raffi aja? Malahan tempat tidur Raffi lebih besar daripada punya aku. Aku yakin kamu nggak bakal kesempitan tidur berdua sama Raffi." Ucap Sofie panjang lebar. Ia mulai panik. Takut kalau-kalau harus tidur satu ranjang bersama Alvaro.

Mendengar perkataan Sofie yang menyiratkan kepanikan membuat Alvaro terkekeh. "Terus aku harus kasih alasan apa sama Raffi kalau aku tidur di kamarnya? Dan kalau misalnya Raffi malah ngelaporin kita ke Ayah sama Bunda gara-gara nggak tidur sekamar, alasan kita apa?" Tanya Alvaro balik.

Sofie diam karena kebingungan. Yang Alvaro bilang memang semuanya benar.

"So, there's no choice. Aku harus tidur di sini. Sama kamu. Istri aku." Ucapnya menyeringai.

Sofie langsung melotot. Dalam hati Alvaro justru senang karena mendapati pelototan jutek Sofie seperti biasa. Itu tandanya Sofie sudah kembali. Sofienya yang galak telah kembali.

"No, no, no. Nggak bisa, nggak bisa. Kita nggak mungkin tidur satu ranjang!" Ucap Sofie cepat.

Alvaro kembali terkekeh. "Tenang, Sof. Tenang. Aku nggak akan tidur di situ kok," Tunjuk Alvaro ke arah tempat tidur. "Aku tidur di sini." Ucap Alvaro menepuk-nepuk sofa yang di dudukinya.

Di tempatnya Sofie kaget karena Alvaro malah mengalah, bukan mengajaknya ribut. Tapi ia juga tahu sofa miliknya sangat kecil untuk ukuran tubuh Alvaro. Dari sini saja ia bisa melihat kalau Alvaro duduk kesempitan.

Lalu bagaimana lelaki itu tidur nanti? Tidur sambil duduk kah? Yang benar saja!

***

Ternyata Alvaro tidak benar-benar mengalah. Ada saja yang di lakukan lelaki itu untuk membuat Sofie gagal tidur. Mulai dari memperhatikan kamarnya, memegang satu persatu benda-benda aneh di kamar Sofie sampai memainkan make up Sofie. Dan sekarang lekaki itu tengah mengomentari satu persatu foto yang ada di kamar Sofie. Akhirnya Sofie benar-benar meladeni Alvaro. Lagipula ia belum mengantuk sebenarnya. Biar lah ia meladeni Alvaro. Hitung-hitung sebagai teman mengobrol. Kecuali kalau lelaki itu mulai berniat tidak baik atau menjahilinya. Ia tak segan untuk memukul Alvaro memakai raket nyamuk!

"Ini foto kamu waktu kecil? Ternyata dulu kamu gendut ya? Nggak nyangka kalau gedenya bakal secantik ini." Ucap Alvaro menatap foto Sofie yang terlihat buncit dan tembam.

Pipi sofie memerah mendengar pujian tak langsung itu.

"Dulu sama Bunda aku di kasih makan terus, vitamin juga, di tambah coklat dan permen. Ya begitu deh jadinya." Jawab Sofie jujur.

Alvaro hanya ber'O' ria dan bergeser ke foto selanjutnya.

"Ternyata dari kecil kamu udah banci kamera ya? Gigi ompong aja masih bisa gaya, di pamerin lagi." Ucap Alvaro sambil tertawa karena tak tahan melihat wajah Sofie di foto itu.

Kali ini Sofie malu sungguhan. Ia pun bangkit dari tempat tidur dan menutup foto tersebut.

"Stop liatin foto aku! Mending kamu tidur!" Ucapnya galak sambil berkacak pinggang.

Alvaro menyeringai. "Tapi aku belum ngantuk."

Dan sisa malam itu di habiskan Alvaro untuk mengomentari seluruh foto Sofie yang tentu saja membuat gadis itu tak bisa tidur semalaman.

***

Pagi menjelang. Sebuah ketukan di pintu membuat Sofie terbangun.

"Sof, ayah boleh masuk?" Terdengar suara Adrian dari luar.

Kepanikan langsung menjalar ke kepala Sofie. Sontak ia bangkit dari tempat tidurnya dan membangunkan Alvaro yang tidur dengan posisi duduk di sofa.

"Varo, cepat bangun! Naik ke tempat tidur aku sekarang juga! Ayah mau masuk! Jangan sampai Ayah ngeliat kamu tidur di sofa!" Ucap Sofie mengguncang-guncang tubuh Alvaro.

Alvaro yang tadinya masih setengah tidur namun ketika mendengar kata ayah langsung loncat dari tidurnya dan naik ke atas kasur.

"Sekarang kita pura-pura tidur, jadi pas Ayah masuk nanti kita kelihatan kayak orang yang masih tidur." Perintah Sofie.

"Oke!" Seru Alvaro.

Lelaki itu langsung memeluk Sofie, menyelipkan kakinya diantara kaki Sofie dan lehernya di curuk Sofie. Sontak Sofie kaget bukan main. Tidak dengan posisi seperti ini maksudnya! Baru saja ia ingin berontak tapi terdengar suara pintu di buka. Mau tak mau Sofie harus memejamkan matanya dan berakting tidur.

Awas kamu Alvaro! Setelah ayah keluar kamu bakalan habis sama aku!

"So... Oh my God!" Adrian memekik tertahan melihat pemandangan di depannya. Mengucapkan nama anaknya pun sampai tidak sanggup.

"My Goodness!" Kini gantian Maura yang terpekik.

"Ya ampun, Yah..." Maura geleng-geleng kepala. "Pantes aja di gedor-gedor nggak pada bangun. Wong tidurnya kayak gini. Ya enak." Ucap Maura.

Namun Adrian malah tertawa. "Bun, perhatiin gaya tidurnya Alvaro deh. Mirip aku ya."

Maura memukul lengan Adrian. "Hush! Jangan kenceng-kenceng! Malu kalau kedengeran. Ketauan udah tua tidurnya masih kayak gitu." Kata Maura jengkel.

"Kita keluar aja deh, Yah. Kasian mereka. Mungkin masih capek gara-gara kejadian kemarin." Ucap Maura menarik lengan Adrian keluar.

Namun Adrian salah mengartikan ucapan Maura. "Capek gara-gara kejadian yang mana nih? Kejadian lempar telur atau..." Adrian sengaja menggantung kalimatnya sambil menaik turunkan alisnya.

Maura memutar bola matanya kesal. "Inget umur. Malu dong, Yah. Kelakuan masih aja nggak berubah dari jaman dulu." Kata Maura meninggalkan Adrian.

"Tapi kan aku kayak begini sama kamu doang." Balas Adrian menyusul Maura dan merangkul istrinya itu dengan sayang kemudian mengecup keningnya.

Keduanya tertawa sendiri. Sambil bergandengan tangan mereka menuruni tangga dan melupakan pertengkaran konyol mereka.

***

Saat merasa bahwa suara kedua orang tuanya sudah tak terdengar lagi, Sofie segera mengguncang-guncang tubuh Alvaro, memberontak agar lelaki itu melepaskan pelukannya.

"Varo! Bangun nggak! Kamu tuh bisa banget ya ngambil kesempatan dalam kesempitan! Cepet lepasin aku atau aku pukul kamu pakai raket nyamuk!"

Alvaro tak bergeming sama sekali. Malah napasnya yang terdengar teratur di leher Sofie.

"Aku hitung sampai tiga! Kalau kamu nggak bangun juga, aku bakalan pukul kamu pakai raket nyamuk! Aku nggak bercanda ya!"

"Satu..."

"Dua..."

"Tiga!"

Tak ada yang terjadi. Sofie dan Alvaro masih dalam posisi yang sama. Sofie sebenarnya berbohong ketika ia bilang ingin memukul Alvaro dengan raket nyamuk. Bagaimana caranya ia mengambil raket tersebut kalau keluar dari pelukan Alvaro saja tak bisa.

Akhirnya Sofie menolehkan kepalanya. Alvaro tetap seperti tadi. Matanya terpejam dan napasnya masih teratur di curuk leher Sofie. Dengan takut-takut Sofie menepuk pipi Alvaro.

"Varo. Varooo..." Panggilnya. Tapi lelaki itu tetap tak bergeming.

Jadi Alvaro memang tidur sungguhan dari tadi?

Pasrah karena tak tahu apa harus ia lakukan akhirnya Sofie membiarkan dirinya di peluk seperti ini.

"Sofie..." Tiba-tiba Alvaro bergumam dalam tidurnya sambil mengetatkan pelukannya.

Sofie kaget bukan main. Di tatapnya mata Alvaro yang terpejam.

Kamu manggil aku di dalam tidur kamu?

Dan tanpa sadar Sofie sudah memiringkan tubuhnya sehingga berhadapan dengan Alvaro. Tapi tak ada yang ia lakukan. Hanya menatapnya lama, merasakan deru napasnya yang teratur sampai Sofie tak sadar bahwa matanya sendiri ikut terpejam.

Sepertinya kita harus benar-benar bercerai karena aku sudah melanggar sesuatu yang paling tidak boleh di lakukan dalam perjanjian kita. Mempunyai perasaan terhadap kamu, Alvaro.

***

As I promised...................
BAB 11!🎉🎉🎉
Seneng nggak? Harus seneng, yes?
Semoga suka bab ini ya.
Vote dan komen yang banyak jangan lupa, oke?

Kayaknya next part jelang lebaran deh. Tapi kalau mau cepet... votenya harus ngelebihin bab yang kemarin hehe.

Ekspektasi aku sih 1.7k tapi kalau nggak sanggup segitu, ya... yang mendekati ke situlah haha. Gimana? Oke dong?

Yaudah selamat baca. Kalau ada bagian di bab ini yang bikin senyum sendiri jangan lupa kasih tahu aku ya.

Hahaha,
Abi.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro