59 - Pertemuan
Assalamualaikum teman-teman semua. Alhamdulillah aku update MARIPOSA 2 lagi buat kalian semuaa ^^
SIAPA YANG SENANG MARIPOSA 2 UPDATE LAGI?
SIAPA YANG NGGAK SABAR BACA MARIPOSA 2 PART 59? TUNJUKAN PASUKAN SEMUT KALIAN ^^
SUDAH SIAPKAN HATI DAN PIKIRAN BUAT BACA PART INI?
PALING NGGAK SABAR BACA ADEGAN APA NIH?
Sebelum itu, aku mau info penting nih buat teman-teman semua. Karena dari beberapa bulang terakhir banyak teman-teman yang menanyakan EBOOK SNAPSNIP GENG MULTINASIONAL, akhirnya aku dan Tim akan buka Pre-Order Season III buat kalian semua yang belum punya ^^
DITUNGGU YAA INFONYA. KARENA E-BOOK SNAPSNIP GENG MULTINASIONAL SEASON III INI BENAR-BENAR TERBATAS BANGET YAA. JADI, JANGAN SAMPAI KETINGGALAN ^^
DAN, SELAMAT MEMBACA MARIPOSA 2 PART 59. SEMOGA SUKAA AMINN ^^
*****
Acha duduk di meja kantin Akademinya, ada waktu setengah jam istirahat sebelum ia masuk kelas kembali. Acha meregangkan otot-ototnya sebentar, hari demi hari terasa semakin melelahkan.
Namun, Acha tidak ingin menyerah, perjalanannya tinggal sebentar lagi. Ia benar-benar sudah bertekad untuk bisa masuk di Kedokteran.
Kalau kata milenial jaman sekarang. Yuk bisa yuk bisa. Acha semangat!
"Kak Acha, Jus jeruk atau Air mineral?" tanya Tesya dari kejauhan. Gadis itu tengah memesan minum untuk dirinya dan Acha.
Acha diam, seolah sedang berpikir.
"Atau Air liur?" celetuk Tesya tak sabar.
"Astaghfirullah," sahut Acha terkejut.
"Hehe, sori Kak, bercanda," cengir Tesya.
"Air mineral," jawab Acha akhirnya.
Tesya mengangkat jempolnya, mengiyakan jawaban Acha. Sedangkan, Acha mulai mengeluarkan sesuatu dari sakunya. Satu lusin balon berbentuk Sapi yang masih belum di tiup.
Acha mengambil satu, mulai meniupnya.
Tesya kembali menuju meja Acha dengan membawa dua botol air mineral. Tesya menatap Acha dengan bingung.
"Ngapain, Kak?" heran Tesya, duduk disamping Acha.
Acha menghentikan tiupannya sebentar, menjauhkan balon dari mulutnya.
"Hilangin stres," jawab Acha singkat kemudian melanjutkan meniup lagi.
"Emang bisa?" tanya Tesya penasaran.
Acha mengangguk-angguk seperti anak kecil sembari meneruskan tiupannya. Tesya pun menatap Acha lebih lekat, memperhatikan balon sapi yang semakin membesar dengan seksama.
Acha tersenyum puas melihat hasil balon sapi yang di tiupnya.
"Lucu banget sapi Acha," puji Acha sambil mengelus-elus kepala balon sapi.
Tesya mengangguk-angguk takjub.
"Beneran bisa hilangin stres, Kak?" tanya Tesya mulai tertarik.
"Orang bisa setres, biasanya karena berada di bawah tekanan. Otomatis napasnya jadi pendek dan bisa jadi sulit bernapas. Bener, kan?"
"Bener, Kak," jawab Tesya tanpa ragu menyetujui.
"Kalau sudah kayak gitu, tubuh manusia juga bisa tertekan karena kurang oksigen untuk bisa lebih rileks."
"Bener banget Kak. Gue akhir-akhir ini ngerasa napas gue lebih pendek dan sulit buat rileks!" seru Tesya menggebu.
"Salah satu cara buat mengatasi masalah itu bisa dengan niup balon," ungkap Acha.
"Gitu ya, Kak?"
"Iya, karena kalau kita niup balon, napas kita, kan jadi lebih teratur. Diafragma kita dipaksa supaya bisa memompa udara masuk dan keluar degan jumlah yang lebih besar." Acha menjabarkan dengan begitu gamblang.
Tesya langsung bertepuk tangan takjub.
"Juara satu olimpiade kimia nasional emang beda isi otaknya dengan juara satu menunggu harapan dari gebetan dan mantan," puji Tesya dengan ekspresi di buat-buat seolah sedang sedih.
Acha terkekeh melihat raut wajah Tesya yang lucu.
"Apalagi kalau balon yang di tiup bentuknya sapi, di jamin setresnya hilang lebih cepat," ucap Acha melebarkan senyumnya dengan semangat.
Tesya langsung mengangkat tangan kanannya tinggi-tinggi.
"Gue nyoba satu Kak. Gini-gini gue juga pernah juara niup," ucap Tesya serius.
Acha mengerutkan kening heran.
"Juara niup?" bingung Acha.
"Iya! Niup mantan yang pernah ketahuan selingkuh berduaan sama teman kecilnya di hotel!" teriak Tesya berapi-api menyebutkan pengalaman pahitnya dulu.
Acha seketika langsung terdiam, senyum di wajahnya menghilang dalam hitungan detik. Perkataan Tesya membuatnya kembali teringat akan pertengkarannya dengan Iqbal yang belum selesai.
"Gue minta satu, Kak," ucap Tesya menyadarkan Acha dari lamunannya.
Acha memaksakan senyumnya lagi, menyodorkan satu balon sapi-nya ke Tesya. Acha sedikit tak bisa fokus, ia hanya diam sembari melihat Tesya yang mulai meniup balon bentuk sapi tersebut.
Kepala Acha sedikit tertunduk, menatap balon sapi yang sudah jadi ditangannya dengan hampa.
"Pacar Tesya pernah selingkuh?" tanya Acha lirih tapi cukup terdengar di telinga Tesya.
Tesya meniup balon sembari mengangguk cepat. Lalu, ia menghentikan sebentar aktivitasnya dan menoleh ke Acha.
"Pernah dulu. Waktu gue kelas 1 SMA. Gue pacaran sama temen abang gue, dan dia udah kuliah. Gue udah sayang banget, malah dia selingkuhin gue sama cewek yang katanya temen kecil dia. Kan, bedebah banget!"
Acha mendengarkan baik-baik cerita Tesya dengan hati yang lebih gelisah. Acha kembali menatap Tesya lekat.
"Ketahuannya gimana?" tanya Acha penasaran.
Tesya mendadak langsung tertawa, merasa lucu. Ia tiba-tiba teringat kembali kejadian beberapa tahun yang lalu.
"Kayaknya lagi apes-nya dia. Waktu itu gue sekeluarga liburan ke puncak bogor, nginep di hotel yang ternyata satu hotel sama dia saat itu. Makanya langsung ketahuan sama gue, abang gue dan orang tua gue," cerita Tesya masih bisa senyam-senyum santai.
"Tesya waktu itu nggak marah?" tanya Acha.
Kedua mata Tesya langsung melebar tak santai.
"Bukan lagi. Mereka jelas-jelas pelukan di depan gue dan keluarga gue. Langsung aja gue samperin dan gue jambak keduanya. Nggak pakai minta penjelasan-penjelasan segala! Basi! Terlalu Shit untuk gue yang nggak sabaran!"
Acha melongo takjub. Tak menyangka Tesya bisa se-barbar itu.
"Wah...."
Kini, hati Acha meronta, kenapa aku berbeda?
Tesya terkekeh melihat ekspresi Acha. Lalu, ia menepuk-nepuk bahu Acha.
"Kak Acha mah enak, nggak perlu khawatir. Kak Iqbal nggak mungkin selingkuh dan sayang banget sama Kak Acha," ucap Tesya mengutarakan ke-irian-nya.
Acha lagi-lagi hanya bisa tersenyum canggung.
"Iya Tesya. Acha nggak khawatir kok."
Nggak khawatir? Nggak khawatir sapi-sapi lo bisa terbang, Cha?!! Ingin sekali Acha menyumpahi dirinya sendiri saat ini.
Acha pun segera memberikan satu balon sapinya lagi yang belum di tiup ke Tesya.
"Buruan tiup lagi, biar hilang stres-nya," suruh Acha mengalihkan.
Tesya dengan cepat mengangguk, melanjutkan lagi aktivitas meniupnya yang tertunda sembari menerima satu lagi balon sapi dari Acha.
"PIKIRAN STRES CEPATLAH PERGI BERSAMA SAPINYA KAK ACHA!"
****
Iqbal menghentikan langkahnya ketika hampir sampai di depan mobilnya, mau tak mau Abdi juga ikut berhenti dengan tatapan yang sama bingungnya seperti Iqbal, ketika melihat sosok perempuan yang tengah berdiri di depan mobil Iqbal.
"Biya," panggil Iqbal.
Gadis yang tengah asik memainkan ponsel barunya itu, lantas mengangkat kepala, menatap Iqbal.
"Sori, gue nggak tau lo udah di depan gue," ucap Biya sembari memasukan ponselnya ke saku.
"Nunggu gue?" tanya Iqbal.
Biya mengangguk.
"Gue boleh bareng nggak pulangnya?" tanya Biya.
Iqbal terdiam sesaat, tak langsung menjawab.
"Boleh, tapi gue anter temen gue dulu," jawab Iqbal sembari menunjuk ke Abdi.
Abdi yang sedari tadi jadi patung hidup di antara keduanya, akhirnya memperkenalkan diri.
"Abdi," ucap Abdi dengan senyum canggungnya.
Biya pun mau tak mau ikut memaksakan senyumnya.
"Biya."
"Gue mau ajak Iqbal ke café. Dia nemenin gue bentar buat kembalikan barang seseorang," perjelas Abdi.
Biya mengangguk-angguk.
"Oke, nggak apa-apa."
"Lo ikut kita dulu, nggak apa-apa?" tanya Abdi memastikan.
"Iya." Biya kembali menatap ke Iqbal. "Beneran nggak apa-apa, kan, gue bareng pulangnya?" tanyanya sekali lagi ke Iqbal.
"Iya."
Iqbal dan Biya pun segera masuk ke mobil Iqbal, begitu juga dengan Abdi yang berjalan ke arah mobilnya sendiri yang terparkir tak jauh dari mobil Iqbal.
Kedua mobil itu beranjak, menuju ke café sebrang SMA Arwana. Untuk menemui bidadari yang di akuh oleh Abdi, sang manusia bisa segalanya.
*****
Acha keluar dari tempat Akademi-nya. Akhirnya hari ini cepat berlalu. Acha bisa menghirup udara segar jalanan. Ya, sebenarnya nggak segar-segar banget sih.
"Pulang bareng nggak, Kak?" tanya Tesya menawari Acha.
"Bawa mobil?" tanya Acha basa-basi.
"Bawa becak," celetuk Tesya asal.
Acha langsung tertawa, tiba-tiba teringat dengan jokes Glen semalam.
"Nggak usah Tesya. Acha mau ambil barang Acha yang ditemuin orang," jawab Acha.
"Hah? Barang apaan, Kak?" kaget Tesya sekaligus penasaran.
"Gantungan kunci sapi, Acha."
Kedua mata Tesya melebar.
"Wah, itu penting banget Kak. Harus cepat diambil," sahut Tesya sok heboh. Tesya sendiri tau banget bahwa Acha sangat suka hal-hal berbau sapi dan pengoleksi sapi sejati.
Acha lagi-lagi dibuat tertawa.
"Acha duluana ya. Tesya hati-hati pulangnya."
"Kak Acha juga hati-hati. Kalau orang-nya minta tebusan kasih aja, Kak."
"Minta tebusan?" kini giliran Acha yang kaget. Acha tak berpikir sampai kesana.
"Iya. Kan, kadang-kadang ada tuh orang yang minta tebusan atau minta uang karena udah nemuin barang pemiliknya."
Acha manggut-manggut mengiyakan dengan wajah lugunya.
"Kira-kira dia minta tebusan berapa ya? Acha lagi nggak bawa uang tunai banyak ini."
"Berapa ya, Kak?" Tesya ikut bingung.
"Semoga aja nggak minta uang banyak-banyak ya, Sya."
TOLONG DONG SIAPA AJA TERIAKIN DUA GADIS POLOS INI. KALAU YANG MAU ACHA AMBIL HANYALAH GANTUNGAN KUNCI BERBENTUK SAPI.
Eh, tapi buat Acha apapun yang berhubungan dengan Sapi bukanlah 'hanya' tapi 'hidup dan mati-nya'.
Kedua mata Tesya terbuka semakin lebar, dia mendekati Acha dengan tak santai.
"Kak, kalau ternyata dia nggak minta tebusan uang, tapi minta yang lain, gimana?" tanya Tesya khawatir.
Acha langsung ikut-ikutan melotot.
"Yang lain apa Tesya? Acha nggak punya apa-apa yang bisa dikasih, sumpah."
"Nggak tau, Kak. Ya apa gitu."
"Gimana ini Tesya. Gantungan kunci sapinya berharga banget buat Acha," ucap Acha gelisah.
"Kak Acha nggak kenal sama orangnya?" tanya Tesya sudah seperti detektif gadungan.
"Acha nggak kenal, Tesya."
"Nakutin loh Kak sekarang. Ketemu orang nggak dikenal, apalagi cuma berdua. Kalau Kak Acha diculik gimana?"
Acha mendadak terdiam. Tiba-tiba ia teringat dengan ucapan Glen lagi, semalam.
"Kata Glen, nggak ada yang mau nyulik Acha," ungkap Acha.
"Kenapa?"
"Karena bisa-bisa bukannya uang tebusan yang Acha kasih tapi sapi-sapi yang Acha kasih."
Tesya tertawa hambar, tidak salah juga jawaban kakak kelasnya itu. Memang sangat benar.
"Kak Acha mending jangan berangkat sendiri deh nemuin orang itu," usul Tesya.
"Gitu ya, Tesya?"
Tesya menganggukkan kepalanya dengan yakin.
"Coba ajak Kak Iqbal, minta temenin dia. Jam segini pasti dia sudah pulang kuliah," tambah Tesya.
Acha melirik jam tangannya. Benar perkataan Tesya, biasanya jam segini Iqbal sudah pulang kuliah. Tapi? Bagaimana dengan pertengkaran mereka berdua yang belum selesai?
"Kak Acha buruan telfon Kak Iqbal," paksa Tesya.
Acha mendadak gelagap sendiri dan buru-buru mengeluarkan ponselnya.
"Telfon Iqbal, ya?" tanya Acha ragu.
"Iya, Kak. Biar lebih aman, Kak Acha dianterin Kak Iqbal. Kalau Tesya yang antar nanti sama aja dong. Kita berdua kan, cewek. Lebih baik yang antar cowok," perjelas Tesya panjang dan lebar.
Acha manggut-manggut membenarkan penjelasan Tesya. Acha menghela napasnya pelan-pelan, berusaha mengesampingkan egonya sesaat. Siapa tau juga karena hal ini, dia bisa baikan dengan Iqbal.
Sungguh, Acha merindukan cowok itu dan ingin memperbaiki hubungannya. Tapi, jika mengingat lagi kejadian-kejadian Iqbal dan Biya serta jawaban Iqbal semalam, sakit hati Acha masih sangat ada.
"Acha telfon Iqbal ya," ucap Acha.
Acha pun segera melakukan panggilan ke Iqbal.
Nada dering terhubung, tinggal menunggu pemilik nomor tersebut mengangkat panggilan.
Acha dan Tesya saling bertatapan, cukup lama nada sambung itu berbunyi dan masih belum ada tanda-tanda Iqbal menerima panggilan Acha.
Nomor yang anda tujuh tidak menjawab. Silahkan meninggalkan pesan suara .....
Acha mematikan panggilan tersebut. Iqbal tidak menjawab panggilannya.
"Iqbal nggak nerima, Sya. Kayaknya Iqbal masih sibuk di kampus," ucap Acha sedikit sedih.
Tesya menatap Acha dengan tidak tega.
"Gimana dong, Kak?"
"Acha berangkat sendiri aja Tesya nggak apa-apa. Lagian masih sore juga dan tempat ketemuannya di café sebrang SMA, nggak jauh dari sini. Dan, pasti rame banget disana."
Tesya menghela napas pelan sembari mengangguk.
"Oke Kak. Beneran hati-hati ya."
"Iya Tesya. Makasih banyak."
"Kalau ada apa-apa, kabari gue," pesan Tesya.
"Iya Tesya."
"Gue duluan, Kak."
Tesya pun beranjak pergi meninggalkan Acha setelah pamitan dan melambaikan tangannya. Sedangkan, Acha kini tengah memandang layar ponselnya yang sudah berubah gelap.
"Apa Iqbal lagi di perpustakaan?"
****
Mobil Abdi dan Iqbal sama-sama sampai bersamaan di parkiran café. Abdi, Iqbal dan Biya segera keluar dari mobil dan berkumpul di depan mobil Iqbal.
Iqbal mengeluarkan ponselnya yang sempat bergetar, sepertinya ada sebuah panggilan. Namun, dia tak berani mengangkatnya karena sedang menyetir.
Iqbal tertegun sesaat, ketika nama Acha tertera disana. Acha menelfonnya.
"Bal, ayo!" ajak Abdi dengan tak sabar.
Iqbal mendongak sedikit tersentak. Ia mengangguk dan memasukan kembali ponselnya ke dalam saku.
Iqbal memilih untuk menelfon Acha ketika sudah sampai rumah saja.
Abdi, Iqbal dan Biya berjalan bersamaan ke arah café yang terlihat lumayan rame dari luar parkiran.
"Gue ke ATM sebelah café sebentar ya. Ambil uang," ucap Biya saat matanya melihat ATM tepat sebelah café.
Abdi dan Iqbal menoleh ke Biya sembari mengangguk.
"Nanti langsung masuk café aja Bi dan cari kita ya," seru Abdi.
"Oke."
Dan, kini tinggal Abdi dan Iqbal saja yang terus berjalan. Abdi dengan wajah berbinar-binar dan perasaan gugup setengah mampus!
Sedangkan Iqbal dengan langkah malas. Jujur, Iqbal masih kepikiran dengan Acha yang tadi menelfonnya.
Iqbal melirik ke Abdi dengan tajam. Andai saja bukan karena demi komedi putar sapi! Sudahlah, Iqbal akan berusaha menahannya selama beberapa menit ini.
****
Iqbal dan Abdi sudah masuk ke dalam café. Abdi mengedarkan pandangannya setelah mendapat balasan dari gadis pemilik gantungan kunci sapi itu, bahwa dia berada di meja paling ujung dengan baju warna merah muda polos.
Dan, tentu saja Abdi masih ingat jelas bagaimana paras canitk gadis itu. Paras yang Abdi mimpikan sejak semalam.
"Mana?" tanya Iqbal tak sabar.
"Bentar, gue masih nyari."
"Gue ke toilet dulu," pamit Iqbal dan langsung ngeluyur begitu saja.
Bahkan, sebelum Abdi sempat menjawab, Iqbal sudah hilang dari pandangan Abdi. Dan, lagi-lagi Abdi hanya bisa mengelus dada.
"Sabar Abdi. Orang sabar bisa ketemu Bidadari."
Abdi mengedarkan pandangannya lagi, berjalan lebih masuk. Hingga akhirnya, ia menemukan seorang gadis yang menurutnya paling bercahaya diantara pengunjung yang lain.
Gadis yang tengah duduk cantik di meja ujung café sembari menoleh ke kanan dan ke kiri, seperti sedang menunggu kedatangan seseorang.
Abdi langsung memegang dadanya yang berdetak lebih cepat. Sumpah, Abdi sangat gugup saat ini.
"Tenang Abdi. Nggak apa-apa panik asal jangan pingsan."
Abdi menghela napasnya pelan-pelan, memantapkan hatinya sebentar. Kemudian, ia memberanikan diri untuk melangkah kembali mendekati gadis itu.
****
Abdi akhirnya sampai di depan gadis dambaannya. Dan, gadis itu juga tengah menatapnya saat ini. Abdi tersenyum canggung.
"Gue Abdi."
Abdi tiba-tiba memperkenalkan dirinya dengan bodohnya, membuat cewek yang ada di depannya menatapnya dengan bingung.
"Maksud gue, gue Abdi yang nemuin gantungan kunci sapi, lo," ralat Abdi cepat ketika menyadari kebodohannya.
Ah, gadis itu mengangguk-angguk, tersenyum tipis ke arah Abdi.
"Acha."
Ya Tuhan! Abdi rasanya ingin melayang sekarang juga cuma gara-gara disenyumin Bidadarinya. Abdi merasakan telapak tangannya mulai panas-dingin.
"Acha! Acha! Acha!"Nama yang cantik untuk seorang Bidadari. Dan, Abdi akan selalu mengingatnya!
Yah, gadis yang ditemui Abdi adalah Acha. Tentu saja, Acha yang kita kenal. Acha pecinta boneka sapi dan pacar dari Iqbal, teman kelas Abdi yang sekarang masih di toilet dan sebentar lagi akan kembali untuk mencari keberadaan Abdi.
"Gue boleh duduk?" tanya Abdi meminta izin.
"Silahkan," balas Acha.
Abdi tak bisa melepaskan matanya dari Acha yang sedari tadi tersenyum canggung melihat tingkah aneh Abdi. Acha sampai beberapa kali menyentuh pipi-nya takut ada sesuatu disana.
Karena tatapan Abdi yang terlalu intens. Acha jadi sedikit takut.
"Udah nunggu lama?" tanya Abdi basa-basi.
"Baru aja sampai," jawab Acha.
"Udah makan?" tanya Abdi semakin kaku.
"Sudah."
"Mau makan lagi, nggak?"
Bodoh sekali kau Abdi, manusia yang katanya bisa segalanya! Giliran di hadapan Acha saja mati kutu kau!
Abdi lagi-lagi merutuki kebodohannya.
"Nggak perlu, masih kenyang," jawab Acha seramah mungkin. Karena, dia masih belum mendapatkan gantungan kunci sapinya.
Abdi menyodorkan satu buku menu di atas meja lebih dekat ke Acha. Beneran deh! Abdi mulai keringat dingin dari pelipis hingga belakang leher. Baru pertama kali ini, dia dibuat kelojotan gara-gara seorang cewek.
"Belum pesan minum, kan?" tanya Abdi menyadari masih tidak ada apapun di meja Acha.
"Belum."
"Pesan aja, gue yang bayar."
Acha terdiam sebentar, kemudian mengangguk kaku. Acha merasa lebih aneh. Dikira dia nggak bisa bayar apa gimana?
Acha berusaha sabar, menerima menu tersebut dan mulai fokus memilih pesanannya. Acha sedikit lebih menunduk karena tulisan menu yang agak kecil-kecil.
"Oh ya, gue kesini tadi bawa temen gue nggak apa-apa, kan? Dia lagi di toilet"
Acha mengangguk dengan mata masih fokus ke menunya.
"Nggak apa-apa."
Abdi tersenyum lega. Selain cantik ternyata sangat ramah. Abdi bukannya melihat buku menu-nya sendiri, malah terus memperhatikan Acha yang fokus sekali menunduk mengamati menu-menu disana.
"Lihat menu aja cantik," puji Abdi sangat lirih dan hanya dirinya yang bisa mendengar.
Acha sendiri sebenarnya tidak haus. Ia ingin sekali cepat-cepat meminta gantungan kunci sapinya dan pergi dari sini. Tapi, Acha takut dikira tidak sopan.
"Udah selesai?"
Abdi langsung menoleh, mendengar suara bersamaan tepukan pelan di bahunya. Abdi melihat Iqbal sudah berdiri disampingnya.
"Belum, bentar ya," pinta Abdi sangat pelan sembari memohon.
Iqbal menghela napas berat, sedikit malas.
"Buruan," pekik Iqbal sangat pelan juga.
Abdi mengangguk-angguk semangat. Ia segera berpindah kursi ke samping dan mempersilahkan Iqbal duduk di sebalahnya.
Abdi merasa lebih lega, kehadiran Iqbal membuat kegugupannya berkurang.
"Acha, kenalin teman gue."
Iqbal sedari tadi memang tidak memperhatikan cewek yang di temui Abdi. Baru saja Iqbal selesai duduk dan ingin merogoh ponselnya, langsung ia undurkan, ketika mendengar sebuah nama yang dipanggil oleh Abdi.
Sontak, Iqbal langsung menatap ke gadis yang ada di depannya. Saat itu juga, seperti sebuah gerakan slowmotion, Acha juga mengangkat kepalanya.
Hingga akhirnya, mata Iqbal dan Acha saling bertemu. Dan, keduanya sama-sama terkejut.
"Temen gue namanya Iqbal." Abdi masih tak menyadari situasi yang ada di sekitarnya sekarang. "Bal, kenalin dia Acha."
Tak ada sahutan dari Acha maupun Iqbal. Keduanya masih sama-sama terdiam dengan tatapan yang terus saling menyorot dan mengunci.
Abdi menatap ke Acha dan Iqbal bergantian dengan bingung. Kenapa ia tiba-tiba merasa keadaan di sekitarnya yang awalnya berbunga-bunga menjadi berpetir-petir? Terasa menegangkan?
"Sori lama, ATM-nya antri banget tadi."
Abdi dan Acha langsung bersama-sama menoleh ke sumber suara. Sosok Biya datang dengan langkah terburu-buru dan napas sedikit ngos-ngosan.
Biya langsung membeku ditempat, baru menyadari situasi yang cukup menakjubkan di hadapannya. Sejenak, Biya dibuat bingung dan otaknya mendadak memproses cepat.
"Sahabat gue diajak bertemu sama pacar temen gue?"
Bukan! Bukan!
"Sahabat gue diajak bertemu sama temennya temen sahabat gue?"
Bener nggak sih?
"Sahabat gue sedang bertemu pacarnya sekaligus membawa teman kelasnya?"
Entahlah! Biya merasakan kepalanya hampir pecah karena mencoba membaca situasi sekarang. Untuk beberapa detik keadaan mendadak hening.
Acha perlahan kembali menatap ke Iqbal. Cowok itu masih terus menatapnya sangat lekat. Acha menahan napasnya sesaat dengan kedua tangan mulai terkepal.
Detik berikutnya, Acha membuang muka dari Iqbal, tak ingin menatap Iqbal lagi.
Jujur, Acha sama sekali tidak menyangka akan melihat kehadiran Iqbal. Namun, yang buat Acha tidak menyangka lagi adalah kedatangan Biya.
Dan, sangat jelas bahwa Iqbal sedang bersama Biya! Iqbal mengabaikan panggilannya saat bersama Biya!
Acha pun memilih memecah keheningan diantara mereka semua.
"Boleh kembalikan gantungan kunci boneka sapi milik saya," pinta Acha.
Fokus semuanya kembali ke Acha. Baik Abdi, Biya dan tentu saja Iqbal yang tak pernah mengalihkan matanya dari Acha.
Abdi mengangguk cepat, ia segera mengeluarkan gantungan kunci sapi milik Acha dan menyodorkannya ke Acha.
"Gue jagain baik-baik si Lupi," ucap Abdi malu-malu.
Acha segera menerimanya, memaksakan senyumnya yang terasa sangat berat.
"Makasih banyak."
Acha memasukan gantungan kunci sapi tersebut ke dalam tas. Kemudian, tak ingin berlama-lama. Acha segera berdiri tanpa mau menatap Iqbal sedikit pun.
"Maaf Abdi. Acha pamit ya. Buru-buru harus pulang."
"Pulang sekarang?" tanya Abdi ikut-ikutan berdiri.
"Iya."
"Naik apa? Mau gue anter, nggak? Gue bawa mobil."
Acha menggeleng sopan.
"Nggak usah. Sekali lagi makasih."
Abdi melihat Acha hendak beranjak. Sontak Abdi segera menjulurkan tangannya, tak ingin melewatkan kesempatan.
"Boleh jabatan tangan, nggak?"
Acha menghentikan langkahnya seketika itu. Ia menoleh ke Abdi dengan bingung. Nyatanya, bukan hanya Acha yang bingung, Biya pun juga.
Dan, untuk pertama kalinya, Iqbal mengalihkan tatapanya dari Acha. Iqbal menatap Abdi cukup tajam. Namun, yang di tatap sama sekali tak menyadari.
"Kata orang, kalau jabatan tangan bisa ketemu lagi," lanjut Abdi penuh harap.
Acha merasakan sedikit gugup, bukan karena akan jabatan tangan dengan Abdi. Melainkan karena kehadiran Iqbal disana.
Acha menghela napas panjang, berusaha untuk tidak peduli. Iqbal saja bisa membawa Biya, kenapa dia tidak bisa berjabat tangan dengan cowok lain?
Acha mengembangkan senyumnya, tangannya bergerak terulur ingin menerima jabatan tangan Abdi.
Namun, belum juga tangan Acha sampai bersentuhan dengan tangan Abdi. Tangan lain sudah duluan menepis tangan Abdi lebih cepat.
Dan, ke tiga pasang mata secara bersamaan berpindah menatap ke arah pemilik tangan tersebut yang tak lain dan tak bukan adalah tangan Iqbal. Cowok itu sudah berdiri dengan tatapan yang tak bisa dijabarkan.
Iqbal kembali menatap Acha sangat lekat.
"Gue antar pulang."
Acha tak terlalu terkejut mendengar kalimat itu. Begitu juga dengan Biya. Namun, ada satu orang cowok yang melotot tak santai karena perkataan Iqbal.
"Bal, lo udah janji nggak bakalan rebut Bidadari gue!" bisik Abdi sangat pelan namun penuh penekanan ke Iqbal.
Iqbal tak mempedulikannya, ia hanya menatap Acha dan menunggu jawaban dari Acha.
Acha tersenyum kecil, namun bukan sebuah senyum yang ramah ke Iqbal. Dan, detik berikutnya ia kembali menatap ke Abdi.
"Abdi, Acha pamit ya."
Setelah itu, Acha melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda. Acha benar-benar pergi begitu saja, meninggalkan Iqbal, Abdi dan Biya.
"Yaaa.... Bidadari gue pergi... Yaa.... Belum jabat tangan...." Frustasi Abdi.
Iqbal sempat terkejut mendengar ucapan Acha yang tidak mengacuhkannya. Iqbal segera menyadarkan dirinya, bersiap beranjak untuk menyusul Acha.
"Sori gue tinggal," ucap Iqbal ke Biya sebelum benar-benar ikut pergi.
Biya pun hanya mengangguk singkat, membiarkan Iqbal berlari mengejar Acha saat itu juga.
"Iqbal ngapain? Mau kemana?" heboh Abdi ingin menyusul.
Namun, Biya dengan cepat mencegah cowok itu.
"Mau kemana?" tanya Biya dengan tenangnya.
"Susul Bidadari gue lah!" jawab Abdi nampak sewot.
"Nggak usah."
"Kenapa nggak usah? Bisa direbut Iqbal nanti!"
"Kalau lo masih sayang sama nyawa lo, mending nggak usah." Biya memberi saran terbaiknya kepada Abdi.
"Karena gue sayang sama nyawa gue dan sayang sama kelanjutan masa depan gue yang bahagia, gue harus kejar cewek itu. Anterin dia pulang," kekuh Abdi.
Biya mendesah berat, mulai lelah dengan Abdi yang keras kepala.
"Lo suka banget ya sama Acha?" tanya Biya sungguh-sungguh.
Mendadak Abdi terdiam, tersipu malu.
"Iya. Kelihatan banget?" tanya Abdi mendadak lupa akan niatnya mengejar Acha dan Iqbal.
"Iya, sangat kelihatan."
Abdi terdiam sejenak, menyadari sesuatu yang aneh.
"Kok lo tau nama dia Acha?" tanya Abdi heran.
"Gue kenal sama dia," ungkap Biya.
"Lo kenal sama Acha?"
"Iya."
"Acha bidadari gue?"
Biya berdeham pelan, haruskan dia mengiyakan hak milik tersebut?
"Iqbal juga kenal sama Acha." Alih-alih mengiyakan, Biya memilih memberikan informasi penting kepada Abdi.
Abdi melotot tak santai, terkejut mendengar berita tersebut.
"Iqbal kenal sama Acha?" tanya Abdi langsung heboh lagi.
"Sangat kenal."
"Iqbal Guanna Freedy, Mahasiswa Kedokteran, teman kelas gue yang paling ngeselin sedunia tapi nilainya selalu di atas rata-rata?" tanya Abdi lagi ingin memastikan.
"Iya," jawab Biya dengan enteng.
Abdi geleng-geleng takjub, tak menyangka. Otaknya mendadak bingung. Namun, ada yang lebih penting dari itu. Mata Abdi kembali berbinar.
"Acha udah punya pacar belum?" tanya Abdi sangat semangat, ingin tau informasi yang menurutnya penting itu.
Biya terdiam sesaat, menatap Abdi dengan tatapan kasihan. Bagaimana bisa ada cowok se-menyedihkan ini?
"Udah punya," jawab Biya dengan berat hati.
Semangat Abdi mendadak mengendur, senyum di wajahnya juga mulai hilang dan berganti raut wajah putus asa.
"Beneran udah punya?" lirih Abdi sedih.
"Iya. Dan, lo kenal sama pacarnya."
Kedua mata Abdi lagi-lagi melotot tak santai, langsung kembali antusias saat itu juga.
"SIAPA? SIAPA? ANAK FAKULTAS MANA?" teriak Abdi tak santai, tak peduli beberapa pengunjung yang sudah melihat ke arah mereka.
Biya menghela napas berat, antara tega dan tidak memberitahu kenyataan pahit ini. Biya yakin, mungkin setelah mendengar jawabannya, Abdi akan memilih pindah negara.
"Siapa Bi? Siapa pacar Acha? Siapa namanya?" tanya Abdi semakin tak sabar.
Biya tersenyum tipis, tangananya menepuk pelan bahu Abdi.
"Iqbal."
*****
#CuapCuapAuthor
Bagaimana part ini? SUKA NGGAK?
SATU KATA PENYEMANGAT DONG BUATA ABDI SANG MANUSIA BISA SEGALANYA ^^
Kira-kira Iqbal dan Acha akan bertengkar lagi atau baikan nih?
KALIAN PENGIN IQBAL DAN ACHA BERTENGKAR LEBIH HEBAT ATAU BAIKAN?
Penasaran nggak sama apart selanjutnya?
Mau update kapan part 60-nya?
SAMPAI BERJUMPA SEGERA YA DI PART SELANJUTNYAA ^^
Semoga teman-teman selalu suka Mariposa 2, Support Mariposa 2 dan selalu baca Mariposa 2 Aminnn ^^
Jangan lupa buat ajak teman-teman kalian buat baca Mariposa 2 ya dan rekomendasiin juga cerita Mariposa 2 ke semua teman, saudara, keluarga bahkan ke group-group chat kalian ^^
Jangan lupa juga buat COMMENT dan VOTE yang paling selalu ditunggu dari teman-teman semuaaa. Biar akunya makin semangat nulis lagi untuk kalian ^^
Pantengin juga Instagramku yaa @luluk_hf, aku biasanya kasih spoiler-spoiler Mariposa 2 di snapgram. Jadi langsung aja follow biar nggak ketinggalan infonya ^^
MAKASIHHH BANYAAK SEMUAA, SELALU SAYANG KALIAN SEMUA DAN SELALU JAGA KESEHATAAN YAAA. JANGAN KELUAR RUMAH DULU JIKA TIDAK PERLU, SELALU PATUHI PROTOKOL KESEHATAN, DAN MAKAN-MAKANAN YANG BERGIZI YAA. SEHAT SELALU BUAT KITA SEMUAA AMINNN ^^
Salam,
Luluk HF
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro