Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

4 - Harapan

Assalamualaikum semua, alhamdulillah Mariposa sudah update lagi. 

Aku mau tanya nih sama kalian. 

Kalau semisal aku Pre-Order Mariposa versi jaket film lagi, masih ada yang mau ikut PO-nya nggak? 

Aku lihat antusias kalian dulu yaa. Kalau ternyata banyak yang minat kemungkinan aku buka PO lagi. Makasih banyaak. 

DAN SELAMAT MEMBACAA YAAA ^^

*****

Iqbal keluar dari IGD setelah mencatat semua yang dibutuhkannya disana, Dokter Andi mulai memberinya tugas dan menyuruhnya menulis laporan tentang apa saja yang dilihatnya selama di IGD.

Iqbal berjalan ke arah farmasi, ia ingin menebus obat Papanya. Iqbal melewati klink Spesialis. Ditengah perjalanannya, Iqbal melihat seorang gadis kesusahan mendorong kursi rodanya. Iqbal pun segera mendekati gadis itu.

"Mau ke kamar rawat nomer berapa?" tanya Iqbal sopan, sembari membantu memundurkan kursi roda gadis itu yang tersangkut.

Gadis tersebut terpelonjat kaget, ia menoleh melihat Iqbal. Beberapa detik gadis itu terdiam, nampaknya terpana dengan ketampanan Iqbal.

"Kamar rawat nomer berapa?" ulang Iqbal.

"402," jawab gadis itu.

Iqbal mengangguk kecil, kemudian mendorong kursi roda gadis itu, mengantarkannya sampai dikamar rawat gadis itu. Sedangkan gadis itu hanya diam, mematung, menatap depan dengan gugup. Tak percaya ada cowok setampan dan sebaik itu di rumah sakit.

****

Iqbal berhenti di depan kamar rawat 402. Ia mengantar gadis itu hingga di depan kamarnya. Iqbal pun berniat segera beranjak.

"Makasih," ucap gadis itu sebelum Iqbal pergi.

Iqbal pun hanya membalas dengan anggukan kecil kemudian berlalu.

Gadis itu tak langsung masuk ke dalam kamarnya, ia terus menatap kepergian Iqbal, hingga Iqbal benar-benar hilang dari pandangannya.

"Wah, apa malaikat benar-benar ada?"

****

Iqbal melanjutkan perjalanannya menuju farmasi, dari kejuahan Iqbal melihat dua sosok yang sangat familiar untuknya. Iqbal pun semakin mendekat, dan benar saja. Iqbal mendapati Acha dan Mamanya sedang duduk di kursi tunggu Farmasi.

Bibir Iqbal mengembang kecil, senang bertemu dengan Acha. Iqbal pun segera menghampiri Acha dan Kirana.

"Sore Tante," sapa Iqbal ramah.

Acha dan Kirana kaget melihat Iqbal yang tiba-tiba sudah ada di hadapan mereka. Iqbal sendiri langsung menyalami Kirana.

"Sore juga Iqbal, wah lama nggak jumpa," ucap Kirana ramah.

Acha ikut-ikutan menyodorkan tangannya ke arah Iqbal.

"Apa?" bingung Iqbal.

"Salim sama pacar," goda Acha.

Iqbal terkekeh, menepis tangan Acha pelan.

"Nggak mau salim sama pacar sendiri?" protes Acha seperti anak kecil.

"Achaa!! Udah!! Malu-maluin!" cerca Kirana menurunkan tangan Acha.

Acha tertawa kecil, menunjukkan deretan gigi-gigi putihnya.

"Iqbal sini duduk," suruh Acha.

Iqbal mengangguk, ia segera duduk disebelah Acha.

"Siapa yang sakit?" tanya Iqbal.

"Tante Mama," jawab Acha.

Iqbal langsung melihat ke Kirana, memang benar perempuan paruh baya itu terlihat sedikit pucat.

"Perut tante tiba-tiba nyeri. Tapi kata dokter nggak apa-apa, cuma telat makan aja jadi asam lambungnya naik," jelas Kirana.

"Jangan sering-sering lewatin sarapan pagi Tante," pesan Iqbal.

"Ya ampun jadi malu di perhatiin calon menantu sendiri," ucap Kirana sambil cekikikan.

"Apa sih Tante Mama! Kok jadi centil gini ke Iqbal!" omel Acha.

"Mama nggak centil, Mama kan emang gini dari dulu," ucap Kirana tak terima.

Antrian 305. Suara pemberitahuan antrian berbunyi, giliran nomer Kirana telah terpanggil.

"Tuh nomer Mama udah dipanggil. Mama ambil dulu obatnya," ucap Kirana segera bangkit.

"Biar Acha aja yang am..."

"Udah kamu duduk aja, temenin Iqbal," potong Kirana dan beranjak meninggalkan Acha dan Iqbal berdua.

Iqbal menatap Acha yang tak bisa lepas memandangi Mamanya, ada tatapan khawatir di mata gadis itu.

"Mama lo nggak apa-apa Cha," ucap Iqbal menennagkan.

Acha menghela napas pelan, ia mengangguk kecil.

"Iqbal sendiri kok bisa disini? Kan tadi Iqbal nganterin cewek yang pakai kursi roda," ucap Acha.

Iqbal terdiam sebentar.

"Kok lo tau?"

"Acha tadi lihat di klinik spesialis, waktu Tante Mama mau periksa."

"Oh itu, tadi kursi roda dia kesan..."

"Acha bangga banget sama Iqbal. Udah baik, pinter, sopan. Bahagia Acha punya pacar kayak Iqbal," ucap Acha tulus.

Iqbal bernapas legah, ia mengira Acha akan marah atau cemburu. Ternyata gadis itu sudah berubah, Acha sudah lebih dewasa sekarang.

Iqbal mengacak-acak rambut Acha.

"Gue juga bahagia punya lo Cha," ucap Iqbal.

Acha sedikit mendekatkan duduknya ke Iqbal, membisiki cowok itu.

"Di rumah sakit dilarang pacaran!" ucap Acha pelan.

Iqbal berbalik membisiki Acha.

"Kalau pacarnya cantik nggak apa-apa," balas Iqbal.

Acha melototkan kedua matanya, kaget mendengar ucapan Iqbal yang tak seperti biasanya. Acha merasakan pipinya memanas, ia sangat malu.

"Iqbal sekarang jadi suka gombal. Diajarin siapa?" tanya Acha takjub.

"Belajar sendiri."

"Jangan sering-sering gombalin Acha, nanti Acha gugup, nanti Acha malu. Iqbal mau tanggung jawab?"

"Mau," jawab Iqbal cepat.

Acha terdiam, merasakan detakan jantungnya yang semakin cepat.

"Tuh kan Acha jadi makin deg-degan. Jadi gugup sendiri."

Iqbal terkekeh pelan, melihat pipi Acha yang berubah memerah. Sangat menggemaskan. Iqbal meraih tangan Acha, mengenggamnya sebentar.

"Pulang gue anter ya," ucap Iqbal, ia menduga Acha dan Mamanya tidak membawa mobil.

"Emang Iqbal udah nggak sibuk?" tanya Acha.

Iqbal menggelengkan kepalanya.

"Enggak."

"Iya boleh. Makasih ya pacar."

Iqbal tersenyum kecil.

"Sama-sama pacar."

*****

Setelah menebus obat untuk Papanya, Iqbal mengantarkan Acha dan Mamanya pulang. Selama perjalanan, keadaan sama sekali tidak hening. Kirana terus berbicara, tak bisa diam. Ia terus-terusan menanyai Iqbal seperti wartawan.

"Gimana kuliahnya Bal?" tanya Kirana mengganti topik baru.

"Cukup seru Tante," jawab Iqbal jujur.

"Suka kuliah di kedokteran?"

"Suka Tante."

"Nggak sulit?"

"Kalau di bilang sulit pasti ada kesulitannya, tapi kesulitan itu bisa dicari hingga jadi mudah dan nggak sulit lagi," jawab Iqbal bijak.

"Aduh, jawaban orang pintar emang bedah ya," puji Kirana sembari geleng-geleng.

"Pacar siapa dulu!!" anguh Acha.

Kirana mendesis pelan, merasa iri melihat dua pasangan yang dudu di depannya ini.

"Tante doakan, Iqbal jadi dokter yang sukses, yang ramah, yang bisa membantu banyak orang dan bermanfaat untuk banyak orang ya," ucap Kirana tulus.

"Amin, makasih banyak Tante."

"Acha nggak di dodain? Doain aja juga dong Tante Mama!!"

"Emang mau di doain apa?"

Acha berpikir sebentar.

"Doain semoga Acha tambah cantik, pinter dan bisa terus nemenin Iqbal sampai sukses. Doain juga Acha bisa jadi istri Iqbal," ucap Acha tanpa malu.

Kirana membelakakan kedua matanya, terkejut mendengar ucapan Acha barusan.

"Acha jangan malu-maluin Mama!! Kamu ini! Doa apa itu! Masih kecil juga!"

"Emang ada yang salah sama doa Acha?" protes Acha balik.

Kirana hanya bisa geleng-geleng, tidak enak dengan Iqbal.

"Emang Iqbal mau jadi suami kamu?" cibir Kirana.

"Mau aja Tante, kalau emang jodoh," jawab Iqbal tiba-tiba.

Acha dan Kirana mematung, menatap Iqbal dengan takjub. Tak menyangka seorang Iqbal yang dingin dan pendiam bisa menjawab seperti itu.

"Yaudah, tentuin tanggalnya segera. Kalian mau kapan nikahnya?" seru Kirana memecah keheningan.

Mereka bertiga langsung tertawa bersama, sebuah candaan sekaligus sebuah harapan untuk kedepannya. Acha sangat senang melihat Mamanya dan Iqbal semakin akrab. Dua orang yang sangat dicintainya, terlihat sangat bahagia di dekatnya.

*****

Setelah mengantarkan Acha dan Mamanya, Iqbal langsung pamit pulang tanpa mampir dulu di rumah Acha. Iqbal sudah merasa lelah untuk hari ini. Besok dia juga ada kuliah pagi lagi.

Iqbal sampai dirumah, ia turun dari mobil dan segera masuk ke rumah. Iqbal melihat ada tas kakaknya di ruang tengah, sepertinya kakaknya tidur dirumah malam ini. Hampir sebulan Iqbal tidak bertemu dengan kakak perempuannya yang juga sedang sibuk dengan bisnisnya di luar kota.

Iqbal tak melihat keberadaan kakaknya, ia pun langsung masuk ke kamar.

Iqbal menaruh tasnya di kursi, dan memilih mandi. Ia butuh air segar untuk menghilangkan rasa lelah di tubuhnya.

Hari ini Dokter Andi memberinya cukup banyak tugas meskipun hanya menyuruhnya diam di IGD, tapi Iqbal harus mencacat semua yang dia lihat dan membuat laporan yang langsung diberikan ke Dokter Andi hari itu juga. Cukup melelahkan sekaligus menyenangkan. Iqbal banyak mendapat pengalaman dan ilmu baru selama di IGD.

*****

Iqbal keluar dari kamar mandi, tubuhnya merasa lebih enteng, ia langsung mengganti bajunya. Setelah itu, Iqbal duduk, meraih ponselnya. Ada pesan masuk dari Acha, gadis itu menanyai apakah dia sudah sampai dirumah apa belum.

Iqbal pun segera membalas pesan Acha.

To : Kay

Sudah sayang.

Setelah membalas, Iqbal menaruh kembali ponselnya, Iqbal membaringkan tubuhnya di atas kasur yang empuk. Iqbal menghela napas beberapa kali. Mencari kenyamanan untuk punggungnya yang lelah.

Braaakk!!

Iqbal langsung terpelonjat, ia segera mendudukan tubuhnya. Iqbal menatap tajam ke arah pintu kamarnya. Seorang perempuan berdiri tak berdosa disana dengan membawa seloyang Pizza. Yah, dia adalah kakak Iqbal, Ify.

Kakak yang lama tak dijumpainya dan sebenarnya hidup Iqbal cukup damai selama tak berjumpa dengan kakaknya itu.

"Bisa nggak ketuk dulu?" tajam Iqbal.

"Gue udah ketuk," jawab

"Kapan?"

Ify tersenyum lebar.

"Dalam hati, gue ngetuknya. Lo pasti nggak dengar kan?"

Iqbal medesis kesal.

"Lo ngelucu?"

"Lemah sih iman lo! Makanya nggak bisa dengar!" ucap Ify dengan tak berdosa.

"Keluar!" usir Iqbal.

"Nggak mau," tolak Ify, Gadis itu malah masuk ke dalam kamar Iqbal dan duduk diatas kasur Iqbal.

Iqbal melebarkan kedua matanya ketika Ify meletakkan Pizza diatas kasurnya.

"Kak kasur gue bisa kotor," protes Iqbal.

"Bal, kasur lo bisa dibersihkan," balas Ify menirukan suara Iqbal.

"Lo bene...." Iqbal meremas kedua tangannya, hampir saja ia mengumpati kakaknya.

Iqbal berusaha untuk sabar, ia melihat sang kakak dengan santainya memakan potongan Pizza pertamanya. Iqbal geleng-geleng melihat kelakuan bar-bar kakaknya yang tak pernah berubah.

"Gimana kuliah lo?" tanya Ify disela makannya.

"Yagitu," jawab Iqbal malas.

"Yagitu gimana, yang bener jawabnya!"

"Seru dan lelah," jawab Iqbal lagi.

"Lo sendiri yang mau kuliah disana, jadi lo harus bertanggung jawab sampai selesai. Jangan nyerah ditengah walau sulit," ucap Ify bijak.

Iqbal menatap kakaknya.

"Itu tadi sebuah pesan atau ancaman?"

"Anggap aja keduanya," jawab Ify cepat.

"Oke."

Ify meminggirkan pizzanya ke Iqbal.

"Makan," suruh Ify.

"Ada racunnya nggak?" tanya Iqbal iseng.

"Di salah satu potongan Pizzanya ada, jadi kalau lo salah pilih, lo bisa mati ditempat."

Iqbal mendecak pelan, kakaknya selalu saja bisa membalas ucapannya. Iqbal pun mengambil satu potong Pizza di depannya dan memakannya.

"Gue tau lo pasti bisa Bal. Jadi jangan terlalu forsir tubuh lo untuk belajar terus. Ingat, tubuh lo juga butuh istirahat," ucap Ify kembali bijak.

"Ini semua perhatian atau ha..."

"Bisa nggak sih lo nerim aja ucapan gue dan bilang makasih," kesal Ify akhirnya meledak-ledak. Ia memberikan tatapan tajam ke adiknya.

"Makasih," ucap Iqbal memaksakan senyumnya.

"Gitu kek daritadi."

Ify menghela napas berat, mengibas-kibaskan rambutnya. Udara disekitarnya mendadak menjadi panas.

"Susah banget ternyata punya adik," seru Ify jujur.

Iqbal tertawa pelan mendengarnya. Yah, mereka berdua memang terkadang susah jika ingin memberikan perhatian satu sama lain. Mereka terlalu bingung dan malu untuk mengungkapkannya.

Tapi Iqbal tau bahwa Ify benar-benar peduli dengannya. Walaupun ia lama tidak berjumpa dengan kakaknya, Iqbal tau Ify dari jauh memperhatikannya dengan menanyakan bagaimana kabarnya ke Acha, Glen maupun Papanya.

"Giman hubungan lo sama Acha?"

"Baik," jawab Iqbal, ia masih menghabiskan Pizza ditangannya.

"Tambah cantik ya dia," puji Ify.

Iqbal menoleh ke kakaknya, keningnya berkerut.

"Lo ketemu sama Acha? Kapan?"

"Nggak. Gue lihat di Instagram dia."

"Oh."

"Dia beneran nggak kuliah tahun ini?"

"Iya, mungkin tahun depan."

"Terus sekarang dia ngapain?"

"Ternak sapi-sapinya," jawab Iqbal tanpa pikir panjang.

UhukkUhukk

Ify langsung terbatuk, tenggorokannya tersedar sosis yang ada di pizzanya. Iqbal segera mengambilkan air minum di atas meja belajarnya, memberikannya ke Ify.

"Sekaget itu?" sindir Iqbal.

Ify tak membalas, ia segera menghabiskan air minum digelasnya. Setelah itu Ify mengembalikan kembali gelasnya ke Iqbal. Ia menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya.

"Dia masih aja koleksi sapi?" tanya Ify heran.

"Always," jawab Iqbal.

Ify geleng-geleng takjub dengan hobi Acha yang tak pernah berubah.

"Bentar lagi ulang tahun Acha nggak sih?" tanya Ify.

Iqbal berpikir sebentar, ia melihat ke ponselnya.

"Iya, akhir bulan ini," ucap Iqbal terasadarkan. Ia hampir saja lupa karena kesibukannya di kampus.

"Mau kasih kado apa?"

"Belum tau."

Ify turun dari kasur Iqbal, menatap adiknya lekat.

"Kado aja sapi beneran," saran Ify.

"Kak!!!"

Ify tertawa pelan, idenya yang diberikannya cukup gila juga. Ify mengangkat kembali loyang pizzanya.

"Lo mau lagi nggak?" tanya Ify.

"Nggak, gue udah kenyang."

"Oke, gue keluar," pamit Ify ia berjalan menuju pintu kamar Iqbal.

"Tutup pintunya," suruh Iqbal.

Tak ada balasan dari Ify, gadis itu langsung keluar begitu saja tanpa mempedulikan ucapan Iqbal.

"KAK TUTUP PINTUNYAA!!!!!"

Iqbal mendecak kesal, kakaknya memang orang paling menyebalkan. Mau tak mau Iqbal sendiri yang menutup pintu kamarnya. Ia mendengar suara tawa puas Ify hingga kamarnya.

"Gadis gila!" pekik Iqbal. Kali ini, Iqbal mengunci pintu kamarnya, tak membiarkan sang kakak masuk kembali seenaknya ke dalam kamar.

Setelah itu, Iqbal segera cuci tangan dan membersihkan kasurnya yang sedikit kotor karena Pizza kakaknya.

****

Acha duduk di meja belajarnya, menatap kalender dihadapannya. Lebih tepatnya memperhatikan lingkar merah disalah satu tanggal. Disana terdapat notekecil "My Birthday".

Acha menghela napas berat, kejadian tahun lalu masih jelas teringat diotaknya, bagaimana Iqbal melupakan ulang tahunnya dengan mudah.

"Apa tahun ini Iqbal bakalan lupa lagi?"

Acha meraih ponselnya, ia ingin menelfon Iqbal. Namun, hatinya ragu.

"Acha harus percaya sama Iqbal."

"Acha yakin Iqbal nggak akan lupa lagi."

"Acha yakin itu."

Acha kembali mendesah berat. Kepalanya tertunduk. Sekuat apapun ia mencoba percaya dan berusaha menghibur dirinnya sendiri, ketakutan itu masih saja ada.

Acha memejamkan matanya. Ia berdoa dalam hati.

"Acha mohon, Iqbal nggak lupa lagi." 

Harapan adalah sebuah keinginan dari lubuk hati paling dalam yang ingin terwujudkan.

****

#CuapCuapAuthor

BAGAIMANA PART INI? SUKA NGGAK? GEMES NGGAK?

SEMOGA MAKIN SUKA DAN MAKIN CINTA SAMA MARIPOSA 2 YA AMIN.

PENASARAN SAMA PART SELANJUTNYA? 

DEG-DEGAN NGGAK TIAP MAU BACA PART SELANJUTNYA? AKU BACA KOMEN KALIAN SEMUA LUCU-LUCU PADAHAL CERITANYA ADEM-ADEM AJA WKWKWK ^^ 

DITUNGGU NEXT PARTNYA YANG BAKALAN BIKIN DEG-DEGAN YAA #EHHHH ^^

TERUS BACA MARIPOSA 2, SUPPORT MARIPOSA 2 DAN SUKA MARIPOSA 2 ^^

BACA JUGA PROJECT CERITA AKU YANG FILOVE SUDAH ADA 15 PART LOH. BACA YAA ^^

Jangan lupa buat ajak teman-teman kalian, saudara-saudara kalian, tetangga kalian dan keluarga kalian untuk baca MARIPOSA 2 ^^

Jangan lupa juga buat COMMENT dan VOTE yang selalu paling ditunggu dari kalian ^^

Kalian juga bisa follow instagram @novelmariposa karena banyak spoiler-spoiler dan GIVE AWAY disana ^^

Dan yang punya twitter yuk bisa seru-seruan bareng di twitter : @luluk_hf . Karena aku sering adain GIVEAWAY setiap minggunya di twitter aku ^^

TERIMA KASIH SEMUANYAA DAN SELALU CINTA KALIAN SEMUA ^^


Salam,


Luluk HF

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro