34 - Nggak bisa!
Assalamualaikum semua. Maaf ya aku updatenya telat di hari sabtunya. Karena dari kemarin sedikit sibuk. Mohon pengertiannya ya. Makasih banyak.
AKU JUGA MAU UCAPAIN MAKASIH BANYAK UNTUK 1 JUTA VOTE MARIPOSA 2. KALIAN SEMUA KEREEENN BANGETT ^^
YUK YUK, KLIK VOTE SEKARANG SEBELUM MEMBACA MARIPOSA 2 ^^
OH YA, BULAN DEPAN KAN BULAN FEBRUARI YANG KATANYA BULAN PENUH CINTA. GIMANA KALAU KITA BARENG-BARENG BUAT PROJECT UNTUK MARIPOSA 2? SETUJU NGGAK?
Semoga kalian terus suka baca Mariposa 2 yaa ^^
Selalu support dan suka Mariposa yaa ^^
Dan, selamat membaca ^^
*****
Iqbal masuk ke dalam ruang ujian, masih sepi, belum banyak teman-temannya yang datang. Entah dia yang kepagian atau teman-temannya yang kesiangan. Padahal ujian akan dimulai lima belas menit lagi.
Iqbal mengambil duduk di depan dan paling ujung. Tempat yang paling stategis jika ujian. Tidak akan ada yang berani mengganggunya. Bukannya Iqbal tidak mau memberi contekan, hanya saja dia tidak mau ambil resiko jika yang menunggu ujian dosen killer.
Dia yang nyontek kenapa gue juga yang kena hukum! Hal itu sangat dijauhi oleh Iqbal. Tak mau nasibnya seperti itu.
Ah, tapi sebenarnya teman-teman Iqbal hampir rata-rata tidak ada yang mencotek jika ujian. Mereka terlalu fokus untuk menyelesaikan soal-soal mereka daripada menghabiskan mencotek ke kanan dan kiri.
"Wuih, pagi amat Bang."
Sapaan yang sangat Iqbal kenal, siapa lagi jika bukan Abdi sang manusia bisa segalanya,katanya.
Iqbal tak menggubris, ia meletakkan tasnya disamping meja.
Abdi yang sudah terbiasa dengan sikap dingin Iqbal pun tetap mempertahankan senyumnya, ikut duduk di kursi sebelah Iqbal.
"Lo belajar nggak Bal?" tanya Abdi basa-basi.
Iqbal menggeleng kepala.
"Nggak," jawabnya seadanya.
Abdi mendecak pelan, sangat tidak percaya.
"Kebanyakan anak pinter kalau ditanya selalu jawab nggak belajar, tapi tiba-tiba mendadak kek cenayang bisa jawab semua soal ujiannya," cibir Abdi terang-terangan.
Iqbal menoleh ke Abdi, tatapanya lebih dingin.
"Gue beneran nggak belajar semalam," jujur Iqbal.
"Tumben," heran Abdi.
Iqbal menghela napas panjang tak berniat menjawab, sepertinya selain masalah jam tidurnya, kini orang-orang disekitarnya mengherankan aktivitas tidak belajarnya. Apa sungguh menakjubkan bagi orang lain jika dia tidak belajar sehari saja?
"Gue ada kabar penting, lo mau denger nggak?" tanya Abdi kembali semangat.
"Nggak," tolak Iqbal cepat.
Abdi menaruh tangannya didepan dada, berusaha sabar.
"Sela ngundurin diri dari Kedokteran, pagi tadi dia ajuin berkas-berkasnya ke Fakultas," ucap Abdi tetap memberikan info pentingnya.
Iqbal tertegun sebentar, menatap Abdi untuk memastikan bahwa cowok itu bukan sedang mengarang cerita. Pantas saja, Iqbal tidak melihat kehadiran Sela satu minggu terakhir ini, gadis itu biasanya tak pernah menyerah untuk mengusiknya.
"Alasannya?" tanya Iqbal sekadar ingin tau.
"Katanya nggak sesuai passion dia. Dari awal, Sela masuk kedokteran karena paksaan kakeknya yang tiga temurun keluarganya dokter semua," jelas Abdi.
Iqbal mengangguk-angguk kecil, tidak menyalahkan alasan Sela. Karena masuk kedokteran memang butuh pertimbangan matang, kesiapan, dan niat yang kuat. Jurusan yang bukan untuk main-main bahkan coba-coba belaka.
Ah, satu lagi yang lebih penting yaitu harus memiliki otak yang memumpuni untuk menerima semua materi, praktek dan tugas-tugas di Jurusan Kedokteran.
"Lo tau kan Sela sejak dua bulan yang lalu udah struggle, kesulitan ngejar materi," lanjut Abdi.
Iqbal mengangguk singkat.
"Maklum sih kalau dia ngundurin diri daripada disuruh jawab soal pilihan ganda sebanyak seratus soal!" seru Abdi menggebu.
Iqbal menepuk Abdi pelan, memberikan senyum tulus.
"Hari ini dua ratus," sahut Iqbal.
Abdi menambahkan satu tangan kirinya diletakkan didepan dada, menteralkan jantungnya yang rasanya ingin berhenti.
"Mama doakan anakmu ini kuat dan bisa lulus tepat waktu. Amin."
Iqbal terkekeh pelan sembari ikut mengamini dalam hati. Iqbal sedikit terkejut karena Abdi tiba-tiba berdiri dihadapannya, menatapnya dengan serius.
"Kita bisa keluar hidup-hidup dari sini, kan, Bal?" tanya Abdi dramatis.
Iqbal mendecak pelan.
"Nggak semenyeramkan itu Di," pekik Iqbal, menurutnya Abdi terlalu melebih-lebihkan.
Abdi memberikan cenngiran tak berdosa.
"Bener sih, yang penting rajin belajar, nggak menyerah dan terus berusaha pasti bisa!" seru Abdi mengeluarkan jurus optimisnya.
"Doa juga jangan lupa," tambah Iqbal mengingatkan.
"Ah, benar. Apalagi doa orang tua. Mantap!"
Iqbal geleng-geleng melihat kelakuan Abdi. Entah kenapa Iqbal baru sadar sekarang, jika sifat Abdi terkadang punya kesamaan dengan Glen. Bedanya Abdi diciptakan dengan otak yang berisi, sedangkan Glen?
Tau sendiri, kan? Tidak perlu diperjelas, kan?
*****
Iqbal menarik napas panjang sebentar dan menghelanya pelan, ia menyenderkan kepala sejenak di kursi mobilnya. Ujian hari ini cukup menguras otak. Iqbal mengeluarkan ponsel dan menyalakannya. Sejak pagi sebelum masuk kelas, Iqbal memang sengaja mematikan ponselnya.
Ada dua pesan masuk. Satu dari Acha dan satu lagi dari Glen. Tentu saja Iqbal membuka pesan dari sang pacar terlebih dahulu.
Kay
Semangat ujiannya Iqbal.
Iqbal tersenyum kecil. Pesan tersebut dikirim oleh Acha jam tujuh pagi tadi. Iqbal senang melihat perubahan kecil Acha. Gadis itu tidak segan lagi untuk mengiriminya pesan di pagi hari yang biasanya jarang dilakukan oleh Acha dengan alasan takut mengganggu kuliah Iqbal.
Kini, Iqbal beralih membuka pesan dari Glen.
Glen Anggara
Bal, transfer sepuluh juta ke Rian. M-bangking gue lagi eror sejak semalam.
Wajah Iqbal tetap tenang, tak berubah sediki pun ketika membaca pesan dari Glen. Bahkan kaget pun sama sekali tidak. Seolah pinjaman uang seperti itu sudah biasa baginya. Iqbal juga bisa menebak untuk apa uang tersebut. Kalau tidak untuk sepatu ya jaket atau printilan-printilan kamera kesayangan Glen.
Tanpa pikir panjang, Iqbal mentransfer uang ke rekening Rian, sesuai dengan permintaan Glen.
Setelah itu, Iqbal memasukan ponselnya ke saku dan menegakkan tubuhnya. Sore ini dia sudah berjanji untuk datang ke rumah Acha. Iqbal segera menjalankan mobilnya menuju rumah Acha.
*****
Iqbal terdiam sejenak di depan gerbang rumah Acha yang tidak dikunci. Iqbal mempertimbangkan untuk langsung masuk atau memencet bel terlebih dahulu. Bahkan pintu rumah Acha juga terbuka lebar.
Iqbal mengedarkan pandangannya, memastikan tidak ada mobil atau kendaraan lain yang terparkir disekitar rumah Acha selain mobil BMW-nya. Iqbal mengira sedang ada tamu dirumah Acha.
Iqbal pun mengakhiri kebimbangannya dengan menekan bel rumah Acha. Tak lama kemudian Acha keluar dengan memakai celana straight pantsmerah muda dan atasan blouse putih serta rambut digulung semua ke atas.
Bahkan setelah dua tahun pacaran, tak bisa membuat Iqbal untuk berhenti memuji kecantikan sang pacar. Begitu pun saat ini. Acha terlihat sangat cantik.
Acha tersenyum senang melihat kedatangan Iqbal. Acha melambai-lambaikan tangannya dari teras rumah, memberikan kode ke Iqbal agar masuk. Iqbal pun melangkahkan kakinya, mendekati Acha.
"Habis keluar?" tanya Iqbal. Ia hapal sang pacar tidak akan berpakaian serapi ini jika seharian di rumah. Bahkan, Acha juga memakai riasan tipis.
Acha menggelengkan kepalanya dengan senyumnya yang bertambah lebar.
"Acha bosen dirumah. Jadi, Acha main make-up dan foto-foto di halaman," jawab Acha dengan polos.
Iqbal terkekeh pelan, lagi-lagi dibuat takjub dengan sikap Acha. Iqbal berjalan lebih dekat, memeriksa kening Acha. Lebih tepatnya kondisi sang pacar.
"Acha udah nggak demam kok. Acha udah sehat," lanjut Acha.
Iqbal mengangguk kecil, lega mendengarnya. Iqbal menurunkan tangannya dari kening Acha berganti ke tangan Acha, mengenggamnya.
"Ayo masuk, gue laper," ajak Iqbal.
Acha terkejut sesaat, tidak biasanya Iqbal mengajaknya masuk ke rumah duluan. Mungkin karena cowok itu sudah benar-benar lapar dan kelelahan. Acha menurut saja, mengikuti langkah Iqbal.
*****
Acha membereskan bungkus burger dan cola dihadapannya. Lima belas menit yang lalu, Iqbal memesan delivery makanan untuk dirinnya dan Acha. Iqbal yang ingin membantu beres-beres di cegah terus oleh Acha. Gadis itu menyuruhnya untuk diam saja dan duduk manis.
"Mau kue cokelat, nggak?" tawar Acha sebelum masuk ke dapur.
Iqbal menggelengkan kepalanya. "Kenyang."
Acha pun masuk ke dapur, mengambilkan air putih untuk dirinnya dan Iqbal. Selang berapa lama, Acha kembali, menaruh nampan berisikan dua gelas air putih, menaruhnya di atas meja, kemudian duduk disamping Iqbal.
Iqbal menghabiskan air putih tersebut dalam sekali tegukan, setelah itu menyandarkan tubuhnya di sofa.
Acha menoleh ke samping, melihat Iqbal mulai memejamkan kedua matanya. Acha lebih mendekat, menyentuh rambut Iqbal dan membelainya.
"Capek ya?" tanya Acha.
Tanpa membuka mata, Iqbal mengangguk kecil.
"Lumayan," jujur Iqbal.
"Kalau capek kenapa masih kesini? Acha nggak apa-apa kok kalau Iqbal nggak bisa kesini."
Iqbal membuka kedua matanya pelan-pelan, menatap ke Acha tanpa merubah posisinya.
"Gue yang apa-apa," jawab Iqbal lembut.
Iqbal meraih tangan Acha yang masih membelai rambutnya, menurunkannya dan mengenggamnya. Sorot mata Iqbal terpancar hangat untuk sang pacar.
"Gue udah janji," lanjut Iqbal.
Acha tersentuh mendengarnya, bibirnya membentuk seulas senyum.
"Iqbal merem lagi aja nggak apa-apa. Tidur aja, Acha tungguin," suruh Acha dengan senang hati.
Iqbal terkekeh pelan, berniat memejamkan matanya kembali.
"Acha pinjam ponsel Iqbal boleh?" tanya Acha cepat sebelum Iqbal merepatkan kedua mata seutuhnya.
Kedua mata Iqbal sontak terbuka kembali, menatap Acha heran. Tidak biasanya Acha meminjam ponselnya. Bukan tidak pernah, hanya jarang saja.
"Nggak boleh ya?" tanya Acha lagi.
Iqbal tersenyum kecil sembari menggeleng.
"Boleh."
Acha tersenyum lebih lebar, menerima ponsel Iqbal dengan hati berbunga-bunga. Sebenarnya Acha hanya sekedar penasaran ingin melihat-lihat isi ponsel Iqbal saja.
Acha memasukan password untuk membuka ponsel Iqbal. Password yang menurut Acha, menggambarkan seorang Iqbal sekali. Tidak suka ribet dan tak suka aneh-aneh.
Passwordnya yaitu 000000. Beneran menggambarkan seorang Iqbal, kan?
Iqbal menatap Acha lekat, gadis itu mulai fokus mengotak-atik ponselnya. Entah apa yang sedang ingin dilihat sang pacar dari ponselnya yang menurut Iqbal tidak ada apa-apa.
"Sini," pinta Iqbal lirih, mendekatkan tubuh Acha ke dirinya.
Acha menyenderkan kepalanya di bahu Iqbal dengan tubuh merapat, dekat dengan Iqbal. Kini, Iqbal bisa ikut melihat jelas apa yang sedang dilakukan oleh sang pacar terhadap ponselnya.
Acha tengah membuka isi chat ponsel Iqbal. Tangannya bergerak lincah men-scroll dari atas hingga bawah. Mengecek siapa saja yang bertukar chat dengan Iqbal.
Ponsel Iqbal dipenuhi dengan nomor-nomor tak di kenal yang tidak disimpan oleh Iqbal. Dengan isi chat yang sekadar menyapa, bertanya sedang apa atau modus-modus receh yang membuat Acha merinding sendiri.
Dasar jomlo tak tau tempat! Ingin sekali Acha mengumpati secara langsung orang-orang yang mengirimi chat modus ke sang pacar. Untung saja semua chat tersebut tidak ada yang dibalas oleh Iqbal, hanya dibuka saja. Itu pun Acha tak yakin Iqbal benar-benar membacanya atau tidak.
"Kenapa chat-chat kayak gini nggak di hapusin?" tanya Acha menunjuk ke nomor-nomor yang tidak disimpan oleh Iqbal.
"Nggak ada waktu," jawab Iqbal singkat.
"Mau Acha yang hapusin?"
"Hm."
Acha bersorak senang penuh kemenangan. Tanpa menunggu lama, Acha segera menghapus semua chat-chat tak penting tersebut. Hampir dua puluh chat yang Acha temukan hari ini.
"Udah Acha hapus semua," seru Acha suka cita.
Iqbal terkekeh melihat raut ceria Acha. Iqbal menyodorkan tangannya ke Acha, membuat Acha seketika bingung.
"Apa?" bingung Acha.
"Ponsel lo," pinta Iqbal seolah ingin membalas Acha.
Seketika senyum Acha hilang. Kepala Acha mendadak berat, otaknya memproses cepat, mengingat-ingat isi chat di ponselnya. Dengan siapa saja dia bertukar chat dan apa saja isinya? Mampuslah Acha!
Acha sama sekali tidak mengira, Iqbal akan meminta balik ponselnya.
Bagaimana jika Iqbal menemukan chat aneh-aneh. Apalagi isi chatnya dengan Amanda yang pasti banyak ghibahan-nya.
Acha menatap Iqbal dengan cengiran canggung.
"Bu... Buat apa Iqbal?" tanya Acha pura-pura tidak mengerti.
Iqbal menahan untuk tidak tersenyum.
"Nggak boleh ya?" goda Iqbal, menirukan nada suara khas sang pacar.
Acha mengigit bibirnya kecil, antara gugup dan tidak tega. Acha pun perlahan mengeluarkan ponselnya dari saku celana, dengan berat hari menyerahkannya ke Iqbal. Tentu saja dengan senang hati, Iqbal menerima ponsel Acha dan membukanya.
Acha mulai komat-kamit sendiri, berharap tidak ada yang bahaya di dalam semua chatnya. Acha tipekal orang yang tidak akan menghapus chat dari teman-teman dekatnya, beda lagi kalau dari orang iseng atau modus belaka. Jangankan dihapus, Acha tak segan langsung mem-blokir nomor-nomor itu.
Iqbal tidak langsung menyerang chat aja, cowok itu membuka galeri sang pacar dulu.
"Jangan galeri!" cegah Acha ketika Iqbal akan menscroll lebih ke bawah.
Iqbal menoleh ke Acha dengan raut bingung.
"Banyak foto aib Acha sama Amanda. Mata Iqbal nggak mau kan ternodai?" lanjut Acha bernegosiasi.
Iqbal tertawa kecil, mengangguk menuruti. Ia keluar dari galeri Acha dan berganti ke aplikasi chattingmilih Acha.
Jangan ditanya bagaimana jantung Acha, mendadak seperti terserang dentuman-dentuman yang tidak bisa dikendalikan. Acha semakin gencar berdoa di dalam hati.
Acha melebarkan kedua matanya, ikut melihat isi chat-nya dengan was-was.
Jari Iqbal berhenti di chat dengan kontak nama 'Juna'. Entah kenapa, Iqbal tiba-tiba penasaran ingin melihat isi chat antara pacarnya dan Juna.
Acha meneguk ludahnya susah payah, kedua tangannya berkeringat dingin. Jujur, Acha sama sekali tidak ingat isi chat-nya dengan Juna. Dan bodohnya, Acha tidak pernah menghapus chat dari Juna sejak dua tahun yang lalu.
Acha refleks menahan tangan Iqbal, saat Iqbal akan membuka chat dari Juna. Iqbal menoleh ke Acha.
"Nggak usah di buka ya," pinta Acha. Acha takut jika Iqbal akan salah paham.
"Kenapa?"
"Acha nggak pernah selingkuh sama Juna, Acha juga jarang banget bertukar chat sama Juna. Tapi, kayaknya disana masih ada chat Juna sejak SMA, dua tahun yang lalu," jelas Acha panjang lebar, berharap Iqbal akan menurutinya lagi.
Iqbal terdiam sesaat, hatinya bertambah penasaran.
"Nggak apa-apa," jawab Iqbal singkat. Iqbal memilih tetap membuka chat dari Juna.
Acha mengumpat dalam hati, bukan mengumpati Iqbal lebih tepatnya mengumpati dirinnya sendiri kenapa tidak pernah terpikirkan menghapus chat Juna yang dulu-dulu. Ia terlalu mengentengkan sifat dingin Iqbal. Acha terlalu yakin Iqbal tidak akan pernah mengecek isi chat ponselnya.
Acha semakin cemas, Iqbal terus menscroll chat Juna hingga ke atas, cowok itu ingin melihat chat Juna yang lama-lama.
Jari Iqbal terhenti tepat di chat tanggal '12 Oktober 2019'. Iqbal mulai membaca isi antara Acha dan Juna.
Juna :
Cha, sori gue chat lo malam-malam. Gue cuma mau tanya, lo sebulan ini hindari gue? Lo harus tau Cha, lo nggak usah merasa bersalah karena nolak gue. Lo berhak memilih dan pilihan lo untuk Iqbal bukan gue. Gue ngerti kok. Jangan hindari gue lagi ya.
Acha :
Maaf ya Juna. Acha udah jahat sama juna.
Juna :
Lo nggak pernah jahat Cha, gue aja yang terlalu berharap dengan perasaan gue. Kita masih bisa jadi teman baik, kan, Cha?
Acha :
Bisa Juna. Acha suka berteman dengan Juna. Makasih buat semua pengertiannya.
Juna :
Mmm... Gue boleh minta satu permintaan nggak Cha?"
Acha :
Satu permintaan? Apa Juna?
Juna :
Jangan larang gue buat tetap suka sama lo ya. Gue akan berusaha pelan-pelan lupain perasaan gue. Tapi kalau nggak bisa, jangan marah ya. Gue janji, gue nggak akan ganggu hubungan lo sama Iqbal.
Acha :
Acha benar-benar minta maaf Juna.
Juna :
Berhenti minta maaf Cha. Gue akan selalu tunggu sampai lo sendiri yang buka hati untuk gue dan suka juga sama gue. Entah kapan itu akan terwujud. Gue akan tunggu.
Mampus Natasha! Mending lo lenyap sekarang dari bumi ini! Kalau nggak bisa lenyap pura-pura pingsan sajalah! Ide yang cukup bagus untuk situasi sekarang. Batin Acha terus meneriakinya dengan berbagai macam sumpah serapah karena isi chat Juna dengannya.
Sumpah Acha sudah tidak ingat dengan chat tersebut. Hampir dua tahun yang lalu. Acha berjanji, setelah ini akan menghapus semua chat dari Juna malam ini juga!
Acha dapat merasakan hawa disekitarnya semakin panas, bahkan aura di tubuh Iqbal terasa berbeda.
Benar saja, detik berikutnya Iqbal mengunci ponselnya dan menaruhnya cepat diatas meja. Acha menoleh ke Iqbal, raut tenang Iqbal tidak ada. Iqbal secara terang-terangan menunjukkan tatapan malasnya dan raut dinginnya.
Acha sedikit gemetar, ia tau bahwa Iqbal cemburu.
"Iqbal," panggil Acha pelan, memberanikan diri.
Tak ada jawaban dari Iqbal, ia mengambil ponselnya yang ada di tangan kanan Acha tanpa sepata kata.
"Kan Acha tadi udah bilang nggak usah dibuka," gerutu Acha.
Acha menarik-narik lengan baju Iqbal, namun cowok itu sudah fokus dengan ponselnya. Acha melihat Iqbal membuka aplikasi di ponselnya secara random. Membuka kalkulator, menutupnya. Membuka instagram, menutupnya, membuka kalender dan menutupnya. Seperti itu berulang-ulang.
Jujur, Acha takut tapi juga merasa lucu. Sikap Iqbal sekarang malah berubah menggemaskan.
"Jangan marah," pinta Acha.
Acha mendesah berat, Iqbal tetap tak mau meresponnya. Dan, Acha sungguh lelah jika Iqbal benar-benar mendiamkannya lagi.
Acha menoleh ke Iqbal, memberikan tatapan tak suka.
"Acha juga akan marah, kalau Iqbal diam terus dan marah sama Acha," ancam Acha.
Iqbal sontak menoleh ke Acha, tatapanya lebih dingin.
"Tatapanya nggak boleh gitu ke Acha. Acha nggak suka. Udah Acha peringatkan berapa kali?" seru Acha menunjuk Iqbal dengan sisa keberaniannya.
Iqbal menghela napasnya pelan-pelan berusaha mendinginkan pikiran dan hatinya yang sedang berkecamuk dengan kecemburuan.
"Maaf," ucap Iqbal mengakui kesalahannya.
Acha mendecak pelan, akhirnya cowok itu mau berbicara. Acha diam saja, tak menerima langsung permintaan maaf Iqbal. Entah mengapa, Acha ingin membalas sikap dingin Iqbal beberapa menit yang lalu.
Acha ingin Iqbal juga merasakan bagaimana di diamkan oleh orang yang disayang! Acha sengaja membuat ekspresinya terlihat lebih marah.
Rencana Acha berhasil, Iqbal mulai bingung melihat Acha bergeming cukup lama. Ia meraih tangan kanan Acha, mengenggamnya.
"Gue salah, gue minta maaf," ulang Iqbal lagi lebih tulus.
Acha tetap tak membalas, menurutnya belum saatnya Ia membuka suara. Acha dapat merasakan genggaman tangan Iqbal lebih erat, tatapan dingin Iqbal tak ada lagi, berganti dengan sorot yang hangat. Bahkan, Iqbal tersenyum kecil.
"Sayang, maaf."
Tahan Natasha! Tahan! Dua kata itu memberikan dampak yang cukup besar bagi Acha. Kedua mata Acha mulai goyah. Acha selalu lemah jika Iqbal melembut seperti ini. Acha berusaha keras mempertahankan aksinya.
Kali ini, Acha memilih mengalihkan pandangnya ke depan, karena jika ia terus-terusan bertatapan dengan Iqbal, dia pasti langsung luluh. Dan, Acha belum mau melakukan itu.
Di sisi lain, Iqbal kelimpungan melihat Acha mendiamkannya baik. Iqbal tau Acha tidak marah besar, tapi ia tidak suka Acha diam seperti ini. Yah, Acha berhasil membalasnya.
Giliran Iqbal yang berpikir keras, bagaimana cara membuat Acha berbicara lagi dengannya, membalas ucapannya.
Tak butuh lama bagi seorang Iqbal mencari ide untuk meluluhkan hati sang pacar. Dua tahun pacaran dengan Acha membuat Iqbal sudah hapal kelemahan sang gadis.
Iqbal pelan-pelan menegakkan tubuhnya, lebih mendekat ke Acha.
"Acha," panggil Iqbal liriih.
Iqbal tersenyum lagi, ia tau bahwa Acha sudah tidak kuasa untuk mendiamkannya. Acha memang bukan tipikal orang yang suka diam.
"Aku cium ya kalau masih diam."
Acha melototkan kedua matanya tak santai mendengar ancaman Iqbal. Refleks Acha menoleh ke Iqbal, menatap sang pacar dengan tak percaya. Bisa-bisanya memakai cara seperti itu.
Iqbal menahan senyumnya untuk mengembang lebih lebar, rencananya berhasil memprovokasi Acha. Benar saja, detik berikutnya Acha membuka suaranya.
"Ka... Kayak berani aja cium Acha!" tantang Acha balik, menahan kegugupannya.
Iqbal mengerutkan kening sebentar, sedikit terkejut mendengar balasan Acha. Namun, bukan Iqbal kalau langsung kalah dengan Acha.
Iqbal dengan senang hati mendekatkan wajahnya ke Acha, membuat Acha kaget bukan main. Acha ingin memundurkan tubuhnya, namun Iqbal lebih cepat menahannya.
"I... Iqbal, Acha bercanda," lirih Acha terbata-bata, ketika Iqbal semakin mendekatkan wajahnya.
Acha meneguk ludahnya ketika tatapan Iqbal berubah serius. Begitu juga dengan genggaman tangan Iqbal, sangat erat. Apa yang harus dilakukan Acha? Iqbal sepertinya tak main-main dengan ucapannya tadi.
"Acha udah maafin. Acha nggak akan diemin Iqbal," tambah Acha panik, Iqbal tetap tak menghiraukan ucapannya dan semakin dekat.
Acha dapat merasakan napas hangat Iqbal di permukaan kulit wajahnya. Iqbal menatapnya dengan sangat dalam.
"Iqbal nanti Mama Acha datang," ucap Acha untuk terakhir kalinya. Ia tidak memiliki ide lagi di kepalanya.
Acha mengaku kalah! Iqbal berhasil membalik permainan ini. Acha segera mengalihkan pandangannya ke samping, tak kuasa lagi untuk membalas tatapan Iqbal.
Iqbal tersenyum penuh kemenangan. Iqbal melihat pipi Acha yang memerah dan tangannya yang banyak keringat di genggamannya.
"Cha," panggil Iqbal tanpa menjauhkan dirinya.
"A... Apa?" balas Acha malu, tanpa menoleh ke Iqbal. Acha merutuk pelan, semua ini karena chat itu! Hanya karena masalah sepele, Acha dibuat kelimpungan sejak tadi.
Tangan kanan Iqbal menyentuh pipi Acha, menggerakan kepala gadis itu agar mau menatapnya dan Acha tidak bisa melawan.
Acha mengigit bibirnyanya, menahan kegugupan dan detak jantungnya yang semakin berdetak cepat. Keduanya bertatapan cukup lama, hingga Iqbal membuka suaranya, mengucapkan kalimat yang membuat Acha benar-benar kalah telak dalam permainannya sendiri!
"Ambilin air putih lagi, gue haus."
******
Acha tak berhenti mengomel-omel kesal karena kalimat Iqbal beberapa menit yang lalu. Sedangkan Iqbal senyum-senyum santai, menikmati kekesalahan Acha. Ia berhasil membuat Acha terus mengoceh tanpa henti.
"Iqbal dengerin Acha nggak?" kesal Acha karena Iqbal menatapnya dengan tak fokus, senyum-senyum tak jelas.
"Denger," jawab Iqbal.
"Acha bilang apa tadi?"
"Gue nyebelin," akuh Iqbal.
Acha mendecak sebal dalam situasi saat ini pun cowok itu masih tak mau mengalah dan meredam kekesalannya.
"Iya, nyebelin banget!" seru Acha meluapkan emosinya.
"Tapi suka, kan?" goda Iqbal.
Acha melototkan matanya tajam, memberikan peringatan.
"Nggak usah gombalin Acha!"
Iqbal berdeham pelan, mengangguk menurut.
"Gue haus Cha," rajuk Iqbal menunjuk tenggorokannya.
"Ambil aja sendiri, Acha masih kesal sama Iqbal."
Iqbal menahan untuk tidak tertawa, raut wajah Acha sangat menggemaskan saat ini.
"Diambilin pacar nggak boleh?" Iqbal bertambah gencar menggoda Acha.
Kan! Hati Acha terasa lemah lagi. Suaraberat khas Iqbal, selalu saja berhasil meluluhkan perasaan Acha, memberikan reaksi beda pada tubuh Acha.
Jangan tergoda Cha! Tahan!
"Nggak boleh," ketus Acha.
Iqbal terkekeh pelan, tak lagi menahannya.
"Ya udah, gue ambil sendiri."
Iqbal berdiri, membawa gelas kosongnya. Namun, Acha tiba-tiba mencegahnya,
"Iqbal," panggil Acha pelan.
"Hm?"
Acha tersenyum canggung, ia baru ingat.
"Air putih di rumah Acha habis."
*****
Acha seketika lupa dengan kemarahannya, ia senyum-senyum sendiri melihat Iqbal baru saja kembali dari membeli galon air minum dan memasangkannya di dapur. Padahal Acha sudah memberitahu bahwa bisa delivery, tapi Iqbal memaksa untuk membelikannya langsung.
Acha semakin jatuh hati ketika melihat Iqbal berkeringat dengan tatapan yang serius seperti saat ini.
"Sudah Iqbal?" tanya Acha ketika cowok itu sudah berdiri kembali setelah memasukkan galon air minum ke dalam dispenser hitam.
Iqbal mengangguk. "Sudah."
Acha segera mendekat, tangannya mengusap keringat yang ada di pelipis sang pacar.
"Makasih Iqbal, karena Iqbal, Acha dan Tante Mama nggak akan kehausan hari ini," ucap Acha dibuat dramatis.
Iqbal terkekeh mendengarnya, ia menoleh ke Acha.
"Makasih aja?" pancing Iqbal.
Acha mengerutkan kening, tau jelas bahwa Iqbal sedang menggodanya.
"Emangnya mau apa selain makasih?" tantang Acha.
Iqbal mengembangkan senyumnya, ia menurunkan sedikit tubuhnya untuk mensejajarkan dengan wajah Acha, kemudian mengetuk pipinya pelan.
Kedua pipi Acha langsung merona, tidak menduganya.
"Cium pipi yang kanan apa yang kiri?" tanya Acha malu-malu.
Iqbal tersenyum menatap tingkah Acha saat ini.
"Cium pipi kamu aja boleh?"
Acha langsung mendongak, menatap Iqbal dengan kedua mata terbuka lebar. Bibir Acha terasa keluh untuk menjawab, permintaan Iqbal sangat mendadak.
"Boleh nggak?" tanya Iqbal lagi dengan nada suara lebih lembut.
"Boleh Iqbal," jawab Acha mengiyakan, ia merasakan tubuhnya mulai berubah panas dingin. Detak jantungnya semakin cepat.
Acha dapat melihat Iqbal lebih mendekat, hingga akhirnya sebuah kecupan lembut mendarat di pipi kanan Acha cukup lama.
Iqbal menjauhkan wajahnya dan kembali menegakkan tubuhnya. Ia mendapati Acha yang tak berani menatapnya. Gadis itu terlihat sangat gugup.
Tangan Iqbal bergerak, mengacak-acak puncak rambut Acha gemas. Iqbal merasa sore ini, ia mendapatkan energi yang lebih dari cukup. Rasa lelahnya perlahan memudar dan semua itu berkat Acha.
"Cha," panggil Iqbal lembut.
"Hm?" balas Acha singkat masih tak menatap Iqbal.
"Lihat gue sebentar."
Acha memberanikan diri menggerakan kepalanya untuk melihat Iqbal, membalas tatapan sang pacar. Acha dapat melihat Iqbal tengah tersenyum hangat ke arahnya.
"Kenapa Iqbal?" gugup Acha.
Tangan Iqbal bergerak menyentuh rambut Acha, membelainya pelan dengan senyum yang masih mengembang.
"Sekarang bisa ambilin minum buat gue?"
Acha sontak melototkan kedua matanya. Iqbal lagi-lagi mengerjainya. Cowok itu suka sekali menggodanya. Acha langsung menepis tangan Iqbal, tatapanya berubah tajam dalam sekejab.
"NGGAK BISA! NGGAK BISA! NGGAK BISA!"
*****
#CuapCuapAuthor
BAGAIMANA PART INI SUKAA?
KALAU KAMU JADI ACHA BAKALAN KESAL JUGA APA MAKIN GEMAS SAMA IQBAL? ^^
KAMU MAU JADI ACHA APA JADI GALON AIR MINUM? ^^
DIKASIH YANG ADEM-ADEM DULU YA BIAR HATI KALIAN TENANG. SIAPA DISINI YANG SELALU DEG-DEGAN WAKTU MAU BACA MARIPOSA 2 ? ^^
SELALU BACA, SUPPORT DAN SUKA MARIPOSA 2 YAA.
SAMPAI BERJUMPA DI PART SELANJUTNYAAA.
Jangan lupa buat ajak teman-teman kalian, saudara-saudara kalian, tetangga kalian dan keluarga kalian untuk baca MARIPOSA 2 ^^
Jangan lupa juga buat COMMENT dan VOTE yang selalu aku tunggu dari kalian semua ^^
Kalian juga bisa pantengin Instagram @luluk_hf dan @novelmariposa karena banyak spoiler-spoiler tentang Mariposa 2.
MAKASIH BANYAAAKKKK SEMUANYAA DAN SELALU SAYANG KALIAN SEMUAA ^^
Salam,
Luluk HF
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro