27 - Dibalik Sang Pelaku
Assalamualaikum semuanya. Alhamdulillah bisa update Mariposa 2 lagi.
Maaf ya kalau telat hampir 50 menit updatenya dari hari Jumat. Maaf juga kalau part ini banyak typonya. Karena part ini lebih panjang dari biasanyaaa. Aku buat spesial banget buat kaliaan untuk part ini ^^
Oh ya sebelumnya aku mau tanya nih ke kalian....
"KALAU SEMISAL CERITA GENG MULTINASIONAL YANG SEBELUMNYA AKU JADIIN EBOOK, BAKALAN AKU JADIIN BENTUK NOVEL MAAUU NGGAK?"
"KALIAN MAU NUNGGUIN NGGAK NOVEL GENG MULTINASIONAL KELUAR? NANTI CERITANYA BAKALAN LEBIH PANJANG, HALAMAN LEBIH BANYAK DAN AKU BAKALAN BUATNYA LEBIH SERUUU^^"
DAANN... SIAPA YANG UDAH NGGAK SABAR BACA PART 27?
SEBELUM BACA PART INI. YUK KASIH SATU JAWABAN KALIAN. APA HADIAH YANG DIBERIKAN OLEH IQBAL UNTUK ACHA ? KASIH SATU JAWABAN YAA ^^
PERINGATAN! SIAPKAN HATI KALIAAN. SIAP-SIAP UNTUK DEG-DEGAN BERSAMAAA ^^
UDAH SIAP UNTUK SENAM JANTUNG?
SELAMAT MEMBACA MARIPOSA 2. SEMOGA SUKA ^^
****
Dua hari sebelum kejadian.
Kelas Iqbal berakhir, ia tidak langsung keluar, menunggu saja sampai sekitarnya sepi agar tidak berdesak-desakan keluar. Selagi menunggu, Iqbal memainkan ponselnya. Mencari sesuatu di mesin pencarian.
"Restoran ber-rooftop cantik," lirih Iqbal sangat pelan.
Sebuah tepukan dari belakang sedikit membuat Iqbal kaget. Iqbal menoleh, mendapati Abdi tengah memberikan cengiran tak berdosa. Cowok itu berjalan menghampirinya.
"Nggak pulang?" tanya Abdi dan duduk dimeja samping Iqbal.
Iqbal menatap Abdi sebentar. Ia menunjuk ke meja yang diduduki Abdi.
"Kata orang dulu kalau dudukin meja bisa buat lo nggak pintar," ucap Iqbal sok serius.
Sontak Abdi langsung berdiri.
"Seriusan?"
Iqbal terkekeh pelan, cowok itu percaya saja ucapannya. Iqbal menggeleng pelan.
"Sialan lo Bal,"cerca Abdi. Ia berniat duduk kembali di meja.
"Lebih sopan duduk di kursi," pesan Iqbal.
Abdi mengurungkan niatnya, ia pun mengangguk kecil dan pindah ke kursi disebelah Iqbal, menuruti ucapan Iqbal.
"Terima kasih Kakak Iqbal atas perhatian, kasih sayang dan pesan bermanfaatnya," ucap Abdi sok sopan.
Iqbal hanya geleng-geleng kecil, tak menggubris ucapan Abdi.
"Lo ngapain masih disini?" tanya Iqbal dingin.
"Gini amat ngusirnya, belum juga mau ngomong," protes Abdi.
"Ngomong apa?" tanya Iqbal tak mau basa-basi.
"Tugas Prof. Tomi udah selesai lo kerjain?" tanya Abdi.
"Udah."
Abdi langsung memberikan tepuk tangan yang paling meriah, takjub dengan jawaban Iqbal. Dugaannya tak pernah salah. Cowok disampingnya ini pasti sudah menyelesaikan tugas yang susahnya "naudzubillah" itu.
"Gue boleh lihat tugas punya lo nggak Bal?" pinta Abdi penuh harap.
Iqbal menoleh ke Abdi kembali.
"Lo kemarin bisa masuk ke dokteran gimana caranya?" tanya Iqbal. Jujur, pertanyaan ini sangat ingin Iqbal ajukan ke Abdi. Bagaimana tidak? Cowok ini setiap ada tugas pasti perginya ke Iqbal. Sebenarnya Abdi sendiri tidaklah mencontek atau menyamakan tugas. Mungkin hanya ingin melihat caseataupun cara Iqbal menjawabnya.
"Gue murni tes sumpah. Gue nggak lewat belakang," ucap Abdi dengan serius.
"Gue percaya," jawab Iqbal cepat. Nyatanya, Universitas Arwana memang terkenal ketat dengan pendaftaran Mahasiswa baru mereka.
"Gue SMA masuk peringkat tiga besar terus."
"Gue percaya," jawab Iqbal lagi. Nyatanya juga, Abdi tidak bodoh-bodoh sekali. Hanya saja cowok itu kadang terlalu banyak mengeluh.
"Masalahnya, kalau gue belajar terus, kasihan waktu main gue yang nggak bisa gue jamah."
"Sinting!" tajam Iqbal.
"Jadi, gue boleh lihat tugas lo kan Bal?"
Iqbal berdeham pelan, mencoba berpikir keras. Kali ini, ia tidak bisa memberikannya secara cuma-cuma.
"Boleh, tapi ada satu syarat," jawab Iqbal.
"Apa? Apa?" Syarat apapun pasti akan gue penuhi!" seru Abdi penuh semangat.
Iqbal mengangguk-anggukkan kepalanya sembari tersenyum kecil.
"Dalam satu hari, cariin gue restoran yang ada rootopnya, restorannya nggak usah terlalu besar dan bisa disewa setengah hari. Jam tujuh malam sampai dua belas malam."
Abdi mengerjap-kerjapkan matanya, sedikit terkejut mendengar permintaan Iqbal.
"Buat apa restorannya?" tanya Abdi mulai penasaran.
"Lo nggak perlu tau."
"Lo mau ngelamar?" tuding Abdi berapi-api.
Iqbal terdiam, menghela napasnya pelan-pelan. Senyumnya mengembang tipis.
"Lo bisa nyariin kan?" tanya Iqbal penuh penekanan tanpa menjawab pertanyaan Abdi.
Abdi dengan cepat berdiri sambil mengangkat dua jempolnya.
"Jangankan satu hari, dua jam gue langsung bisa!"
"Serius?" tanya Iqbal tidak yakin.
Abdi menepuk dadanya pelan dengan ekspresi penuh percaya diri.
"Percayakan semua ke Abdi. Sang manusia bisa segalanya!"
"Oke, nanti kasih tau apa nama restorannya."
"Siap laksanakan komandan!"
Iqbal ikut berdiri, akhirnya satu problemnya terselesaikan dengan mudah. Iqbal tersenyum kecil, merasa bangga dengan otaknya yang sangat cemerlang.
"Tugas jangan lupa kirim," ucap Abdi mengingatkan.
"Oke."
Setelah itu, keduanya bersamaan keluar kelas yang sudah sangat sepi. Mereka berjalan menuju ke parkiran.
"Lo beneran mau ngelamar pacar lo?" tanya Abdi membuka pembicaraan.
"Kenapa emangnya?" tanya Iqbal balik, lagi-lagi tak menjawab pertanyaan Abdi.
"Lo mau nikah mudah?"
Iqbal menghela napas berat, mulai jenuh mendengar pertanyaan Abdi.
"Nggak ada salahnya kan nikah muda," jawab Iqbal dengan enteng.
Abdi langsung melongo mendengar jawaban Iqbal, percaya dengan jawaban cowok itu. Abdi pun segera menyamai langkah Iqbal yang lebih cepat darinya.
"Pasti pacar lo cantik banget ya? Sampai Sella aja langsung lo tolak habis-habisan," tanya Abdi semakin penasaran.
"Cantik," jawab Iqbal singkat.
"Pasti pinter juga kan?"
"Iya."
Abdi kembali bertepuk tangan takjub. Tak menyangka seorang Iqbal yang dingin, pendiam dan hobinya belajar diperpustakaan bisa bucin seperti ini.
"Lo sayang banget ya sama pacar lo?"
Iqbal tersenyum mendengar pertanyaan tersebut.
"Iya."
Lagi-lagi Abdi dibuat terkejut dan melongo mendengarnya. Ia pun malah ikut-ikutan senyum tak jelas. Siapa yang sedang kasmaran siapa yang ikut bahagia.
"Gue jadi penasaran, pengin tau secantik apa pacar lo?" ucap Abdi serius.
"Lebih cantik dari gebetan dan mantan lo," jawab Iqbal lebih serius.
Abdi mengelus dadanya berusaha untuk sabar.
"Gue juga penasaran, sepintar apa pacar lo?"
"Lebih pintar daripada lo."
"Mulut masnya kayaknya tiap hari diolesin oli ya. Licin terus nggak pernah sendat!"
Iqbal terkekeh mendegarnya.
"Gue anggap itu pujian."
"Tapi nggak mungkin kan lebih pintar daripada lo?" tanya Abdi hati-hati.
Iqbal menggelengkan kepalanya.
"Dia pernah kalahin peringkat gue di SMA."
Abdi mendadak pusing mendengarnya, seolah hal mustahil itu sulit untuk dicerna diotaknya.
"Cuma sekali kan? Pasti sedang beruntung dia bisa kalahin lo," ucap Abdi dengan nada positifnya.
"Tiga kali," jawab Iqbal cepat.
Langkah Abdi terhenti begitu saja dengan mulut yang terbuka lebar. Sedikit lebay, tapi memang menakjubkan dan mengejutkan. Seperti itu yang sedang dirasakan oleh Abdi saat ini.
Coba saja pikirkan, cowok sepintar Iqbal yang tiap hari hanya belajar dan keluar masuk perpustakaan saja sudah luar biasa. Bagaimana ada cewek yang versi pintarnya sama dengan Iqbal bahkan lebih pintar mungkin dari Iqbal?
Abdi geleng-geleng masih tak percaya.
"Tuh cewek makan apa tiap hari?"
Abdi tersadarkan, Iqbal sudah berjalan jauh darinya. Abdi segera berlari dan menyusul Iqbal dengan cepat. Ia semakin penasaran tentang pacar dari teman dekatnya itu.
"Pasti pacar lo kutu bukukan? Tiap hari belajar kan?" tanya Abdi berbondong.
Iqbal menggelengkan kepalanya.
"Belajar nomer dua bagi dia."
"Seriusan?" terus nomer satu apa? Pasti yang nomer satu ini yang buat dia pinter banget!" ucap Abdi sok tau.
Kali ini giliran Iqbal yang menghentikan langkahnya, mau tak mau membuat Abdi juga ikut berhenti berjalan. Iqbal menatap Abdi dengan tatapan datar.
"Lo seriusan pengin tau?" tanya Iqbal memastikan sekali lagi. Takut jika Abdi akan menyesal jika mendengarnya.
"Banget. Gue pengin tau isi otak orang sepintar dia. Apa yang buat dia sampai pintar banget?"
Iqbal mengembangkan senyumnya, menepuk bahu Abdi pelan.
"Bagi dia nomer satu adalah..." ucap Iqbal menggantung.
"Adalah apa?" tanya Abdi semakin tak sabar.
Iqbal menghela napas berat, tak tega untuk menjawabnya.
"Sapi."
******
Iqbal meletakkan sendoknya ketika melihat ponselnya menyala. Ada sebuah pesan dari Abdi. Iqbal pun segera membaca pesan tersebut.
Dari : Abdi manusia bisa segalanya
ReservationSophie Authentique, jam 7 malam sampai 12 malam.
(link location)
Iqbal tersenyum legah, cowok itu benar-benar mendapatkannya dengan cepat. Iqbal melihat restoran yang disewa oleh Abdi melalui linkyang dikirimkan oleh Abdi. Iqbal puas dengan restoran yang dipilihkan oleh Abdi, seperti yang diinginkannya.
Restoran yang menurutnya sangat comfy, unik dan tidak terlalu besar untuk disewanya.
Iqbal merenung sebentar. Kini ia tinggal menyiapkan rencana selanjutnya.
Ah, FYI aja kenapa nama kontak Abdi di ponsel Iqbal bernama " Abdi manusia bisa segalanya" karena Abdi sendir yang menamai di ponsel Iqbal.
Tau sendiri kan. Seorang Iqbal tidak akan mau menyusahkan tangannya untuk memberi nama sepanjang itu. Kalau Iqbal yang menamai bisa saja cuma disimpan dengan "ABD".
Anak Baru Gede.
****
Setelah makan, Iqbal segera ke kamarnya. Mengambil Ipadnya dan mulai membuat planning yang sudah terpikirkan sejak seminggu lalu dikeplanya.
Iqbal ingin memberikan kejutan yang spesial kepada Acha. Iqbal ingin memberikan kejutan yang berkesan kepada pacarnya, agar tak pernah terlupakan oleh Acha.
Tangan Iqbal yang memegang Apple Pencil bergerak sangat lincah di layar Ipadnya. Iqbal mulai membuat map-planning. Mulai dari misi pertama, misi kedua, misi ketiga dan misi terakhir yang akan ia berikan untuk Acha.
Beberapa kali Iqbal senyum-senyum sendiri ketika menuliskan idenya. Ia membayangkan wajah kesal dan frustasi Acha membaca soal yang diberikannya. Walaupun Iqbal sangat yakin, Acha akan menjawabnya dengan mudah.
Iqbal merancang semuanya dengan rapi dan menarik. Mulai dari binary code,surat kabar, soal kimia yang sangat disukai Acha hingga sandi kimia yang sangat dikenal oleh Acha.
Hanya butuh dua jam, Iqbal menyelesaikan semua rancangan idenya yang sangat luar biasa.
"Lo pasti bisa pecahin Natasha."
*****
Satu hari sebelum kejadian
Iqbal berlari-lari kecil, membela gerimis hujan. Sepulang dari kampus, ia mampir sebentar ke rumah Amanda. Ada yang ingin Iqbal sampaikan ke Amanda, lebih tepatnya Iqbal ingin meminta tolong kepada sahabat sang pacar.
"Lo nggak bawa payung?" tanya Amanda yang sudah berada di teras rumahnya bersama dengan Rian.
Iqbal menggelengkan kepala, setelah berteduh di teras rumah Amanda Iqbal mengacak-acak rambutnya yang lumayan basah.
"Pakai tisu," suruh Amanda, menyodorkan tisu yang ada di meja teras.
Iqbal menerimanya, Amanda pun membantu Iqbal agar lebih cepat.
"Lo kalau mau balik jadi bocah nggak usah pamer. Udah tau dari kemarin hujan, bisa-bisanya nggak sedia payung," omel Rian dari belakang.
"Lupa," jawab Iqbal singkat.
"Lo nggak ingat sama pepatah terkenal SEDIA PAYUNG WALAU NGGAK HUJAN!" seru Rian menggebu.
Iqbal pura-pura tak mendengarkannya bahkan tak menyahutinya lagi. Iqbal duduk di sofa tepat dihadapan Rian.
"Lo ngapain disini?" tanya Iqbal basa-basi ke Rian.
Rian memerkan senyumnya.
"Rumah pacar gue," sombong Rian sengaja sembari merangkul pundak Amanda.
Dan, Amanda dengan galak menepis tangan Rian membuat cowok itu langsung menurunkan tangannya. Iqbal yang melihatnya hanya terkekeh pelan.
"Dipaksa ya pacaran sama dia?" tanya Iqbal ke Amanda dengan telunjuk ke arah Rian.
"Lumayan," jawab Amanda sengaja.
"Yang!" protes Rian cepat, menatap Amanda dengan tak terima.
Iqbal menghela napas berat, entah kenapa ia selalu merinding mendengar Rian memanggil Amanda dengan sebutan seperti itu.
"Lo nggak ada panggilan lain?" tanya Iqbal basa-basi.
"Kenapa? Ada yang salah? Dia pacar gue, wajar dong gue panggil sayang."
Amanda mengangguki ucapan Rian, kali ini Amanda berpihak dengan sang pacar.
"Nggak ada," jawab Iqbal cepat, tak ingin memperpanjang.
"Daripada lo, dua tahun pacaran masih aja manggilnya. Cha! Cha! Cha! Lo kira Acha itu permen warna-warni?" cibir Rian.
"Mending permen warna-warni. Banyak yang ngira kalau Acha masih ngejar-ngejar nih bocah," tambah Amanda ikut-ikutan menyerang Iqbal.
"Dua tahun pacaran kok nggak ada romantisnya," picik Rian, tangannya lagi-lagi sengaja dirangkulkan ke bahu Amanda, memamerkan ke Iqbal dan kali ini Amanda tidak menolak.
Amanda pun menyenderkan kepalanya dada samping Rian, menatap Iqbal dengan iba.
"Kasihan Acha, kasihan banget sahabat gue."
Iqbal menurunkan resleting jaketnya setengah, mendadak panas gara-gara dua pasangan ini. Sedikit menyebalkan.
"Sepertinya gue salah rumah," ucap Iqbal hendak berdiri.
Rian dan Amanda tertawa sangat puas, mereka saling ber-highfive. Rian memberikan kode ke Iqbal agar cowok itu duduk kembali. Dengan terpaksa Iqbal duduk lagi. Jika tidak ingat bahwa dia benar-benar butuh bantuan Amanda, mungkin Iqbal sudah kabur lima menit yang lalu.
"Jadi, lo mau minta bantuan apa?" tanya Amanda mulai ke inti tujuan kedatangan Iqbal.
Iqbal pun mulai menjelaskannya dari awal hingga akhir rencanannya. Baik Rian dan Amanda dibuat melongo dan takjub mendengar rencana Iqbal. Tak menyangka Iqbal yang dingin dan cuek bisa membuat eventseperti ini.
Amanda refleks bertepuk tangan seolah puas mendengarkan presentasi singkat Iqbal. Mata Amanda berbinar-binar mendengarnya. Sangat suka dengan rencana Iqbal.
"Ya ampun beruntung banget Acha," seru Amanda seolah lupa dengan perkataan yang beberapa menit lalu ia serang ke Iqbal.
Rian mencolek bahu Amanda.
"Yang, lo tadi bilang kasihan ke Acha," ucap Rian mengingatkan.
Amanda menggelengkan kepalanya, berpura-pura tak ingat. Amanda menujuk ke arah Iqbal dengan tatapan tajam.
"Cuma Iqbal Guanna yang pantas jadi pacar sahabat gue."
*****
Tiga jam sebelum kejadian.
Iqbal membereskan buku-bukunya. Ia melihat teman-temannya masih fokus dengan laptop mereka.
"Gue balik duluan," ucap Iqbal pamitan ke teman-temannya.
Semua teman-teman Iqbal mendongakkan kepala, kaget. Tak biasanya Iqbal pulang duluan, karena jika sudah diperpustakaan pasti Iqbal yang terakhir pulang bahkan bisa sampai malam.
"Lo udah selesai Bal?" tanya Abdi.
Iqbal menggelengkan kepala.
"Belum, gue lanjut dirumah aja," jawab Iqbal.
"Semangat buat besok," pesan Iqbal ke teman-teman seperjuangannya. Nyatanya, mereka semua harus berperang dengan Ujian Akhir Semester mereka.
Tanpa ingin mengganggu yang lainnya, Iqbal segera beranjak meninggalkan teman-temannya yang kembali dengan laptop masing-masing. Iqbal tak langung keluar perpustakaan. Ia menyempatkan untuk menemui Rian yang ada dipojok perpustakaan.
Iqbal melihat Rian tengah tidur dengan dua buku tebal sebagai bantal. Iqbal geleng-geleng melihat Rian. Padahal cowok itu tadi berkata bahwa dia ingin belajar agar IQ-nya bisa diatas 140.
Iqbal mendekati Rian, membangunkan sahabatnya. Tak butuh waktu lama, Rian terbangun dengan mata yang menahan kantuknya
"Ada apa?" lirih Rian serak, menatap Iqbal sayup-sayup.
"Jangan lupa ingetin Amanda," pesan Iqbal.
Rian mengangguk-anggukan kepalanya.
"Gue udah telfon dia tadi."
"Jam enam telfon lagi."
"Iya iya. Sejak kapan sih lo jadi bawel gini?"
"Gue cuma ngingetin," sahut Iqbal tak mau menerima tuduhan Rian.
"Oke. Gue akan ingetin pacar gue jam enam nanti. Bahkan jam tujuh pun akan gue ingetin lagi. Puas?"
Iqbal menganggukan kepalanya.
"Puas," jawab Iqbal.
Rian mengibaskan tangannya, memberikan kode kepada Iqbal untuk pergi dan tidak menganggu tidurnya. Perlahan, Rian kembali menaruh kepalanya di atas tumpukan buku.
Iqbal menatap sahabatnya dengan prihatin.
"Yan," panggil Iqbal pelan sembari menyenggol lengan Rian.
"Apa lagi?" pekik Rian merasa terganggu, mau tak mau ia kembali bangun, menatap Iqbal sedikit sebal.
Iqbal melemparkan senyumnya.
"Planet gue nggak nerima penduduk lagi."
Rian melongo dengan mata mengerjap beberapa kali. Detik berikutnya Rian berseru pelan dengan suara seraknya.
"Impressive!"
*****
Tonight.
Iqbal mengeluarkan sesuatu dari telapak tangan kanannya, membuka telapak tangannya lebar-lebar di depan Acha.
"Untuk kamu, Natasha."
Acha melihat ke telapak tangan Iqbal dengan bingung, kemudian kembali menatap Iqbal.
"Kunci?"
Yah, Acha melihat sebuah kunci ditelapak tangan Iqbal. Bukan cincin, kalung ataupun gantungan kunci seperti yang kalian pikirkan. Hanya sebuah kunci.
"Iya," balas Iqbal.
Acha mengambil kunci tersebut hati-hati dengan perasaan yang masih dibuat bingung. Apa maksud dari kunci ini?
Apakah mungkin kunci rumah? Kunci mobil? Kunci apa ya?
"Kunci apa ini Iqbal?" tanya Acha menyerah untuk menerka-nerka kunci yang dipegangnya.
Iqbal tersenyum canggung.
"Kunci kandang," jawab Iqbal dengan tak berdosanya.
"Hah?" kaget Acha. Masih tak mengerti dengan jawaban Iqbal.
"Itu kunci kandang," ucap Iqbal sekali lagi sembari menunjuk ke kunci yang dipegang Acha.
"Kandang apa?" bingung Acha mulai was-was sendiri.
Iqbal menatap Acha, mendadak ikut bingung dengan pertanyaan Acha.
"Kandang Sapi." Dua kata itu dengan lancar keluar dari bibir Iqbal.
Detik berikutnya Acha hanya bisa terdiam, mulutnya setengah terbuka dan otaknya masih mencoba mencerna jawaban dari Iqbal barusan.
"Ka... Kandang sapi?"
Iqbal menganggukan kepalanya cepat.
"Gue beliin lo sapi kecil, siapa tau lo bosen sama boneka-boneka. Jadi gue beliin sapi beneran," perjelas Iqbal dan berhasil membuat mulut Acha terbuka semakin lebar.
Tangan Acha sedikit gemetar memegang kunci tersebut, kepalanya pun mendadak terasa berat. Ia takjub sekaligus tak menyangka akan mendapatkan hadiah sangat luar biasa seperti ini.
Tak pernah terpikirkan oleh Acha bahwa Iqbal akan memberinya seekor sapi beneran.
"Bentar Acha mau telfon dulu," seru Acha buru-buru mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang saat itu juga.
"Telfon siapa?" kini giliran Iqbal yang bingung.
Acha menjulurkan telunjuknya ke bibir Iqbal, menyuruh sang pacar diam. Detik berikutnya sambungan Acha terhubungkan.
"Tante Mama, Iqbal beliin Acha sapi!" teriak Acha tak santai.
Wanita paruh baya disebrang sana langsung merespon.
"Bukannya Iqbal emang sering beliin kamu Sapi, Cha?"
Acha refleks menggelengkan kepalanya mendengar pertanyaan sang Mama.
"Kali ini beda Sapinya, Tante Mama!" seru Acha menggebu.
Terdengar suara gumaman pelan dari Kirana. Seolah sedang berpikir.
"Bedanya apa? Sapinya bisa terbang?"
"Bukan! Ini Sapinya beneran, Tante Mama!"
Kirana masih tak mengerti dengan ucapan sang anak.
"Sapi beneran gimana maksudnya?"
Acha menghela napasnya dengan kasar, berusaha untuk sabar.
"SAPI BENERAN YANG BISA KELUARIN SUSU!"
Iqbal dengan cepat merebut ponsel Acha, tak kuasa lagi untuk mendengar teriakan Acha.
"Iqbal, Acha belum selesai ngomong sama Tante Mama!" protes Acha.
Namun Iqbal tak menghiraukan, Ia segera berdiri dan berjalan menjauh dari Acha. Iqbal melanjutkan sambungan dengan Kirana. Mencoba meluruskan dan menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.
Acha pun hanya bisa cemberut dan menatap Iqbal yang terlihat tetap tenang ketika berbicara dengan mamanya.
Lima menit kemudian, Iqbal kembali mendekati Acha, duduk disamping gadis itu dan mengembalikan ponsel Acha.
"Ngobrol apa sama Tante Mama?" tanya Acha ingin tahu.
Iqbal menghela napas pelan, bersiap ingin menjelaskan. Iqbal mengambil kembali kunci yang digenggam oleh Acha.
"Gue bercanda Cha," ucap Iqbal lirih.
"Maksudnya?" Acha dibuat bingung untuk kedua kalinya.
"Mana mungkin gue beliin lo Sapi beneran," jawab Iqbal dengan nada berat. Untuk pertama kalinya Iqbal benar-benar dibuat kelimpungan dengan sikap Acha. Iqbal tak menyangka bahwa Acha langsung mempercayai ucapannya.
Padahal Iqbal awalnya hanya bercanda saja dan ingin melihat respon Acha. Iqbal tak menyangka gadis itu akan langsung menelfon Mamanya. Sangat diluar dugaannya.
"Iqbal nggak beliin Acha Sapi beneran?" tanya Acha memastikan lagi.
"Nggak."
"Tadi cuma ngerjain Acha?"
"Iya."
Acha menghela napas panjang, legah mendengar jawaban Iqbal. Padahal beberapa menit yang lalu dia sudah ada pikiran akan menjual sapi itu!
"Sumpah Acha udah panik banget Iqbal beliin Acha Sapi beneran," ucap Acha meluapkan kecemasannya.
Iqbal terkekeh pelan.
"Emang kenapa kalau gue beliin Sapi beneran?" tanya Iqbal.
"Acha nggak bisa ngerawatnya. Gimana Acha mau mandiin Sapinya? Gimana Acha ngasih makan Sapinya?"
Iqbal lagi-lagi dibuat tertawa mendengar jawaban polos Acha. Iqbal mengacak-acak puncak kepala Acha dengan gemas.
"Maaf Cha, gue cuma bercanda," ucap Iqbal merasa bersalah.
Acha menganggukkan kepalanya, tak mempermasalahkannya. Acha menyodorkan kedua tangannya dan membuka lebar telapak tangannya.
"Jadi mana, hadiah Acha?" tagih Acha.
Iqbal tersenyum kecil, kali ini ia mengeluarkan hadiah sungguhan yang diambilnya dari bawah sofa. Hadiah yang sudah ia sembunyikan sejak satu jam yang lalu disana. Iqbal bersyukur Acha tidak menyadarinya.
Sebuah kotak merah muda cukup besar. Iqbal menyerahkannya ke Acha, membuat gadis itu bertambah semangat. Acha segera menerimanya. Acha dapat merasakan hadiah yang diberikan oleh Iqbal cukup berat.
"Acha buka ya," ucap Acha tak sabar.
"Iya."
Perlahan Acha pun membuka tutupnya, hingga akhirnya hadiah istimewa yang diberikan oleh Iqbal terlihat jelas dikedua mata Acha.
Acha terdiam lama, dibuat bingung untuk kedua kalinya dengan hadiah yang saat ini sedang dilihatnya.
"Ini beneran hadiah untuk Acha?" tanya Acha pelan. Ia masih menatap terus hadiah dihadapannya dengan tak mengerti.
"Iya."
"Tapi in..."
Acha tak bisa meneruskan lagi ucapannya. Ia menghela napas pelan. Di dalam kotak tersebut terdapat Buku Atlas Anatomi dan Biokimia Harper. Acha sangat tau dan mengenal dua buku ini, tapi ia tidak paham kenapa Iqbal memberikan dua buku itu kepadannya?
Perlahan tangan Acha digenggam oleh Iqbal, mau tak mau Acha pun langsung menatap Iqbal. Cowok itu tersenyum hangat kepadanya.
"Tahun depan, masuk kedokteran sama gue ya."
Acha merasakan jantungnya langsung berdetak sangat cepat. Entah kenapa ucapan Iqbal barusan membuat perasaannya campur aduk. Acha tidak tau harus bereaksi bagaimana. Dan kenapa Iqbal tiba-tiba mengajaknya untuk masuk Kedokteran?
"Kenapa Iqbal tiba-tiba nyuruh Acha masuk kedokteran?" tanya Acha.
"Gue nggak nyuruh. Gue ngajak."
"Kenapa?" tanya Acha lagi tidak puas mendengar jawaban sang pacar.
Iqbal terdiam sesaat, senyumnya perlahan hilang dari paras tampan.
"Biar gue bisa terus bareng sama lo."
Terdengar sangat egois! Iqbal mengakuinya. Hanya saja menurutnya, itulah jalan satu-satunya agar Ia bisa terus bertemu dengan Acha dan bersama dengan Acha setiap saat. Iqbal merasa sangat bersalah karena tidak bisa menemui Acha, jarang bisa bertemu dengan Acha dan membiarkan gadis itu sendirian.
Keduanya saling bertatap cukup lama. Hingga akhirnya Iqbal yang memecah kesunyiaan sesaat itu. Iqbal mempererat genggaman tangannya.
"Bukan cuma lo yang kangen dan bukan cuma lo yang pengin ketemu. Gue juga."
Acha mulai mengerti sekarang apa yang ingin disampaikan oleh Iqbal. Ajakan Iqbal tadi lebih tepatnta seperti sebuah permintaan.
Acha tersenyum kecil sangat terharu mendengar pengakuan Iqbal barusan.
"Iqbal pengin bisa bersama Acha lagi seperti waktu SMA? Iqbal mau bisa lihat Acha tiap hari seperti waktu SMA?"
"Iya," jawab Iqbal tanpa ragu.
Jawaban jujur Iqbal lagi-lagi hanya bisa membuat Acha terdiam. Keheningan terjadi kembali antara keduanya.
Terdengar helaan napas kasar dari bibir Iqbal.
"Maaf Cha, gue terdengar egois banget," akuh Iqbal merasa sangat bersalah.
Acha menggelengkan kepalanya. Tak ingin menyalahkan Iqbal. Terbesit rasa syukur dalam hati Acha karena bisa mendengar permintaan Iqbal seperti itu. Menandakan bahwa Iqbal sangat menyayanginya dan ingin terus bersamanya. Yah, meskipun permintaan itu cukup sulit untuk Acha.
"Maaf juga, Acha belum bisa putusin sekarang. Iqbal tau kan, Acha dari awal kurang tertarik dengan Kedokteran."
"Gue tau. Maaf Cha."
"Kenapa minta maaf? Sejak kapan bicara jujur itu salah?" decak Acha.
"Gue terlalu egois. Padahal udah tau lo sama sekali nggak pengin masuk kedokteran," jawab Iqbal.
"Waktu dan pikiran masa depan nggak ada yang tau. Mungkin saja tiba-tiba Acha berubah pikiran dan tertarik masuk Kedokteran," ucap Acha ingin menghibur Iqbal. Cowok itu benar-benar terlihat sangat bersalah.
Iqbal kembali mengeratkan genggaman tangannya.
"Kalau lo tetap nggak suka jangan dipaksa. Cari impian lo karena lo suka, jangan karena gue. Mengerti?" pesan Iqbal tulus.
"Acha ngerti dan Acha sangat paham kok kenapa Iqbal tiba-tiba bilang seperti itu. Karena Iqbal nggak bisa sering ketemu Acha kan? Padahal Iqbal ingin banget bisa bersama Acha setiap hari," perjelas Acha.
Iqbal menganggukan kepalanya, mengakuinya.
Acha perlahan mendekatkan tubuhnya, menghamburkan tubuhnya kedalam pelukan Iqbal, memberikan ketenangan dan kehangatan untuk Iqbal. Acha tau bahwa pacarnya ini sangat kelelahan baik pikiran maupun fisik. Ditambah lagi karena dirinnya.
"Iqbal ngerasa bersalah karena nggak bisa ada buat Acha tiap hari?" tanya Acha, tangannya membelai punggung Iqbal pelan.
"Iya," jawab Iqbal, tatapanya tertunduk masih dipenuhi dengan rasa bersalahnya.
"Iqbal nggak pernah salah, Acha selalu ngerti kok."
Iqbal melepaskan pelukan Acha dengan cepat, menatap gadis itu lekat. Tatapan Iqbal tiba-tiba berubah dingin.
"Lo beneran ngerti?" tanya Iqbal tajam.
Acha terkejut melihat Iqbal yang berubah seperti ini. Sedikit menakutnya. Bahkan tangan Iqbal tercengkram erat dikedua bahu Acha.
"I... Iya. Acha ngerti," jawab Acha gugup.
"Nggak usah bohong Cha."
"Acha nggak bohong, Acha ben..."
"Lo bisa berhenti buat gue ngerasa bersalah?"
"Acha nggak pernah pengin buat Iqbal ngerasa bersalah. Acha ben..."
"Lo nahan kan selama ini? Lo pasti kesal karena gue nggak hubungi lo selama seminggu? Lo kesal karena gue nggak bisa nemuin lo setiap hari seperti dulu?"
Acha menggelengkan kepalanya. Ia sama sekali tidak pernah kesal. Ia benar-benar selalu mencoba mengerti.
"Acha nggak pernah kesal sama Iqbal."
"Cha...."
Acha dapat merasakan cengrakaman tangan Iqbal dibahunya semakin keras. Acha bertambah takut. Ia tidak dapat melihat wajah tenang seorang Iqbal.
Acha menghela napas pelan-pelan, berusaha untuk tetap tenang. Ia tak mau tiba-tiba tersulut seperti Iqbal saat ini.
Acha menggerakan tangannya, menarik kedua tangan Iqbal dari bahunya dan mengenggamnya dengan hangat.
Acha memberikan tatapan lembutnya, berusaha untuk membuat Iqbal kembali tenang.
"Acha memang nahan diri untuk nggak hubungi Iqbal walau Acha pengin, Acha nahan diri buat nggak nemuin Iqbal walau Acha kangen. Acha takut ganggu Iqbal. Acha nggak mau jadi penghambat impian Iqbal. Acha sangat tau gimana susahnya Iqbal kuliah kedokteran. Makanya Acha nggak mau egois dan pilih buat ngertiin Iqbal."
"Tapi lo buat gue kelihatan egois Cha."
Acha menghela napas kasar, ia disudutkan lagi oleh Iqbal. Tatapan Acha berubah mengintimidasi, berusaha ingin menjelaskan ke sang pacar.
"Enggak Iqbal. Iqbal sama sekali nggak egois. Seandainya Acha kuliah juga tahun ini pasti Acha juga sibuk kayak Iqbal. Kita bakalan sama-sama sibuk. Nggak cuma Iqbal yang nggak bisa nemuin Acha. Acha juga pasti nggak bisa nemuin Iqbal. Jadi jangan ngerasa bersalah. Acha beneran nggak pernah permasalahin kesibukan Iqbal. Acha juga nggak pernah kesal sama Iqbal," perjelas Acha menggebu.
Iqbal terdiam saat itu juga, tak bisa membalas pernyataan Acha yang memang benar adanya. Semuanya memang berubah karena keadaan.
"Maafin gue Cha," hanya kalimat itu yang lagi-lagi bisa Iqbal sampaikan ke Acha dan Acha tau jelas kenapa Iqbal tiba-tiba bersikap begini. Karena rasa bersalahnya sendiri yang besar dan mengira bahwa cowok itu belum bisa bahagiakan Acha.
Acha menatap Iqbal yang memalingkan wajahnya ke arah lain. Pandangan cowok itu terlihat hampa. Acha menyentuh pipi Iqbal, menggerakan kepala Iqbal agar kembali menatapnya.
"Kalau gitu bilang ke Acha. Gimana cara biar Iqbal nggak ngerasa bersalah lagi ke Acha? Gimana cara biar Iqbal nggak minta maaf terus ke Acha?" tanya Acha langsung ke inti permasalahan dari perdebatan mereka.
Iqbal tertegun sesaat mendengar jawaban Acha. Gadis itu sangat tau keinginan Iqbal dan apa yang dirasakan Iqbal saat ini.
"Bilang ke Acha," mohon Acha lembut.
Iqbal menghembuskan napasnya pelan-pelan.
"Jangan nahan lagi. Kalau ingin hubungin gue, langsung hubungin gue. Kalau ingin ketemu sama gue, langsung bilang saat itu juga. Biar gue bisa langsung tersadar dari kesibukan gue dan tersadar kalau gue punya pacar yang butuh gue. "
Acha mengangguk setuju tanpa ragu.
"Acha janji nggak akan nahan lagi dan nggak akan buat Iqbal ngerasa bersalah," ucap Acha.
Iqbal mengenggam tangan Acha yang masih menempel di pipinya. Iqbal dapat merasakan tangan Acha yang terasa sangat hangat berbanding dengan tangannya yang lebih dingin.
Acha tertawa kecil, merasa lucu dengan kejadian barusan. Perdebatan yang sangat langkah antara dirinnya dan Iqbal. Acha jarang melihat Iqbal yang diluar kendali seperti ini. Mungkin benar, cowok itu benar-benar sangat lelah.
Hari jadi dua tahun mereka malah berakhir beradu pendapat yang cukup panjang.
"Gue sayang sama lo," ungkap Iqbal sungguh-sungguh. Tatapanya tersorot seolah cowok itu tidak ingin kehilangan gadis yang dicintainya.
Acha tersenyum kecil. Legah sekaligus senang mendengarnya. Tatapan Iqbal perlahan kembali tenang dan melembut. Acha melepaskan tangannya dari genggaman Iqbal. Ia beralih menutup kotak yang ada disampingnya. Awal perdebatannya dengan Iqbal karena kotak ini.
"Acha nggak suka sama hadiahnya," ucap Acha jujur.
Sorot mata Iqbal yang baru saja tenang mendadak berubah panik.
"Nggak suka?" tanya Iqbal memastikan.
"Iya. Acha nggak suka sama hadiahnya. Acha boleh minta hadiah yang lain?"
Iqbal berpikir sebentar.
"Hadiah apa?" tanyanya lagi.
Acha bergumam pelan, mencoba menimbang-nimbang hadiah apa yang sedang sangat ingin diinginkannya.
"Iqbal tutup mata," suruh Acha.
Iqbal mengerutkan kening, bingung.
"Gue harus tutup mata?" tanya Iqbal memastikan.
"Iya.
"Kenapa? Lo yang ingin hadiah, kenapa gue yang harus tutup mata?" protes Iqbal.
"Buruan tuutp mata! Nggak pakai protes,"rengek Acha.
Iqbal menghela napasnya dan perlahan menutup kedua matanya. Iqbal menuruti saja permintaan Acha. Cukup beberapa saat yang lalu, Ia membuat Acha takut karena ucapan dan sikapnya. Jujur, Iqbal sendiri tak menyangka bahwa ia bisa lepas kendali seperti itu.
Dan, itu menandakan bahwa rasa sayang Iqbal ke Acha sangatlah besar.
"Yang rapat nutup matanya," pesan Acha.
Iqbal lagi-lagi menurut saja, lebih rapat memejamkan kedua matanya. Iqbal tidak tau apa yang sedang direncanakan gadisnya ini. Iqbal dapat mendengar suaratan Acha bergerak-gerak disekitarnya.
"Jangan tutup mata sebelum Acha perintahin," seru Acha.
"Hah maksudnya?" bingung Iqbal.
"Maksudnya jangan buka mata sebelum Acha yang nyuruh!" ralat Acha cepat.
Iqbal mengangguk menurut saja, daripada ia membuat Acha kesal. Iqbal menunggu dengan sabar. Hingga akhirnya ia dapat merasakan Acha kembali duduk dihadapannya.
"Udah boleh buka mata?" tanya Iqbal.
"Sebentar lagi."
Iqbal lagi-lagi menganggukan kepalanya. Mengiyakan.
"Buka mata Iqbal," suruh Acha.
Perlahan Iqbal membuka kedua matanya. Yang pertama kali Iqbal lihat adalah wajah cantik Acha. Gadis itu tersenyum gugup ke arahnya. Iqbal dapat melihat perubahan di wajah Acha. Pipi gadis itu lebih memerah.
Pandangan Iqbal beralih ke kertas yang kini tengah dipegang oleh Acha. Ada sebuah tulisan disana yang membuat Iqbal kaget sekaligus menahan tawanya.
Acha sedang membalasnya.
NOH+O2+O3+O3+H2+O
Iqbal menunjuk ke kertas yang dipegang oleh Acha yang berisi tulisan sandi kimia.
"Itu permintaan hadiahnya?"tanya Iqbal.
Acha menganggukan kepalanya pelan.
"Gue harus pecahin kodenya?"
"Iya."
"Sekarang?"
"Iya. Cepetan!"
Iqbal menganggukan kepalanya. Ia segera mengeluarkan ponselnya, untuk mencari sandi morse, step pertama untuk bisa menjawab sandi kimia.
Maklum saja Iqbal tidak pernah menghapalnya. Iqbal tau ada sandi kimia aja karena dulu Acha sering bercerita bahwa ia senang bermain sandi kimia bersama teman-teman SMP-nya dulu.
Iqbal pun mulai memecahkan sandi kimia yang diberikan oleh Acha. Satu persatu huruf tersebut terpecahkan oleh Iqbal. Dan semakin Iqbal mendekati jawaban dari kode yang Acha berikan. Semakin Acha merasakan kegugupan didalam tubuhnya.
Tubuh Acha berubah panas-dingin. Ia melihat Iqbal yang terlihat sangat serius untuk menemukan jawabannya.
"U.. Udah belum?" tanya Acha gugup.
"Sebentar lagi," jawab Iqbal tanpa mengalihkan tatapan matanya dari layar ponselnya.
Acha pun menunggu saja, membiarkan Iqbal fokus. Karena ia juga harus bisa fokus dan mengendalikan detakan jantungnya sendiri.
"Udah ketemu," jawab Iqbal lirih.
Acha meneguk ludahnya dengan susah payah, kerongkongannya mendadak kering. Acha merasakan kegugupanya berkali lipat. Apalagi Iqbal masih menatap ponselnya padahal sudah tau jawabannya.
"Apa jawabannya?" tanya Acha memberanikan diri.
Iqbal mengangkat kepalanya, tatapanya terlalu tenang menurut Acha jika cowok itu mengetahui jawaban dari sandi kimia tersebut. Acha tak bisa membaca pikiran Iqbal sama sekali.
"Apa jawabannya Iqbal?" ulang Acha karena Iqbal masih saja diam, tak berbicara bahkan tak bertindak.
Kedua mata Iqbal menyorot sangat tenang dan hangat, menerobos kegugupan kedua mata Acha yang terlihat sangat jelas. Perlahan Iqbal membuka bibirnya dan bersuara. Iqbal memberikan jawaban dari sandi kimia yang diberikan oleh Acha.
"Kiss Me."
*****
#CuapCuapAuthor
GANTUNG AJA TERUS KAK LUK!!
GUE BUKAN JEMURAN YA KAK LUK JANGAN DIGANTUNG-GANTUNG KAYAK GINI!!
KAK LUK, GUE UDAH SERING DIGANTUNGIN GEBETAN, PACAR, MANTAN MASAK HARUS DIGANTUNGIN JUGA SAMA KAK LUK!
TENANG SEMUANYAA. UNEK-UNEK KALIAN SUDAH SAYA WAKILKAN. JADI DIMOHON SABAR YAA!! TAHAN SEGALA UMPATANNYA UNTUK LULUK HF ^^
GIMANA PART INI TEMAN-TEMAN DEKETIF TERCINTAAA??
BAPERNYAA KERASA NGGAK? DEG-DEGAN BANGET NGGAK WAKTU BACANYA??
SIAPA YANG BENAR JAWAB HADIAH IQBAL UNTUK ACHA? TUNJUKAN EMOT KUNCI KALIAANN ^^
SIAPA YANG SALAH JAWAB HADIAH IQBAL UNTUK ACHA? TUNJUKAN EMOT CINCIN KALIAANNN ^^
PENASARAN NGGAK BACA KELANJUTAN CERITANYA?
SIAPA YANG NGGAK SABAR PENGIN TAHU APA YANG AKAN DILAKUKAN IQBAL?
SPOILERNYA BAKALAN AKU POSTING SECARA TERSIRAT DI INSTAGRAMKU YAA. JADI KALIAN HARUS FOKUS DAN MENEBAK-NEBAK KALAU AKU ADA POSTING SESUATU. SIAPA TAU ITU ADALAH SPOILER DARI PART 28 UNTUK KALIAANN ^^
SAMPAAAII JUMPAA DI PART SELANJUTTNYAAA. MAAPKAN LULUK HF YANG SUKA BUAT KALIAN SENAM JANTUNG DAN GEMAS SENDIRI SELESAI BACA MARIPOSA 2 ^^
TERUS BACA MARIPOSA 2, SUPPORT MARIPOSA 2 DAN SUKA MARIPOSA 2 ^^
REKOMENDASIIN DAN AJAK TEMAN-TEMAN KALIAN BUAT BACA MARIPOSA 2 YAAA. JANGAN LUPAAAA ^^
PALING PENTING JUGAAA.. Jangan lupa juga buat COMMENT dan VOTE yang selalu paling ditunggu dari kalian ^^
Kalian juga bisa pantengin Instagram @luluk_hf dan @novelmariposa karena banyak spoiler-spoiler MARIPOSA 2 disana ^^
MAKASIH BANYAAK SEMUAA UDAH SELALU SABARR DAN SETIAA BACA MARIPOSA 2. SAYANG KALIAAN SEMUAAAAAA ^^
Salam,
Luluk HF
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro