Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

19 - Ketakutan

Assalamualaiku, alhamdulillah aku kembali bawa Mariposa 2

Selalu Support dan Baca Mariposa 2 yaa. 

Semoga kalian selalu suka dengan MARIPOSA 2 Amin. 

Dan, selamat membaca.

****

Iqbal baru saja mendapatkan telfon dari Acha, Iqbal langsung terkejut mendengar suara Acha yang gemetar diiringi isakan tak terhenti, Iqbal panik saat itu juga. Untung saja ia baru saja keluar dari ruang lab.

Iqbal mempercepat langkahnya menuju parkiran. Setelah itu ia melesat dengan mobilnya menuju Apartmen untuk menghampiri sang pacar.

Ada apa dengan gadis itu? Apa yang membuatnya menangis sampai ketakutan?

Dibenak Iqbal banyak sekali pertanyaan-pertanyaan. Sepanjang perjalanan Iqbal tidak tenang, ia sangat khawatir dengan Acha.

*****

Iqbal membuka pintu apartmennya sedikit hati-hati, saat itu juga Iqbal mendapati Acha terduduk di lantai tak jauh dari pintu dengan kepala tertunduk, kedua tangan memeluk kakinya yang tertekuk. Iqbal dapat mendengar isakan kecil Acha. Gadis itu masih menangis.

Iqbal segera menutup pintunya, membuang tasnya kesembarangan kemudian mendekati Acha.

"Acha," panggil Iqbal pelan.

Acha langsung mendongakkan kepalanya, kedua matanya sembab, keadaannya cukup berantakan.

"Iqbal, Acha takut," tangis Acha kembali pecah semakin keras.

Acha segera menghambur memeluk Iqbal dengan erat, membuat Iqbal semakin bingung dan khawatir.

Iqbal membalas pelukan Acha.

"Kenapa Cha?" tanya Iqbal masih tak mengerti.

Acha tak menjawab, ia hanya menggelengkan kepalanya dan semakin mengeratkan pelukannya. Iqbal menatap rambut Acha, gadis itu terus saja menangis.

Iqbal menghela napas pelan, ia membelai lembut rambut Acha, memilih untuk menenangkan gadisnya terlebih dahulu.

"Nggak apa-apa, nggak usah takut. Gue udah disini Cha," suara Iqbal terdengar sangat hangat. Ia berusaha untuk membuat Acha tidak menangis lagi.

Iqbal terus membelai rambut Acha, sampai suara isakan Acha mulai memelan.

"Cha," panggil Iqbal, berusaha melepaskan pelukan Acha, namun gadis itu sama sekali tak mau. Pelukannya sangat erat, tak mau menjauhkan tubuhnya dari Iqbal sedikit pun.

Iqbal terdiam sejenak, menatap Acha dengan bingung. Harus bagaimana sekarnag? Mereka berdua terduduk di lantai lebih dari lima belas menit. Iqbal kasihan kepada Acha yang sudah lama terduduk disana, Iqbal sendiri dapat merasakan tubuh Acha yang cukup dingin.

"Kita duduk di sofa," ajak Iqbal.

Acha tak menjawab, gadis itu masih fokus dengan tangis dan rasa takutnya. Iqbal berpikir sejenak. Bagaimana caranya membawa Acha ke sofa tanpa melepaskan pelukan gadis itu?

Iqbal perlahan merendahkan tubuhnya, memindahkan kedua tangan Acha ke lehernya, dengan gerakan cepat Iqbal langsung membopong tubuh Acha. Untung saja Acha tidak menolak. Gadis itu membenamkan wajahnya di dada bidang Iqbal.

Iqbal berjalan menuju ke sofa pelan-pelan. Iqbal mendudukan Acha, saat itu juga Acha kembali memeluk tubuh Iqbal lebih erat.

Iqbal mau tak mau ikut terduduk di samping Acha, Iqbal meraih tangan kanan Acha yang dingin, mengenggamnya.

Iqbal tak mendengar lagi suara tangisan Acha, ia menatap Acha, wajah dan lehernya dipenuhi keringat dingin. Entah itu benar keringat atau bercak air matanya.

Iqbal ingin sekali tau apa yang telah terjadi dengan pacarnya.

Acha perlahan merengangkan pelukannya, akhirnya Iqbal dapat melihat wajah Acha yang dipenuhi bekas air mata, kedua mata gadis itu sembab dan memerah, wajahnya sedikit pucat.

"Udah mau cerita?" tanya Iqbal, tangannya merapikan beberapa helai rambut Acha yang menutupi wajah gadis itu.

Acha mengigit bibir bawahnya, menatap Iqbal dengan mata masih berkaca-kaca. Iqbal menghela napasnya, tidak tega melihat Acha seperti ini.

Iqbal pun menarik tubuh Acha ke dalam pelukannya lagi, memberikan ketenangan yang lebih hangat.

"Nggak apa-apa kalau mau nangis lagi, gue tungguin."

Detik berikutnya, tangis Acha kembali memecah. Acha menangis sembari meracau tak jelas, ia mulai meluapkan rasa takutnya.

"Acha takut, tadi Acha diganggu dua cowok mabuk di lift. Acha takut banget."

Samar-samar Iqbal bisa mendengar racauan Acha, kedua mata Iqbal terbuka sedikit lebih lebar setelah mendengar cerita Acha. Tentu saja ia kaget.

"Terus diapain sama mereka?" tanya Iqbal mencoba menebak, melihat Acha sampai menangis seperti ini pasti telah terjadi sesuatu.

Suara Iqbal masih terdengar tenang, Iqbal berusaha mengontrol dirinnya.

Acha melepaskan pelukan Iqbal, memberanikan diri untuk menatap Iqbal.

"Tangan Acha ditarik keras, dipaksa masuk lift sama mereka. Sakit banget tangan Acha."

Acha menunjukkan lengannya kepada Iqbal seperti anak kecil yang tengah mengadu ke Papanya. Iqbal dapat melihat jelas memar merah disana.

Rahang Iqbal mulai berubah mengeras, tatapanya sedikit berubah menajam. Ia tak setenang tadi.

Iqbal menyentuh lengan Acha, membelainya pelan, berharap rasa sakit dan memar disana segera hilang.

"Terus diapain lagi?" tanya Iqbal.

"Mereka bentak Acha. Acha takut."

Air mata Acha jatuh tanpa disadarinya, pipinya dipenuhi aliran bening yang terus terjatuh tanpa bisa ditahan oleh sang pemilik. Iqbal menyentuh pipi Acha, menyeka air mata sang pacar.

Iqbal menatap Acha lekat.

"Kenapa nggak bilang kalau mau datang?" tanya Iqbal. Nyatanya kejadian itu terjadi karena Acha datang ke Apartmennya, dan Iqbal sama sekali tidak tau bahkan tidak mendapat kabar dari gadis itu.

Acha mengatur napasnya sejenak.

"Acha tadi nunggu di depan pintu, Acha nggak berani nelfon, takut ganggu Iqbal di kampus. Tapi Iqbal nggak datang-datang, jadi Acha pilih pulang. Acha mau naik lift dan ketemu dua cowok mabuk."

Iqbal mendengar baik-baik cerita dari Acha. Ia merasa sangat bersalah saat itu juga. Iqbal mendekap Acha untuk kesekian kalinya, memeluk gadisnya lebih erat.

"Maafin gue," ucap Iqbal sungguh-sungguh.

"Iqbal nggak salah, Acha yang salah."

"Gue yang salah."

Acha tak membalas, isakannya terdengar kembali. Keduanya sama-sama diam, Iqbal berusaha menenangkan Acha, menepuk-nepuk pelan kepala Acha. Sedangkan Acha masih berseteru dengan gejolak takutnya.

Mereka berdua fokus dengan pikiran masing-masing, Iqbal dengan rasa bersalahnya dan Acha dengan rasa takutnya. Sampai akhirnya Acha tertidur dalam pelukan Iqbal, gadis itu menangis hingga kelelahan.

Iqbal menatap wajah Acha, kedua mata gadis itu terpejam dengan bibir bawah yang masih tergigit. Iqbal membelai lembut wajah Acha, menghapus bercak air mata disana.

"Maafin gue Cha."

Iqbal perlahan mendekatkan wajahnya, mencium hangat kening Acha.

*****

Iqbal memindahkan Acha ke dalam kamarnya, membiarkan Acha tidur disana. Setelah itu Iqbal kembali ke luar dan menghubungi Amanda.

"Lo dimana?" tanya Iqbal tanpa basa-basi ketika panggilannya diterima.

Amanda disebrang sana terdengar bingung, tak biasanya Iqbal menelfonnya seperti ini.

"Gue lagi beli makan sama Rian,"jawab Amanda.

"Bisa ke Apartmen gue sekarang? Ajak Rian juga," pinta Iqbal.

"Ada apa?"tanya Amanda tanggap, ia merasakan ada sesuatu dari suara parau Iqbal.

"Acha," hanya itu yang bisa Iqbal katakan sekarang. "Gue jelasin waktu lo udah sampai."

Terdengar helaan napas panjang dari Amanda sebelum gadis itu menyetujui permintaan Iqbal.

"Gue kesana sekarang."

Panggilan terputus, Iqbal terduduk disofa, meremas rambutnya pelan. Jujur, ia masih khawatir dengan kondisi Acha. Sudah lama Iqbal tidak melihat Acha menangis sampai seperti ini.

****

Bel pintu apartemen Iqbal berbunyi, Iqbal segera membukakannya. Iqbal menatap tiga orang yang kini sudah berdiri dihadapannya dengan tatapan bingung.

"Acha kenapa? Dia dimana?" tanya Amanda dengan raut khawatir. Amanda langsung masuk begitu saja.

Iqbal membiarkan saja Amanda masuk terlebih dahulu, Iqbal kini menatap dua sahabatnya.

"Dia tamu ilegal," ucap Rian menggantung sambil menunjuk ke sebelahnya. Tak lain dan tak bukan adalah Glen.

Rian segera menyusul Amanda, meninggalkan Iqbal dan Glen.

"Lo mau penjelasan sekarang, nanti atau setelah gue mati?" tanya Glen dengan cengiran tak berdosanya.

"Nanti aja," jawab Iqbal tak sebegitu penasaran. Ia bisa dapat menebak bagaimana Glen bisa ikut. Kalau tidak Glen berpapasan dengan Rian dan Amanda ya Glen emang rencana ingin ke Apartmennya kabur dari ceramah panjang bundanya.

Iqbal yakin salah satu diantara tebakannya ada yang benar.

Mereka semua berkumpul di ruang tengah Apartmen Iqbal, disana Iqbal mulai menceritakan semua, apa yang terjadi dengan Acha. Terdengar helaan panjang Amanda. Gadis itu tak kalah khawatir dari Iqbal.

"Sekarang Acha nggak apa-apa kan?" tanya Rian setelah Iqbal mengakhiri ceritanya.

"Dia masih ketakutan," jawab Iqbal.

"Acha sekarang dimana?" tambah Glen.

"Gue lihat dia masih tidur," jawab Amanda diangguki oleh Iqbal.

Hening sesaat, semuanya nampak masih terkejut dengan kejadian yang menimpa Acha. Meskipun Acha tidak apa-apa, namun mereka menakutkan jika disaat kejadian tadi Acha tidak berhasil kabur. Apa yang terjadi dengan gadis itu?

Membayangkannya saja Iqbal tidak kuasa. Ia pasti akan menyalahkan dirinnya jika hal itu terjadi.

"Sorry Bal," ucap Glen tiba-tiba.

Semua mata langsung tertuju ke Glen, menatap Glen dengan bingung.

"Minta maaf untuk?" tanya Iqbal tidak mengerti.

Glen berdeham pelan sebelum akhirnya membuka suara kembali.

"Sebenarnya tadi sore Acha sama gue, di.."

"Lo selingkuh sama Acha?" celoteh Rian asal nyamber.

Glen tak segan menampar pelan bibir Rian.

"Mulut lo!" tajam Glen, Rian pun langsung menutup mulutnya rapat-rapat.

"Lanjut," suruh Iqbal mulai penasaran.

Glen mengangguk, kembali melanjutkan ceritanya.

"Acha dari rumah sakit, katanya dia nemuin temannya. Terus gue nggak sengaja ketemu waktu dia mau pulang akhirnya gue tawarin dia pulang bareng. Dan, waktu udah mau sampai rumahnya, tiba-tiba dia minta anter ke Apartmen lo. Ya, gue anterin," Glen menjelaskan ceritanya dengan gamblang.

"Kesalahan lo dimana?" tanya Iqbal masih tak mengerti.

"Gue sempat tanya ke dia nggak apa-apa nunggu lo sendirian, karena gue yakin lo masih di kampus. Dia nolak dan gue biarin gitu aja. Coba aja gue tetap nemenin dia, pasti Acha nggak akan ngalamin kejadian ini," sesal Glen.

"It's okay. Nggak ada yang tau juga kejadian ini bakal nimpa Acha. Nggak usah ngerasa bersalah," ucap Iqbal.

"Lo juga jangan terlalu nyalahin diri lo sendiri, Acha nggak apa-apa Bal," tambah Amanda menepuk pelan pundak Iqbal.

Amanda berdiri dari kursinya, berusaha untuk tersenyum.

"Yan ajak Iqbal dinginin kepala di café bawah. Gue yang jagain Acha," suruh Amanda ke sang pacar.

"Ngapain dinginin kepala jauh-jauh ke café? Kulkas disana masih nyala," celetuk Glen dengan tak berdosanya.

"Lo semenit yang lalu udah pada jalur yang benar kenapa sekarang belok lagi sih otaknya?" gemas Amanda.

"Biasa, otak gue kan dirancang untuk bertindak luar biasa," jawab Glen tak mau kalah.

"Saking luar biasanya otak lo itu nggak ada isinya!"

"Sok tau deh anda. Apakah saudari Amanda pernah mengecek otak saya? Pernah coba pakai otak saya? Pasti tidak pernah kan?" ledek Glen dengan sengaja.

"Lo bisa diem nggak Glen?" tajam Amanda.

"Mana bisa keburu mustahil!"

Amanda mengepalkan tangannya, menahan amarahnya yang ingin diluapkan saat ini juga. Disaat serius seperti ini bocah edan ini masih sempat ngelawak. Sedangkan Iqbal hanya geleng-geleng, ia berdiri untuk mengambil dompetnya yang ada diatas meja.

"Lebih baik lo ikut gue sebelum otak lo beneran jadi sasaran," tajam Rian segera menyeret Glen.

"Sasaran siapa?" tanya Glen polos.

"Lo masih pengin punya otak kan?"

"Gue nggak punya otak mati Yan."

"Makanya kalau lo nggak mau mati, ikut gue sekarang juga."

Tanpa menunggu Glen bersuara lagi, Rian langsung membekap mulut Glen dan menyeret Glen untuk menjauh dari Amanda yang masih menatap tajam cowok itu.

"GUE MAU DIBAWA KEMANA!" teriak Glen berusaha memberontak. Rian semakin menarik baju Glen untuk keluar dari Apartmen Iqbal.

"Udah nurut aja, nggak usah banyak tingkah!"

"GUE NGGAK MAU PERGI. GUE MAU LIHAT ACHA MEWEK!"

Amanda tak segan melepaskan satu sepatunya dan langsung melemparkannya ke arah Glen. Untung saja saat itu Glen sudah duluan dikeluarkan oleh Rian membuat speatu Amanda langsung melesat.

Amanda menatap Iqbal yang masih berdiri di sebelah televisi, seolah sedang menunggunya.

"Lo dapat teman macam dia dimana sih?" tanya Amanda masih penuh emosi.

"Kenapa? Lo tertarik buat jadi temannya juga?" tanya Iqbal dengan datarnya.

"Gue masih waras mau temenan sama bocah edan kayak dia!"

"Dia paling kaya diantara kita bertiga," ucap Iqbal menyebutkan kelebihan dari orang yang sedang disumpahi oleh Amanda.

"Sial!" umpat Amanda langsung kalah telak.

Iqbal terkekeh pelan, akhirnya dia sedikit bisa meregangkan otot-ototnya yang sedari tadi tegang dan semua itu berkat teman-temannya yang ia tau pasti tengah mencoba menenangkannya.

Iqbal mendekati Amanda, menepuk pelan bahu gadis itu.

"Gue titip Acha."

Amanda menganggukan kepalanya.

"Gue pasti jagain Acha. Takeyour time, kembali kalau pikiran lo udah benar-benar tenang," pesan Amanda.

"Iya. Thanks,"

Iqbal pun berjalan menuju pintu Apartmennya, hendak keluar.

"Bal," panggil Amanda membuat Iqbalmenghentikan langkahnya saat itu juga.

Iqbal berbalik, menatap Amanda.

"Kenapa?" tanya Iqbal.

"Gue juga titip Rian," ucap Amanda dengan wajah sok serius.

"Perlu gue jagain seperti apa?" pancing Iqbal.

Amanda tersenyum penuh arti.

"Lirik cewek langsung bunuh!"

Iqbal dengan senang hati mengangkat satu jempolnya. Setelah itu, Ia langsung keluar dari Apartmennya.

Amanda menghela napas panjang, Apartmen Iqbal terasa hening dan sepi kembali. Amanda pun berjalan ke kamar Iqbal, menjaga Acha lebih dekat. Gadis itu masih tidur tenang disana.

Amanda naik ke atas kasur, duduk disebelah Acha. Ia memperbaiki selimut Acha.

"Jangan takut lagi ya Cha. Kita semua selalu ada untuk lo."

*****

Iqbal menyusul Rian dan Glen yang sudah masuk di salah satu café dekat Apartmennya. Iqbal menghampiri kedua sahabatnya yang masih ribut tak jelas, mengambil salah satu kursi disebalah Rian.

"Terus lo bangga gitu punya pacar yang kayak Banteng!" teriak Glen mulai ikut-ikutan emosi.

"Kok bisa Amanda lo samain kayak Banteng. Lo beneran gila ya Glen!" geram Rian.

"Gimana nggak kayak Banteng, dikit-dikit marah, dikit-dikit emosi, bisa-bisa dikit-dikit nyeruduk kayak Banteng beneran!"

Rian menghembuskan napas kasar, menatap Glen tajam.

"Kalau sampai itu terjadi, gue jamin lo orang pertama yang bakalan diseruduk sama Amanda!"

"Abuegile. Kejam amat," seru Glen mengeluarkan istilah barunya.

Iqbal tak ingin ikut campur ataupun mengomentari pertikaian tak penting dua temannya, ia segera duduk kemudian meletakkan dompet dan sebuah gunting yang sempat ia pinjam dari resepsionis unit towernya.

"Pesen apa?" tanya Iqbal menghentikan percekokan Rian dan Glen.

"Apa aja yang dingin," jawab Glen cepat.

Iqbal menatap Glen lekat.

"Ngapain lo susah-susah nyari yang dingin disini. Kulkas di Apartmen gue masih nyala," ucap Iqbal membalas dengan kejam ucapan Glen saat masih di apartmennya.

Glen langsung menatap Iqbal dengan tak percaya, bisa-bisanya cowok ini berkata seperti itu.

"Abuegile, anda pendendam sekali," seru Glen tak menyangka.

"Mampus lo, makanya otak dipasang." umpat Rian menertawakan nasib Iqbal.

Tatapan Rian teralihkan ke atas meja, melihat gunting yang ada dihadapan sahabatnya. Rian menatap Iqbal bingung.

"Lo ngapain bawa gunting?" tanya Rian.

Iqbal beralih menatap ke Rian.

"Gue dapat amanah," jawab Iqbal santai.

"Amanah? Dari siapa?"

"Dari pacar lo."

Rian meneguk ludahnya yang mulai kering.

"Emang Amanda bilang apa?"

Iqbal mengambil guntingnya, mendekatkan ke Rian.

"Kalau lo lirik cewek, gue disuruh langsung bunuh," jelas Iqbal dengan tak berdosanya.

Kini giliran Glen yang menertawakan nasib Rian. Glen sedikit mendekat ke Rian dan membisiki cowok itu.

"Mampus lo, makanya mata dipasang."

****

Rian dan Glen berhasil membuat Iqbal beberapa kali tertawa karena cerita absurd mereka ataupun pertengkaran bacot mereka. Keduanya berusaha untuk membuat Iqbal tak lagi cemas dan lebih tenang.

Mereka cukup takjub melihat Iqbal yang benar-benar terlihat khawatir seperti tadi dan itu karena seorang Acha. Dulu, Iqbal pernah panik dan khawatir seperti ini ketika Papanya jatuh sakit dan harus operasi.

"Lo pernah cemburu nggak?" tanya Iqbal tiba-tiba.

"Cemburu dalam artian?" tanya Rian meminta lebih jelas.

Iqbal meletakkan gelasnya sebentar sebelum menjawab pertanyaan Rian.

"Ya cemburu karena orang yang lo sayang dekat sama yang lain," perjelas Iqbal.

"Gue pernah," teriak Glen dengan keras.

"Lo pernah cemburu karena Shena? Emang Shena pernah dekat sama siapa?" tanya Rian lansgung penasaran.

"Bukan Shena."

"Terus siapa?" bingung Rian.

"Meng! Gue cemburu sama kucing bunda gue. Sampai gue berpikir apakah mungkin gue yang anak pungut dan Meng yang anak kandung bunda gue!"

"Bunda sama Papa lo ngelahirin kucing gitu?" tajam Rian.

"Mungkin nggak sih?" tanya Glen dengan bodohnya.

Rian langsung menoleh ke Iqbal, tak berniat menjawab pertanyaan gila sahabatnya.

"Lo lagi cemburu gara-gara Acha?" tanya Rian lebih memperjelas.

"Bisa dibilang gitu," jawab Iqbal jujur.

Rian mengangguk-angguk kecil, dibuat takjub untuk kedua kalinya. Lama tidak bertemu dengan Iqbal, ternyata banyak yang berubah dari sikap sahabatnya ini.

"Semua cowok pasti cemburu kalau lihat pacarnya dekat dengan cowok lain. Gue juga pasti cemburu kalau lihat Amanda dekat sama cowok lain. Wajar kok," ucap Rian.

"Lo cemburu nggak Yan kalau Amanda deket sama gue?" pancing Glen.

"Mana mungkin keburu lo diseruduk!" seru Rian kejam.

"Sial."

Perbincangan Rian, Iqbal dan Glen terhenti ketika dua orang cowok dengan rambut sedikit berantakan dan wajah kucel duduk dimeja sebelah mereka. Iqbal, Rian dan Glen mendecak pelan bersamaan ketika mencium bau alkohol yang lumayan menyengat ketika dua cowok itu lewat disebelah mereka.

"Lo harusnya nggak biarain cewek itu tadi kabur! Dia cantik banget, bro!"

Iqbal dan Rian langsung berpandangan, suara dua cowok disebelahnya sangatlah jelas hingga terdengar mereka.

"Lo sih pakai bentak dia, kan dia jadi takut! Bukan main cantiknya. Kulitnya aja mulus banget, baru nyentuh tangannya aja udah buat gue menggila," seru satu cowok itu lagi.

Sorot mata Iqbal mulai menajam, perasaannya tak tenang. Berkali-kali dalam hati ia mengelak bahwa cewek yang sadang dibahas dua cowok ini bukanlah Acha, namun setiap perkataan dua cowok itu semakin mengarah ke Acha.

"Apa kita coba tunggu di lift lagi aja? Gue yakin dia belum keluar dari apartmen."

Kedua tangan Iqbal mulai terkepal kuat, ia semakin yakin. Rian dapat merasakan emosi Iqbal mulai meluap. Dari tatapannya, rahang cowok itu yang menegas, Iqbal yang tenang dan pandai mengontrol diri tak lagi ada saat ini.

"Bal, lihat gue," suruh Rian berusaha menenangkan Iqbal.

Iqbal menatap Rian, cowok itu memberikan tatapan yang hangat, berbeda dengan sorot matanya saat ini.

"Atur napas lo, kendaliin emosi lo." pinta Rian.

Iqbal menuruti ucapan Rian, ia menarik napasnya dan menghembuskannya berulang-ulang seperti yang diperintahkan oleh Rian.

"Gue jadi semakin pengin nyentuh dia lagi. Pasti yang lainnya lebih indah, lebih mulus dan lebih cantik."

Pernyataan barusan terdengar sangat jelas bagi Iqbal, Rian bahkan Glen yang sedang membalas pesan dari bundanya. Kedua mata Iqbal langsung membulat sempurna, bukan lagi rahang-rahangnya yang menegas. Urat di tangan Iqbal pun terlihat jelas, cowok itu mengepalkan tangannya sangat-sangat kuat.

"Bal, tahan emosi lo," peringat Rian.

"Hajar bro. Kapan lagi lo dipuasin sama cewek secantik tadi!"

Kesabaran Iqbal sudah diujung kepala. Kedua matanya dipenuhi kobaran emosi, tangannya siap untuk dilayangkan ke siapapun. Iqbal langsung berdiri saat itu juga, membuat Rian cepat ikut berdiri.

"BALL!!"

****

#CuapCuapAuthor

BAGAIMANA PART INI? BIKIN DEG-DEGAN? 

KALIAN SUKA IQBAL YANG TENANG ATAU IQBAL YANG SEPERTI DI PART INI?

SEMOGA PART INI FEELNYA DAPAT YA DI KALIAN SEMUA AMIN. 

PENASARAN NGGAK BACA KELANJUTAN CERITANYA?

DITUNGGU YAA SEGERA. 

TERUS BACA MARIPOSA 2, SUPPORT MARIPOSA 2 DAN SUKA MARIPOSA 2 ^^

Jangan lupa buat ajak teman-teman kalian, saudara-saudara kalian, tetangga kalian dan keluarga kalian untuk baca MARIPOSA 2 ^^

Jangan lupa juga buat COMMENT dan VOTE yang selalu paling ditunggu dari kalian ^^

INSYALLAH DI INSTAGRAMKU @luluk_hf bulan depan bakalan ada GIVEAWAY NOVEL. 

TERIMA KASIH SEMUANYAA DAN SAYANG KALIAN SEMUA. 

Salam,

Luluk HF

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro