17 - TERUS!
Assalamualaikum, akhirnya hari jumat datang dan MARIPOSA 2 bisa update lagi ^^
Makasih banyaak yaa buat teman-teman semua yang selalu baca Mariposa 2 ^^
Dan, SELAMAT MEMBACA MARIPOSA 2 ^^
******
Acha membalutkan jaket tebal ke tubuhnya, sejak semalam Acha merasakan gusi giginya sedikit nyeri, padahal Acha sudah memberikan obat tapi nyerinya masih kambuh walaupun tidak setiap detik. Tapi, Acha merasa perlu memeriksakannya.
Acha pun memilih untuk ke Dokter gigi di Rumahs akit Arwana sore ini. Acha diantarkan oleh Kirana hingga parkiran rumah sakit.
"Beneran kamu periksa sendiri?" tanya Kirana tak tega.
"Iya Tante Mama. Acha bisa periksa sendiri kok, kemarin-kemarin chekupgigi juga sendiri. Lagian disana pasti ada Iqbal. Acha minta temenin sama Iqbal," jelas Acha berusaha menenangkan sang Mama.
"Beneran kan sama Iqbal? Nggak sendiri?"
"Iya. Tante Mama udah cepetan ketemu kliennya. Pasti udah nungguin," suruh Acha.
Kirana mengangguk kecil, ia memeluk Acha erat kemudian mencium kening putrinya singkat.
"Maafin Mama ya nggak bisa nemenin," ucap Kirana merasa bersalah.
"Nggak apa-apa Tante Mama. Cuma gusi aja dan nggak sakit-sakit banget. Acha nggak apa-apa."
"Nanti langsung kabarin Mama ya setelah periksa," pinta Kirana.
"Siap. Acha masuk rumah sakit dulu ya," pamit Acha. "Tante Mama hati-hati di jalan," lanjut Acha seraya turun dari mobil Mamanya.
"Iya sayang. Nanti kalau Iqbal nggak bisa anter pulang, telfon Mama ya."
"Iya."
Acha segera berjalan menjauhi mobil Kirana, ia masuk kedalam rumah sakit. Acha langsung menuju ke klinik spesialis.
Acha sedikit gugup saat masuk ke rumah sakit. Ia sedang menyiapkan jawaban jika bertemu dengan Iqbal. Jujur, Acha tidak memberitahu ke Iqbal mengenai kedatangannya. Ia takut Iqbal akan khawatir. Cowok itu sudah lelah dengan akitivitasnya sendiri, Acha tidak mau menambahi.
Acha sedikit kaget ketika sampai di klinik spesialis. Ia melihat banyaknya pasien sore ini. Acha menghela napas panjang, ia harus bersabar untuk antri.
Setelah melakukan pendaftaran, Acha pun memikirkan apa yang harus dilakukannya?
Jika menunggu saja, pasti dia sangat bosan.
"Apa Acha temuin Iqbal dulu aja?"
Acha tersenyum kecil, ia pun mencoba menghubungi Iqbal, ingin memberitahu Iqbal bahwa dia ada dirumah sakit yang sama dengan sang pacar.
"Nggak diangkat?" lirih Acha melihat layar ponselnya.
Acha berpikir sebentar.
"Acha cari Iqbal aja."
*****
Iqbal keluar dari ruang dokter Andi, beberapa menit yang lalu Iqbal sedang berdiskusi mengenai penyakit gagal ginjal. Entah kenapa Iqbal menjadi lebih tertarik dan ingin belajar mendalami penyakit tersebut. Mungkin karena orang-orang disekitar yang dikenalnya mengidap penyakit itu. Pertama Shena dan sekarang Sia.
Langkah Iqbal terhenti ketika melihat sosok Sia yang sedang berjalan menuju ke rooftop. Iqbal mengerutkan kening, apa yang dilakukan gadis itu?
Iqbal ingin memanggil tapi ia urungkan. Iqbal memilih mengikuti Sia dari belakang. Iqbal khawatir gadis itu akan berbuat ekstrem seperti kemarin lagi.
Iqbal berjalan pelan-pelan tak jauh di belakang Sia. Gadis itu menaiki tangga menuju rooftop rumah sakit.
Iqbal berhenti di ambang pintu, mengawasi Sia dari kejauhan. Gadis itu saat ini tengah duduk di salah satu kursi panjang, kepalanya menengadah ke atas.
"Sia bisa sembuh nggak Tuhan? Kalau nggak bisa sembuh jangan buat Mama dan Papa sedih ya."
Iqbal dapat mendengar dengan jelas suara Sia. Gadis itu tengah berbicara sendiri, mungkin lebih tepatnya tengah mengadu ke sang kuasa.
"Sakit semua Tuhan. Sia ingin nyerah tapi kasihan Mama dan Papa."
Iqbal menghela napas pelan, ia memilih untuk keluar dari persembunyiannya, menampakkan dirinnya. Iqbal berjalan mendekati Sia.
"Bang Iqbal," seru Sia terkejut melihat keberadaan Iqbal. Sia langsung berdiri, senyumnya langsung mengembang. Ia nampak senang.
"Ngapain?" tanya Iqbal basa-basi.
"Lagi curhat," jawab Sia tanpa menghilangkan senyumnya.
"Ke siapa?" tanya Iqbal lagi pura-pura tak tahu.
"Tuhan."
Iqbal menganggukan kepalanya kecil, tak memberikan komentar lagi.
"Sia boleh tanya nggak?" tanya Sia tiba-tiba.
"Apa?"
"Caranya biar nggak mengeluh gimana?"
"Bersyukur," jawab Iqbal cepat.
"Caranya bersyukur gimana?"
"Berterima kasih."
Sia tersenyum simpul, kepalanya perlahan tertunduk.
"Sia bisa sembuh nggak ya?" lirihnya pedih.
Iqbal tak bisa menjawab pertanyaan itu. Ia tidak mau memberikan harapan palsu kepada Sia. Semua orang sudah tau bagaimana kondisi Sia saat ini yang semakin parah. Jadwal cuci darah Sia sudah ditambah lagi sejak dua hari yang lalu.
Iqbal dapat melihat bahu Sia bergetar.
"Apa yang lo inginkan sekarang?" tanya Iqbal.
"Sembuh atau mati," jawab Sia jujur.
"Lo siap mati?"
"Siap aja. Daripada sakit setiap harinya," jawab Sia hampa.
"Orang tua lo yang nggak siap."
"Sia tau."
Iqbal terdiam sebentar, kemudian bersuara kembali.
"Selama lo bisa bertahan, tetap bertahan. Seengaknya jika lo nggak bisa buat bahagia diri lo sendiri, lo bisa buat bahagia orang lain."
Sia langsung mengangkat kepalanya, menatap Iqbal lekat.
"Abang Iqbal bisa buat orang lain bahagia?" tanya Sia.
"Hah?" bingung Iqbal.
"Buat Sia bahagia bisa?"
"Nggak bisa," jawab Iqbal cepat.
"Kenapa?"
"Udah ada orang yang harus gue bahagiain," perjelas Iqbal.
Sia menghela napas pelan, berusaha untuk tersenyum kembali. Jawaban Iqbal sangat menohoknya. Namun, Sia sama sekali tidak sakit hati ataupun sedih. Karena dari awal Sia sudah tau bahwa Iqbal sangat mencintai pacarnya.
"Kalau gitu kabulin satu permintaan Sia, mau?"
"Apa?" tanya Iqbal.
"Kasih satu pelukan buat Sia," pinta Sia penuh harap.
Iqbal tak langsung merespon, ia terdiam cukup lama membuat Sia gugup sendiri menunggu jawaban dari Iqbal.
"Nggak mau ya?" tanya Sia hati-hati.
Iqbal menghela napas panjang.
"Maaf, ada hati yang harus gue jaga," ungkap Iqbal menolak permintaan Sia.
Sia tersenyum mengerti, bukannya merasa tertampar ia malah semakin kagum dengan Iqbal. Sosok dihadapannya benar-benar sangat luar biasa. Begitu setia dengan pacarnya.
"Sia nggak minta Bang Iqbal selingkuh atau jadi pacar Sia," ucap Sia dengan berani.
"Gue nggak mau ada salah paham."
"Anggap saja pelukan perpisahan."
Iqbal menghela napasnya pelan, ia menepuk pelan puncak kepala Sia.
"Jangan nyerah."
Hanya itu yang bisa Iqbal katakan untuk Sia, Iqbal pun langsung berbalik, berjalan meninggalkan Sia, tak memberikan celah kepada Sia.
Sedangkan Sia hanya bisa merelakan kepergian Iqbal. Hatinya tidak terluka sama sekali. Dari awal Sia memang suka dengan Iqbal karena kagum, bukan cinta gila hingga membuatnya ingin merusak hubungan Iqbal dan sang pacar. Sia tidak sejahat itu.
Yah, lebih baik dia memikirkan hidupnya yang sudah diujung antara hidup dan mati.
Iqbal sendiri tak terkejut dengan permintaan Sia. Sejak gadis itu berkata menyukainya, Iqbal langsung membangun benteng yang tinggi untuk dirinnya sendiri. Ia tidak mau ada salah paham di dalam hubungannya dan Acha.
Lebih tepatnya, Iqbal tidak mau membuat Acha terluka.
Iqbal sampai di depan pintu rooftop yang tertutup. Ia pun membukanya kembali.
Namun, kedua mata Iqbal langsung melebar, napasnya tertahan beberapa detik ketika melihat sosok perempuan yang sangat dia kenal tengah berdiri di belakang pintu rooftop.
"Acha?"
Iqbal bingung sekaligus terkejut, kenapa Acha bisa ada disini? Apa yang dilakukan gadis itu? Sejak kapan Acha berdiri dibelakang pintu?
Gadis itu tersenyum ke arahnya, tatapanya terlihat sangat bahagia.
"Acha nungguin Iqbal daritadi," ucap Acha tak menghilangkan senyum di wajah cantiknya.
"Gi... Gimana bi..." Iqbal tak bisa berkata-kata, masih terkejut dengan kehadiran Acha.
"Acha denger semuanya," ungkap Acha tanpa ragu.
Iqbal membeku, bertambah bingung harus bereaksi apa.
"Makasih udah jaga hati untuk Acha."
*****
Acha menceritakan ke Iqbal dengan lengkap bagaimana ia bisa berada dirumah sakit dan bagaimana ia bisa mengikuti Iqbal hingga ke rooftop. Acha tidak sengaja melihat Iqbal yang tengah berjalan ke rooftop, Acha pun mengikuti saja dari belakang.
Sejujurnya Acha pun terkejut mendengar percakapan antara Iqbal dan Sia. Namun, Acha merasa sangat legah mendengar respon Iqbal kepada cewek itu.
Iqbal menepati janjinya, cowok itu sungguh-sungguh hanya mencintainya dan tidak selingkuh walaupun ada gadis cantik yang sedang merayunya.
Setelah berobat dan menebus obat dengan ditemani Iqbal, mereka berdua pun keluar dari rumah sakit. Iqbal mengajak Acha untuk makan.
******
Acha menghela napas panjang, Iqbal kekuh sekali ingin makan "Bebek tepi Sawah" dan mengharuskan mereka masuk ke dalam PIM hanya untuk menuruti keinginan seorang Iqbal.
Bebek tepi sawah salah satu restoran kesukaan Iqbal, Rian dan Glen. Ketiganya sangat sering makan disini. jangan ditanya harga makanannya, harga satu ayam saja bisa sampai sembilan puluh ribu, itu pun belum nasinya, belum minumnya, belum makanan penutupnya.
Yah, kalau ditotal untuk satu orang saja bisa menghabiskan hampir 150.000. Makanan orang kaya memang beda.
"Pesen aja, gue ke toilet dulu," ucap Iqbal.
"Iqbal mau Bebek asap apa Bebek betutu?" tanya Acha hapal dua menu kesukaan sang pacar.
"Bebek betutu aja."
"Oke, Acha pesenin ya."
"Iya."
Acha pun duluan ke meja, berpisah dengan Iqbal yang menuju ke toilet terlebih dahulu. Acha duduk disalah satu meja dekat dengan jendela restoran. Acha memilih menu yang biasanya di pesannya dengan Iqbal.
"Pesan apa Kak?" tanya seorang pramusaji.
"Pesan Bebek betutu satu, Ayam goreng lengkuas satu, nasinya dua, satenya lima tusuk dan minumnya lemon squash dua-duanya," ucap Acha menyebutkan pesenannya.
"Baik Kak, ditunggu."
"Iya."
Setelah kepergian pramusaji tadi, Acha mengeluarkan ponselnya, bermain Instagramyang sudah lama tidak dia gunakan. Ia memilih-milih adakan foto yang bisa diunggahnya di Snapgramnya.
Perempuan itu walaupun ada ratusan foto di galerinya, tapi tetap aja bingung kalau ingin memposting fotonya sendiri. Ujung-ujungnya bilang "Nggak ada foto" dan nggak jadi posing.
Tak lama kemudian, makanan Acha datang duluan bersama dengan satenya. Acha tersenyum lebar, akhirnya ia dapat bahan untuk Instagram storienya. Acha pun memfoto makanannya dan segera menggunggahnya di Snapgramnya.
Acha mengunggah di akunnya @kay.natashaa.
Setelah itu, Acha memasukkan kembali ponselnya, ia menghela napas pelan, mulai bingung karena Iqbal tak kunjung datang. Apakah cowok itu tersesat atau malah ninggalin dia pulang duluan?
Namun disela kebingungan Acha, tiba-tiba seorang cowok bertubuh tinggi, berbaju rapi dengan wajah cukup tampan mendekati Acha. Cowok itu tiba-tiba langsung duduk dihadapan Acha dan menyerahkan ponselnya.
Acha terkejut melihat cowok yang tak dikenalnya itu.
"Maaf ganggu, boleh kenalan nggak? Daritadi gue lihatin lo dari meja ujung," ucap cowok itu dengan malu-malu.
Acha merasa gugup sendiri, berharap Iqbal cepat datang.
"Boleh kan?" tanya cowok itu lagi sedikit memaksa.
"Maaf, saya udah punya pacar."
"Basi banget nolaknya," ucap cowok itu tak percaya.
"Beneran, A...."
Acha belum sempat menyelesaikan kalimatnya karena tiba-tiba Iqbal datang dan langsung duduk dikursi sebelah cowok tersebut. Acha meneguk ludahnya dengan susah payah. Iqbal terlihat sangat tenang.
Cowok yang mengajak Acha kenalan pun tak kalah terkejutnya.
"Mau ikut makan juga mas sama pacar saya?" tanya Iqbal menawari dengan senang hati.
Cowok itu langsung kicep, tersenyum kaku. Ia segera berdiri dan berjalan kembali ke mejanya. Meninggalkan Iqbal dan Acha.
Acha berusaha ingin menjelaskan tapi Iqbal sudah fokus dengan makanannya yang baru saja datang. Iqbal tak membuka pembicaraan lagi, dia hanya diam dan langsung makan membuat Acha takut sendiri.
Napsu makan Acha mendadak hilang, ia tak menghabiskan makanannya, sedangkan piring Iqbal bersih tak tersisa apapun disana.
Acha pun memilih ikut diam, ia tak bisa menebak pikiran Iqbal dan membiarkan saja Iqbal mendinginkan kepalanya terlebih dahulu.
Apakah Iqbal cemburu? Apakah Iqbal marah?
*****
Selama perjalanan pulang Iqbal masih saja diam, Acha berusaha untuk mengajak bicara namun hanya dijawab dingin, membuat Acha semakin merasa bersalah walaupun dia tidak salah apa-apa. Toh, dia tak memberikan nomernya ke cowok tadi.
Grekk! Grekk!
Mobil Iqbal mendadak mogok, berhenti tepat di depan perumahan Acha. Iqbal dan Acha saling berpandangan.
"Gue periksa dulu," untuk pertama kalinya Iqbal mengajak bicara Acha duluan.
Acha mengangguk saja, ia mengikuti Iqbal turun dari mobil.
*****
Iqbal segera menelfon bengkel langganannya yang buka 24 jam, mobil Iqbal mogok karena air radiatornya yang hampir habis. Karena kesibukannya dua bulan terakhir ini membuat Iqbal tidak sempat merawat mobilnya sendiri.
"Acha pulang jalan kaki nggak apa-apa kok Iqbal," ucap Acha hati-hati, tidak ingin membebani Iqbal yang terlihat bingung.
Iqbal menatap Acha.
"Gue anter," ucap Iqbal singkat.
"Nggak usah Iqbal, mobil Iqbal gimana kalau Iqbal nganterin Acha?"
"Gue anter, jangan pulang sendiri," perjelas Iqbal, nada suaranya seolah tak ingin dibantah lagi.
Acha pun hanya bisa mengangguk menurut daripada ia membuat moodIqbal semakin buruk.
Mereka berdua pun akhirnya berjalan berdua menuju rumah Acha yang jaraknya hampir satu kilometer dari depan perumahan.
Acha melirik ke samping, Iqbal berjalan disampingnya dengan tangan bermain ponsel. Cowok itu masih mendiamkannya. Acha mendecak pelan, padahal dia tidak salah apa-apa tapi dia yang menelan akibatnya.
Acha tak bisa lagi bersabar, ia menghentikan langkahnya saat itu juga.
"Kalau masih marah nggak usah anterin Acha," ucap Acha sungguh-sungguh.
Mendengar ucapan Acha membuat Iqbal ikut berhenti, cowok itu langsung membalikkan badan menatap Acha.
"Gue nggak marah," ucap Iqbal dengan tatapan datar.
"Tapi diemin Acha dari tadi?" sindir Acha telak.
Iqbal terdiam sebentar, ia memasukan ponselnya ke dalam saku celana.
"Maaf," lirih Iqbal mengakui kesalahannya.
Acha mendecak pelan, ia berjalan mendekati Iqbal. Acha menjulurkan tangannya.
"Apa?" bingung Iqbal.
"Katanya nggak marah."
Iqbal akhirnya bisa tersenyum setelah hampir satu jam mendiamkan pacarnya sendiri. Iqbal menerima tangan Acha, langsung menggenggamnya dengan erat.
"Maaf Natasha," ucap Iqbal sungguh-sungguh.
"Iya dimaafkan, tapi jangan diemin Acha lagi."
"Gue nggak diemin lo," jelas Iqbal.
"Terus apa?"
Iqbal berdeham pelan, mencari kalimat yang pas untuk menggambarkan perasaanya sekarang.
"Mendinginkan pikiran."
"Mendinginkan pikiran atau cemburu?" perjelas Acha penuh penekanan.
"Mendinginkan pi..."
"Bilang cemburu susah banget ya?" bantah Acha cepat.
"Gue nggak cemburu."
"Beneran?" pancing Acha memberikan tatapan tak enak.
Iqbal menghela napasnya pelan sebelum akhirnya membuka suara kembali.
"Sedikit," ungkap Iqbal akhirnya berkata jujur.
"Sedikit ataupun banyak, Iqbal tadi cemburu kan?" tanya Acha masih tak puas mendengar jawaban Iqbal.
Iqbal mengalah, ia pun menganggukkan kepalanya, mengakui perasaanya. Acha pun sekali lagi hanya bisa mendecak pelan, sudah bisa menebak bahwa pacarnya ini terbakar api cemburu.
Yah, walaupun sedikit kekanak-kanakan cara cemburunya. Tapi, tetap terlihat menggemaskan bagi Acha.
Mereka melanjutkan perjalanan kembali, kali ini tangan mereka saling tertaut. Acha merasa lebih nyaman sekaligus legah berada disamping Iqbal.
Tak ada yang mereka bicarakan, keduanya fokus dengan pikiran masing-masing, menikmati sepoi angin malam. Untuk pertama kalinya mereka berjalan berdua dipinggir jalan seperti ini. Sesuatu yang baru dan mengesankan.
"Iqbal sekarang cemburuan ya," goda Acha sengaja.
"Hah?" kaget Iqbal.
"Iqbal cemburuan sekarang, nggak kayak dulu yang cuek banget," perjelas Acha.
Iqbal mendadak gugup sendiri, bingung harus merespon apa.
"Tapi Acha suka," lanjut Acha cepat.
"Maaf," hanya itu yang bisa Iqbal katakan saat ini.
"Kenapa minta maaf? Acha suka kok kalau Iqbal cemburuan, Acha bisa lebih tau perasaan Iqbal dan sifat Iqbal yang nggak pernah Iqbal tunjukan ke orang lain, hanya ke Acha. Tapi...."
Acha memberikan lirikan tajam.
"Kalau cemburu jangan diemin Acha!"
"Iya, maaf."
Acha mengeratkan genggaman tangannya dan lebih merapat ke Iqbal.
"Kalau cemburu bilang ya pacar," ucap Acha pelan sembari memberikan senyuman hangat diparas cantiknya.
"Iya."
Tak terasa mereka berdua sudah sampai di depan rumah Acha. Acha memainkan genggaman tangan Iqbal, mengayunkannya tanpa melepaskannya.
"Makasih udah anterin Acha pulang," ucap Acha sangat senang hari ini.
"Maaf, lo harus jalan kaki," balas Iqbal.
"Nggak apa-apa. Acha suka kok. Sampai rumahnya jadi lebih lama."
"Kaki lo nggak capek?" tanya Iqbal menurunkan pandangannya ke kedua kaki Acha.
"Emang kalau Acha bilang capek, Iqbal mau pijetin?" goda Acha iseng.
"Mau," jawab Iqbal tanpa ragu.
Acha terdiam, sedikit terkejut mendengar jawaban Iqbal yang tak terduga. Acha menghela napas panjang, berusaha mengontrol jantungnya yang mendadak berdetak cepat sendiri.
"Iqbal pulangnya gimana? Naik taxi atau gimana?" tanya Acha mengalihkan pembicaraan dengan cepat.
Iqbal terkekeh pelan, bisa membaca gerak-gerik Acha dengan jelas.
"Glen yang jemput," jawab Iqbal.
"Kapan Iqbal nelfon Glen?" heran Acha.
"Tadi waktu telfon orang bengkel."
Acha manggut-manggut saja.
"Mau masuk dulu?" tawar Acha.
"Nggak usah, bentar lagi Glen sampai."
Pucuk dicinta, Glen pun tiba. Mobil Glen berhenti pas di depan rumah Acha bersamaan dengan Iqbal menyebut nama cowok tersebut.
Acha sampai takjub sendiri, apakah Glen punya kekuatan tersembunyi?
"Santai aja natapnya. Nggak pernah lihat orang ganteng?" seru Glen dari dalam mobil, memberikan lirikan sinis ke Acha.
"Acha sedang nggak pengin bertengkar sama Glen. Nanti Iqbal marah sama Acha. Jadi, Glen nggak usah cari gara-gara ke Acha!" balas Acha.
Iqbal tersenyum mendengar jawaban Acha, merasa bangga.
"Dasar penakut," ledek Glen.
"Biarin!"
Iqbal dengan cepat memegang kedua pipi Acha, membuat cewek itu hanya fokus kepadannya. Acha langsung membeku ditempat mendapat perlakuan seperti itu secara tiba-tiba.
"Udah ya, lihat gue aja," pinta Iqbal.
Acha mengangguk menurut, jantungnya kembali berdetak cepat.
"Iya, ini Acha juga lagi lihatin Iqbal. Iqbal juga lihat Acha aja ya."
"Iya."
Acha mengigit bibir bawahnya, tubuhnya mendadak panas dingin sendiri, sentuhan tangan Iqbal terasa sangat hangat di kedua pipinya.
"Iqbal mau pulang sekarang?" tanya Acha.
"PACARAN TERUSS!!!!"
Suara Glen menggelegar dari dalam mobil. Acha mengumpat dalam hati, ia mencoba untuk tetap fokus menatap Iqbal walau cukup susah. Dasar semut pengganggu!
"Iqbal nggak bisa ya berhenti temenan sama Glen?" tanya Acha iseng.
Iqbal menggeleng cepet.
"Nggak bisa."
Acha menghela napas berat, sudah menduga jawaban Iqbal. Acha sendiri tidak sungguh-sungguh dengan pertanyaannya tadi.
"Lebih sayang mana Acha apa Glen?" tanya Acha ingin tau.
"Lebih sayang kamu," jujur Iqbal.
Acha tersenyum senang, pipinya semakin merona karena ucapan-ucapan manis Iqbal. Bisa-bisa Acha sakit diabets kalau seperti ini terus!
"Hati-hati ya pulangnya. Telfon Acha kalau udah sampai Apartmen," pesan Acha.
Iqbal menganggukkan kepalanya, tangananya beralih ke puncak kepala Acha, mengacak-acaknya pelan.
"ACAK TERUS RAMBUT ANAK ORANG SAMPAI KUTUAN!"
Teriakan Glen menganggu untuk kedua kalinya. Acha pun hanya bisa mendecak kesal tak bisa melawan, ia takut Iqbal akan marah kepadanya seperti beberapa waktu lalu. Acha menahannya.
Iqbal menatap Acha lekat, ia seolah tidak peduli dengan suara teriakan Glen. Iqbal malah ingin mengerjai sahabatnya itu.
"Sini," suruh Iqbal, menarik tubuh Acha dan langsung memeluknya erat.
Acha terkejut dalam pelukan Iqbal. Tak menyangka Iqbal akan memeluknya terang-terangan dihadapan orang lain, apalagi seorang Glen sahabatnya sendiri. Iqbal jarang sekali menunjukkan sisi romantisnya dihadapan sahabatnya.
Sedangkan Glen sudah melototkan kedua matanya tak santai melihat kemesraan dua bucin masa kini itu. Glen mengelus-elus dadanya berusaha untuk sabar.
Kini bukan hanya kedua mata Glen saja yang terbuka lebar, mulutnya pun ikut melongo ketika melihat Iqbal yang saat ini mencium puncak kepala Acha.
Glen sama sekali tak menyangka akan menyaksikan "Ke-uwuan" orang lain seperti ini. Kedua matanya baru saja ternodai. Glen pun bersiap berteriak dengan keras.
"CIUM TERUS RAMBUT ANAK ORANG SAMPAI BRODOL!"
*****
#CuapCuapAuthor
GIMANA PART INI? SUKA?
HATINYA MASIH SANGGUP MELIHAT KE-UWUAN IQBAL DAN ACHA?
SIAPA YANG MASIH MAU JADI CENAYANG ANGKAT TANGAN?
DITUNGGU PART SELANJUTNYAA YAA YANG BAKALAN LEBIH MENDEBARKAN JANTUNG KALIAN ^^
SEMANGAT BUAT NABUNG JUGAA YAAA. KALIAN HARUS BANGET BACA E-BOOK SNAPSNIP GENG MULTINASIONAL YANG DIBUAT DENGAN PENUH CINTA DAN KEGEMASAN YANG MEMBLUDAK-BLUDAK ^^
TERUS BACA MARIPOSA 2, SUPPORT MARIPOSA 2 DAN SUKA MARIPOSA 2 ^^
BACA JUGA PROJECT CERITA AKU YANG FILOVE ^^
Jangan lupa buat ajak teman-teman kalian, saudara-saudara kalian, tetangga kalian dan keluarga kalian untuk baca MARIPOSA 2 ^^
Jangan lupa juga buat COMMENT dan VOTE yang selalu paling ditunggu dari kalian ^^
Kalian juga bisa pantengin Instagram @luluk_hf dan @novelmariposa karena banyak spoiler-spoiler dan GIVE AWAY disana .
MAKASIH BANYAAKK YAAAA DAN SELALU SAYANG KALIAN SEMUAAA ^^
Salam,
Luluk HF
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro