Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

1 - HEI

Tringgg

Lonceng berbunyi, seorang pembeli masuk ke dalam cafe membuat beberapa pasang mata refleks menatap ke arahnya. Penasaran atau tidak itusudah menjadi jalanya impuls manusia yang dapat menguhubungkan reseptor ke efektornya.

Apalagi pembeli yang baru saja masuk merupakan seorang gadis berkulit putih pucat, berambut panjang bergelombang dengan muka tertutupi masker hitam dan memakai topi hitam. Semua mata nampak takjub dan mengagumi gadis itu dari jauh walaupun wajahnya tak terlihat, auranya mungkin terlalu kuat.

"Wah, wah, rambutnya bergelombang kayak iklan shampoo berjalan," gumam Rian terpanah.

"Kulitnya juga bening banget kayak porselen berjalan," sahut Glen ikut-ikutan membicarakan gadis yang baru saja masuk.

"Sepertinya Cantik Glen, ditutupi masker aja auranya udah kuat banget, gimana kalau nunjukin wajah," tambah Rian. "Tapi gue ngerasa kek pernah ketemu itu cewek."

"Inget Amanda Yan, jaga mata dan jaga hati!" pesan Glen.

"Lo juga inget Shena, dikutuk di akhirat lo sama dia!" balas Rian tak mau kalah.

Iqbal menatap sahabat-sahabatnya dengan heran, sebenarnya apa yang sedang dilihat kedua cowok ini hingga tak berhenti mengalihkan pandangan mereka. Iqbal memang duduk membelakangi pintu masuk café, jadi dia sama sekali tidak melihat siapa gadis yang baru saja masuk.

"Lihat siapa?" tanya Iqbal basa-basi.

"Coba lo ngadep kebelakang. Ada cewek kulitnya bening banget," suruh Glen.

"Males," tolak Iqbal cepat.

"Lihat aja bentar Bal, gue yakin lo bakal ngakuin aura cantik cewek itu," paksa Glen dan diangguki Rian.

Iqbal menghela napas berat, sebenarnya ia tidak ingin tau tentang cewek yang dimaksud teman-temannya itu, tapi daripada mereka terus memaksa, Iqbal memutuskan untuk membalikkan tubuhnya, melihat sendiri gadis cantik yang dimaksud ketiga temannya.

Kedua mata Iqbal menemukan seorang gadis memakai masker dan topi hitam tengah duduk diruang tunggu pemesanan take-away. Gadis itu tengah asik memainkan ponselnya dengan kedua telinga memakai headset. Cukup sulit untuk bisa mengetahui wajah gadis itu.

Namun, Kedua sudut bibir Iqbal perlahan terangkat, lantas ia berdiri.

"Mau kemana lo Bal?" bingung Rian dan Glen bersamaan.

"Ke cewek itu," jawab Iqbal enteng.

"Wah, tuh kan gue bilang apa, aura cantiknya kuat banget? Gue yakin cantikan tuh cewek daripada Acha yang manjanya naudzubillah!" ucap Glen seenaknya.

"Lo seriusan mau nyamperin tuh cewek?" tanya Rian heran.

"Iya."

"Ngapain? Ajak kenalan? Minta nomer ponselnya? Lo nggak inget udah punya pacar?" serang Rian.

"Bal inget Acha lo! Jangan selingkuh! Gue aduin Acha mampus lo! Disundanglo sama sapi-sapinya dia!" tambah Glen nakut-nakutin.

Iqbal tak mempedulikan ocehan Rian dan Glen, Ia langsung pergi begitu saja. Sedangkan Rian dan Glen langsung takjub melihat apa yang dilakukan oleh Iqbal.

"Gila dia! Udah bosenkah pacaran sama Acha?" heran Rian masih tak percaya.

"Mati dia habis ini ditangan Acha kalau ketahuan deketin cewek lain!"

"Gue nggak ikut-ikutan," seru Rian belagak tidak tau apapun.

"Gue juga. Pokoknya gue nggak lihat Iqbal lagi selingkuh!"tambah Glen.

Tapi kedua mata Rian dan Glen masih terus memperhatikan Iqbal yang terus berjalan mendekati gadis yang mereka bicarakan barusan. Entah kenapa Rian dan Glen ikut deg-degan sendiri.

****

Iqbal menghentikan langkahnya, berdiri dihadapan gadis bermasker dan bertopi hitam. Gadis itu belum menyadari kehadiran Iqbal sama sekali.

"Hei," panggil Iqbal pelan.

Tak ada jawaban, gadis itu terlihat sedang asik bersenandung, mengikuti lagu yang didengarkannya. Sangat menggemaskan.

Iqbal perlahan berjongkok, memberanikan diri untuk menarik kedua headset gadis itu dengan sengaja. Dan benar saja, yang dilakukan Iqbal berhasil membuat gadis dihadapannya terpelonjat kaget.

"Iqbal?"

Iqbal tersenyum kecil melihat respon gadis itu sangat terkejut karena kehadirannya, Iqbal dapat melihat jelas kedua mata gadis itu terbuka sempurna.

"Buka msker lo," suruh Iqbal.

Gadis itu mengangguk dan segera membuka masker hitamnya hingga terlihat jelas paras cantiknya. Ia juga melepaskan topi hitamnya.

"ITU ACHA?"

"MAMPUS KITA DITANGAN IQBAL!"

Suara heboh Rian dan Glen terdengar jelas ditelinga Iqbal dan membuat Iqbal tertawa kecil. Yah, gadis yang ada dihadapan Iqbal saat ini adalah Acha. Natasha Kay Loovi. Pacarnya sendiri.

Iqbal tentu saja mengenal Acha dengan baik, walaupun wajah gadis itu tertutupi. Iqbal menyadari dari pakaian Acha dan caseponsel sapi Acha yang baru ganti minggu kemarin.

Acha menatap Iqbal dengan bingung, tak tau harus berkata apa. Ia masih kaget mengetahui keberadaan Iqbal yang tiba-tiba sudah berjongkok di depannya.

"Beli apa?" tanya Iqbal menyadarkan Acha.

Acha tersenyum kaku. "Lemon Squash, Acha lagi pingin."

"Naik apa kesini?" tanya Iqbal lagi.

"Naik ojek online. Tadinya mau ajak Iqbal tapi Acha kira Iqbal masih dikampus."

"Gue udah pulang dari tadi siang," jawab Iqbal.

"Iqbal sama siapa kesini?" tanya Acha.

Iqbal menunjuk ke belakang tanpa berbalik, Acha mengikuti arah tangan Iqbal. Acha langsung mendesis pelan ketika melihat Rian dan Glen yang tengah senyum-senyum tidak jelas sembari melambai-lambaikan tangannya.

"Iqbal nggak punya teman lagi selain mereka berdua?" tanya Acha sok serius.

"Mereka yang nggak punya teman lagi selain gue," balas Iqbal lebih serius.

Acha tertawa pelan sembari menganguk-anggukan kepala.

"Habis beli minum mau kemana?" tanya Iqbal.

"Mm... Nggak tau mau kemana, langsung pulang mungkin," jawab Acha.

"Lapar?"

"Sedikit."

"Ayo makan," ajak Iqbal.

"Disini?"

Iqbal menggeleng. "Cari tempat yang lain."

"Oke, Acha ikut aja."

Iqbal segera berdiri. "Gue ambil ponsel dan kunci mobil dulu."

"Iya, Acha tungguin."

Iqbal membalikkan tubuhnya, kembali berjalan ke mejanya. Dia melihat Rian dan Glen sedang senyum-senyum tidak jelas ke arahnya dengan kedua telapak tangan menangkup, seperti orang memohon maaf.

"Bal, lo masih mau temenan sama kita berdua kan?" tanya Rian.

"Bal, lo nggak marah kan? Nggak mau bunuh kita berdua kan?" tambah Glen.

Iqbal sengaja tetap diam, tangannya sibuk mengambil ponsel dan kunci mobilnya diatas meja.

"Bal maafin mulut kitalah. Kan kita nggak tau kalau tadi itu Acha, kita cuma sebatas terpanah kok bukan suka, serius. Gue masih setia sama Amanda," jelas Rian panjang lebar.

"Iya Bal. Kan kita udah hampir sebulan nggak ketemu Acha. Nggak tau kalau pacar lo tambah bening kek gitu," lagi-lagi Glen menambahi. "Habis operasi plastik lagi ya si Acha?"

Iqbal menghela napasnya, menatap Rian dan Glen bergantian.

"Mata lo berdua yang perlu dioperasi!"

Setelah itu Iqbal kembali pergi, meninggalkan Rian an Glen yang langsung mengelus dada masing-masing.

"Sabar-sabar. Orang sabar banyak yang sayang," lirih Rian pasrah.

Sedangkan Glen tiba-tiba menepuk bahu Rian, menatap Rian dengan tatapan serius.

"Ayo," ajak Glen.

"Kemana?" bingung Rian.

"Operasi mata!"

****

Iqbal dan Acha keluar dari café, langkah mereka beriringan, beberapa pasang mata yang berpapasan dengan mereka berdua berbisik-bisik takjub dengan ketampanan dan kecantikan keduanya. Banyak yang merasa iri dengan keserasian Iqbal dan Acha.

Iqbal dan Acha berjalan ke arah parkiran, menuju mobil Iqbal.

"Nggak mau gandeng tangan Acha?" pancing Acha.

Iqbal menoleh sembari tersenyum. Kemudian ia tanpa segan meraih tangan kiri Acha dan mengenggamnya erat. Acha pun membalas senyuman Iqbal, jantungnya langsung berdetak cepat. Padahal dia dan Iqbal sudah pacaran cukup lama, tapi perasaan Acha masih sama, seperti saat jatuh cinta ke Iqbal untuk pertama kalinya.

Acha selalu tersipu malu dan gugup jika bersanding dengan Iqbal. Rasa cintanya untuk cowok itu terlalu besar. Dan, Acha juga yakin Iqbal juga memiliki cinta yang besar ke Acha.

Mereka berdua sampai di mobil Iqbal dan segera masuk. Lalu, beranjak menuju restoran terdekat.

****

Setelah makan bersama, Iqbal memilih untuk bermain sebentar di rumah Acha. Sebelum Ia mulai sibuk kembali dengan dunia kampusnya. Iqbal menunggu di ruang tamu rumah Acha, sedangkan gadisnya masih sibuk mengambil minum untuknya.

"Iqbal," panggil Acha.

Iqbal menoleh ke Acha, gadis itu tidak membawa minum melainkan membawa kotak warna merah berukuran sedang, seperti brankas mungkin.

Acha menaruh diatas meja, sedangkan Iqbal menatap kotak tersebut dengan bingung.

"Apa itu?" tanya Iqbal.

Tanpa menunggu lama, Acha segera membuka kotak tersebut dan menampakkan seluruh isinya. Pertanyaan Iqbal akhirnya terjawab gamblang, kedua mata Iqbal memandangi berbagai macam botol-botol skincaredan masker yang sama sekali tidak familiar baginya. Mungkin, Iqbal hanya tau sunscreendan masker.

"Mau ngapain?" tanya Iqbal lagi.

Acha tersenyum lebar. "Acha lagi suka pakai skin-carebiar wajah Acha nggak kering dan terawat.

Iqbal mengangguk-anggukan kepalanya saja. Ia mengambil salah satu botol berwarna ungu.

"Ini apa?" tanya Iqbal pingin tau.

"Toner," jawab Acha.

"Kalau itu?" Iqbal menunjuk ke botol warna hijau.

"Serum."

"Kalau putih itu?" tanya Iqbal makin penasaran.

"Serum juga."

Iqbal tertegun, "Bedanya apa?"

"Bedalah. Kalau dijelasin bisa sampai subuh, Iqbal nggak bakal paham. Malah Acha nanti yang capek jelasinnya!" ucap Acha dapat memprediksi hal tersebut jika terjadi.

Iqbal mengangguk-angguk lagi, tanpa sadar membenarkan ucapan Acha.

"Iqbal sana cuci muka," suruh Acha.

"Ngapain?"

"Acha maskerin wajah Iqbal. Lihat tuh wajah Iqbal kelihatan kusam," jelas Acha.

"Nggak usah," tolak Iqbal cepat.

"Kenapa nggak usah?"

"Wajah gue udah cukup dikasih facial wash," jawab Iqbal seadanya.

"Nggak cukup Iqbal, wajah itu harus dirawat biar selalu bersih, lembab dan nggak kusam," Acha berusaha jelasin.

"Lo sendiri aja."

"Beneran Iqbal nggak mau? Nggak mau Acha maskerin? Nggak mau maskeran bareng Acha?" Acha mulai memberondong pertanyaan dengan raut sedih.

Iqbal menghela napasnya sebentar, kemudian menggeleng.

"Nggak," jawab Iqbal tetap menolak.

"Jahat!" Acha memberikan sorot mata tajam dengan kedua tangan di lipat di depan dadanya. "Padahal cuma diajak maskeran aja nggak mau! Apa-apa nggak mau! Nggak sayangkah sama Acha?"

Iqbal menggaruk-garuk belakang kepalanya yang tak gatal, menatap wajah cemberut Acha membuatnya ingin tertawa tapi ditahan. Iqbal dapat melihat Acha benar-benar kesal kepadanya.

Iqbal pun segera berdiri.

"Mau kemana? Pulang? Karena nggak mau Acha maskerin, Iqbal pilih pulang gitu?" kekesalan Acha bertambah.

Iqbal tersenyum kecil, mengacak-acak rambut gadisnya.

"Cuci muka Cha," jawab Iqbal, setelah itu pergi meninggalkan Acha yang mematung ditempat.

Acha tak bisa menahan senyumnya yang perlahan mengembang, kedua pipinya merona. Iqbal selalu bisa membuat mood-nya naik turun tak karuan.

Tak selang berapa lama, Iqbal kembali dengan wajah masih basah. Iqbal kembali duduk disamping Acha.

"Ada tissue?" tanya Iqbal.

"Sini Acha bersihin," ucap Acha, mendekat ke Iqbal.

Mereka saling berhadapan, Acha menyentuh dagu Iqbal dan membersihkan wajah Iqbal dengan tissue. Iqbal pun diam menurut saja. Wajah mereka cukup detak, membuat Iqbal dapat mendengar jelas deru napas hangat Acha. Iqbal tersenyum kecil, ia tau bahwa Acha sangat gugup, gadis itu tidak berani menatapnya.

Acha dapat merasakan jantungnya berdetak semakin cepat, ia juga menyadari Iqbal terus menatapnya tanpa jeda.

"Jangan dilihatin terus," protes Acha.

"Kenapa? Gugup?" goda Iqbal.

"Iya Iqbal," jujur Acha.

Iqbal tertawa pelan, ia mengambil tissueyang ada ditangan Acha membuat Acha sedikit terkejut. Acha memberanikan diri untuk menatap Iqbal. Mereka saling menyorot hangat.

"Makasih Natasha," ucap Iqbal lembut.

"Untuk?"

"Terima kasih selalu ada di sisi gue dan nerima semua kekurangan gue," terang Iqbal.

Acha tertegun, menatap Iqbal dengan bingung.

"Kenapa Iqbal tiba-tiba bilang gitu? Iqbal nggak mau hilang kan?" cemas Acha.

"Enggak Cha," ucap Iqbal sembari tertawa pelan, wajah takut Acha sangat kentara. "Gue beneran ingin ucapin makasih."

"Beneran kan nggak tinggalin Acha?"

"Nggak Natasha."

Acha akhirnya bisa tersenyum legah. "Acha juga makasih banyak karena Iqbal selalu sabar ngadepin Acha. Makasih udah sayang sama Acha."

Iqbal menganggukan kepalanya sekali sembari membalas senyum Acha.

"Kalau gitu, ayo mulai maskeran!" seru Acha mengingatkan.

Iqbal menghela napas berat, kembali ke kenyataan pahitnya. Acha menepuk-nepuk pahanya, menyuruh Iqbal untuk tiduran disana. Iqbal dengan pasrah menuruti saja, ia membaringkan tubuhnya, menaruh kepalanya di pangkuan Acha.

"Nggak sakit kok Iqbal, ini cuma masker. Iqbal nggak usah takut."

"Tau cha, gue nggak takut."

"Jangan nangis juga loh," peringat Acha.

"Gue mau lo pakein masker apa mau lo bunuh sih Cha?" heran Iqbal.

"Hehe, Acha sayang sama Iqbal jadi nggak Acha mungkin bunuh Iqbal," bisik Acha dengan wajah menggemaskan. Iqbal hanya bisa tersenyum, pesona Acha setiap harinya bertambah dan membuat Iqbal semakin menyukai gadisnya ini.

"Acha maskerin ya. Iqbal tutup mata," suruh Acha.

"Ngapain tutup mata?" kaget Iqbal.

"Nggak bakal Acha cium! Nggak usah pikir aneh-aneh!"

"Hm."

Acha mendecak sebal. "Emang Iqbal mau Acha cium?" tanya Acha iseng, ia tau Iqbal pasti akan marah dan langsung menolak.

"Mau aja."

Jawaban Iqbal membuat Acha membeku ditempat, jawaban yang beda dari yang dipikirkan oleh Acha. Acha meneguk ludahnya dengan susah payah. Kegugupan Acha kembali menjalar seluruh tubuhnya.

"Kenapa diam?" giliran Iqbal menggoda Acha balik. "Nggak jadi mau cium?"

"I... Iqbal kok ja... jawab mau? Ka... Kan bia... bi...."

"Lo gagap?"

"Enggak! Iqbal kok jadi nyebelin!" kesal Acha ingin menampar wajah Iqbal dengan masker sheet yang sudah ada ditangannya.

Iqbal tertawa puas melihat raut wajah Acha yang memerah, gadis itu salah tingkah.

"Acha cuma bercanda tau!"

"Iya, gue juga cuma bercanda."

"Cih... Yaudah Iqbal cepat tutup mata."

"Iya sayang."

Acha tersenyum malu, jantungnya semakin berdetak cepat, untung saja Iqbal sudah menutup matanya jadi tidak bisa melihat wajah Acha yang seperti kepiting rebus.

Acha mulai memakaikan masker sheetke wajah Iqbal.

"Dingin," gidik Iqbal sedikit terkejut ketika masker tersebut sudah menyentuh wajahnya.

Acha terkekeh melihat raut wajah Iqbal yang menggemaskan, mungkin karena ini pertama kalinya Iqbal memakai masker seperti ini. Acha menunjukan ketrampilannya dalam memakaikan masker.

"Sudah, tinggal tunggu dua puluh menit," jelas Acha. "Iqbal buka mata dan bangun sekarang."

Iqbal membuka matanya dan duduk. Iqbal menoleh ke samping, melihat Acha yang tengah sibuk memasang masker sheetke wajahnya sendiri. Iqbal takjub melihat Acha memasang masker tersebut dengan cepat dan lihai.

"Lucu kan?" tanya Acha. "Acha pakai karakter panda dan Iqbal karakter kucing."

"Kenapa nggak sapi?"

"Acha nyari-nyari karakter sapi tapi nggak ada. Sedih banget kan jadi Acha," lirih Acha.

"Iya sedih banget," balas Iqbal ikut-ikutan drama gila Acha.

Mereka lantas tertawa bersama, tersadar akan percakapan tak masuk akal mereka. Lalu, Acha mengambil kacanya dan memperlihatkan ke Iqbal, membuat cowok itu sedikit tersentak, terkejut melihat wajahnya sendiri.

"Ayo foto bareng," ajak Acha.

Tanpa meminta persetujuan dari Iqbal, Acha segera mendekat ke Iqbal dan membuka kamera di ponselnya. Acha menyerahkan ponselnya ke Iqbal.

"Iqbal yang bawa ponselnya," suruh Acha.

Lagi-lagi Iqbal menurut. Acha menggeser duduknya agar lebih dekat dengan Iqbal, kemudian membuat pose V dijemarinya.

"Iqbal senyum," suruh Acha, dan dengan terpaksa Iqbal berusaha mengembangkan bibirnya.

Ckreek.

"Lagi-lagi," seru Acha semangat.

Kali ini Acha memberanikan diri menyenderkan kepalanya ke bahu Iqbal. Iqbal menoleh ke Acha, tersenyum kecil kemudian menaruh tangannya di kepala Acha.

Ckkreek.

Acha meraih ponselnya, melihat hasil dari potret yang diambil Iqbal. Acha tersenyum senang hasilnya bagus semua. Acha menoleh ke Iqbal, menatap pria itu lekat.

"Kenapa?" tanya Iqbal bingung mendapati tatapan aneh seperti itu.

"Kenapa Iqbal beberapa bulan terakhir ini selalu nurutin permintaan Acha?" tanya Acha terharu sekaligus khawatir.

"Biar lo seneng," jawab Iqbal jujur.

"Beneran? Bukan karena Iqbal mau ninggalin Acha kan?"

"Enggak Cha, gue nggak kemana-mana. Gue baru aja masuk kuliah."

Acha menghela napasnya, rasa khawatirnya sedikit mereda.

"Gue beneran pingin buat lo seneng Cha, gue nggak mau buat lo sedih lagi apalagi gue penyebabnya."

Acha menatap Iqbal takjub, rasanya aneh seorang Iqbal berkata sepanjang dan serius seperti ini. Acha menyentuh kening Iqbal.

"Iqbal nggak mau kesurupan kan?" tanya Acha dengan polosnya.

Iqbal menepis tangan Acha cepat. "Nggak Cha!"

"Syukurlah kirain," cengir Acha.

Iqbal geleng-geleng, sikap childishAcha sama sekali belum berubah. Namun, Iqbal selalu suka.

"Gimana rasanya kuliah?" tanya Acha mengubah topik baru.

"Mmm... Ya gitu."

"Pasti jawabannya ambigu, yang bener jawabnya!" cibir Acha. "Pasti Iqbal ketemu banyak cewek cantik dan ngelirik-ngelirik cewek cantik kan?"

"Nggak," jawab Iqbal.

"Jangan bohong! Cantikkan siapa Acha apa teman-teman Iqbal?"

"Lo nggak lelah tanya kayak gini terus?" tanya Iqbal.

"Lelah sih, cuma kan Acha takut Iqbal tertarik sama cewek lain yang lebih cantik dari Acha," lirih Acha.

Iqbal tersenyum kecil, mengacak-acak puncak kepala Acha. "Gue nggak akan tertarik sama cewek lain."

"Beneran?"

"Iya Cha. Ngadepin satu cewek aja udah buat kepala gue mau meledak gimana ngadepin dua cewek!"

Acha tersenyum senang, selalu suka dengan gaya hidup Iqbal yang tak mau ribet dan Acha yakin Iqbal tipe cowok yang setia.

"Kalau Iqbal sampai suka sama cewek lain selain Acha dan khianatin Acha, saat itu juga Acha akan pergi dari hidup Iqbal!"

Iqbal menghela napas berat. "Lo bisa nggak sih nggak usah bicarain hal yang nggak mungkin terjadi?"

Acha memberikan cengirannya. "Kan siapa tau aja. Pokoknya Iqbal inget itu ya!"

"Iya.

"Harus sayang sama Acha terus nggak boleh perhatian ke cewek lain!"

"Iya Natasha."

Setelah itu, Acha melepaskan maskernya dan masker Iqbal. Acha menepuk-nepuk pipi Iqbal, memberikan pijatan di beberapa titik wajah. Acha mengetahui ilmu ini dari Mamanya.

"Lo sendiri gimana?" tanya Iqbal.

"Apa?" balas Acha tak paham.

"Beneran nggak pingin kuliah tahun ini?"

Acha mengangguk yakin. "Acha masih ingin cari yang Acha sukai, biar Acha kuliahnya nyaman dan nikmatin. Tante Mama juga izinin kok."

"Padahal nilai lo kemarin cukup buat daftar kedokteran kayak gue."

Acha tersenyum kecil. "Acha nggak pingin jadi dokter. Acha masih belum tau ingin jadi apa."

"Secepatnya dicari, jangan sia-siain masa depan lo," pesan Iqbal bijak.

Acha tersenyum sembari mengangguk. "Iqbal bakalan selalu dukung Acha kan? Selalu mau jalan besejajar dengan Acha kan?"

"Iya."

"Iya apa?"

"Gue akan selalu berdiri disamping lo, selalu rangkul tubuh lo saat sedih maupun senang."

Acha memberikan ekspresi terkejut yang berlebihan, seolah takjub dengan yang dikatakan pacarnya barusan.

"Beneran itu Iqbal pacar Acha yang barusan ngomong?" goda Acha meledek.

Iqbal hanya tersenyum canggung sembari menggaruk-garuk bekalang kepalanya yang tak gatal.

"Terlalu lebay ya?" tanya Iqbal canggung.

"Nggak kok," jawab Acha menahan tawanya.

"Kan, lo mau ketawa."

"Beneran nggak Iqbal. Acha suka kok. Ucapan Iqbal sangat romantis."

"Kan ngeledek."

"Enggak Iqbal. Ya ampuun!! Acha cium juga nih."

"Kayak berani aja," ledek Iqbal.

"Berani."

"Cepetan cium," tantang Iqbal.

Acha terdiam, kedua matanya bergerak tak pasti. Acha mendadak gugup.

"Tuh kan, nggak berani," ledek Iqbal makin menjadi.

"Berani! Acha berani!"

Iqbal memberikan senyum meremehkan, mengalihkan pandangannya dari Acha.

"Dari kem..."

Dan, gerakan cepat itu terjadi begitu saja. Iqbal langsung membeku, mulutnya tertutup rapat tak bisa melanjutkan perkataanya, ketika sebuah kecupan singkat mendarat di pipi kiri Iqbal.

"Tu... Tuhkan... Acha... Acha.. berani."

Kemudian Acha segera berdiri, mengambil kotak kosmetiknya dan kabur dari hadapan Iqbal. Acha langsung masuk kamarnya.

"IQBAL PULANG AJA. ACHA LAGI MALU SEKARANG. JANGAN LUPA TUTUP PINTU DAN KUNCI GERBANG RUMAH ACHA!"

Iqbal akhirnya terasadarkan karena teriakan Acha yang sangat kencang. Iqbal tertawa pelan, geleng-geleng melihat kelakuan Acha barusan. Iqbal perlahan menyentuh pipi kirinya yang terasa hangat.

Iqbal menyentuh dadanya sendiri, Iqbal merasakan detakan jantungnya terasa cepat. Iqbal jarang merasakan seperti ini. Mungkin, ia benar-benar sudah jatuh cinta kepada seorang Natasha.

Dan, Iqbal memang serius dengan ucapannya beberapa menit yang lalu ke Acha.

"Gue akan selalu berdiri disamping lo, selalu rangkul pundak lo saat sedih maupun senang.

****

#CuapCuapAuthor

BAGAIMANA PART PERTAMANYA? 

SEMOGA SEMUA SUKA YA AMIN ^^

Bagi yang sudah beli Novel Glen Anggara pasti sudah baca Part 1 dan Part 2 ^^

TERUS SEMANGAT BACA PART SELANJUTNYAA ^^ 

Jangan lupa buat ajak teman-teman kalian, saudara-saudara kalian, tetangga kalian dan keluarga kalian untuk baca MARIPOSA 2 ^^

Jangan lupa juga buat COMMENT dan VOTE yang selalu paling ditunggu dari kalian ^^

Kalian juga bisa follow instagram @novelmariposa karena banyak spoiler-spoiler dan GIVE AWAY disana ^^

YUK LANGSUNG AJA BACA PART 2 NYA ^^

LOVE YOUU ALL DAN MAKASIH BANYAAKK ^^ 


Salam,


Luluk HF

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro