Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Maplekyuu! - Momijigari

MOMIJIGARI

Happy reading...

Setiap malam saat musim gugur tiba, Sugawara selalu melihat gadis bersurai panjang menatap kosong gundukan daun kering yang gugur. Sugawara selalu memperhatikan gadis itu, melihatnya berdiri sampai tengah malam hanya untuk melihat setumpuk dedaunan kering yang berwarna-warni. Lalu menghilang seperti berbaur dengan angin malam yang dingin.

Sejak dulu Sugawara ingin sekali mengenalnya, ingin melihat wajah datar yang selalu gadis itu tunjukkan. Sugawara menyukainya, menyukai semua hal yang berada pada gadis bernetra hitam itu. Tapi ada satu hal yang membuat dirinya bingung, gadis itu membenci musim gugur.

Pernah suatu hari Sugawara tanpa sengaja mendengar gadis itu menangis di dekat setumpuk daun kering itu. "Aku membenci musim gugur, itu mengingatkan ku pada kejadian waktu itu." Kira-kira seperti itu yang Sugawara dengar dari mulut sang gadis.

"Apa kau selalu mengikuti ku?" Tanya gadis itu yang sudah berdiri didepan Sugawara, yang mana membuat lamunan Sugawara buyar.

"Apa yang kau lakukan pada setiap malam saat musim gugur disini?"

"Bukan urusan mu."

Lagi-lagi berakhir seperti ini, berakhir dengan Sugawara yang di abaikan. Tapi kali ini berbeda, gadis itu menjawab pertanyaan yang selalu di lontarkan Sugawara saat bertemu dengannya. Hati Sugawara berdesir senang, dirinya berpikir bahwa ada kemajuan untuk mendekati gadis itu. Tapi pikirannya terlalu naif, gadis dengan balutan jaket abu-abu itu menjawab pertanyaan Sugawara hanya ingin menyampaikan agar tidak lagi mengikutinya.

Sugawara tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan emasnya. Dirinya melihat gadis itu berdiri memandang Pohon Maple, kali ini bukan dedaunan kering yang berguguran indah.

"Ano.. apa yang kau lakukan disini?" Tanya Sugawara mulutnya mengeluarkan kumpulan asap yang bertanda suhu di sekitarnya mulai mendingin.

"Ouh kukira kau sudah pulang karna aku abaikan tadi. Pertanyaan mu basi sekali, apa kau tidak lihat apa yang aku lakukan?" Jawab gadis itu sarkas.

Sugawara yang mendengarnya hanya tersenyum canggung, dirinya tak patah semangat untuk mendekati gadis itu.

"Apa boleh aku tahu nama mu?" Tanya Sugawara lagi.

"Jika aku memberi tahu nama ku, apa kau tidak akan mengikuti ku lagi?"

Sugawara hanya tersenyum dan mengangguk sebagai jawaban. Gadis itu yang melihat senyum tulus Sugawara mengingatkannya akan seseorang, seseorang yang sangat di sayanginya dan baru pertama kali ada orang yang memberikannya senyum tulus selain seseorang itu. Membuat hatinya menghangat.

"[Full name]." Kata [name] lalu berlalu pergi dari tempat itu. Tetapi Sugawara mengikuti langkah kaki kecilnya.

"Sudah ku bilang kan tadi jangan mengikuti ku!"

"Tidak, aku tidak mengikuti mu."

"Lalu apa? Menguntit ku?"

"Tidak, aku hanya ingin mengajakmu mengobrol. Persyaratan yang kau bilang tadi, aku hanya tak boleh mengikuti mu kan [name]." Kata Sugawara lagi-lagi dengan senyum manisnya.

[Name] hanya memasang wajah datar untuk menutupi kesalahannya dalam berucap. Dirinya meng-iyakan ajakan Sugawara, [name] tidak suka bertele-tele dalam bercakap.

"Apa yang mau dibicarakan?"

"Pertama-tama ayo kita cari tempat duduk dan fanding machine dulu, tak enak rasanya mengobrol sambil berdiri dan tak ada cemilan yang menemani." Ajak Sugawara dengan senyuman, tapi bukan dengan senyuman manis. Melainkan dengan senyuman yang memperlihatkan seluruh gigi putihnya. Seperti senyuman ibu yang memberi semangat kepada anaknya yang sedang terpuruk karena nilai ujian yang jelek.

Sekali lagi senyuman Sugawara mengingat kan [name] kepada seseorang, yaitu mendiang ibunya. Matanya mulai berkaca-kaca, Sugawara yang menyadarinya langsung memegang pundak [name] lembut.

"Apa aku salah dalam berkata [name]?" Tanya Sugawara, terlihat sekali ada ke khawatiran di raut wajahnya.

[Name] menggelengkan kepalanya menandakan tak ada yang salah dalam perkataan Sugawara. Mereka lanjut berjalan untuk mencari tempat duduk dan fanding machine.

Setelah menemukan apa yang dibutuhkan, mereka langsung duduk di kursi yang di sediakan taman.

"Kau ingin membicarakan apa sampai repot-repot membeli camilan?" Tanya [name] to the point.

"Sebelumnya perkenalkan nama ku Sugawara Koushi. Aku tinggal di dekat sini."

Muncul perempatan imajiner di dahi [name], dia kesal karena sedari tadi pertanyaannya terbawa angin dalam artian di abaikan begitu saja.

"Bisa tidak kau tak mengabaikan pertanyaan ku yang sebelumnya?"

"Ah maaf kan aku, aku terlalu bersemangat mengobrol dengan mu. Apa yang mau kau tanyakan?"

"Bukankah kau yang mengajak ku berbincang disini?! Kalau tidak ada yang mau di bicarakan, lebih baik aku pulang saja!" Kata [name] seraya beranjak dari tempat itu, tetapi tangan mungilnya di tahan Sugawara.

"Haha hanya bercanda [name], ayo kembali duduk. Kita mengobrol santai." Kata Sugawara lagi-lagi dengan senyum manisnya.

"Apa yang ingin kau tanyakan?" Tanya [name] lagi.

"Etto.. apa yang kau lakukan setiap malam saat musim gugur?"

"Sudah ku bilang itu bukan urusan mu." Kata [name] seraya memutar bola matanya malas.

"Tentu saja itu urusan ku, karena aku menyukaimu."

"Tak usah bercanda, tak ada orang yang pernah menyukai ku. Lagi pula aku baru pertama kali melihat mu." Kata [name] sambil menatap kosong pemandangan daun Maple yang berjatuhan akibat tertiup angin.

"Eeh pertama kali kau bilang? Lalu kenapa kau tau aku selalu mengikuti mu setiap malam? Lihatlah mata ku apa aku terlihat sedang bercanda dengan perkataan ku tadi [name]?"

Sugawara menatap [name] intens. [Name] yang mendapat perlakuan seperti itu hanya mengedipkan matanya berkali-kali. 'Imutnya' batin Sugawara.

"Bisakah kau tidak menatap ku seperti itu?"

"Ah maaf, aku hanya ingin membuktikan bahwa ucapan ku ini serius."

"Terserah mu saja, aku tak ambil pusing."

Waktu berlalu sangat cepat, tak terasa malam sudah sangat larut. Keheningan melanda keduanya, yang menemani mereka hanya angin malam dan terangnya rembulan.

"Ini sudah larut, aku akan mengantar kan mu pulang." Kata Sugawara seraya mengambil bungkus kosong makanan yang mereka berdua makan tadi dan membuangnya ke tempat sampah.

"Tak usah aku bisa sendiri, dan terimakasih sudah menemani ku." Kata [name] beranjak dari bangku taman itu dan meninggalkan Sugawara sendiri.

"[Name] tak baik seorang gadis pulang selarut ini sendirian. Biar aku temani kau pulang."

Ah benar-benar seperti seorang ibu.

"Terserah kau saja."

Lagi-lagi keheningan melanda keduanya.

"[Name] beberapa waktu lalu aku pernah melihat mu menangis di dekat sini. Apa kau tak apa [name]?"

"Oh kau melihatnya?"

"Iya aku melihat mu menangis sangat keras."

"Lupakan saja itu bukan apa-apa."

Sugawara hanya menatap [name] sendu. Dirinya tau kalau [name] sangat membenci musim gugur, Sugawara bertekad untuk membuat [name] tak membenci musim gugur lagi. 'Akan aku buat kau menikmati musim gugur yang indah ini [name]'

"Sudah sampai sini saja kau mengantar kan ku."

"Tidak, aku ingin mengantar kan mu sampai depan rumah mu." Kata Sugawara bersikukuh.

Tahi lalat dibawah mata kirinya menambah kesan manis pada wajah putihnya, yang mana membuat [name] lagi-lagi mengingat mendiang ibunya. Sugawara itu sangat mirip dengan ibunya. Mulai dari senyum manisnya, pancaran ketulusan pada kedua mata abu-abunya, dan tak lupa kata-kata yang selalu ia berikan sebagai penyemangat.

"Kau benar-benar mirip dengan seseorang yang ku rindukan."

"Apa kau wujud reinkarnasinya?"

Sugawara yang mendengar gumaman [name] langsung menautkan jari jemari hangatnya ke jemari dingin [name].

"Tangan mu mungil sekali ya [name], reinkarnasi itu tidak ada, aku adalah aku Sugawara Koushi bukan jelmaan siapapun."

Hangat
Satu kata yang [name] rasakan dari genggaman Sugawara.

"Apa kau tahu Sugawara, aku baru pertama kali merasakan perasaan ini, perasaan nyaman pada orang baru." Ya [name] baru merasakan perasaan sangat nyaman pada orang baru. Bahkan saat ini [name] mengeratkan pegangannya pada jemari Sugawara.

Lama mereka mengobrol, tak terasa mereka telah sampai di kediaman [name]. Rumah yang sederhana di padukan dengan sedikit gaya tradisional Jepang, membuatnya enak dipandang mata. Tak lupa taman kecil yang berada di depan rumah, dihiasi dengan berbagai bunga dan tanaman, dan juga lampu taman yang sangat terang, menambah kesan cantik pada rumah itu.

"Sugawara-san terimakasih sudah mengantar dan menemaniku." Kata [name] seraya membungkukkan badan.

"Tak perlu formal seperti itu [name]."

"Terserah mu saja, kalau begitu aku masuk dulu. Terimakasih sekali lagi."

"Sampai jumpa lain waktu [name], jaa."

Setelah mengatakan itu Sugawara tersenyum dan meninggalkan kediaman [name].

"Terimakasih Koushi." Gumam [name] lalu masuk kedalam rumah.

-----------------
Lebih baik mengikhlaskan dari pada terjebak dengan perasaan yang tak menentu.
------------

Saat musim gugur daun-daun akan berubah warna menjadi merah, kejinggaan, atau pun kuning sebelum akhirnya jatuh berguguran di atas tanah. Proses perubahan warna daun tersebut diberi istilah koyo atau lebih dikenal dengan momijigari.

Momiji ini menciptakan pemandangan warna-warni yang mampu memanjakan mata. Banyak lokasi di Jepang yang memiliki pemandangan dedaunan musim gugur yang sangat indah. Salah satu contohnya yaitu Taman Yoyogi di Tokyo, tempat [name] berada sekarang.

Di depannya ini sudah tersaji berbagai makanan. Mulai dari buah-buahan, makanan manis, dan jangan lupa di ikut sertakan minuman hangat. Dikelilingi padang dengan rumput-rumput semak dimana kita dapat menikmati ruang terbuka hijau di tengah-tengah kota Tokyo yang padat.

Ada yang datang piknik seperti dirinya, ada yang bersepeda, ada yang berlatih alat musik, menggelar acara pengumpulan dana, atau pun membuka pasar loak. Benar-benar sangat nyaman.

"Bagaimana [name] kau menikmatinya bukan?"

Angin dingin menerpa wajah [name], membuat wajah sang empu terlihat sangat mempesona. Di kedua pipi gembulnya terdapat sedikit rona merah akibat suhu dingin yang menusuk kulit. Ditambah dengan syal berwarna merah, menambah kesan menggemaskan. Tersenyum sedikit dan mengangguk sebagai jawaban.

"Yah.. tak begitu buruk."

Banyak anak kecil berlarian kesana kemari mengumbar tawa, ada pun para orang tua yang bercerita tentang pekerjaannya, dan juga para lansia yang bercengkrama menikmati masa tua.

"[Name], setelah menghabiskan ini semua kita akan bersepeda. Aku akan membawa mu ke suatu tempat."

Sesuai janji, sekarang ini [name] sedang bersepeda bersama Sugawara mengelilingi taman Yoyogi yang sangat luas. Mereka bercanda ria dan tertawa melepas penat. Sungguh sangat menyenangkan, [name] tak pernah percaya akan merasakan perasaan senang seperti ini.

Taman Yoyogi dibagi menjadi dua sisi, sisi utara dan selatan. Sugawara mengajaknya ke sisi Selatan taman Yoyogi, tepatnya di Yoyogi National Gymnasium. Tempat ini dijadikan sebagai arena pertandingan olahraga, taman Yoyogi juga menjadi tempat menginap para atlet dari seluruh dunia.

"Nee Koushi apakah kau seorang atlet?"

"Wah [name] kau ini sangat pintar ya, dapat menebak secara tepat. Bingo untukmu."

Sugawara adalah seorang atlet, atlet Voli. Sugawara dan timnya akan berada di sini untuk mengikuti lomba. Dirinya ingin [name] melihat pertandingannya secara langsung.

"[Name] saat musim panas nanti, mau tidak kau menonton pertandingan ku dan memberikan teriakan semangat kepada ku?"

"Tentu aku akan menonton pertandingan mu. Mulai sekarang kau harus lebih bersemangat dalam latihan Koushi agar bisa memenangkan pertandingan."

Hening sejenak di antara mereka berdua sebelum [name] membuka percakapan.

"Nee.. Koushi apa kau ingin tau alasan aku menangis saat itu?"

"Saat itu kedua orang tua ku sedang bertengkar hebat, ibu-ku sering memaharahi ayah-ku karena selalu pulang malam dan membawa wanita yang tak dikenal ibu-ku kedalam rumah.

Karena ayah-ku sedang di puncak kemarahannya, ayah-ku memukuli ibu-ku dan berteriak 'ENYAHLAH KAU WANITA MURAHAN, INI HIDUP KU AKU YANG MENGATURNYA BUKAN KAU.' "

Sugawara sama sekali tak membuka mulutnya, dirinya fokus mendengarkan keluh kesah [name].

"Ayah-ku lalu membawa ibu-ku keluar rumah yang saat itu tengah musim gugur. Lalu memasukkan segumpal daun kering ke mulut ibu-ku secara paksa hingga ibu-ku kehabisan nafas. Aku saat itu hanya melihat kejadian itu tanpa menolong ibu-ku, karena aku terlalu takut dengan ayah-ku hiks-- penyebab ibu-ku meninggal karena aku tak menolongnya hiks--."

Sugawara menarik [name] yang sudah sesegukan kedalam pelukannya dan menenangkannya dengan kata-kata semangat.

"Tenanglah [name] itu bukan salah mu. Semua yang terjadi di dunia ini adalah kehendak tuhan. Tuhan mencabut nyawa ibu-mu karena tak mau ibu-mu merasakan sakit yang lebih dalam."

"Jangan terus bersedih, perlahan-lahan obati luka mu itu. Aku akan membantu mu."

Sinar matahari yang cerah digantikan oleh sinar senja yang menjadi akhir hari indah mereka berdua. Matahari sebenarnya enggan untuk menutup mata, namun karena matahari lelah, matahari digantikan oleh bulan yang siap menjadi saksi bisu kehangatan dari dua insan tersebut.

Fin
1,9k words

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro