Bonus chapter
Tiada malam paling indah bagi seorang Aga yang kini sudah resmi balikan dengan si manis tak terlupakan, Fara. Proses balikan yang cukup menyita emosi, waktu, dan begitu menarik ulur hati Aga, akhirnya membuahkan hasil manis. Membuat semua yang Aga lakukan tidak ada yang sia-sia.
Dari kejadian kemarin, Aga mendapatkan pelajaran untuk lebih percaya kepada perasaan pasangannya. Bahwasannya sebuah rasa sayang tidak bisa diuji dengan permainan. Kasih sayang itu nyata dalam bentuk sikap dan perhatian. Tidak perlu diragukan lagi.
Harusnya saat itu Aga sadar betapa cinta dan sayangnya Fara. Terlihat bagaimana sikap Fara menghadapi Aga dengan kesabarannya. Bagaimana Fara yang peduli pada Aga dengan selalu memberikan perhatian kecil yang terasa mengesankan.
Aga meraih ponselnya yang tergeletak di nakas. Baru beberapa beberapa jam yang lalu ia berpisah dengan Fara, namun ia sudah merasakan kerinduan. Rindu itu indah, menyadarkan arti sebuah pertemuan. Mengajarkan kita untuk tidak menyia-nyiakan pertemuan yang mengharuskan adanya perpisahan dan memicu sebuah kerinduan.
"Hallo, assalamualaikum" ucapan seseorang di seberang sana yang suaranya sangat Aga rindukan. Seseorang yang mampu membuat Aga melakukan hal konyol demi melihatnya tertawa. Melakukan apa yang bukan jati dirinya hanya demi memenuhi keinginannya.
"Waalaikumsalam sayang, ini Fara kan? Pacarnya Aga. Ini Aga pacarnya Fara, yang di sini kangen. Yang di situ gimana? Kangen aja atau kangen banget"
Terdengar suara cekikikan kecil. Aga tahu pasti saat ini Fara tengah menertawai dirinya. Masa bodoh dengan itu, Aga tidak terlalu mempedulikan.
"Apa sih Aga? Kayak orang baru pacaran aja. Ngapain telfon malam-malam gini? Gue udah ngantuk"
"Telfon pacar sendiri masa gak boleh? Gue kangen sama Lo, makanya telfon"
"Ya ampun, Lo kangen? Kita aja baru ketemu beberapa jam yang lalu lho. Udah kangen aja, udah ya gue ngantuk banget, mau tidur. Ini gue juga kayaknya demam deh, gara-gara tadi hujan-hujanan"
Aga terhenyak mendengar ucapan Fara.
Fara sakit? Ini pasti karena Aga yang mengajaknya hujan-hujanan terlalu lama. Bayangkan saja, mereka baru pulang ke rumah masing-masing saat adzan Maghrib terdengar. Dan itu artinya mereka menghabiskan waktu bersama di bawah guyuran hujan hampir empat jam lamanya.
"Duh kesayangan Aga jangan sakit dong. Duh coba aja kalau kita udah nikah, Lo sakit pasti gue rawat dengan baik. Gue beliin obat buat Lo, buatin bubur, terus bantu Lo minum obat. Gak cuma itu gue pasti bakal tidur di samping Lo, meluk Lo biar cepat sembuh. Kapan coba kita halalnya? Udah gak sabar"
Aga menatap ke arah langit-langit kamarnya. Seolah langit-langit kamarnya adalah bioskop yang tengah memutar film dengan adegan seperti apa yang ia katakan kepada Fara.
Indahnya.
Khayalanku.
"Udah Aga, Lo mikirnya nikah mulu. Pusing gue, ini kepala nyut-nyutan banget"
"Udah minum obat?"
"Belum, males minum obat. Udah iya gue mau istirahat, gak kuat"
"Iya udah istirahat aja, tidur sendirian gak papa kan? Gak dikelonin gak nangis kan? Masih sabar, masih kuat kan kalau tidur sendiri?"
Tut Tut
Suara panggilan terputus.
Aga menatap ke arah layar ponselnya, Fara dengan sadisnya memutus panggilannya secara sepihak. Aga hanya menghela napas.
Aga_
Ada yang ketinggalan, tadi belum sempat ucapin Selamat malam dan semoga mimpi indah. Cepat sembuh, sayang.
Tidak ada balasan dari Fara meski sudah sepuluh menit berlalu. Tidak masalah bagi Aga, mungkin Fara memang langsung istirahat.
∆∆
Aga memarkirkan motornya di depan pintu gerbang rumah Fara yang menjulang hingga dalam keadaan terbuka setengah bagian. Helm yang ia kenakan ia lepas. Sebelum turun dari motornya, Aga mengambil bungkusan plastik putih yang ia persiapkan untuk Fara.
Aga merapikan penampilannya, menyisir rambutnya dengan sela-sela jarinya. Tak lupa ia mencium ujung pakaiannya, memastikan aromanya enak di penciuman.
Langkah Aga yang tadinya penuh kepercayaan diri yang begitu tinggi kini terhenti tak jauh dari teras rumah Fara. Tangan dan kakinya mendadak gemetar saat melihat dua laki-laki yang tengah bermain catur di teras. Satu dari laki-laki itu sudah Aga ketahui. Elang, kakak kandung Fara yang sempat Aga cemburui karena disangka sebagai gebetan baru Fara. Dan satu laki-laki yang menjadi lawan main Elang terlihat asing bagi Aga. Tapi Aga yakin jika itu adalah ayah Fara yang berarti adalah calon ayah mertuanya juga.
Entah hal apa yang mendasari, saat ini Aga benar-benar gugup dan ingin langsung pulang ke rumah. Tapi itu bukanlah keputusan yang baik. Aga harus berani meski jujur ia sangat takut menghadapi kakak dan ayah Fara.
"Ayo Aga semangat! Berani pedekate sama Fara sampai jadian berarti harus berani pedekate sama Bang Elang dan ayahnya" gumam Aga lirih untuk menyemangati dirinya.
Aga kembali melangkahkan kaki melanjutkan niatnya. Baru selangkah, Aga kembali terhenti. Getaran di kakinya semakin kuat saja.
"Aduh ini kok gue jadi banci gini sih, ayo Aga semangat, jangan takut. Mereka manusia kok, gak bakal gigit, paling sadis palingan nyemprot marah-marah"
"Permisi om, bang Elang. Selamat malam, malam yang baik untuk saya bersilaturahmi mempererat tali persaudaraan yang semoga bisa menjadi keluarga" ucapan Aga membuat dua laki-laki yang tengah bermain catur mendongak menatap Aga.
Ditatap sebegitu horornya oleh calon ayah mertua dan kakak ipar membuat Aga menelan salivanya susah payah. Untuk menghilangkan kegugupannya, Aga memilih untuk tersenyum lebar.
"Siapa kamu?" Pertanyaan ayah Fara yang seperti bentakan membuat Aga menelan salivanya dengan sangat payah. Telapak tangannya mengusap pelipis yang entah sejak kapan mulai mengucurkan keringat dingin.
"Perkenalkan om, saya Aga. Status pelajar sekaligus pacar anak om, Fara."
"Pacar? Sini gabung, kamu harus interview dulu dengan saya" entah mengapa Aga saat ini merasa hidupnya terancam.
Ia menurut, mendekat ke arah Elang dan ayah Fara. Posisinya saat ini duduk di teras diapit oleh dua laki-laki yang tengah menatapnya penuh selidik.
"Jadi namamu Aga? Pacar anak saya?"
"Uhuk uhuk" Aga terbatuk-batuk saat tepukan ayah Fara di punggungnya lebih menjurus ke arah pukulan yang merontokan tulang belakang Aga.
"I---ya om. Saya pacar anak om yang manis cantik itu"
"Bisa apa kamu buat bahagian anak saya?"
Aga menunduk takut. Saat ini ia tidak punya nyali untuk menatap ayah Fara. Menjawab pertanyaan yang begitu gampang saja otak Aga tidak mampu berpikir.
"Kalau ditanya jawab!" Elang menyenggol bahu Aga, membuat Aga tersungkur ke pangkuan Ayah Fara.
Glek. Aga menelan kembali salivanya saat matanya beradu dengan mata tajam ayah Fara.
"Maaf om, tadi didorong sama bang Elang" ucap Aga seraya bangun dari posisinya.
"Lo nyalahin gue?"
"Eh enggak bang, itu tadi--apa ya? Anu---itu. Iya gue yang salah, kakak ipar yang bener"
"Jadi apa yang kamu bisa buat bahagian anak saya?" Ayah Fara mengulang kembali pertanyaan yang sama setelah menyesap kopi hitam miliknya.
"Saya cowok romantis om, Fara pasti bahagia kalau setiap hari saya gombalin. Saja juga pinter om, dari kelas satu SD saya peringkat satu. Di hati anak om saya juga peringkat satu. Saya anak tunggal, warisan sudah siap menanti. Saya cowok penyayang. Gak cuma anak om yang bakal sayang, om Tante selalu mertua juga bakal saya sayang, bang Elang juga. Saya penuh perhatian kalau sama Fara, saya tidak merokok, kalau makan dikit jadi irit. Setelah saya lulus saya bakal kuliah, wisuda, nikah, terus kasih cucu yang lucu dan menggemaskan kayak saya dan Fara buat om" Aga tersenyum tak percaya dirinya mampu berkata dengan baik tanpa gagu. Sungguh ini pencapain yang patut dibanggakan.
"Semprul kamu, saya rasa kamu type cowok yang manis di bibir doang" ayah Fara memukul kepala Aga dengan gulungan koran membuat Aga mengaduh kesakitan.
"Enggak om, saya gak gitu orangnya"
"Mana ada maling ngaku, itu apa yang kamu bawa? Jangan bilang itu barang sogokan?" Selidik ayah Fara. Aga kembali tersadar dengan niat awalnya ke rumah Fara adalah untuk memberikan obat demam yang ia beli di apotik dan martabak telur spesial.
"Nih gue kasih tau, ayah itu gak suka disogok. Kecuali kalau Lo nyogoknga pakai mobil baru, ayah pasti mikir-mikir" bisik Elang.
"Bukan om, ini obat buat Fara yang lagi demam. Sekalian saya bawakan martabak kesukaan Fara"
"Kurang ajar kamu! Kamu tidak menghargai saya sebagai ayah Fara, calon mertua kamu? Harusnya kamu bawakan saya juga!"
Salah lagi.
Aga hanya menghela napas dan memasang wajah depresinya.
"Iya udah saya pamit beliin dulu buat om sekalian buat Tante sama bang Elang"
"Wah wah, jangan-jangan kamu type cowok yang gak peka. Setelah saya ngomong kayak gitu kamu baru mau beliin. Ishh bisa makan hati ini si Fara kalau pacaran sama orang gak peka kayak kamu. Peka dong jadi cowok"
Salah lagi.
Ternyata menaklukkan hati calon mertua lebih sulit dari pada menaklukkan hati anaknya. Anaknya dikasih rayuan gombal receh saja sudah klepek-klepek.
"Iyaudah sekarang om maunya gimana? Mau dibeliin apa? Saya bakal beliin"
"Beneran? Emang punya uang?" Selidik Elang tak percaya.
"Gini-gini saya rajin menabung bang, om. Uang jajan saya sisihkan buat modal pacaran sama pedekate calon mertua dan kakak ipar"
"Oh bagus. Om gak minta beliin apa-apa sih. Lagian om bisa beli sendiri. Om cuma minta kamu jaga baik-baik anak om. Om percaya sama kamu. Keliatannya kamu cowok baik-baik. Kalau sampai kamu nyakitin anak saya, mending kamu langsung booking kuburan saja. Berhubung sekarang om pengin makan pizza, mending kamu beliin pizza ya. Sama minyak wangi, kebetulan minyak wangi om habis. Oh iya, sabun juga sama shampo. Apa lagi ya yang perlu--- eh itu cokelat buat bundanya Fara. Sekalian lipstik, bedak, masker, lulur, maskara, eye shadow, pensil alis, minyak wangi, sabun, pelembab. Biar gak ngeluarin duit buat beli kebutuhan bundanya Fara, ngirit dikit. Udah itu aja cukup, tuh tanya Elang mau beliin apa?"
Aga menoleh dengan lemas ke arah Elang.
"Gue? Gue cukup beliin bakso urat, sate ayam, kacang kulit, oh iya hape gue udah jadul banget, Lo kan baik, beliin ya! Sama itu---beliin apa lah terserah buat isi kulkas. Kalau bisa yang agak mahalan"
"Om, bang! Aga boleh pingsan dulu nggak? Ini obat sama martabak buat kesayangannya Aga, tolong kasih ke Fara, ya" ujar Aga menyerahkan kantung plastiknya ke Elang.
"Ha ha ha" Elang dan ayah Fara tertawa puas.
∆∆
Sebenarnya cerita MANTAN udah ending di bagian 25 (c). Nahh ini itu extra chapter dari MANTAN hehe.
Makasih yang sudah baca, doakan saja cerita MANTAN bisa diterbitkan dan bakal aku buat extra chapter yang lebih panjang lagi soal aga dan Fara yang sudah balikan 😋😋
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro