Bagian 23
Sinar matahari sudah mulai terasa panas di kulit saat posisinya kian meninggi, membuat beberapa siswa siswi kelas XII.IPA.1 yang tengah melakukan pemanasan sebelum jam olahraga dimulai mengeluh kepanasan. Harusnya mereka tidak mengeluh dengan sinar matahari pagi yang menyengat kulit mereka, karena saat seperti itulah cahaya matahari bermanfaat bagi kesehatan tulang.
Ricky dan Lena yang merupakan seksi olahraga dalam struktur organisasi kelas XII IPA 1 berdiri di barisan terpisah, dengan posisi berlawanan arah dengan teman-temannya. Mereka berdua berdiri terpisah untuk mencontohkan gerakan pemanasan yang nantinya akan diikuti oleh teman yang lain sembari menghitung dengan semangat dari satu sampai delapan sebanyak dua kali sebelum berpindah ke gerakan pemanasan yang lain.
Sudah menjadi kebiasaan para cewek, melakukan sesi pemanasan dengan malas. Mereka sibuk mengeluhkan panas yang membuat polesan di wajah mereka luntur dan membuat wajah mereka nampak hitam dan kusam oleh keringat bercampur minyak di wajah.
Fara mengusapkan punggung tangannya di sekitar dahi dan pelipis untuk menghilangkan bulir peluh yang menghiasi wajahnya. Hari ini menurutnya sangat panas meskipun masih pagi sinarnya sudah terasa sangat membakar kulit. Apalagi kaus olahraganya yang panjang membuat tubuhnya semakin merasakan gerah.
Tangan kanannya ia gerakan cepat di sekitar wajahnya, menjadikan tangannya sebagai pengganti kipas untuk menciptakan angin yang bisa sedikit mengurangi rasa panas terutama di bagian wajah. Ia terus melakukan itu dan mengabaikan Lena yang tengah mencontohkan gerakan pemanasan. Tubuhnya sudah sangat kepanasan, jadi Fara pikir sudah tidak perlu pemanasan lagi yang ada nanti gosong karena terlalu lama dipanaskan.
Aga yang berdiri dengan jarak tak lebih dari satu meter dari posisi Fara, menoleh dan mendapati Fara yang sibuk dengan aktivitasnya sendiri disaat teman-temannya sibuk meniru gerakan pemanasan yang dicontohkan oleh seksi olahraga.
"Fara! Disuruh pemanasan malah sibuk sendiri" ucap Aga yang membuat Fara menolehkan kepala cepat.
"Udah panas, hampir gosong malah" sahut Fara menghentikan aktivitasnya.
Aga menggeser tubuhnya semakin dekat ke arah Fara. Ia mendongak ke atas, memastikan arah datangnya cahaya matahari. Saat itu juga Aga memposisikan dirinya sedemikian rupa agar tubuh jangkungnya bisa menghalau cahaya matahari yang membuat Fara kepanasan dari tadi. Dengan tubuhnya yang tinggi, Aga berhasil membuat Fara tidak terkena cahaya matahari seperti tadi, karena cahaya kini dihalau oleh tubuh Aga.
"Masih panas gak?" tanya Aga memutar tubuhnya seratus delapan puluh derajat menjadi berhadapan dengan Fara.
"Enggak sih, tapi gak enak diliatin sama yang lain. Balik aja sana ke barisan Lo" usir Fara pada Aga karena merasa tak enak hati pada puluhan pasang temannya yang menatap ke arahnya. Entah tatapan seperti apa yang mereka tunjukkan, namun itu semua membuat Fara cukup risih dan berpikir yang tidak-tidak.
"Santai aja kali sama temen kelas sendiri. Kita kan udah bukan temen lagi, udah kayak keluarga malahan" ujar Aga santai.
"Iya juga sih. Eh--udah selesai pemanasannya" ujar Fara melihat Ricky dan Lena yang berbalik badan lalu bubar barisan diikuti yang lainnya.
"Iya udah, kita ke Pak Amir yuk" ajak Aga yang langsung menggandeng tangan Fara tanpa meminta persetujuan. Keduanya berjalan ke arah pinggir lapangan mengikuti teman yang lainnya menuju ke arah pak Amir yang tengah berdiri di pinggir lapangan sembari membawa absensi dan peluit yang menggantung di lehernya.
"Itu Aga tolong gandengannya dilepas dulu, banyak jomblowan jomblowati yang menyaksikan takut mereka makin nyesek" ujar pak Amir dengan nada jenaka. Aga terkekeh pelan, pak Amir memang sering menggoda siswa-siswinya dengan bahasa anak muda mengingat umur pak Amir masih terbilang muda, dua puluh tiga tahun. Wajar saja jika tingkah dan tutur kata pak Amir mengikuti arus perkembangan anak zaman sekarang.
"Iya tuh pak, Aga mah dimana-mana suka pamer, pacar dipamerin. Gue tikung baru tahu rasa tuh bocah" celetuk Bayu lantas menyisir rambutnya ke belakang dengan sela-sela jarinya.
Fara menarik tangannya yang digenggam oleh Aga, awalnya Aga enggan melepaskan, namun Fara terus saja menarik tangannya dari Aga membuat Aga mengalah dan memilih melepaskan genggamannya.
"Nah bener tuh kata Bayu si pakar penikungan tajam. Di zaman now ini pacar itu jangan dipamerin, entar ditikung baru nyaho, udah tau nyari pacar susah. Pelakor ada dimana-mana, tikungan siap pepet sampai dapat" ujar pak Amir yang disambut persetujuan oleh anak didiknya.
"Pengalaman banget ya pak? Sering kena tikung sana-sini, sekarang modal ganteng kayak saya aja gak cukup" ujar Ricky dengan santai.
"Huuuuuu" suara sorakan teman-temannya terdengar begitu kompak. Ricky hanya terkekeh.
"Nanti yang nyorakin makan di kantin ya, jangan lupa bayar"
"Eh sudah-sudah, kapan kelarnya kalau kayak gini. Hari ini materinya basket. Kalian pasti sudah mendapatkan materi tentang basket sejak kelas sepuluh. Nanti bapak akan langsung mengadakan penilaian saja. Jadi, nanti satu per satu urut dari absen pertama diberi waktu, untuk cowok enam puluh detik dan cewek sembilan puluh detik. Dalam waktu yang sudah diberikan, kalian harus berusaha untuk minimal sepuluh kali tembakan bola yang masuk ke ring basket. Kalau kurang dari itu, artinya harus remidi. Remidinya mengulang kembali dengan ketentuan yang sama" tutur Pak Amir menjelaskan secara detail kepada anak didiknya.
"Kalian mengerti?"
"Mengerti pak," sahut seluruh siswa kelas XII IPA 1.
"Sebelum memulai kegiatan hari ini alangkah baiknya kita berdoa menurut agama dan kepercayaan masing-masing, berdoa dimulai"
Hening. Mereka semua menundukkan kepalanya menatap ke arah ujung sepatu masing-masing, ada yang saling lirik, dan ada pula yang celingukan entah mencari apa.
"Berdoa selesai, Ricky sama Bayu tolong ambil bola basket. Semua diambil ya! Biar nanti bisa buat latihan dulu sebelum penilaian. Yang lainnya bisa siap-siap di dekat ring untuk absen pertama. Absen berikutnya bisa nunggu di pinggir lapangan dulu atau bisa nyoba dulu di ring sebelah Utara karena ring sebelah selatan untuk penilaian" instruksi pak Amir yang langsung dilaksanakan oleh anak didiknya.
Ricky dan Bayu berlari ke arah gudang tempat menyimpan alat olahraga. Sementara yang lainnya membubarkan diri. Sebagian dari para cewek memilih untuk duduk menggerombol di pinggir lapangan dan langsung ngerumpi sambil menunggu gilirannya nanti.
"Siap gak? Kan gak bisa main basket" ledek Aga yang duduk bersila di pinggir lapangan dengan wajah menatap Fara yang tengah sibuk sendiri dengan jari-jari yang ia mainkan.
"Siap lah, basket doang, kan? Meski gak jadi kayak Lo, tapi gue bakal usaha biar gak remidi"
"Makanya sering main basket biar nilai olahraganya bagus, terus jadi tinggi. Gak kayak sekarang cebol"
"Terus saja hina sepuasnya. Cebol-cebol gini juga Lo pernah suka kali" ketus Fara.
Aga terkekeh pelan. Lengannya menyenggol dengan sengaja lengan Fara membuat Fara protes.
"Bukan pernah Far, sampai sekarang juga masih suka kok. Lima tahun lagi lah, siap-siap aja Lo jadi istri gue"
"Halah, iyain aja lah biar cepet"
"Aga Alfiano Fernandez" panggilan dari pak Amir membuat Aga langsung bangun dari posisinya dan segera berlari menghampiri pak Amir yang berdiri tak jauh dari tiang ring basket.
"Rick! Bolanya lempar ke Aga satu, kalau bisa kena kepalanya, ya biar agak waras dikit" ujar Pak Amir pada Ricky yang memegang bola basket di tangannya.
"Pak Amir mah suka gitu sama murid sendiri. Mentang-mentang kalah ganteng jadi sering memojokkan saya. Profesional dong pak" ujar Aga sembari bersiap menangkap lembaran bola basket dari Ricky.
"Iyain. Udah siap belum? Enam puluh detik harus minimal masuk dua puluh, Ga. Jangan malu-maluin. Ada mantan yang liatin noh"
Aga memutar bola matanya dengan jengah. Memiliki guru yang kekinian memang begini namun ia berusaha memaklumi.
Bola yang tadi ia tangkap dari Ricky mulai ia pantulkan ke lapangan menimbulkan suara yang cukup nyaring.
Gerakannya berhenti tatkala suara peluit yang dibunyikan Pak Amir ia dengar. Suara peluit yang menandakan waktu enam puluh detik untuknya sudah dimulai.
Aga dengan gesit menembakan bola basket ke arah ring. Tembakan yang akurat, tembakan pertama langsung berhasil masuk ke ring. Sorakan temannya memberi semangat untuknya. Aga melangkah ke kanan untuk menyambut bola basket yang telah melewati ring. Tanpa membuang kesempatan waktu yang ia miliki, Aga kembali menembakan bola di tangannya. Seperi tembakan pertama, tembakan kedua pun masuk sempura. Begitu juga dengan tembakan ketiga dan seterusnya. Dari dua puluh tiga tembakan yang Aga lakukan, hanya dua kali kegagalan.
Pak Amir meniup peluit kedua pertanda waktu yang Aga miliki sudah habis. Aga langsung berlari menghampiri kerumunan teman-temannya sementara posisinya sudah digantikan oleh Bayu yang akan segera melakukan penilaian.
Napasnya terengah-engah, enam puluh detik tadi benar-benar menguras banyak tenaga. Tapi melihat hasil tembakannya ke ring basket sedikit mengobati rasa lelah dari tenaga yang sudah ia keluarkan.
"Mau belajar gak? Gue ajarin kok, gratis deh buat Lo" tawar Aga pada Fara yang tengah memperhatikan Bayu yang sudah memulai penilaian.
Fara berdiri, "boleh, tapi jangan modus, ya" pesan Fara mengantisipasi agar tidak terjadi kemodusan. Biasanya dibalik kebaikan seorang cowok yang menyimpan perasaan pada seorang cewek, tersimpan sebuah kemodusan yang tentunya menguntungkan pihak cowok.
Aga berdiri di samping Fara, suara kekehannya terdengar bersamaan dengan telapak tangannya yang mendarat di puncak kepala Fara, mengusap puncak kepala itu dengan pelan.
"Bukan modus, tapi bonus" elak Aga.
"Itu yang udah jadi mantan tolong dikondisikan, ingat batasan, ya!" celetuk Ricky si pengganggu suasana.
"Nah eta. Kalau sudah mantan, bermesraan kayak pas masih pacaran itu hukumnya bisa menimbulkan baper dan ujungnya pengin balikan" suara Lena terdengar, mendukung Ricky.
"Hati-hati, mantan suka pada gengsi. Mau balikan aja ribet, padahal masih saling sayang. Keburu ketikung gue ketawain baru tahu rasa" kali ini suara Putri.
Untung Bayu si lambe turah sedang tidak di sini, bisa gak kelar tujuh hari tujuh malam kalau ada Bayu mengingat mulut Bayu kalau udah ngomong selain pedas juga tidak kelar-kelar.
"Abaikan suara tadi Far, blur gitu. Mana suara rakyat jomblo lagi," ujar Aga lalu mengayunkan kaki ke arah ring basket sebelah utara diikuti oleh Fara.
"Neska, gantian ya. Lo udah pinter pokoknya. Ini kasihan Fara belum bisa, bolanya bisa buat Fara, kan?" pinta Aga dengan suara lembut untuk meluluhkan Neska, teman sekelasnya.
Neska melempar bola basket ke arah Aga.
"Gue juga udah capek. Sama capeknya kayak ngodein doi yang gak peka-peka" ujar Neska lalu meninggalkan Aga dan Fara.
"Malah baper tuh cewek" Aga terkekeh geli.
"Nih tangkap bolanya" Aga melempar bola basket di tangannya ke arah Fara. Lemparan pelan agar bisa ditangkap dengan mudah oleh Fara. Bukannya bersiap menangkap bola yang datang ke arahnya, Fara malah buru-buru berlari menghindari bola yang ia kira akan mendarat di kepalanya jika ia masih tetap di posisinya.
Aga yang melihat itu hanya geleng-geleng kepala. Bukannya ditangkap malah ditinggal kabur.
"Jangan lempar sembarangan dong, Ga. Kalau kena kepala gimana" protes Fara.
Aga mendesah pelan, ia berlari mengejar bola yang memantul tak berarah. Untung gerakannya cepat, jadi bola basket bisa ia raih dengan cepat. Bola sudah di tangan Aga, Aga segera menghampiri Fara dan memberikan bola ke arah Fara.
"Nih coba masukin ke ring, Lo berdiri di situ. Fokusin ke ring basket, terus Lo lempar bolanya ke arah papan itu. Nanti dari papan bakal mantul dan jatuh melewati ring kok" instruksi Aga.
Fara mengangguk paham. Ia memposisikan diri seusai apa yang diintruksikan oleh Aga.
Pandangannya ia fokuskan pada ring basket dan saat rasa sudah saatnya, Fara langsung menembakan bola ke arah ring.
Tembakan yang sangat jauh melenceng dari harapan. Bola melambung tinggi dan jatuh memantul berkali-kali tak tentu arah.
"Yahhh" suara Fara terdengar kecewa.
Saat hendak berlari mengejar bola yang tadi ia lempar, tangan Aga mencekal tangan Fara untuk menahan Fara agar tidak mengejar bola itu.
"Biar gue aja yang ngejar, Lo diam aja di sini. Gue cowok buat ngejar cewek gue gak kenal lelah, apalagi buat ngejar bola itu" ujar Aga sebelum berlari mengejar bola yang masih terus memantul.
"Ngatain orang baperan, lah dia juga baperan" komentar Fara.
Tak butuh waktu lama, Aga kembali dengan bola yang sudah ada di tangannya.
"Lo liatin gue bentar, perhatiin benar-benar cara gue. Mudah sebenarnya kalau kita udah tahu dimana posisi yang pas buat kita. Sama halnya dengan perasaan, kalau udah nyaman pasti mudah buat jatuh cinta" Aga menembakan bola ke arah ring dan berhasil masuk dengan sempurna.
Aga bersiap menangkap bola dan begitu bola sudah ia tangkap, ia serahkan kembali kepada Fara.
"Giliran Lo coba lagi," ujar Aga.
Baru hendak mencoba kembali, panggilan Pak Amir pertanda giliran untuk Fara sudah terdengar membuat Fara menyerahkan bola ke arah Aga lalu bergegas berlari ke arah ring sebelah selatan.
Aga duduk di samping pak Amir yang sedang berdiri untuk menghitung banyaknya bola yang bisa dimasukan Fara dalam waktu sembilan puluh detik nantinya.
"Fara alumni hati saya itu pak, tapi bakal reunian nanti kalau udah lulus terus ke pelaminan. Nilainya ditambahin boleh lah, nanti saya beliin bakso di kantin buat bapak" ujar Aga bercanda.
Pak Amir melihat ke bawah dimana Aga duduk.
"Kamu pikir saya bisa disogok pake bakso? Tambahin uang bensin, kurang lah kalau cuma bakso" sahut Pak Amir dengan nada jebakan menanggapi ucapan Aga.
"Si bapak, kirain gak bisa disogok malah minta sogokan lebih," dumel Aga.
Pak Amir terkekeh pelan.
Ia meniup peluit pertama untuk Fara sebagai tanda bahwa Fara bisa mulai.
"Semangat Fara, entar kalau gak remidi gue beliin cimol deh. Kalau mintanya hati gue, kan udah gue kasih dari dulu," seru Aga memberikan semangat untuk Fara.
TBC
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro