20. Bukti Yang Gagal
Terlihat begitu cepat bahkan hari telah berlalu seakan tak memberi napas pada Bintang untuk menyelesaikan tugasnya, sebagai bukti kalau dirinya tidaklah sepenuhnya salah. Nyatanya, selama dua hari ia benar-benar mencari barang bukti dari beberapa informan yang bisa ia hubungi sebagai kunci. Bukan tanpa alasan, selama pencarian barang bukti, Bintang juga rela meninggalkan segala kegiatannya di sekolah, rela menyewa kost hanya untuk menemukan sesuatu yang diminta oleh Rara sebelum gadis itu mengakhiri pembicaraannya dan pergi tanpa menoleh.
Kali ini Bintang seakan tidak menemukan titik, tubuhnya sudah benar-benar lelah dan ingin sekali merebahkannya di atas tempat tidur yang lembut, tetapi pikirannya masih belum bisa melakukan semua yang ia inginkan. Mengingat pesan singkat yang dikirimkan oleh Rafi semalam, membuatnya semakin gelisah, karena waktu yang ia punya saat ini hanya tinggal setengah hari, sedang Rara memintanya sebelum fajar esok.
"Gila! Kenapa sesusah ini cari kebenaran?" umpatnya.
Sejak kembali dari warnet, Bintang terus mengoceh, memaki dirinya yang tak berguna, bahkan menelpon Rara sampai berkali-kali untuk meminta syarat lain, tetapi sekali lagi, niat Rara tidak pernah berubah apalagi setelah tahu fakta kalau sebenarnya memang Bima yang telah melakukan semua kecurangan sampai menyeret Bintang ke dalam situasi yang kini menyusahkan lelaki itu, sementara Bima telah pergi meninggalkan kota bersama Dara, bahkan rela meninggalkan Hasan sendirian.
"Waktunya nggak banyak, Yan, cepat cari gimana pun caranya!"
Entah sudah berapa kali Bintang berteriak membuat Ryan sampai menyumpal telinganya dengan kapas. Lelaki itu terus mencoba meretas beberapa informasi terkait perusahaan ayah Bintang beberapa tahun ke belakang. Sedangnya Bintang sudah frustrasi sambil menyugar rambutnya berkali kali sambil duduk di sebelah Ryan yang tengah fokus di depan komputer.
Beruntung percapakannya beberapa hari lalu beraama Rafi membuahkan hasil, setidaknya Rafi memberinya ide untuk menggunakan hacker untuk mencari informasi terkait ayahnya dan beberapa rekan bisnis yang memang saling terhubung satu sama lain, seperti ayahnya Rara, Hartanto Kusuma.
Sejak nama itu keluar di layar monitor, kedua mata Bintang membelalak ketika membaca apa yang tertera di sana, membuatnya semakin yakin dengan apa yang ia temukan memang tidak lah salah, tetapi beberapa detik setelahnya suara Rafi terdengar begitu samar-samar di dalam ruangan yang tak seberapa luasnya.
"Kalian udah dari warnet, di sini pun masih sama, apa di sana kalian nggak dapat informasi apa-apa?" tanya Rafi.
Bintang pun menggeleng, lalu menoleh menatap Rafi yang kini mengambil tempat di sebelah kiri Ryan.
"Ini beneran susah, kayak ada orang lain yang coba menutup akses apa yang kita cari. Gue beneran udah coba dari tadi, bahkan sekarang udah hampir jam dua belas malam."
"Enggak! Jangan nyerah dong, Yan. Gue bayar berapa pun, asal informasi itu harus ada di tangan gue, sekarang!"
Sejenak Ryan menghela napas, kemudian menatap lekat ke arah Bintang yang, sambil mengangkat kedua tangannya sebagai tanda kalau dirinya menyerah itu berhasil membuat emosi Bintang memuncak. Bahkan mencengkram kaos yang dikenakan oleh Ryan dengan begitu kuat.
"Jangan bohongin gue! Sejauh ini gue percaya sama lo, Yan. Dari semua siswa di sekolah, gue tahu kalau lo itu pinter meretas website."
"Bi, tahan. Ini bukan waktunya lo marah-marah."
"Diem! Gue nggak mau tahu, sekarang harus selesai!"
Dalam waktu yang begitu sedikit, Ryan mencobanya kembali, memikirkan ucapan Bintang yang akan membocorkan rahasianya tidaklah benar. Tetapi, apa yang diminta oleh Bintang juga merupakan suatu hal yang sedikit sulit. Karena sudah beberapa kali Ryan mencoba, bahkan rekaman cctv yang ada dijalanan tempat kejadian, sudah lama rusak.
Rara 🍂
Gimana? Sudah berhasil?
Satu pesan yang baru saja muncul di notifikasi bar ponsel Bintang pun terlihat jelas oleh Rafi, sementara si pemilik sedang sibuk membuka informasi lain dari laptop hang ia bawa sejak kemarin.
"Bi, chat dari Rara."
Mendengar itu, sontak membuat Bintang mengangkat kepalanya, lalu meninggalkan laptopnya untuk mengambil ponsel yang terletak tepat di sebelah Rafi.
Bi ✨
Jangan bilang Lo yang coba menggagalkan semua usaha gue, Ra. Tolong, gue beneran sayang sama lo.
Rara 🍂
Tapi waktunya sudah hampir habis, Lo juga belum kasih apa-apa ke gue.
"Sial!" Umpat Bintang.
Rara 🍂
Udah lah, dari pada Lo bingung, tinggal terima aja, kalau emang lo nggak pantas buat punya pasangan.
Gue lebih baik jadi mantan lo, dari pada hidup berdampingan sama manusia yang nggak pernah jujur kayak, lo, Bi.
Setelah membaca pesan terakhir dari Rara, Bintang sudah sangat kesal, bahkan rasa sayangnya terhadap Rara benar-benar besar. Tetapi gadis itu memilih memutuskannya hanya karena sesuatu yang tidak pernah bisa Bintang penuhi.
Sialnya, Bintang berteriak membuat Rafi dan Ryan terkejut dan saling memandang satu sama lain. Melihat Bintang yang begitu kecewa karena usahanya yang tidak membuahkan hasil, justru telah di retas curangi oleh Rara, kekasihnya sendiri.
Merasa dunianya telah hilang, Bintang pun bangkit lalu pergi tanpa berkata apa pun pada kedua temannya. Meninggalkan ponsel dan juga barang-barang penting lainnya.
"Bintang, jangan pergi!"
Suara Rafi terus menggema, tetapi Bintang tidak menggubrisnya. Ia terus berjalan, hingga akhirnya berhenti tepat di suatu pertigaan yang begitu sepi. Di sana, sudah ada Erika dan juga Rara. Mereka saling menatap satu sama lain, bahkan berdiri berhadapan dengan jarak yang cukup jauh.
"Lo nggak bisa begini, Ra. Gue rela ubah nama kontak lo, gue juga rela, bersikap konyol di depan lo, tapi kenapa Lo kasih syarat yang mustahil buat gue dapat, kenapa?"
Lirih suara Bintang membuat gadis itu tersenyum sini, menatap ke arah Bintang yang sudah menunduk dengan tatapan sendu.
"Nggak peduli lo sesayang apa sama gue. Karena lo, Mama gue jadi hancur hatinya. Karena lo, keluarga gue berantakan. Sedangkan kalian? Kalian hidup tenang di luar sana, kan?"
Bintang menggeleng, ia pun berlutut di depan Rara sambil menunduk, haukan kedua kakinya sudah sangat lemas menahan bobot tubuhnya yang selama sehari semalam belum beristirahat sama sekali.
"Licik lo, Ra!"
"Terserah. Kalau aja chat itu nggak datang lebih cepat, mungkin sekarang gue nggak tahu kebusukan apa lagi yang mau kalian perbuat."
"Ra, itu urusan Ayah gue," balasnya.
"Siapa pun yang melakukannya, tetap aja, gue nyesel kenal Lo, mengagumi lo, bahkan pacaran sama lo. Gue baru tahu, kalau seorang Bintang nggak lebih dari penjahat bekedok siswa."
Mendengar semua ucapan Rara seketika Bintang pun mengangkat pandangannya, lalu memaksa dirinya untuk berdiri tegak di hadapan kedua gadis yang rela keluar malam hanya untuk merayakan kekalahannya.
"Gue akui, lo memang cantik, tapi hati lo nggak secantik wajah lo. Dan, gue juga nggak nyesel buang lo, bahkan jadi koleksi ke seribu tepat di jam ini."
"Ra, lo—"
Rara menoleh ke arah Erika, gadis yang sejak tadi, menemani Rara, sementara Bintang sudah berlalu meninggalkan mereka berdua. Terlepas dari semua perkataannya, Rara pun berbalik lalu memeluk Erika begitu erat.
"Gue salah, ya?"
🍂🍂
Hallo, apa kabar? Kembali lagi sama Bintang. Jangan lupa tinggalkan jejak ya, terima kasih telah berkunjung
Publish, 23 April 2023
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro