16. Putus Aja
Badai yang datang saat sampai di depan gerbang, membuat beberapa pasang mata tertuju pada dua orang siswi yang tengah berdebat, membuat salah satu di antaranya terjatuh hingga terluka di bagian siku. Batu kerikilbkecil yang menyentuh kain tipis yang dikenakannya mampu menembus kulit, terlihat jelas noda merah yang tembus dari sana.
Tak ada yang ingin melerai apalagi ikut terlibat diantara perdebatan para gadis, selaian Bintang yang suka rela berdiri di tengah-tengah suasana yang panas itu. Sementara Rafi, memilih berdiri di dekat motor Bintang yang di parkir sembarangan oleh si pemilik.
Menggeleng, memperhatikan temannya berbicara membuat Rafi kembali mengingat pertengkaran Siska dan Rena yang terjadi setahun yang lalu. Perdebatan antara mantan yang masih belum terima diputusi oleh Bintang, sesekali membuat Rafi terkekeh, ia tahu betul bagaimana Rena mmenampar Siska dan begitu sebaliknya. Beruntung kali ini tidak ada kejadian yang serupa, hanya kesalah pahaman yang terlihat di mata Rafi.
"Buat apa kalian buang tenaga begini, sih?" ucap Bintang, di sela serangan tatapan yang diberikan oleh keduanya.
"Diam!"
Seketika Bintang terdiam, benar-benar konyol, tetapi ia menuruti apa yang diminta oleh keduanya. Menatap kedua siswi itu saling bergantian, mengingat jam yang melingkar di pergelangan tangannya sudah menunjukkan sebentar lagi akan masuk. Hela napas yang membuat Bintang hampir menyerah itu membuat kedua siswi tersebut melirik ke arahnya, mengingat sosok Bintang yang berdiri diantara mereka.
"Ayolah, kalian berdiri di sini, malah buat malu diri sendiri," sela Rafi.
Lelaki itu berjalan mendekat ke arah teman dan dua orang siswi yang masih saling menatap satu sama lain. Membuat Rafi sedikit meringis melihat wajah Bintang yang sedikit tertekan di sana. Rafi pun menarik tangan Bintang untuk pergi, sementara kedua siswi tersebut hanya menatap kepergian Bintang yang sudah menjauh dari keduanya.
"Gara-gara lo, lebay banget sih!"
"Yang lebay tuh, siapa,ya? Ngaca dulu atuh, Bintang udah punya pacar, sadar diri, gue cuma mau kasih tahu posisi lo nggak beda jauh sama yang lain di luar sana."
"Lo!"
"Maaf, tapi bel masuk jauh lebih berharga dari pada denger omongan lo yang nggak berguna."
"Melani!" teriak siswi tersebut ketika siswi yang sejak tadi ajak berdebat itu memilih bangkit dan pergi.
Sementara dari kejauhan terlihat sosok Rara dan Erika yang berlarian ketika satpam mulai menutup gerbang, berteriak meminta tolong agar tidak ditutup terlebih dulu sebelum mereka masuk, saat sampai di dalam pun, hanya napas yang terdengar melelahkan. Membungkuk sambil memegangi kedua lutut yang sedikit bergetar membuat keruanya saling menatap kemudian tertawa bersama, saat napasnya kembali teratur.
Melintas melewati Nadia yang masih berdiri di tempatnya, membuat Rara sedikit heran, karena ia tahu, kalau Nadia begitu bucin pada Bintang.
"Itu motor Bintang, kan?" tanya Erika, ketika pandangannya tak sengaja menoleh ke arah motor yang masih terparkir di dekat area gerbang.
Rara mengangguk, ia begitu mengenali motor yang beberapa kali mengantarnya pulang akhir-akhir ini. Bahkan, saat di mall waktu itu, Bintang sengaja membeli satu helm untuk ia kenakan, bila mengingat itu, rona merah di pipi Rara akan langsung terlihat dan membuatnya malu sendiri.
Baginya, kejadian malam itu menjadi suatu hal yang paling romantis yang memang sejak lama, Rara inginkan. Baginya, melinat Bintang tersenyum saja, sudah seperti ingin terbang, karena Bintang begitu berbeda ketika tersenyum.
Rara menggelengkan kepalanya, membuat Erika heran lalu menarik tangan temannya yang sejak tadi melamun karena terus memperhatikan motor yang asudah diparkir rapi oleh satpam penjaga.
"Tadi, lo liat Nadia, kan?" bisik Erika.
Rara mengangguk, mengiyakan ucapan Erika. Dia juga melinat kepal tangan Nadia yang begitu kuat saat menatapnya dengan tajam. Entah ada masalah apa yang terjadi dengan Nadia, yang Rara tahu, saat ini Bintang belum menghubunginya sejak bangun tidur.
"Lo kenapa?" tanya Erika lagi.
Melihat gelagat Rara yang tidak nyaman, membuat Erika sedikit penasaran, bahkan beberapa kali Rara terus memperhatikan layar ponselnya yang ia letakan di kolong meja. Beruntung saat masuk kelas, guru yang mengajar belum terlihat, buru-buru mereka masuk, tak berselang lama, barulah guru yang mengajar pun tiba.
"Gue ke toilet dulu, ya."
"Ada apa? Tumben banget gelisah."
"Ini penting, nanti gue jelasin."
"Tapi, Ra. Pak Tono dari tadi merhatiin lo yang nggak fokus."
Rara menggeleng, tak peduli dengan peringat Erika yang juga ikut cemas, tak lama Rara pun mengangkat sebelah tangannya untuk meminta izin. Meski sedikit takut, karena Pak Tono yang terus menatapnya begitu sinis. Tak lama, anggukkan pun terlihat dari wajah judes yang selalu dilontarkan hampir semua siswa ketika beliau masuk ke kelas.
Dengan cepat Rara melesat, tak lupa ponsel yang sudah ia masukkan ke dalam saku rok yang ia kenakan, berlari melewati beberapa kelas yang sedang ada guru membuatnya sedikit memperlambat langkah, sesekali mengeluarkan ponselnya untuk melihat apakah Bintang menghubunginya atau tidak, nyatanya layar ponsel itu masih berwarna hitam, tidak ada tanda apa pun kecuali walpaper 3d yang terlihat ketika ia menekan tombol power yang ada di sisi kanan pada ponselnya.
"Dia ke mana? "
Sejak tadi hanya itu yang Rara ucapkan, ketika sampai di dalam toilet, tubuhnya bergetar, sejak tadi menahan tangis akhirnya lepas begitu saja saat berada di dalam salah satu toilet, beruntung tdak ada siapa pun, ia menangis sekuat tenaga, karena pesan yang masuk bukan dari Bintang, entah dari mana, karena nomor yang tertera begitu asing untuknya.
Deretan kalimat yang tertera di sana, membuat Rara hampir melempar begitu saja ponaelnya ke tembok, mengingat ada 4 pesan dari nomor yang sama, seketika matanya membulat saat kalimat terakhir yang dikirimkan tertuju pada satu nama yang sejak tadi ia tunggu kabarnya.
"Kenapa dia? Ini nggak bener, kan?"
Gumam itu sudah terlontar berkali-kali, sampai akhirnya terdengar ketuk pintu dari arah luar, membuat Rara cepat-cepat menghapus air matanya.
"Ra, lo nggak apa-apa, kan?" tanya Erika, ketika pintu toilet yang Rara tempati terbuka.
Bukannya menjawab, Erika justru terkejut saat Rara dengan tiba-tiba memeluknya begitu erat.
"Ada apa?"
"Gue putus aja kali, ya, sama Bintang?"
Mendengarnya saja sudah terkejut, apalagi harus melihat wajah Rara yang kini sudah sedikit membaik, meski terlihat begitu jelas sembab pada matanya tidak bisa dibohongi.
Rara cantik
Kita putus aja, ya.
Sebenarnya enggan, tapi Rara sudah terlanjur mengirim pesan itu kepada Bintang, tak peduli akan dibalas atau tidak. Yang terpenting saat ini adalah, mengontrol emosinya ketika bertemu dengan Bintang nanti. Ia yakin, kalau Bintang pasti akan meminta kejelasan tentang keputusannya yang begitu tiba-tiba.
🍂🍂
Akhirnya bisa kelar juga, terima kasih sudah berkunjung, sampai ketemu lagi, salam manis Bintang.
Publish, 20 April 2023
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro