Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

11. Curiga

Setelah kemarin Rara menolak mentah-mentah permintaan Reza, hari ini lelaki itu benar-benar memaksa Rara untuk ikut dengan alasan ingin membicarakan hal yang penting, sudah jelas kalau Rara malas mendengarkan hal yang tidak penting. Nyatanya, apa yang Reza ingin tunjukkan justru membuat gadis itu kesal, kemudian pergi dengan perasaan penuh kecewa.

Mengikuti Reza yang terkadang membuatnya percaya, sudah seperti orang bodoh yang memang tidak pernah bisa dilupakan, walau sebentar. Laki-laki itu akan terus memaksanya meski sudah dijelaskan berulang kali.

Meski sempat terjadi perdebatan antara Erika dan Rara, kenyataannya gadis itu tetap menemui Reza seorang diri di sebuah ruangan kosong yang terletak di lantai dasar tepat di dekat toilet. Keduanya saling berhadapan dan saling memandang satu sama lain, jarak antara keduanya pun hanya sejengkal bila diukur dengan jari. Cukup lama, hingga Reza yang akhirnya memilih untuk buka suara lebih dulu.

"Kita perlu ngobrol sebentar," ucap Reza.

Lelaki itu benar-benar ingin mengatakan sesuatu, mungkin juga tidak, tetapi Rara bisa melihat tatapan matanya yang begitu serius meski Rara memalingkam wajahnya, Rara tahu kalau nada bicara Reza yang sedikit menelan, menandakan kalau lelaki itu benar-benar serius ingin menyampaikan sesuatu padanya.

"Ra, lihat aku sebentar, apa yang kamu lihat tentang aku dan Bintang itu nggak seperti apa yang kamu pikirkan."

Rara masih enggan untuk menyahut, bahkan ia tidak begitu peduli saat nama Bintang di sebut beberapa sejak tadi.

"Ra, dengarkan aku sekali ini saja, jauhi Bintang, dia tidak baik untuk kamu."

"Lalu siapa yang pantas untuk aku? Kamu? Jangan banyak berharap, Za. Kita sudah putus, bahkan kamu sendiri yang melakukannya, lalu kamu melarangku untuk menjuhi Bintang? Kamu siapa yang berhak melarangku?"

"Bukan begitu Ra, tapi ini berbeda. Bintang tidak seperti yang kamu pikirkan, dia bukan orang baik. Dia bukan orang tepat untuk menemanimu, tolong untuk kali ini, dengarkan aku."

Rara menggeleng, kemudian memalingkan wajahnya beberapa detik, sebelum kembali menatap Reza yang kini cukup mengkhawatirkan, terlihat jelas dari sorot mata yang begitu cemas padanya.

"Seburuk apa pun kamu membicarakan Bintang, aku tetap tidak percaya padamu. Ingat Za, hubungan kita sudah berakhir, meski kamu masih belum mau menerima keputusanku. Kita tidak pernah punya hubungan apa pun lagi."

"Ra..."

"Berhenti mengikuti ke mana pun aku pergi, ingat kita sudah tidak punya hubungan."

Setelahnya Rara pun pergi, tetapi belum sempat melangkah lebih jauh tangannya sudah di tarik kembali oleh Bintang yang tiba-tiba melintas begitu saja. Membuat Rara terkejut lalu memukul dada lelaki itu cukup keras. Untung saja keadaan sekitar tidak begitu ramai.

"Lain kali kalau datang itu permisi, bikin orang jantungan aja!"

"Maaf, lagian lo ngapain sendirian kayak habis ketemu penjahat aja, ngendap-ngendap."

"Bukan urusan lo, lagian juga, lo ngapain melintas di sekitaran sini? Bukannya kelas dua belas itu ada kegiatan praktik?"

Bintang mengangguk, membenarkan ucapan Rara. "Benar."

"Terus, kenapa di sini? Lo bolos?"

Bintang menggeleng, lalu tersenyum. Berdiri menghadap Rara saat gadis itu mulai melangkah, membuat Bintang senang, bahkan dirinya ikut melangkah meski berjalan mundur.

"Gue mau ketemu ayang, soalnya praktik hari ini nggak begitu berat, cuma hafalan."

"Terus kenapa nggak balik ke kelas?"

"Karena gue ngafalin nama lo itu sudah, makanya gue ke sini."

Seketika Rara berhenti begitu mendengar ucapan Bintang. Gadis itu merasa kesal setiap kali Bintang membicarakan hal yang menurutnya tidak penting untuk diutarakan.

"Kenapa?" tanya Bintang.

Ia juga ikut berhenti saat Rara menatap ke arahnya dengan begitu kesal. Gadis yang dengan mata bulat dan rambut yang dikuncir kuda di hadapannya itu membuat Bintang terdiam beberapa detik, kemudian menoel pipi Rara dengan menggunakan telunjuknya, mengambil posisi sedikit mendekat membuat Rara terdiam beberapa saat karena ulah Bintang yang begitu membuatnya terkejut.

"Empuk. Lemak Lo pindah ke pipi, Ra?"

"Nggak sopan!" gerutu Rara sambil menepis tangan Bintang.

"Maaf, tapi ini lucu, kayak squisy."

"Bintang!"

"Iya, iya. Ya udah gue pindah lokasi dulu, siapa tahu ada yang kangen, kan, nanti?"

"Bodo amat!"
Mendengar Rara menggerutu, membuat Bintang tertawa, lelaki itu berlari saat Rara hendak melemparkan pulpen yang sejak tadi digenggamnya pada Bintang. Mengingat Bintang adalah kekasihnya, ia pun kembali melanjutkan langkah meninggalkan tempat yang sejak tadi sudah membuatnya gerah.

Namun, di balik sana, ada Reza yang sejak tadi memperhatikan sepasang kekasih yang baru saja jadian belum lama. Bahkan kedua telapak tangannya mengepal kuat, seolah tengah menahan amarah setelah kepergian Rara yang begitu saja meninggalkannya.

"Kalau kamu tahu, Bintang bukan orang baik, kamu akan menyesal pernah mengenalnya Ra."

Selama ini, Reza selalu bersabar menghadapi Rara yang cukup cuek padanya, bahkan saat masih bersama pun, gadis itu tetap sama, selalu cuek dan enggan bila di ajak pulang bersama.

Kini, rasa cuek itu seakan luntur ketika Bintang yang berada di sisinya, bukan karena rasa cemburu, tetapi apa yang Reza dengar dari Erika, sahabat baik Rara, ternyata gadis itu sudah mengagumi Bintang jauh sebelum mereka menjalin kasih. Dan kini, semua yang dikhawatirkannya sudah terjadi.

Reza sama sekali tidak melihat sisi cuek itu dari diri Rara ketika bersama Bintang, meski sesekali emosi gadis itu meledak-ledak ketika bersama Bintang, nyatanya itu bukan hal yang aneh, melainkan lucu di mata Bintang yang memang menyukai gadis tomboi seperti Rara.

Reza hanya bisa menggelengkan kepalanya ketika melihat kedekatan Rara dan Bintang, ia harus kembali menata hatinya untuk tidak meluapkan amarah pada Bintang, tetapi apa yang sudah Bintang katakan tempo hari rasanya masih sangat mustahil untuk dicerna. Reza ingat dan itu benar-benar jelas di telinganya.

"Gue nggak bohong, Fi.  Gue yang buat orang itu meninggal."

"Enggak Bi, enggak. Bukan Lo, tapi Om Bima."

"Tapi waktu itu ada gue di sana."

"Tapi bukan Lo yang melakukannya, ini semua karena bisnis, iya, semua ini karena bisnis."

"Gimana kalau cewek itu tahu?"

"Nggak ada yang tahu, percaya sama gue."

Reza kembali menggeleng, saat ingatan itu kembali muncul setelah sekian lama ia coba pendam. Apa yang didengarnya seakan begitu jelas. Ia benar-benar mendengar obrolan itu ketika dirinya tak sengaja melintas di dekat toilet. Berharap tidak ketahuan ia pun bersembunyi, sampai akhirnya obrolan itu benar-benar usai, Reza pun memilih pergi untuk menjauh. Meski deru napasnya begitu cepat karena berlari mencari tempat paling aman, nyatanya ia sangat takut saat Bintang dan Rafi melewati dirinya.

Tak ada tegur sapa saat keduanya melintas, hanya tatap sinis yang diperlihatkan ketika mereka berpapasan.

"Enggak, Ra. Kamu nggak boleh terlalu jauh menjalin tali kasih dengan Bintang."

🍂🍂

Terima kasih telah berkunjung salam manis Bintang.

Publish, 15 April 2023

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro