10. Nggak Sengaja
Setelah pulang dari pemakan, Bintang memilih pergi ke sekolah meski masih terlalu pagi, ia tidak ingin membuang waktu hanya karena memikirkan keluarganya yang memang tidak pernah baik-baik saja.
Walau di luar sana tak sedikit yang memandang Bintang sebagai seorang dengan status berada, baginya semua yang dimiliki hanya sebatas titipan, apalagi mengingat kalau apa yang dilakukan Bima, sebenarnya enggan bagi Bintang untuk menggunakan fasilitas yang diberikan ayahnya, ia terlalu malas untuk berdebat, ia hanya menggunakan haknya jika dia ingin. Bahkan, Bintang lebih suka naik kendaraan umum dari pada naik kendaraan pribadi.
Sama seperti pagi ini, ia memilih memesan ojol untuk berangkat ke sekolah. Melihat pemandangan hijau usai meninggalkan pemakaman, membuat Bintang bernapas sedikit lega, terlebih tadi, ia bisa melihat Rara. Gadis yang sempat ia ajak bicara setelah memberikan ucapan selamat pagi pada orang-orang yang mereka cintai.
Seperti Bintang yang begitu mencintai Bunda, dan Rara yang begitu menyayangi Papanya. Mereka berdua sama-sama ditinggalkan oleh orang yang sangat berarti dalam hidupnya.
"Mas, sepertinya sedang banyak pikiran, ya?" tanya supir Ojol yang bernama Herman itu.
Bintang hanya terkekeh, kemudian menjawabnya sedikit lebih keras.
"Bapak ini udah kayak cenayang aja, deh."
"Iya, kan, saya hanya bertanya, kalau tidak di jawab pun tidak apa," ucap Herman.
Bintang tertawa lepas, seperti setengah bebanya terangkat begitu saja meski obrolan sepanjang perjalanan ke skolah sedikit terkendala macet.
"Pak, apa saya boleh bertanya sesuatu?" Anggukan kecil dari Pak Herman membuat Bintang sedikit lega.
"Tentu saja," balas Pak Herman.
"Di depan belok kanan, ya, Pak, tolong berhenti dekat mini market saja."
"Baik, Mas nggak jadi tanya?"
Bintang menggeleng, Pak Herman bisa melihat ada raut wajah kecewa yang terlihat di kaca spionnya.
"Nanti saja, Pak, makasih sudah antarkan saya."
Pak Herman mengangguk, sambil tersenyum pria setengah baya itu menerima helm yang diberikan oleh Bintang setelah berhenti dan turun dari motor. Sambil memberikan dua lembar uang kertas berwarna merah, Bintang pun mengucapkan rasa terima kasihnya untuk uang ke sekian.
Sementara Pak Herman terharu karena dirinya diberi luang lebih sebagai tips, mengingat ucapan Pak Herman saat diperjalanan, Bintang jadi teringat pesan Bunda setiap kali melihat orang-orang yang sedang kesulitan.
"Ini terlalu banyak, Mas."
Pak Herman kembali mengatakan hal yang sama pada Bintang, tetapi Bintang hanya menggeleng, sambil memegang bahu Pak Herman, lelaki itu pun tersenyum.
"Ini rezeki Bapak, tidak perlu bertanya apa pun lagi, karena apa yang sudah Bapak lakukan pasti demi keluarga. Sementara apa yang saya berikan tidak sepadan dengan apa yang sudah Bapak kerjakan, makasih sudah bersedia mengantar saya sampai tujuan dengan selamat, semoga hari ini Bapak bisa mendapat penumpang lebih banyak."
Seperti ada signal yang kuat setelah berinteraksi dengan seseorang yang padahal baru Bintang kenal, tetapi beberapa hal positif yang ia rasakan justru membuatnya semakin yakin untuk terus memperjuangkan apa yang ia inginkan. Seperti mendapatkan perhatian Rara adalah tujuan utamanya.
Sesampainya di depan gerbang sekolah, Bintang dibuat terkejut oleh Nadia, gadis yang berstatus sebagai mantannya itu seperti enggan untuk menjauh, memilih mengejarnya meski tahu resiko setelahnya.
Beruntung kantung belanjaan yang tak seberapa itu sudah ia masukkan ke dalam tas, kalau saja ia terlambat, mungkin saja sudah dirampas oleh Nadia yang masih belum terima jika Bintang telah memutuskannya.
"Bintang, nanti sore luang, nggak?"
"Sibuk banyak tugas, mending lo pergi dan jangan muncul lagi!"
"Enggak!"
Bintang yang memilih diam itu hanya menaikkan sebelah alisnya, memandang aneh ke arah Nadia yang masih berdiri di depannya. Melihat ke sekitar berharap mendapatkan bala bantuan, nyatanya lengan kekarnya sudah lebih dulu di rangkul oleh sosok yang baru saja menginjakkan kakinya di area sekolah.
"Mbaknya lupa, apa gimana? Kalian udah putus, harusnya move-on, nggak usah jadi ganjen sama pacar orang," ucap gadis itu. Melihat ekspresinya membuat Bintang terkekeh.
Lelaki itu mengangguk-anggukan kepalanya menyetujui pendapat yang di lontarkan.
"Siapa kamu?"
"Oh iya, kita belum kenalan," balasnya.
Dengan bangga gadis itu memperkenalkan dirinya pada Nadia, melihat raut kesal di wajah Nadia membuat Rara semakin mengeratkan lengannya pada lengan Bintang. Hal itu membuat Nadia semakin kesal, terlihat jelas kalau Nadia sedang menahan amarah dari kedua tangannya yang mengepal cukup kuat.
"Nggak penting."
"Tapi ini penting buat saya, kalau enggak memperkenalkan diri, bisa-bisa pacar saya di embat orang, repot nanti."
"Kamu-"
"Iya, saya tahu kok, saya itu manis dan cantik, nggak usah di perjelas."
Setelah membuat Nadia marah dan pergi dari hadapannya, Rara langsung melepaskan lengannya begitu saja, mengusap berkali-kali sampai Bintang saja menatap heran ke arah gadis yang masih berdiri di sebelahnya.
"Kok gitu? Lo alergi?"
Mendengar ucapan Bintang, seketika mata tajam Rara menatap ke arahnya.
"Banget! Alergi lama-lama deket Lo!"
"Lha, tadi yang tiba-tiba datang terus rangkul-rangkul siapa? Jin? Tuyul?"
"Nggak sengaja. Nggak bawel sekarang masuk sana ke kelas, gue tahu tadi mantan lo yang over, kan?"
Tebakan Rara memang tepat, Nadia merupakan salah satu mantannya yang cukup overprotective, meski belum lama bersama, Nadia selalu mengatur kehidupannya, padahal hanya berstatus pacar, bukan istri apalagi ibunya. Sedangkan Bintang tidak begitu menyukai hal itu, itulah sebabnya Bintang memilih putus dari pada tertekan karena banyak aturan yang Nadia berikan padanya.
Setelah mendengar penuturan Rara, Bintang pun segera berpamit usai memberikan kantung plastik berisi beberapa camilan yang mungkin Rara menyukainya.
"Makasih," ucap Rara sedikit berteriak ketika melihat Bintang berlarian menuju kelasnya.
Kali ini mungkin hanya sebatas senyum yang mampu Bintang lihat dari wajah anggun Rara yang begitu lucu ketika marah. Ia tidak pernah tahu kalau di balik sana sudah ada yang sedang ditunggunya dengan sebuah amarah besar.
"Kalau orang yang dimaksud Erika itu adalah Bintang... Ah enggak, gue harus cari tahu dulu, siapa yang melakukannya."
"Ra?" Rara menoleh, lalu kembali melangkah setelah melihat siapa yang berani menyentuh bahunya.
"Ra, tunggu, kita bisa ngobrol sebentar?"
"Enggak, aku udah nggak mau ngobrolin apa pun sama kamu, aku udah cukup tahu, kalau kamu itu nggak bisa dipercaya."
Ucapan Rara memang terdengar kasar, sambil melangkah gadis itu menahan amarahnya saat Reza masih saja terus mengikutinya sampai di depan kelas pun, lelaki itu .asih berdiri di sana, beruntung ketika sampai guru yang mengajar di kelasnya tidak masuk, jadi terlambat beberapa menit membuatnya sedikit bernapas lega. Sementara Reza telah diusir oleh Rara karena hampir saja membuat keributan.
"Mantan lo itu kayak nggak jera, ya, Ra."
Rara mengangguk, membenarkan ucapan Erika yang memang benar adanya. Lelaki yang selama ini membuatnya jatuh cinta, nyatanya berselingkuh, membuatnya semakin malas berinteraksi dengan lelaki manapun, terkecuali pada Bintang. Entah bagaimana caranya, ia bisa menyukai Bintang pada pandangan pertama saat melinat lelaki itu bermain basket kala turnamen antar sekolah setahun yang lalu, sebelum dirinya bersama dengan Reza.
Cukup, sekarang gue udah nggak peduli sama dia."
Sambil menggeleng, Rara menguatkan hatinya untuk tidak memikirkan Reza, iya, memang harusnya Rara tidak memikirkan Reza yang hanya sebatas mantan, tak lebih.
🍂🍂
Terima kasih telah berkunjung, salam manis Bintang 🥰
Publish, 13 April 2023
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro