Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

08. Baru Jadian

Sudah dua pekan setelah jalan bersama, mencari cemistry membuat Rara akhirnya benar-benar luluh, bahkan setelah amarah yang meledak-ledak ketika mereka berada di mall, tak sedikit pun membuat Bintang menyerah. Lelaki itu terus mencoba untuk tetap memperjuangkan misinya untuk menjadikan Rara sebagai kekasihnya.

Benar, baru dua pekan mereka menjalin hubungan spesial, tak ada yang tahu termasuk Rafi. Saat Bintang mengantarkan Rara pulang, di sepanjang jalan mereka mengobrol banyak hal, sampai akhirnya Bintang menepikan kendaraan roda duanya di dekat trotorae yang tak jauh dari tempat tinggal Rara.

Rara tampak bingung awalnya, sampai akhirnya Bintang memilih turun membiarkan Rara duduk di jok belakang sambil menatap ke arahnya.

"Kita baru kenal, tapi pesona lo jauh lebih dulu mengalihkan segalanya," ucap Bintang, sambil menggenggam kedua tangan Rara.

Rara masih diam, gadis itu hanya memperhatikan bagaimana Bintang memperlakukan dia layaknya seorang putri. Kedua matanya mengerjap beberapa kali, mencerna ucapan Bintang sama seperti merasakan manis permen karet yang masih di kunyah olehnya.

"Maaf kalau ini terlalu cepat, tapi kali ini gue nggak tahu lagi gimana caranya ngomong sama lo, beberapa kali ketemu itu memang sangat singkat," lanjutnya.

Sejenak Bintang menunduk, sementara Rara masih diam membisu, hanya melihat sikap Bintang saat mereka keluar dari mall, Bintang tidak mengatakan apa pun, kecuali luap amarah yang begitu memuncak.

"Percaya atau enggak, gue udah suka sama lo, terlepas lo anak orang berada atau bukan, gue nggak peduli."

"Bintang, gue nggak-"

"Nggak, jangan bilang itu, Ra. Gue mohon."

Rara mengerutkan keningnya saat ia melihat kedua mata sembab milik Bintang di hadapannya. Bahkan lelaki itu juga masih belum mau melepaskan genggamnya.

"Maaf kalau gue udah buat lo malu hari ini. Maaf kalau gue udah bentak, lo tadi. "

"Bintang," panggilnya pelan.

Kedua mata Bintang yang sembab itu pun mengerjap, membuat Rara tersenyum kemudian melepaskan sebelah tangan yang genggam oleh Bintang  untuk mengusap jejak air mata yang masih membekas di pipi lelaki itu.

"Gue nggak marah, gue cuma bingung dan kaget aja waktu lo ajak gue."

"Tapi, gue udah buat lo malu."

Rara menggeleng, kemudian tersenyum menatap wajah Bintang yang dilihatnya dari dekat begitu tampan dan lucu menurutnya.

"Enggak Bintang," ucap Rara.

Berharap apa yang ia katakan bisa membuat Bintang tidak menyalahkan dirinya sendiri. Namun, apa yang diharapkannya justru membuat lelaki itu semakin menunduk, entah apa yang sedang ia pikirkan sampai membuat Rara benar-benar kebingungan. Belum lagi, udara malam cukup dingin, meski telah dipinjamkan jaket oleh Bintang, tetap saja, kedua kakinya yang merasakan begitu menusuk udara malam itu.

Itu dua pekan lalu, mengingatnya kembali membuat denyut di kepala Rara semakin parah, apalagi setelah obrolan singkat yang masih menggantung itu, semakin membuatnya penasaran. Apa yang disembunyikan Bintang dan apa yang sedang lelaki itu rencanakan Rara benar-benar masih belum mengerti.

Yang ia tahu saat ini adalah, bagaimana caranya membuat Bintang nyaman agar dirinya tidak menjadi salah satu mantan dari koleksi Bintang yang selama ini hanya tinggal kenangan pahit.

"Ra, itu Kak Bintang bukan?" Tegur salah seorang teman sekelasnya, membuat Rara tersentak.

Gadis itu menoleh mengikuti arah pandang temannya dan beralih ke arah pintu di mana Bintang berada. Ia hanya bisa menghela napas, kemudian menggesekkan giginya karena kesal.

"Iblis itu kenapa muncul di saat yang tidak tepat, sih!"

Gumam yang sejak pagi tadi sudah ia curahkan ketika melangkah melewati gerbang sekolah. Baru dua pekan, memang. Tetapi ia sudah dibuat kesal sejak subuh tadi. Entah mengapa semenjak Bintang menjadi kekasihnya, lelaki itu terlihat manja, bahkan menunjukkannya dengan terang-terangan.

Kali ini hal itu terulang lagi. Bintang mengiriminya pesan suara, belum sempat ia dengar, Bintang kembali mengiriminya stiker gemas bergambar hati. Ingin tertawa pun rasanya tidak sanggup, karena pandangan matanya membuat Bintang terlinat seperti orang konyol yang berdiri sambil melambai. Padahal di sebelah kirinya ada Rafi teman dekatnya.

Dengan sangat terpaksa, Rara pun memilih bangkit untuk menghampiri Bintang yang sangat menyebalkan bila terlalu lama berdiri di depan kelasnya.

"Hallo ayang..."

Rara belum menjawab, ia justru menarik paksa lengan Bintang sampai membuat lelaki itu nyaris terjatuh, bahkan Rafi pun ikut terkejut dibuatnya.

"Bi, kita ada praktik olahraga," teriak Rafi, sedangkan Bintang hanya melambai, menyuruhnya untuk pergi lebih dulu.

"Buruan!"

"Iya."

Sesampainya di depan ruang lab bahasa, Rara akhirnya melepaskan Bintang, berdiri saling berhadapan bukan lagi hal yang aneh di antara mereka berdua. Apalagi dengan gaya Rara yang cukup tomboy, membuat Bintang semakin menyukai gadis yang berkuncir kuda di hadapannya.

"Mau lo apa?" tanya Rara sambil melipat kedua tangannya di depan dada.

"Enggak ada, cuma mau mastiin kalau lo masuk, salah nih?"

Rara tidak pernah menyangka kalau Bintang sesuka itu, tapi saat ini Rara tidak ingin terlalu dekat dengan Bintang, mengingat dua hari lalu ibunya sempat mengatakan sesuatu mengenai kepergian ayahnya.

"Gue masuk atau enggak, bukan urusan lo, paham?" 

Bintang menggeleng, membuat Rara benar-benar dibuat emosi ketika melihatnya. Lelaki yang terlihat cool itu sama sekali tidak mencerminkan kalau pamornya akan turun jikan orang-orang melihat bagaimana tingkahnya ketika bersama dengan Rara.

"Ya Tuhan, Bintang. Lo itu udah kelas dua belas, kenapa kayak anak Paud, sih? Kepala gue bisa meledak kalau lo begini," keluh Rara.

Bintang tidak bisa melihat Rara murung, ia pun maju satu langkah untuk memberikan kejutan di pagi hari.

"Makasih udah terima cokelat dari gue, gimana rasanya?"

"Pait, kayak hidup lo!"

"Bintang buruan giliran lo bentar lagi!"

Orbrolan itu tiba-tiba harus terputus, mengingat janjinya pada Rafi untuk segera menyusul ke lapangan. Nyatanya, Rafi kembali sambil berlari kecil dengan berteriak.

"Lama bener, gue ambil nilai praktik, giliran lo, di cariin sama Pak Gun tuh."

Rafi menyeka keringatnya saat menatap Rara. Napas yang terhenga membuat gadis itu merasa kasihan, karena ulah Bintang Rafi jadi harus kembali sambil berlari.

"Maaf, gue ngobrol dulu," balas Bintang, ketika ia hendak melangkahkan kakinya. Suara Rafi kembali mendominasi diantara keduanya.

"Kalian... Jangan bilang, iya?"

"Baru jadian, gue udah jujur, ceritanya nanti aja."

Belum sempat Rafi meminta sesuatu dari Bintang, lelaki itu lebih dulu menariknya, meninggalkan Rara yang kebingungan menatap kepergian dua lelaki yang cukup berpengaruh di sekolahnya.

"Dasar iblis ganteng, tapi... Apa benar dia?"

Meski sedikit ragu dengan keputusannya , Rara tetap memilih diam untuk beberapa waktu sampai hari yang ia inginkan tiba dengan sendirinya. Mungkin keraguannya masih sebatas curiga, bukan berarti sepenuhnya Rara menyalahkan seseorang tentang kepergian ayahnya yang dikabarkan tewas karena kecelakaan lalu lintas yang sampai detik ini masih belum diketahui siapa pelakunya.

🍂🍂

Hallo terima kasih telah berkunjung, salam manis orang selalu merindukanmu. Bintang. 🤗

Publish, 12 April 2023


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro