06. Percobaan Kedua
Dulu sekali, pernah ada legenda tentang seribu candi, bahkan kisah itu masih menjadi misteri sampai detik ini. Bintang selalu mengingat kisah itu, bahkan ketika malam tiba, ia bersuka cita mendengar sebuah dongeng yang dibacakan oleh Bunda. Kala tubuh lelahnya mulai nyaman berbaring di kasur empuk dengan kepala yang ia taruh di atas paha milik Bunda.
Itu Dulu, ketika Bunda masih ada di bumi, masih bernapas dan masih menyapa di saat pagi tiba. Sekarang, semua yang Bintang ingin seakan telah pudar seiring berjalannya waktu. Membiarkan jejak itu membekas di dalam hatinya.
Yang Bintang ingat dari legenda tersebut adalah, bagaimana caranya sosok kesatria bernama Bandung Bondowoso menaklukkan hati sang putri, yaitu Roro Jonggrang. Dari sana Bintang seolah melihat dirinya yang sedang dibuat penasaran oleh seorang gadis yang bernama Rara.
Tadi, sebelum Reza keluar dari kelasnya, lelaki itu sempat mengatakan padanya untuk menjauhi Rara, gadis yang disebutkan oleh Reza sebelum lelaki itu mengancam membuat perhitungan padanya.
Obrolan singkat yang terjadi di dalam kelas, sebelum bel istirahat itu memicu rasa penasaran beberapa siswa yang tersisa di sana, sementara yang lain sudah berhambur keluar kelas ketika Rafi membujuk Bintang untuk keluar bertemu dengan Pak Darto.
"Kamu yang bernama Bintang, benar?" tanya Pak Darto memastikan.
Gurat halus yang terlihat jelas itu membuat Bintang meringis, terlebih ia masih merasa linu dibagian pipinya. Walau sesekali terus mengusapnya, tetap saja, pukulan Reza yang tiba-tiba itu membuatnya hampir jantungan.
"Ada apa Bapak memanggil saya, kemari?"
"Besok, orang tua kamu harus hadir di sekolah."
"Memangnya saya berbuat ulah apa, sampai saya harus membawa orang tua saya ke sekolah?"
Hela napas Pak Darto tentu membuat Bintang semakin bingung. Dengan begitu tiba-tiba lelaki paruh baya itu menyerahkan sebuah amplop berwarna putih padanya.
"Ini surat panggilan. Minggu lalu saya mendapat informasi dari penjaga sekolah kalau kamu berkelahi dengan salah satu siswa dari sekolah sebelah."
"Lho, Bapak nggak bisa ambil keputusan begitu aja dong, informasi tanpa bukti itu namanya pencemaran nama baik, Pak. "
Pak Darto pun menggeleng, kemudian mengambil sebuah ponsel yang ada di dalam lari meja kerjanya. Lelaki yang terkenal membosankan ketika mengajar, tidak akan berlaku bila sudah duduk di kursi kebesarannya.
"Lihat ini, kalau bukan kamu, siapa lagi?"
Sambil menunjuk pada sebuah layar ponsel yang menyala, di sana ada sebuah gambar terlihat buram tengah melayangkan sebuah tinju pada salah seorang siswa.
Bintang pun kembali membenarkan posisi duduknya, usai ikut memastikan kalau itu bukan dirinya. Kedua mata tajam itu kembali menatap ke arah Pak Darto yang kembali menaruh barang bukti di lacinya.
"Bagaimana penjaga sekolah tahu, kalau itu saya? Memang Bapak penjaga sekolah ada di lokasi? Apa Bapak tidak mencari tahu lebih jauh tentang kejadian Minggu lalu?"
"Kalau bukan kamu, lalu siapa?"
Sejenak Bintang mengehela napas, isi kepalanya saat ini sudah dipenuhi rasa kesal hingga malas untuk membahas apalagi berkomunikasi dengan Bima, ayahnya.
"Ya, Bapak harusnya pastikan dulu. Bapak pernah tanya ke Bapak penjaga atau tidak? Saat itu saya ada di mana? Kalau belum, saya tidak ingin membawa orang tua saya ke sekolah."
"Ini aturan sekolah, Bintang."
Bintang hanya tersenyum tipis, kemudian bangkit dari tempat duduknya.
"Aturan mana yang memanggil siswanya sebelum memastikan dengan benar, kalau apa yang ada pada gambar belum tentu sesuai dengan kenyataan. Maaf, Pak, tapi saya tidak bisa, permisi."
Setelahnya Bintang pun keluar dari ruangan Pak Darto, mengingat Rafi yang masih berdiri sambil mondar-mandir tentu membuat Bintang tak enak hati. Ia pun mendekat ke arah Rafi sambil menepuk bahu temannya itu.
"Lama, ya?" tanya Bintang. Rafi hanya menggeleng.
Mereka pun akhirnya memutuskan untuk meninggalkan ruangan Pak Darto, setelah apa yang ia dengan dan ia lihat nyatanya tidak benar sama sekali. Ia yakin kalau ada seseorang yang ingin menjatuhkan nama baiknya di sekolah, walau bagaimanapun, Bintang bukan tipe siswa yang suka buat onar lebih dulu, kecuali ada yang menyinggungnya barulah Bintang turun tangan untuk membasmi mereka yang sudah bermain-main dengannya.
🍂🍂
Meski sempat terjadi kesalah pahaman, kali ini Bintang tidak ingin melewatkan kesempatannya untuk mencari tahu lebih lanjut siapa Rara, sampai membuat Reza semarah itu padanya.
Bintang sengaja melintas di koridor kelas sebelas, berharap kalau gadis bernama Rara itu benar-benar gadis yang tengah ia incar. Nyatanya, sebelum kaki melanjutkan langkahnya, lengan Bintang sudah ditarik lebih dulu oleh Nadia, mantan yang begitu berambisi padanya.
"Aku masih belum bisa lupain kamu, kita balikan lagi, ya."
"Rendah banget."
"Diem kamu, Rafi. Aku nggak ngomong sama kamu."
"Dih, penuh percaya diri sekali anda, siapa juga yang ngomong sama situ."
"Rafi!"
"Apa?"
Melihat teman dan mantannya selalu ribut bila bertemu, tentu membuat Bintang terhibur, rasanya melihat Nadia yang pergi sambil menahan emosi karena ulah Rafi cukup meringankan sedikit beban hatinya. Bahkan saat Rafi menoleh ke arahnya pun, Bintang hanya tersenyum.
"Mantan lo itu pada nggak waras."
"Lo yang ladenin, kan?"
Kekeh Bintang membuat Rafi membulatkan matanya, seakan apa yang diucapkan Bintang memang masuk akal.
Belum sempat Bintang melangkahkan kakinya, tiba-tiba saja salah satu siswi terpental keluar dari kelasnya, membuat Bintang dengan sigap menangkapnya. Tepat di depan pintu kelas XI Sosial 1 Bintang berdiri.
"Eh... Lo nggak apa-apa?"
Mata bulat itu membola sempurna saat Bintang menatap ke arahnya. Terdiam cukup lama, sampai membuat beberapa orang yang ada di sekitarnya menatap ke arah mereka bertiga.
"Cowok mesum!"
Mendengar celetuk itu membuat Bintang mengerutkan keningnya. Mengingat apa yang terjadi beberapa menit lalu hampir membuat gadis itu terjatuh dan terluka, beruntung Bintang ada di sana dan menolongnya dengan cepat.
Gadis itu buru-buru merapikan pakaiannya, sambil menggerutu karena ulah beberapa oknum yang menyeretnya ke dalam masalah temannya sendiri.
Melihat gadis yang di depannya sibuk merapikan pakaian, Bintang pun menyipitkan matanya untuk memastikan name tag yang ia baca tidak salah.
"Rantika Triningtyas.""
"Iya?"
Tatapan mereka pun beradu. Ada rona merah yang samar-samar di wajah Rara saat namanya disebut oleh lelaki yang masih berdiri di depannya.
"Nama lo Rara?"
"Kenapa?"
"Mastiin aja kalau lo bakal jadi pacar gue besok."
"Hei. Mas, tolong buka matanya lebar-lebar, siapa juga yang mau pacaran sama situ, cowok mesum."
Mendengar itu, bukannya marah, Bintang justru terkekeh. Melihat wajah yang menggemaskan itu mencoba untuk terlihat seperti orang marah.
"Itu pun, kalau Lo bisa menghindar."
"Dih, najis! Nggak akan."
"Satu lagi, apa yang gue mau, harus gue dapat. Lo mau atau enggak, kali ini lo nggak bisa lari lagi, sampai jumpa di alam mimpi."
Setelah merasa puas, Bintang pun melanjutkan langkahnya meninggalkan Rara yang masih diam di tempatnya. Kali ini Bintang tidak gagal, meski belum sempurna setidaknya ia sudah memastikannya.
🍂🍂
Terima kasih sudah berkunjung. Salam manis Bintang.
Publish, 9 April 2023
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro