05. Percobaan Pertama
"Aw."
"Sorry, ada yang luka?"
Bintang tersentak ketika bertabrakan dengan seorang siswi yang melintas tiba-tiba di depan kelasnya. Ia pun ikut terjatuh, merasa ngilu dibagian sikut ia pun meminta maaf, meski dirinya sendiri juga merasa sakit.
Gadis itu menggeleng, lalu berdiri dan permisi pergi meninggalkan Bintang sebelum lelaki itu sempat menatap wajahnya.
"Kenapa Bi?" tanya Rafi.
Berdiri di sebelah Bintang, membuat lelaki itu menoleh, lalu mengangkat kedua bahunya, kemudian berlalu pergi meninggalkan Rafi yang masih bingung di tempatnya.
"Bi, Pak Darto cuma kasih izin sebentar, kenapa kita ke sini? Ini lorong kelas sebelas," ucap Rafi.
Melangkah mengikuti langkah kaki Bintang yang lebar, membuatnya sedikit kesal, belum lagi ketika Bintang sedang berjalan langkahnya begitu cepat.
Bintang tidak peduli dengan celoteh Rafi yang terus mengomentarinya sepanjang jalan, padahal Bintang sudah memberi penawaran, tetapi Rafi menolaknya dan memilih untuk ikut.
Hingga akhirnya mereka berdiri di depan salah satu kelas yang tertera jelas pada papan nama yang terletak di atas pintu kalau itu kelas XI Sosial 2. Kedua matanya langsung menjelajah seisi kelas dan berhenti tepat pada salah satu meja paling depan di pojok barisan ke empat di sebelah kiri.
"Bi, balik aja, yuk," ucap Rafi. Bintang tidak menyahut sama sekali.
Lelaki itu justru membuat gaduh seluruh siswi yang ada di kelas tersebut dengan caranya melambaikan tangan, tak peduli kalau di sana ada guru, sesekali mengintip melalui jendela, Bintang tidak sama menyerah untuk mendapat perhatian gadis yang tengah diincarnya.
Sedang Rafi, lelaki itu tidak bisa berkomentar lebih banyak, terlampau lelah karena Bintang seolah tengah mengisi daya penuh sebelum menguji kesabaran semua orang yang berhadapan dengannya.
Bahkan, ketika sampai di kelas pun, ia tidak banyak bicara, melainkan melamun sampai akhirnya ditegur untuk mencuci muka karena disangka sedang mengantuk. Padahal, saat mereka keluar guru mata pelajaran di kelasnya belum memberikan tugas atau menjelaskan materi apa pun, baru memeriksa kehadiran saja.
"Kita mau ngapain di sini Bintang?" ucap Rafi dengan nada yang cukup kesal.
Kali ini, tatapan Bintang yang membalas, seolah berkata 'jangan berisik' meski akhirnya lelaki itu akan menjawab seadanya.
"Pak Darto, Bi!" ucap Rafi, yang panik seketika menarik paksa tangan Bintang untuk bersembunyi.
"Lepas! Ketimbang Pak Darto doang, tangan gue ternodai," gerutu Bintang seraya mengusap pergelangan tangannya.
Rafi yang melihat itu pun hanya bisa mengusap leher bagian belakangnya, sedikit berkeringat karena ia terlalu panik ketika melihat Pak Darto, padahal pria paruhbaya itu tidak melintas meleaati koridor tempat mereka bersantai sejenak.
"Sorry, gue panik tadi, beneran deh," ucap Rafi merasa bersalah.
Kedua lelaki itu akhirnya memilih duduk di berselonjor di depan pintu toilet, seakan tenaga yang sudah terkumpul itu tiba-tiba saja habis dengan cepat. Kedua mata Bintang pun terlihat sayu, bahkan terdapat lingkar hitam yang sedikit membuat Rafi ingin menyentuh wajah temannya itu.
"Jangan lihat gue kayak gitu, gue masih napas."
"Luka di pelipis lo gimana?" tanya Rafi.
Ia sedikit ragu sebenarnya, tetapi melihat wajah Bintang yang begitu lelah seolah ada beban berat yang sedang ia coba sembunyikan.
"Bi, ke UKS aja gimana?"
Bintang menggeleng lalu berucap begitu pelan, "Gue masih napas, nggak usah parno."
Iya, Rafi tidak menyalahkannya, tetapi, raut wajah itu semakin membuatnya khawatir, padahal sebelum berangkat mereka sudah sarapan bersama, bahkan susu yang dibuatkan oleh Desi, benar-benar diteguk habis oleh Bintang.
Namun, tidak dengan kali ini yang terlibat berbeda, seperti terserang penyakit alami yang membuat lelaki itu sampai menghela napas berkali-kali.
"Tadi, cewek itu ngeliat gue, Fi."
Mendengar ucapan Bintang yang cukup mengejutkan tentu membuat Rafi menatap tajam ke arahnya.
"Jadi, muka lo begini gara-gara gerogi?"
Bintang langsung mengangguk, lalu tersenyum lebar sampai deretan gigi putih bersih dan rapi itu nampak jelas di mata Rafi. Melihat tingkah aneh Bintang, selalu membuat Rafi merinding, kalau saja Rafi bisa memukulnya sekarang, sudah pasti ia akan memukul Bintang dengan senang hati, tapi sayangnya niat itu selalu tertahan karena rasa sayangnya pada Bintang yang sudah seperti adik sendiri.
🍂🍂
Sejak tiga puluh menit lalu, saat mereka kembali, semua mata memandang ke arah mereka berdua, tidak lebih tepatnya ke arah Bintang yang kini tengah menyalin sebuah catatan dari buku salah satu teman sekelasnya. Akibat meminta izin terlalu lama, Bintang lupa dengan pelajaran Pak Darto yang merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib ia ikuti sebelum ujian akhir tiba.
Membiarkan waktu istirahat demi menyelesaikan tugas karena ulahnya sendiri. Padahal, Rafi sudah mengingatkan beberapa kali sebelum mereka bergegas pergi dari tempat persembunyiannya. Namun, Bintang sempat menolak karena dirinya yang mengeluh sakit pada bagian sikut.
Meski kesal, Rafi tidak akan bisa meninggalkan Bintang seorang diri, ia pun membantu Bintang untuk bangun dan mengajaknya ke ruang UKS untuk mengobati luka yang terlihat cukup perih dirasa.
"Sikut lo aman, kan?" tanya Rafi dengan berbisik.
Bintang mengangguk, ia tetap fokus meski telinganya sudah gatal dengan ocehan Rafi yang sejak tadi mengajaknya berbicara.
"Kesambet apa, sih, sampe bisa begitu? Untung gue datang tepat waktu, coba kalau enggak, bisa dikejar Pak Darto, kita."
Menghela napas, Bintang pun menghentikan kegiatannya lalu menoleh ke arah Rafi yang sebenarnya juga sama, sedang menyalin bersama dengannya.
"Mulut lo itu kayak tante-tante, berisik, banyak tanya, pusing gue."
Rafi terkekeh, menggaruk kepalanya karena ia juga merasa aneh sendiri, padahal tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
"Maaf deh," ucap Rafi mengakhiri introgasinya.
Mendengar itu Bintang tidak lagi menyahut, ia sampai menggeleng, karena beberapa kali diperlakukan romantis oleh Rafi membuatnya sedikit ngeri sendiri. Jika saja tidak ada Rafi mungkin dirinya sudah dijadikan tumbal oleh Pak Darto, setidaknya hari ini Bintang masih beruntung, meski percobaan pertamanya gagal untuk mendekati gadis yang membuatnya penasaran, setidaknya ia bisa melihat kalau dirinya begitu mempesona saat mencuri perhatian seluruh siswa di kelas gadis itu.
Setidaknya apa yang Bintang ingin, akan segera terwujud walau caranya sedikit memaksa nantinya. Ia, dia ingin menyingkirkan semua lelaki yang mencoba mendekati targetnya, tak peduli Rafi sekali pun nantinya.
"Bi!"
"Apa?"
"Cek grup kelas."
"Ada apaan? Ganggu aja."
Bintang tidak kesal dengan teguran Marcel, tapi ia marah ketika seseorang mengganggunya demi sebuah informasi yang tidak pasti. Ia juga tidak menggubris dengan cepat saat yang lain sibuk dengan ponselnya masing-masing.
Namun, belum lama Marcel berlalu, sebuah ponsel di sodorkan di atas mejanya, sontak membuat Bintang dan Rafi saling mendongak menatap siapa yang berdiri di sebelahnya. Keduanya saling menatap, melihat jelas sosok itu tengah menatap ke arah mereka dengan penuh amarah, seolah Bintang telah melakukan kesalahan.
"Jauhin Rara," katanya.
Tentu membuat Bintang mengerutkan kening, merasa bingung akhirnya dia pun memilih berdiri lalu mendorong orang itu sedikit menjauh dari tempat duduknya.
"Siapa? Di sini nama Rara banyak, yang mana?"
Mendengar ucapan Bintang, orang itu pun memalimalingkan wajahnya sebentar kemudian dengan ringan ia pun melayangkan tinju tepat di pipi Bintang.
"Nggak usah sok bego, Rara mana yang gue maksud lo pasti tahu."
Bintang benar-benar tidak mengerti, karena yang ia tahu, sosok yang di depannya kali ini merupakan salah satu orang yang dikabarkan tengah menjalin hubungan dengan salah satu siswi yang cantik di kelas sebelas, entah itu benar atau tidak.
"Reza." Eja Bintang ketika ia membaca name tag yang tertera di seragam milik sosok di hadapannya.
Mata tajam itu seakan malas untuk meladeni manusia yang sudah mengganggu ketenangannya. Bahkan membuat keributan di kelasnya dengan memamerkan sebuah Vidio dirinya yang tengah berkelahi dengan salah satu siswa dari kelas lain.
Bintang tidak tinggal diam, ia pun sudah malas berbasa-basi dengan lelaki yang sebelumnya banyak bicara. Kali ini, perlahan langkah kakinya terus maju membuat lelaki bernama Reza itu pun ikut melangkah mundur. Mengingat pipinya telah menjadi korban, Bintang tidak terima.
"Gue bukan orang bego kayak lo sekarang. Ini kelas gue, walau kelas kita ramai, setidaknya gue nggak pernah buat keributan di kelas orang apalagi sampai membuat jejak di wajah seseorang, mau yang kiri atau kanan?"
Melihat wajah yang semula teduh, seakan telah menghilang dengan sekejap dan beralih dengan tatapan tajam serta kedua tangan yang mengepal.
Reza tidak ingin mati muda, kali ini ia memilih kabur setelah menyambar ponselnya yang tertinggal di atas meja milik Bintang. Melihat itu seisi kelas tertawa terbahak, mengingat kelas mereka yang memang sedang tidak ada guru, tetapi mereka tidak melupakan tugas mereka karena kekacauan yang dibuat oleh lelaki tidak tahu diri.
"Sakit?"
Bintang menggeleng, saat Rafi bertanya, bahkan beberapa temannya pun ikut menanyakan hal yang sama beberapa kali.
"Gue buat perhitungan nanti, dan si Rara itu."
"Tapi, percobaan pertama lo udah gagal Bi."
"Masih ada cara lain, sampai si Reza itu tunduk sama gue."
Bintang sudah bertekad untuk membuat perhitungan dengan siapa pun yang mengganggu usahanya.
🍂🍂
Terima kasih telah berkunjung, salam manis Bintang.
Publish, 9 April 2023
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro